Anda di halaman 1dari 15

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

NOMOR : 9979/PER/RSI-SA/I/2014
TENTANG
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Tindakan Jabatan
Nama Tandatangan Tanggal

Disiapkan Hj. Sri Wahyuni, S.S, MM Ketua Tim PKRS 26 Desember 2013

Dr. H. Makmur Santosa, Direktur


Diperiksa 2 Januari 2014
MARS Pelayanan

Disetujui Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes Direktur Utama 3 Januari 2014

1
Bismillaahirrahmaanirrohiim

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG


NOMOR : 933/PER/RSI-SA/I/2013
TENTANG
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

MENIMBANG : a. Bahwa dalam pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan
keluarga dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku kesehatan
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
b. Bahwa penyelenggaraan pendidikan pasien dan pemberian
informasi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung diperlukan adanya
Panduan Pemberian Informasi dan Edukasi

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 004
tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah
Sakit
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : HK.07.06./III/2371/09
tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang
4. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Baadan Wakaf Sultan Agung
nomor : 090/SK/YBW-SA/XII/2009 tentang pengangkatan direksi
Rumah Sakit Islam Sultan Agung (RSI SA) masa bakti 2009-2013.
5. Surat Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor:
03/SK/YBW SA/I/2011 tentang Pengesahan Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Rumah Sakit Islam Sultan Agung.

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN :
KESATU Panduan Pemberian Informasi dan Edukasi Rumah Sakit Islam Sultan
Agung sebagaimana terlampir dalam keputusan ini

2
KEDUA Panduan berlaku sejak ditetapkan dan akan dilakukan evaluasi minimal
1 (satu) tahun sekali

KETIGA Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan dan perbaikan,


maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Semarang

Tangga l : 1 Rabiul Awwal 1435.H


3 Januari 2014.M

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG

Dr. H. Masyhudi AM, M. Kes


Direktur Utama

TEMBUSAN Yth :
1. Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung
2. Seluruh Manajer dan Kepala Instalasi Rumah Sakit Islam Sultan Agung
3. Arsip

3
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR : 933/PER/RSI-SA/I/2013
TANGGAL : 3 JANUARI 2014

BAB I
DEFINISI

A. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang komunikator kepada
komunikan. Menurut Rakhmat (1986), proses informasi meliputi empat tahap, yakni
tahap sensasi, persepsi, memori dan berpikir. Tahap sensasi merupakan tahap yang
paling awal dalam penerimaan informasi melalui alat indera, sehinnga individu dapat
memahami kualitas fisik lingkungannya. Selanjutnya individu mepersepsikan objek,
peristiwa, atau pun hubungan-hubungan yang diperoleh, kemudian menyimpulkan atau
menafsirkan informasi tersebut. Sensasi yang telah dipersepsikan oleh individu direkam
oleh memori.
Memori berperan penting dalam mempengaruhi baik persepsi maupun berpikir.
Dengan memori inilah informasi dapat direkam, disimpan, dan kemudian digunakan
kembali, jika diperlukan. Tahap terakhir proses pengolahan informasi adlah berpikir,
yang mempengaruhi penafsiran individu terhadap stimuli. Berpikir dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan
menghasilkan pengetahuan baru. Proses pengolahan informasi ini akan dapat
menimbulkan suatu perubahan pada sikap atau tindakan individu. Menurut Aristoteles
(dalam fisher, 1986), (dalam Tina Afianti, 2007), informasi dapat digunakan sebagai alat
persuasi. Informasi dapat digunakan untuk membujuk dan mempengaruhi perilaku
manusia, atau untuk mengubah perilaku manusia, sesuai yang diinginkan pemberi
informasi. Melalui informasi individu mendapatkan pengetahuan.

B. Edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan
kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan

4
perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta,
mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit. Menurut Ross (1998)
dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan
perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa
disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970)
menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan
dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan
untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang
bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap
muka langsung
Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha
mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar
memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku
nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara
pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang
lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan
pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan
dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi
perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan
informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut
pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini
terhadap perubahan perilaku masyarakat memakan waktu yang lama, dibanding
dengan cara koersi. Namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi
masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat,
tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan
dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah
suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku
tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan
mengupayakan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh
positf terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

5
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi,
antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan
dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
1. Sasaran Pendidikan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat
2. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat
berlangsung di berbagai tempat. Dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:
a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, guru
b. Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit, dilakukan di rumah sakit dengan sasaran
pasien, keluarga pasien, pengunjung, petugas Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar
Rumah Sakit
c. Pendidikan kesehatan di Posyandu atau Desa Binaan dengan sasaran masyarakat
sekitar
3. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan
berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark,
sebagai berikut:
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion).
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi,
kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan sebagainya.
b. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini
pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang.
Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai cara
perlindungan terhadap penyakit pada orang dewasa maupun pada anak-anaknya
masih rendah.

