Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi usia
lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu
angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati
urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan
Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada semakin
tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan
sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia
sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan
mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan ada empat besar
penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan, inkontinensia, dan
gangguan intelektual.
Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang
kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya kemandirian,
dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat dengan keperawatan
(Isaac, 1981).
Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam
menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat
masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal ini bisa
dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan.
Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi
orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang
disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang
serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya.
Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang
dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala serta hypocampus,

1
dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan depresif. Begitu pula
faktor herediter bisa juga berperan sebagian.
Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi sosial,
dan lain-lain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang selanjutnya
akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau untuk mencetuskan
kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep materi dari asma ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan komunitas pada lansia dengan depresi ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan askep ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui konsep materi dari depresi.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan komunitas
pada lansia dengan depresi.
2.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Keperawatan Komunitas 2

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia,
serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin),
tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami
keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi
dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih
dan Sukamto).
Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada
alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang
pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi
sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan
yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas
dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

3
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti
kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

2.2 Etiologi
Penyebab depresi menurut Stuart (2009) adalah akumulasi ketidakpuasan,
frustasi, kritikan pada diri sendiri tentang kejadian hidup sehari hari tanpa adanya
dukungan hal positif, stres dalam pekerjaan dan keluarga serta kehilangan.
Depresi terjadi pada lansia tergantung banyaknya jumlah stressor (sumber stres)
kehilangan yang dialami seperti pasangan, peran, kesehatan, fungsi seperti masih
muda (Carson 2010;Townsend,2009).
Penyebab depresi tidak hanya disebebkan oleh satu faktor saja, akan tetapi
dapat saling berinteraksi dengan faktor lain, sehingga muncul depresi
(Townsend,2009). Selain itu di tambah dengan perubahan-perubahan akibat
proses penuaan yang terjadi pada lansia.
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau factor
penyebab depresi, yaitu:
1. Genetika dan riwayat keluarga. Riwayat pada keluarga dengan penyakit
depresi bukan berarti anak atau saudara akan menderita depresi. Penelitian
menunjukkan bahwa pada orang orang dengan riwayat keluarga penderita
depresi maka kemungkinannya terkena depresi akan sedikit lebih besar
diabdningkan masyarakat pada umumnya. Penelitian pada anak kembar, bila
salah satunya terkena depresi, maka anak yang lebih mempunayi kemungkinan
40-50% terkena depresi. Artinya ada factor predisposisi terhadap depresi.
Hanya saja, tanpa adanya factor pemicu, maka yang bersangkutan tidak akan
terkena depresi. Faktor predisposisi depresi bisa terjadi juga karena anak
meniru cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita depresi.
2. Kerentanana psikologis(psychological vulnerability). Kepribadian dan cara
seseorang menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berpernan dalam
mendorong munculnya depresi. Orang orang yang kurang percaya diri, sering
merasa cemas, terlalu bergantung pada orang lain atau terlalu mengharap pada

4
diri sendiri, perfeksionist (maunya sempurna), merupakan jenis orang yang
gampang terkena depresi.
3. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelecehan diwaktu kecil, perceraian
atau ditinggal mati orang tua, kejadian pada orang dewasa (diberhentikan-
PHK, pensiun, ditinggal mati suami/istri, masalah keuangan keluarga yang
serius, bisa memicu timbulnya depresi. Menderita penyakit berat yang lama
dan hidup menderita dalam jangka lama juga sering menjadi factor penyebab
depresi.
4. Factor biologis.Depresi kadang muncul setelah melahirkan atau terkena infeksi
virus atau infeksi lainnya. Hal ini menunjukkan adanya factor biologis dalam
masalah depresi.

2.3 Patofisiologi
Struktur neocortical dorsal mengalami hipometabolis dan struktur limbic
ventral mengalami hipermetabolis selama dalam keadaan gangguan depresif.
Selain itu jalur fronto-striatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarah ke
afek (alam perasaan) yang positif, dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu
ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi yang mana ini akan
mempredisposisikan keadaan depresif.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan
iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula
kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif.
Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah
tempat, dalam belajar dan generasi daftar kata. Abnormalitas perilaku-perilaku ini
menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas
korteks prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan
gangguan psikomotor dan gangguan depresif.

