Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

METODE PENAMBANGAN BATU GAMPING


DESA KARANGASEM ,KECAMATAN PONJONG,
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

Hadrianus Safio Nikus (710017116)


Tri Nugroho Suwarno (710017117)
Merry Susan (710017

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................


DAFTAR ISI.....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1.1. Latar Belakang .......................................................................
1.2. Tujuaan ..................................................................................
1.3. Manfaat ..................................................................................
BAB II Ganesa Pembentukan dan Penyebaran Batu Gamping di Indonesia
2.1. Ganesa Pembentukan Batu Gamping.....................................
2.1.1 Genesa Pembentukan Batu Gamping ..............................................
2.1.2 Pembentukan Batugamping pada Lingkungan Evaporasi ................
2.2. Penyebaran Batu Gamping di Indonesia ...............................
BAB III Eksplorasi dan Eksploitasi ............................................
3.1. Eksplorasi ...............................................................................
3.1.1 Pemetaan topografi .......................................................
3.1.2. Pengambilan sampel bongkah......................................
3.1.3 Pemboran inti ................................................................
3.1.4 Analisa sampel .............................................................
3.1.5 Perhitungan cadangan ...................................................
3.2 Eksploitasi ..............................................................................
3.2.1 Pembongkaran(loosening) .........................................
3.2.2 Pemuatan( loading) ....................................................
3.2.3 Pengangkutan(hauling) ...............................................
BAB IV Pengolahan dan Pemanfaatan .......................................
4.1. Pengolahaan .......................................................................

ii
4.2. Pemanfaatan .......................................................................
BAB V Dampak Lingkungan Dan Prospek ..............................
5.1 Dampaklingkungan ..............................................................
5.2 Prospek .................................................................................
BAB VI PENUTUP ....................................................................
6.1 KESIMPULAN ....................................................................
6.2 Saran .....................................................................................

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam,terutama kandungan
bahan galian industry yang ada di Negara ini sangat-sangat melimpah.salah satunya
adalah batu gamping,cadangan tersebar merata hamper di seluru penjuru
nusantara,sehingga merupakan potensi yang sangat besar.sampe saat ini kebutuhan
akan bahan galian industry dari hari kehari semakin meningkat.
Hal ini juga berlaku pada batu gamping.permintaan pasar akan batu gamping dari
hari ke hari akan terus meningkat.ini di sebabkan fugsi batu gamping sabagai bahan
baku utama sebua komoditi. Batu gamping ini juga banyak di gunakan pada
industri semen,cat,kertas,takstil,pasta gigi,konstruksi bangunan,pertaniaan dan lain-
lain.

1.2Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:
1. mengetahui genesa pembentukan bahan galian batu gamping

2. mengetahui sebaran bahan galian batu gamping di indonesia

3. memahami tentang eksplorasi dan eksploitasi

4. memahami peroses pengolahan serta pemanfaatan yang di hasilkan dari batu


gamping
5. mengetahui dampak yang di timbulkan
6. mengetahui prospek dari batugamping

1.3 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang akan diperoleh setelah dilakukan peneltian ini adalah sebagai
berikut:

1
1. Sebagai informasi untuk pemerintah daerah Yogyakarta mengenai sifat fisik dan
mekanik batu gamping daerah karangasem,kecamatan ponjong,kabupaten gunung kidul

2. Sebagai informasi mengenai sifat fisik dan mekanik dari pencampuran batu
gamping daerah karengasem ,kecamatan ponjong,kabupaten gunung kidul.

2
BAB II
GENESA PEMBENTUKAN DAN PENYEBARAN BATU
GAMPING DI INDONESIA

2.1 Genesa Pembentukan Batu Gamping


2.1.1 Pembentukan Batugamping pada Lingkungan Laut

Kebanyakan batugamping terbentuk di laut dangkal, tenang, dan pada perairan yang
hangat. Lingkungan ini merupakan lingkungan ideal di mana organisme mampu
membentuk cangkang kalsium karbonat dan skeleton sebagai sumber bahan
pembentuk batugamping. Ketika organisme tersebut mati, cangkang dan skeleton
mereka akan menumpuk membentuk sedimen yang selanjutnya akan terlitifikasi
menjadi batugamping.

Produk sisa organisme tersebut juga dapat berkontribusi untuk pembentukan sebuah
massa sedimen. Batugamping yang terbentuk dari sedimen sisa organisme
dikelompokan sebagai batuan sedimen biologis. Asal biologis mereka sering terlihat
oleh kehadiran fosil.

Beberapa batugamping dapat terbentuk oleh pengendapan langsung kalsium karbonat


dari air laut. Batugamping yang terbentuk dengan cara ini dikelompokan sebagai
batuan sedimen kimia. Batugamping yang terbentuk seperti ini dianggap kurang
melimpah dibandingkan batugamping biologis.

2.1.2 Pembentukan Batugamping pada Lingkungan Evaporasi

Batugamping juga dapat terbentuk melalui penguapan. Stalaktit, stalakmit dan


formasi gua lainnya (sering disebut "speleothems") adalah contoh dari batugamping
yang terbentuk melalui penguapan. Di sebuah gua, tetesan air akan merembes dari
atas memasuki gua melalui rekahan ataupun ruang pori di langit-langit gua,
kemudian akan menguap sebelum jatuh ke lantai gua.

Ketika air menguap, setiap kalsium karbonat yang dilarutkan dalam air akan
tersimpan di langit-langit gua. Seiring waktu, proses penguapan ini dapat

3
mengakibatkan akumulasi seperti es kalsium karbonat di langit-langit gua, deposit ini
dikenal sebagai stalaktit. Jika tetesan jatuh ke lantai dan menguap serta
tumbuh/berkembang ke atas (dari lantai gua) depositnya disebut dengan stalakmit.