6
c. Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi
di dalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau
diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan
sangat diperlukan pada tahap ini.
d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
dan penyakit, seringkali mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan
pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang
tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan menjadi
cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu
pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.
e. Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat.
Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan
tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak
atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu orang yang
cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke
masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai
anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan
diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan
kesehatan kepada masyarakat.

Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan
keluarga minimal berupa topik sebagai berikut :
1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif & aman, termasuk potensi
efek samping obat

7
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya, serta makanan
4. Diet dan nutrisi
5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi

8
BAB III
TATA LAKSANA

Dalam memberikan pelayanan informasi dan edukasi pada sasaran (pasien, keluarga,
pengunjung, dll) harus menggunakan komunikasi yang efektif agar tepat, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh sasaran, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalahpahaman). Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan
promosi)
1. Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah :
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit
Akses informasi ini dapat diperoleh melalui Customer Service, Admission, dan Website.
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :
a. Edukasi tentang obat
b. Edukasi tentang penyakit
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidupnya pasca dari rumah sakit
e. Edukasi tentang Gizi
Akses untuk mendapatkan materi edukasi melalui unit PKRS (Promosi Kesehatan
Rumah Sakit). Pemberian edukasi dan informasi diberikan oleh semua petugas yang ada
di Rumah Sakit baik petugas medis maupun non medis. Edukasi dapat diberikan kepada
siapa saja yang berada di lingkungan Rumah Sakit maupun di luar Rumah Sakit, misalnya
pelanggan intern (Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung, petugas Rumah Sakit dan
keluarga) dan pelanggan ekstern (pasien, pengunjung, keluarga, pedagang, masyarakat).

Dalam pemberian materi atau pesan yang akan diberikan kepada sasaran harus
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan pasien keluarga dan masyarakat, sehingga dapat
dirasakan langsung manfaatnya. Sebelum melakukan edukasi, langkah awal petugas harus

9
menilai kebutuhan edukasi pasien dan keluarga (asesmen) berdasarkan: (data ini didapatkan
dari RM):
1. Identitas dasar pasien
2. Kemampuan berbicara
3. Perlu penerjemah atau tidak
4. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga
5. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
6. Hambatan emosional dan motivasi (emosional: depresi, senang dan marah)
7. Keterbatasan fisik dan kognitif
8. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi

Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam
berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
1. Materi informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit
saat pemeriksaan)
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis,
termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan
diagnosis
e. Prognosis
f. Dukungan (support) yang tersedia
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab
atas pasien jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri
secara langsung
3. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan

10
4. Di mana menyampaikannya
a. Ruang praktik dokter
b. Bangsal/ruangan tempat pasien dirawat
c. Ruang diskusi

5. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telepon,
juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms,
internet
b. Persiapan meliputi:
1) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah
disepakati oleh tim)
2) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu
lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
3) Waktu yang cukup
4) Media yang digunakan, seperti leaflet, lembar balik, dll
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang
hal yang akan dibicarakan, informasi yang diinginkan dan amati kesiapan
pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi,
yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut :
Salam:
Beri salam dan sapa, tunjukkan bahwa petugas kesehatan bersedia meluangkan waktu
untuk berbicara dengan pasien/keluarga

11
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar
pasien/keluarga mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa
petugas kesehatan menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta
mengerti perasaannya. Petugas kesehatan dapat menggunakan pertanyaan terbuka
maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan
yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan
persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara
jelas.
Ingatkan:
Pemberian informasi dan edukasi yang dilakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan pasien/keluarga untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk
persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar,
maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta
mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.
Pendukung dalam pelaksanaan pemberian materi edukasi dengan menggunakan 2
metoda, yaitu secara langsung (tanya jawab, seminar, ceramah, demonstrasi) dan tidak
langsung (leaflet, lembar balik, pemasangan poster, papan pengumuman, media elektronik,
majalah, dll). Metode yang diberikan untuk pasien rawat inap dapat menggunakan teknik
secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan teknik tanya jawab, ceramah,
demonstrasi, dan pemberian leaflet. Sedangkan pemberian edukasi dan informasi untuk
pasien rawat jalan dapat melalui tatap muka, pemberian leaflet, pemasangan poster, papan
pengumuman, dan media elektronik.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi
yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya
diperlukan proses verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan. Pemahaman yang ditunjukkan oleh pasien dan atau keluarga dapat
diwujudkan dalam bentuk :
1. Mengulangi materi yang diberikan