2.4 Gambaran Klinik

5
Afek depresif, kehilanagn minat dan kegembiraan, berkurangnya energi, mudah
lelah dan menurunnya aktifitas dan lamanya periode depresif yaitu selama 2 minggu
(Kemenkes RI, 2012). Depresi pada lansia dengan usia lebih dari 65 tahin atau lebih
sering terjadi karena efek penyakit kronik, kerusakan kognitif dan kemampuan yang
menurun (Alexopolus, 2005: Carson 2010)
Gambaran umum yang terjadi pada lansia depresi (Miller, 2012; Stuart & Sundeen,
2009; Carson, 2010: Townsend, 2009; Keliat, 2011; Kemenkes RI, 2012) meliputi:
a. Gejala fisik : gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur atau terlalu
sedikit), menurunnya tingkat aktifitas, efisiensi kerja, produktifitas kerja dan
mudah merasa letih atau sakit.
b. Gejala Psikis : kehilanagn kepercayaan diri, sering memandang peristiwa netral
dipandang dari sudut pandang yang berbeda, bahkan disalah artikan sehingga
lansia mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga, mudah sedih, murung
dan lebih suka menyendiri, merasa dirinya tidak berguna,selalu gagal, merasa
bersalah, merasa kehidupan ini sebagi hukuman, memiliki perasaan terbebani,
dan menyalahkan orang lain.
c. Gejala sosial : adanya masalah interaksi sosial, konflik, minder, malu, cemas
bila berasa diantara kelompok dan merasa tidk nyaman untuk berkomunikasi
secara normal, merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif
menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

2.5 Tingkat Depresi Pada Lansia


Pengukuran tingkat depresi pada lansia menggunakan kuisioner Geriatric
Depression Scale (GDS) dengan 15 item pertanyaan yang sudah valid secara
internasional ( Sheikh, J & Yesavege. JA, 1986 dalam Landfeld et al, 2004 & Ham
et al, 2008). Penilaian depresi dengan menghitung total skor seluruh jawaban,
kemudian di klasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu jika skor 0-4 maka kategori
lansia normal (tidak depresi), skor 5-8 kategori lansia depresi ringan, skor 9-11
kategori depresi sedang dan skor 12-15 kategori lansia deprsi berat.
Sedangkan menurut Depkes RI, 2001 :

6
a. Depresi ringan : Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat,
kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan
kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa
depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak
terganggu dan nafsu makan kurang
b. Episode Depresi Sedang : Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga
c. Depresi berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan
perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri

2.6 Manajemen Terapi


Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan
depresif, mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-
gejalanya, untuk memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk
membantu pasien dalam mengembangkan keterampilannya.
1. Jenis jenis obat anti depresi adalah:
a. Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI).Banyak dokter yang
memulai pengobatan depresi dengan SSRI.Obat obatan yang termasuk
dalam kelompok ini biasanya lebih sedikit menimbulkan efek samping
yang mengganggu dibandingkan dengan obat anti depresi lainnya.
Obat obat yang termasuk dalam kelompok SSRI antara lain:
fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), citalopram
(Celexa) and escitalopram (Lexapro). Efek samping yang paling
sering adalah menurunnya dorongan seksual dan sulitnya mencapai
orgasme.Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang sejalan
dengan penyesuaian tubuh terhadap obat obatan tersebut.Beberapa
efek samping SSRI yang sering adalah: sakit kepala, sulit tidur,
gangguan pencernaan, dan resah/ gelisah.
b. Serotonin dan norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs).Obat
obatan anti depresi yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
duloxetine (Cymbalta), venlafaxine (Effexor XR) dan desvenlafaxine
(Pristiq). Efek samping yang ditimbulkannya serupa dengan efek

