Anda di halaman 1dari 3

Radikalisme adalah suatu ideologi atau ide gagasan dan paham yang ingin

melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara cara
kekerasan atau ekstrim. Secara garis besar bahaya dari radikalisme dalam hal
beragama, bermasyarakat dan berbangsa adalah sangat besar, apalagi pemaparan
fakta fakta radikalisme di Indonesia sendiri saat ini menunjukan bagaimana bangsa
Indonesia telah mengalami ancaman besar dari sisi pemuda pemudi bangsa (termasuk
mahasiswa). Munculnya radikalisme dalam kelompok beragama dan berbangsa akan
menjadikan keegoisan sendiri, yang jelas mengklime bahwa kelompoknya adalah
kelompok paling benar diantara kelompok lain. Sedangkan untuk bahaya dalam
lingkup masyarakat sendiri, seperti yang sudah diceritakan oleh salah satu korban
bom bali yaitu Ibu Chusnul Chotimah, radikalisme yang muncul dimasyarakat
dengan hal hal seperti itu misalnya, akan memunculkan rasa dendam kepada para
pelaku karena melakukannya tanpa dengan memikirkan perasaan dan hati orang lain
serta adanya perpecahan pemikiran yang terjadi di masyarakat.

Intoleran adalah orientasi negative atau penolakan seseorang terhadap hak


hak politik dan social dari kelompok yang ia tidak setujui. Dmpak dari hal tersebut
adalah pasti munculnya pendiskriminasian antara suatu kelompok dari kelompok
lainnya. karena pada dasarnya intoleran adalah sikap yang dijunjung oleh sebuah
kelompok yang menyatakan kelompok lain harus ikut sesuai dalam tujuan yang
dibuat kelompoknya. Munculnya sikap ini bisa saja akan mengakibatkan perusakan
terhadap mental perkembangan pendidikan anak bahkan sampai buruknya sebuah
relasi social menjadi tidak baik. Intoleran muncul di Indonesia karena ketidak
seimbangan dan kesamaan serta penyelarasan tujuan. sebagai contoh munculnya
intoleran di indonesia sendiri berdasar BNPT dalam hal tipologi muslim milenial
Indonesia misalnya yang membaginya menjadi 3 kelompok besar, yaitu Nasionalist –
oriented dengan presentasi sekitar 35.8%, Nasionalist Religius Oriented dengan
persentase sekitas 40.9%, dan yang terakhir Religius-orinted dengan persentase
sekitar 23.3% (Sumber : Alvara, September 2018). Hal tersebut merepresentasikan
walaupun sama sama menunjukan nasionalis, namun dalam pelaksanaannya ketigan
bagian tipologi itu memiliki tujuan dan prinsip masing masing yang berbeda.

Mahasiswa bisa menjadi intoleran dan radikal, karena memang pada


dasarnya sasaran sasaran penunjukan ancamannya adalah dari pemuda pemudi
Indonesia yang menajdi tulang punggung untuk kedepannya. Apalagi terus
berkembangnya teknologi seperti media social yang mendi jalan radikalisme dan
sikap intoleran akan masuk dalam pikiran mahasiswa jika tidak dibarengi dengan
sikap hati hari dan kewaspadaan. Seperti yang diceritakan Bapak Yusuf yang dulu
pernah bergabung dalam jaringan terorisme yang pada saat itu dia adalah seorang
mahasiswa yang memiliki ketertarikan dan rasa penasaran mengenai hal tersebut
setelah menonton VCD konflik perang antara suatu kelompok dan kelompok lain
serta melalui majalah majalah peperangan. Faktor lain yang menjadikan seseorang
ingin bergabung dalam kelompok terorisme adalah melalui berbagai macam cara,
seperti melalui desas desus keluarga dan pertemanan yang mengajaknya untuk
bergabung, adanya inspirasi yang diceritakan dan didapatkan dari napi teroris di
lapas, adanya taklim atau kelompok kelompok yang sengaja mengadakan pengajaran
mengenai terorisme di masyarakat atau bisa juga melalui perkawinan sehingga terikat
secara langsung masuk menjadi bagian terisme, dan faktor yang paling mudah untuk
menjadikan seseorang bergabung menjadi kelompok terorisme adalah melalui
perkembangan teknologi yang ada seperti melalui media social ataupun melalui aksi
aksi propaganda untuk menarik perhatian dapat bergabung dalam kelompok terisme
tersebut.

Sikap dan karakter yang harus ditumbuhkan dalam diri mahasiswa agar tidak
terpengaruh oleh ajaran intoleransi dan radikalisme yaitu membuang pemikiran
mengenai sikap bahwa peperangan merupakan jihad yang setinggi tingginya adalah
salah, serta memiliki sikap dan karkater bahwa agama yang dianut oleh diri sendiri
adalah agama yang paling benar, dan meyakini juga bahwa agama yang dianut oleh
orang lain juga adalah agama yang benar, supaya toleransi dapat terjaga dan tidak
memunculkan permusuhan. Pencegahannya sendiri bisa dilakukan melalui 2
pendekatan yaitu : Pertama, pendekatan lunak (Soft Approach) dengan meningkatkan
kewaspadaan dan daya tangkal serta media literasi dalam lingkup pembinaan
narpidana terorisme dan mantan narapidana, keluarga dan jaringannya. Kedua,
melalui pendekatan keras (Hard Approach) dengan penegakan hukum operasi aparat
intelejen, melakukan pembinaan kemampuan aparat serta melakukan kesiap siagaan
aparat. 2 pendekatan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan sebuah kerjasama
yang bersifat internasional dlam bentuk hubungan Bilateral dan Multilateral.

Anda mungkin juga menyukai