12
2. Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan
3. Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan
4. Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan
melibatkan keluarganya

Berikut ini contoh petugas kesehatan melakukan verifikasi tentang edukasi dan
informasi kepada pasien dan keluarga :
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik
dan senang, maka verifikasi yang dilakukan dengan menanyakan kembali edukasi yang
telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang
bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan
pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa yang
bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.

Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak
antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien
dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.

13
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pengertian
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan
berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan dan berguna untuk kepentingan klien, tim
kesehatan, serta kalangan perawat sendiri (A. Aziz Alimul). Dokumentasi dalam Bahasa
Inggris berarti satu atau lebih lembar kertas resmi dengan tulisan diatasnya.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti bahan pustaka, baik berbentuk
tulisan maupun berbentuk rekaman lainnya seperti pita suara/kaset, video, film,
gambar dan foto (Suyono trimo 1987, hal 7). Pemberian informasi dan edukasi kepada
pasien dan keluarga perlu didokumentasikan oleh tim kesehatan yang telah
memberikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan pasien.

B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan pendokumentasian asuhan, antara lain sebagai sarana
komunikasi. Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat
berguna untuk membantu koordinasi asuhan yang diberikan oleh tim kesehatan,
mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau
mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan pada pasien.
Dokumentasi asuhan pada pasien dibuat untuk menunjang tertibnya administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

C. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah Sakit


Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian kebutuhan
edukasi harus dikaji terlebih dahulu oleh Dokter dan petugas kesehatan lainnya.
Kebutuhan edukasi masing-masing pasien tidaklah sama, tergantung dengan kondisi
pasien saat itu. Kebutuhan edukasi pasien meliputi :
1. Tindakan pencegahan
2. Intervensi diit

14
3. Peralatan khusus
4. Pencegahan resiko jatuh
5. Manajemen nyeri
6. Penyakit
7. Pengobatan
8. Transfuse darah
9. Vaksinasi
10. Pelayanan rohani, dll yang tertuang di form penilaian edukasi.
Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan
edukasi tersebut, kemampuan belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi
mengatasi hambatan, metode pembelajaran, dan hasil yang dicapai. Cara
pendokumentasian untuk form penilaian edukasi hanya dengan menuliskan angka yang
tertera di dalam kolom form RM 2A.7 (terlampir). Form penilaian edukasi ini wajib diisi
oleh Dokter Jaga atau Dokter PenanggungJawab Pasien (DPJP) saat menjelaskan
penyakit dan disertakan tandatangan, nama terang.
Form pemberian informasi dan edukasi di RM 2A.8 (terlampir) diisi oleh semua
petugas kesehatan yang melakukan asuhan pada pasien. Materi yang diberikan dapat
ditulis di kolom materi edukasi dengan menjabarkannya. Apabila materi tersebut di
bukukan atau bentuk leaflet dapat menuliskan kode buku atau leaflet tersebut di kolom
materi edukasi dengan dibubuhkan tandatangan pemberi edukasi (petugas kesehatan)
dan penerima edukasi (pasien /keluarga). Sedangkan untuk pemberian informasi dan
edukasi di Rawat Jalan hanya menuliskan apa yang telah disampaikan di kolom edukasi.

D. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Luar Rumah Sakit


Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan
edukasi di luar Rumah Sakit merupakan salah satu program untuk meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
pemeliharaan kesehatan. Jenis kegiatan yang rutin dilaksanakan Rumah Sakit seperti
Posyandu dan pendidikan kesehatan di Daerah Binaan, pendidikan kesehatan di
sekolah, siaran radio/televisi yang sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit. Semua
kegiatan harus terdokumentasikan dalam bentuk laporan kegiatan Promosi Kesehatan
Rumah Sakit (PKRS).

15

Anda mungkin juga menyukai