7
samping yang ditimbulkan oleh obat anti depresi kelompok SSRIs.
Beberapa efek samping lainnya adalah: mulut kering, berkeringat,
detak jantung lebih kencang dan konstipasi (susah buang air besar).
c. Norepinephrine dan Dopamine reuptake inhibitors (NDRI).Bupropion
(Wellbutrin) termasuk dalam kategori NDRI.Obat ini merupakan salah
satu dari sedikit obat anti depresi yang tidak menyebabkan
melemahnya dorongan seksual.Pada dosis yang tinggi bupropion
dapat menyebabkan meningkatnya resiko serangan kejang kejang.
d. Atypical antidepressantmerupakan obat anti depresi yang tidak bisa
dimasukkan kedalam kelompok obat lainnya. Obat obatan yang
termasuk kedlam kelompok ini antara lain: trazodone (Oleptro) dan
mirtazapine (Remeron). Kedua obat anti depresi tersebut membuat
mengantuk sehingga sebaiknya diminum pada sore/ malam hari.Pada
beberapa kasus, obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi
efeknya terhadap tidur.Obat terbaru dalam kategori ini adalah
vilazodone (Viibryd).Obat vilazidone mempunyai efek samping kecil
terhadap dorongan seksual. Beberapa efek samping dari vilazodone
yang sering muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit tidur.
e. Tricyclic antidepressants.Obat obatan yang termasuk kedalam
kelompok ini sudah dipakai bertahun tahun dan telah terbukti tidak
kalah manjur dibandingkan dengan obat anti depresi yang lebih
baru.Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya efek samping
obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya tidak diberikan
sebelum obat jenis SSRI dicoba dan tidak berhasil mengobati depresi.
Efek samping obat ini antara lain: penglihatan kabur, mulut kering,
gangguan buang air besar dan gangguan kencing, detak jantung cepat
dan bingung. Obat jenis ini juga sering menyebabkan penambahan
berat badan.
f. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Termasuk kedalam kelompok
ini adalahtranylcypromine (Parnate) and phenelzine (Nardil). Obat
obatan dalam kelompok ini biasanya merupakan pilihan terakhir bila

8
obat dari kelompok lain sudah tidak mempan mengobati depresi. Obat
obatan dalam kelompok ini bisa menimbulkan efek samping yang
serius, bahkan bisa menyebabkan kematian.Obat MAOIs memerlukan
diet ketat karena bila berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar
mentimun (pickles) dan anggur, serta obat anti pilek (decongestant)
dapat berakibat fatal.Selegiline (Emsam) merupakan obat jenis terbaru
dalam kelompok ini yang memakainya tidak dengan diminum, cukup
dengan ditempelkan di kulit.Obat selegiline mempunyai lebih sedikit
efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya.Obat obatan
kelompok ini tidak bisa dikombinasikan dengan obat dari kelompok
SRRIs.
g. Obat obatan lainnya.Dokter mungkin mengobati depresi dengan obat
obat lainnya, misalnya dengan obat stimulant, obat untuk
menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/ anxiety, dan obat
anti psikotik.Pada beberapa kasus, dokter mungkin
mengkombinasikan beberapa obat agar dihasilkan efek yang
optimal.Strategi ini dikenal sebagai augmentation (penguatan/
tambahan).
2. Psikoterapi.
Beberapa teknik psikoterapi untuk mengatasi depresi akan dibahas
dalam bab tersendiri. Dalam psikoterapi, penderita depresi diajak bicara
sehingga yang bersangkutan bisa lebih memahami penyakitnya, memahami
pola pikir dan kepercayaan yang salah yang menyebabkannya menderita
depresi, dan mempelajari teknik pemecahan masalah sehingga suatu
masalah tidak akan membuatnya depresi.
3. Electroconvulsive therapy (ECT).
ECT adalah terapi dengan menyalurkan arus listrik kedalam
otak.Hingga sekarang, belum diketahui secara jelas menkanisme kerjanya,
namun ECT terbukti efektif pada depresi berat atau bila pemberian obat
tidak bisa memberikan efek positif. Efek samping ECT adalah kebingungan
yang dialami beberapa menit hingga beberapa jam setelah mendapat CT.

9
Kadang ingatan atau memori juga bisa hilang, meskipun sifatnya hanya
sementara.
4. Perawatan di rumah sakit.
Kadang penderita depresi perlu dirawat di rumah sakit, utamanya bila
si penderita tidak bisa merawat dirinya sendiri atau membahayakan diri
sendiri atau orang orang dekatnya.
5. Metode lain
Beberapa metode pengobatan lain, namun jarang diterapkan adalah
stimulasi saraf vagus (nerve vagus stimulation). Sebuah alat pacu listrik
ditanam dileher sehingga bisa mengeluarkan aliran listrik yang memacu
saraf vagus.Pengobatan ini dilakukan pada penderita depresi khronis yang
tidak mempan dengan obat obatan. Pendekatan lain yang juga jarang
dilakukan adalah dengan transcranial magnetic stimulation. Kabel kabel
dipasang di kepala bagian depan untuk mengantarkan aliran magnetic ke
otak. Pengobatan ini juga hanya diberikan pada penderita depresi kronis
yang tidak mempan obat.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
PADA LANSIA DENGAN DEPRESI

Ini hanya sebuah kasus contoh dalam kehidupan dengan sasaran bisa individu bisa
keluarga

A. Pengkajian Komunitas
1. Inti Komunitas (Core)
a. Demografi : Karakteristik Lansia (Usia, jenis kelamin, status
perkawinan,dll). Menurut Miller (2012), faktor resiko depresi adalah
jenis kelamin (wanita lebih cepat depresi dibandingakan laki laki),
selain itu faktor resiko depresi adalah lansia dengan status perkawinan
terutama yang bercerai atau berpisah yang dituangkan dalam riwayat
keluarga lansia (dalam genogram tiga generasi)
b. Vital Statistik : Angka kejadia kesakitan lansia disebabkan oleh
depresi. Skrining pada lansian dilakukan dengan menggunakan
GDS(Geriatric Depresion Scale), serta gambaran angka kematian
akibat bunuh diri atau akibat menari diri dan atau diabaikan oleh
keluarga.
c. Riwayat Kesehatan Lansia : faktor resio, pendukung dan pencetus
masalah kesehatan lansia dengan depresi. Penyakit degeneratif juga
mempengaruhi riwayat kesehatan lansia dengan depresi
d. Etnis dan Kebiasaan Hidup : Budaya dimasyarakat yang dianut yang
berpengaruh terhadap pemasalahan kesehatan depresi pada lansia.
Selain itu juga gaya hidupmasyarakat terutama yang berpengaruh
seperti pola komunikasi, hubungan anatr individu, bentuk keluarga,
dukungan antar keluarga.

11
e. Niali dan Keyakinan : Agama, niali keyakinan yang dianut oleh
keluarga terkait makna hidup, dukungan keluarga terhadap lanjut usia,
warisan budaya/pola kebiasaan serta stigma masyarakat/keluarga
terhadap pengabaian orang tua

2. Subsistem
a. Lingkungan fisik : status rumah, type rumah, keadaan atau
kondisi rumah termasuk kepadatan, ventilasi, pencahayaan,dan
kebersihan, keamanan, kesesuaian dengan konsisi lansia.
Kondisi lingkungan yang tidak baik dapat memicu timbulnya
depresi.
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial : Faskes yang dapat
mengaomodasi masalah kesehatan pada lansia khusunya depresi
pada tingkat wilayah atau RW, puskesmas, RS, atau klinik
swasta. Sumber daya kesehatan di wilayah kerja puskesmas
serta pelayanan kesehatan serta pengobatan yang diberikan bagi
lansia untuk mengatasi masalah depresi dan untuk mengurangi
resiko depresi baik yang ada dimasyarakat maupun di layanan
kesehatan.
c. Ekonomi : Pekerjaan yang dilakukan lansia, pendapatan dan
pengeluaran dan status ekonomi. Alokasi penggunaan
pendapatan, pendapatan yang rendah, tidak bekerja terutama
lansia yang tida mempunyai pekrjaan atau menganggur
merupakan faktor yang dapat menyebabkan depresi.
d. Transportasi dan keamanan/keselamatan : transportasi mencapai
faskes dan fasos, kemudahan mencapai faskes, perasaan aman
dan nyaman dapat membuat lansia merasa lebih baik.
e. Politik dan pemerintahan : kebijakan pemerintah untuk
mengatasi maslah kesehatan lansia kusunya masalah depresi,
ketersediaan bantuan untuk menanggulangi masalah depresi
pada lansia.

12
f. Komunikasi : Sumber informasi kesehatan, pola komunikasi
antar pengurus RT/RW dengan warga kusunya lansia, media
komunikasi, komunikasi dapat menjadi penyebab dan sekaligus
solusi dari masalh depresi.
g. Edukasi : tingkat pendidikan pada lansia, penegtahuan lansia
mengatasi masalahnya, tingkat pendidikan kelompok lansia,
transformasi perilaku mengatasi masalah.
h. Rekresasi : kegiatan yang dilakukn oleh kelompok dan keluarga
lansia saat sneggang untuk meningkatkan status kesehatan
berkaitan dengan masalah depresi. Sarana rekreasi, ketersediaan
tempat bermain untuk lansia.
i. Persepsi Masyarakat : persepsi dari tenaga kesehatan,
masyarakat, keluaga maupun lansia tentang masalh depresi pada
lansia.

B. Diagnosa Keperawatan
Label diagnosis keperawtan menurut NANDA 2012-2014 yaitu diagnosis
aktual ; Promosi kesehatan (termasuk sejahtera atau wellness) dan resiko.
Berdasarkan hasil Konas Ikatan Perawat Kesehatan KOMUNITAS (IPPKI, 2013),
disepakati bahwa diagnosis keperawatan komunitas dituliskan tanpa menulikan
etiologi ( single diagnosis). Bisa melihat juga BUKU SIKI (Standart Intervensi
Keperawatan Indonesia cetakan II edisi I ,.PPNI)
Diagnosis yang biasa muncul pada lansia denga depresi beberapa
diantaranya :
1. Koping lansia depresi tidak efektif
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada lansia depresi
3. Pola komuniaksi tidak efektif pada lansia depresi
4. Resiko peningkatan masalah depresi pada lansia. dsb,

C. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Koping lansia depresi tidak efektif
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...bulan, diharapkan
koping lansia menjadi efektif dalam penanganan depresi.
NOC :

13
 Teridentifikasi lansia yang menalami depresi
 Terjadi peningkatan komunikasi, semangatkeakraban dan kerja
sama lansia
 Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan lansia
mengidentifikasi masalah
 Terjadi penurunan tingkat depresi pada lansia
b. NIC :
o Pengkajian atau penilaian tingkat depresi pada lansia
o Melibatkan kader, keluarga dalam memberikan dukungan bagi
lansia
o Mengajak lansia membangun semangat
o Mengembangkan dan memberi bimbingan serta pengalaman belajar
bagi lansia dalam mengidentifikasi masalah depresi melalui Kartu
Tilik Diri (KTD), stategi koping, strategi berkomunikais,
pendidikan kesehatan tentang depresi, manajemen stres, dan
peningkatan harga diri.
o Penilain penegtahuan, sikap, ketrampilan dan tingkat depresi lansia
menggunakan geriatric depression scale.

2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada lansia depresi


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... bulan,
diharapkan pemeliharaan kesehatan pada lansia menjadi efektif
b. NOC:
 Teridentifikasi status kesehatan lansia
 Teridentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan lansia dengan
jadwal kunjungan oleh tenaga kesehatan untuk memeriksa
kesehatan lansia
 Terjadi peningkatan pengetahuan tentang kesehatan lansia
 Terjadi peningkatan status kesehatan lansia dengan dukungan
keluarga dan masyarakat

c. NIC :
o Pemeriksaan awal kesehtan fisik dan psikologis lansia melalui
deteksi dini depresi dan mencatat dalam perkembangan kesehatan
lansia di KMS lansia.

14
o Perispan dalam perencanaan waktu, tempat dan media untuk
pemberian pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah
kesehatan yang dalami lansia.
o Pendidikan kesehatan tentang masalah kesehatan yang terjadi
pada lansia.
o Mengembangakan dan memnrikan bimbingan tentang perubahan
kesehatan lansia akibat proses penuaan dan cara perawatan diri
untuk mengatasi masalah kesehatan fisik.
o Menggunakan kelompok lansia untuk memberikan dukungan
emosi dan informasi menegnai kesehatan lansia

D. Hasil Evaluasi Dan Rencana Tindak Lanjut


1. Evaluasi
a. Koping lansia depresi tidak efektif
o Adanya keterlibatan kader yang termasuk kelompok pendukung
untuk melakukan pendidikan kesehatan
o Partisipasi aktif lansia dari awal hingga akhir proses asuhan
keperawatan
o Peningkatan pengetahuan kesehatan lansia, peningkatan
kemampuan dalam pemecahan masalah depresi secara tepat dan
efektif.
o Tersebarnya Kartu Tilik Diri sebagai evaluasi kemampuan diri
mengatasi depresi
o Perubahan skor depresi pada lansia berdasarkan hasil sebelum dan
sesudah dilakukannya intervensi
b. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada lansia depresi
o Peningkatan pengetahuan lansia tentang perubahan kesehatan
akibat proses penuaan
o Terjadi peningkatan status kesehatan lansia.
o Peningkatan kemampuan lansia dalam perwatan diri sesuai
dengan masalah kesehatan yang dialaminya.
c. Rencana Tindak Lanjut :
a. Koping lansia depresi tidak efektif
o Motivasi keluarga dalam memberikan dukungan agar lansia dapat
menilai diri sendiri terhadap perasaannya melalui KTD

15
o Sosialisasi pentingnya kegiatan kelompok swabantu bagi
kesehatan lansia dan sosialisasi hasil perubahan kondisi
emosional lansia yang lebihbaik setelah mengikuti kegiatan
intervensi untuk emndapatkan dukungan dari semua pihak
o Modifikasi dan variasi pengkajian depresi pada lansia agar
mendapatkann hasil pengkajian depresi yang akurat.
b. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada lansia depresi
o Tenaga kesehatan meneruskan pembinaan kesehatan lansia secara
lebih optimal untuk mengurangi resiko meningkatnya depresi
terutama pada lansia.
o Tenaga kesehatan memberikan dukungan yang adekuat kepada
lansia dan keluarga serta masyarakat disekitarnya dengan
memberikan motivasi melalui kunjungan rumah pada kegiatan
puskesmas.
o Pemberian pelayanan modifikasi metode penyuluhan kesehatan
yang akan diberikan kepada lansia disesuaikan dengan kondisi
atau kemampuan lansia dalam menerima informasi.

EVALUASI (SOAP)
1. SESUAI TINDAKAN YANG DILAKUKAN YA….SUDAH
DIKASIH CONTOH DIPELAJARI BUKUNYA JANGAN
LUPA
2. JANGAN BIL NANTI CONTOHNYA HANYA SAMPAI
INTERVENSI

16
3.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang
cukup sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh
karena faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan
dialami oleh orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan
depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil
yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan psikososial pada orang
usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

4.2 Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan
komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual
pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting
dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan
gangguan psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya
lansia yang sehat jasmani dan rohani.

17
DAFTAR PUSTAKA

Agnes Dewi. 2014. Pengaruh Intervensi “MaSa INDAH” Dalam Pelayanan Dan Asuhan
Keperawatan Komunitas Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Aggregate
Lansia Di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Universitas
Indonesia : Depok.

Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014. Asuhan Keperawatan


Komunitas. Seminar dan Kongres Nasional II. Yogyakarta tanggal 30 Oktober – 2
November 2013.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia . 2013. Pedoman Pelayanan Kesehatan


Lanjut Usia di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar,
Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia

Miller, CA. 2012. Nursing for Wellness in Older Adults. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins

Wibowo Setiaji. 2012. Panduan Bagi Pasien, Keluarga dan Teman Dekat : Depresi.
Tirto Jiwo: Purworejo

Wilkinson, Judhit M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : ECG

18

Anda mungkin juga menyukai