2.2 Penyebaran Batu Gamping Di Indonesia

Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh
sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, bahan
penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian, bahan keramik, bahan pembuatan semen
dan pembuatan karbid.

Dalam ilmu geologi batu kapur disebut sebagai batu gamping. Batu kapur dapat
terjadi dengan berbagai cara, yaitu dengan cara mekanik, cara biologi dan cara kimia. Cara
mekanik terjadi pada saat unsur mineral yang tertranspor air melalui sungai dan terjadi
sedimentasi atau pengendapan. Umumnya batu kapur cara ini terdapat di sungai-sungai
baik di hulu maupun di hilir. Cara kimia batu kapur terbentuk dalam kondisi iklim dan
suasana lingkungan tertentu dalam air tawar atau asin dari mineral-mineral organik dan
anorganik kemudian terakumulasi dan terendapkan pada suatu cekungan yang berfungsi
sebagai “mangkuk” geologi. kemudian terjadi Up-Lifting atau pengangkatan formasi
batuan sehingga batu kapur yang asalnya terdapat di bawah endapan danau dan sungai
yang besar terangkat sehingga letaknya menjadi berada di sebuah gunung dan bukit. Hal

4
ini dapat dilihat pada bukit di daerah Padalarang. Proses pengangkatan atau up-lifting
terjadi akibat adanya aktivitas vulkanis atau aktivitas tektonik atau keduanya.

Terakhir cara biologi atau organik, batu kapur ini terbentuk dari pengendapan
cangkang atau rumah siput, foraminifera, ganggang, dan binatang kerang. Ketika hewan-
hewan tersebut mati, mereka meninggalkan cangkangnya dan terakumulasi, terendapkan
pada cekungan laut dangkal. Kemudian semua itu berproses sekitar jutaan tahun. Oleh
karena itu, pada umumnya batu kapur jenis ini terdapat di pantai dan laut dangkal. Namun
adapula yang mengalami proses pengangkatan sehingga letaknya berada di atas bukit atau
gunung. Batu kapur atau batu gamping dalam ilmu geologi masuk ke dalam klasifikasi
batuan sedimen, baik batuan sedimen klastik maupun sedimen non klastik. Potensi batu
kapur di Indonesia sangat besar dan hampir merata di seluruh Indonesia. Data yang pasti
mengenai jumlah cadangan batu kapur di Indonesia belum ada, namun secara umum
jumlah batu kapur Indonesia mencapai 28,678 milyar ton (Tushadi Madiadipoera,
Direktorat Sumber Daya mineral, 1990) dengan perincian 61,376 juta ton sebagai
cadangan terunjuk (probable) dan 28,616 juta ton sebagai cadangan terka (Possible).
Sebagian besar cadangan batu kapur berada di Sumatra Barat dengan kisaran cadangan
sekitar 23,23 milyar ton atau hampir 81,02 % dari cadangan keseluruhan di Indonesia.

Berdasarkan data tahun 1995, tercatat industri pabrik semen pemakai utama batu
kapur dengan presentase sekitar 86,84 % atau sekitar 72,86 juta ton. Propinsi Jawa Barat
merupakan produsen utama batu kapur tetapi juga merupakan konsumen utama. Statistik
menunjukkan sektor industri dalam penggunaan batu kapur cenderung meningkat yakni
10,45% per tahun. Hal ini wajar mengingat batu kapur digunakan sebagai bahan utama dan
bahan non utama dalam berbagai industri.

Sama seperti halnya dengan batubara, minyak bumi dan gas alam, batu kapur
merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui namun berbeda dengan batubara
dan migas, batu kapur tersebar merata dan cadangannya cukup banyak di Indonesia.
Dalam kondisi di lapangan batu kapur dapat berbentuk singkapan dalam bahasa Inggris,
outcrops. Karena biasanya batu kapur merupakan lapisan batuan yang terdapat pada suatu
formasi batuan.

5
Gunung Kapur Usaha Pertambangan PARNO yang berlokasi di Dusun Klepu, Desa
Karangasem, Kecamatan Ponjong, Kab. Gunungkidul

6
Propinsi Jumlah

1. D.I Aceh 100,857 10. Jawa Timur 416,400

2. Sumatera Utara 5,709 11. Kalimantan Selatan 1.006,800

3. Sumatera Barat 23.273,300 12. Kalimantan Tengah 543,000

4. Riau 6,875 13. Nusa Tenggara Barat 1.917,386

5. Sumatera Selatan 48,631 14. Nusa Tenggara Timur 229,784

6. Bengkulu 2,730 15. Sulawesi Utara 66,300

7. Lampung 2,961 16. Sulawesi Selatan 9,946

8. Jawa Barat 672,820 17. Irian Jaya 240,000

9. Jawa Tengah & DIY 125,000 Total 28.678,500

Sumber : Bahan Galian Industri, Batu Kapur, Harta Haryadi dkk. Hal. 7-75 = 7-91; 199

7
BAB III

EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI

3.1 Eksplorasi

Adapun beberapa pengertian eksplorasi :

Mc. Kinstry H . E : Suatu kegiatan yg meliputi keseluruhan urutan pekerjaan


mulai dari pencarian suatu prospek reconnaissance ) sampai evaluasi dari prospek tsb
dan memperluas lokasi lain disekitar daerah yg telah dilakukan kegiatan penambangan

Alan M. Bateman : Suatu kegiatan yg bertujuan akhirnya adalah penemuan


kondisi geologi berupa endapan mineral yg bernilai ekonomis.

Peel dan W. C. Petters : Eksplorasi merupakan kegiatan yg dilakukan setelah


prospeksi atau setelah endapan bahan galian tsb ditemukan dan bertujuan utk mengetahui
ukuran, bentuk kedudukan, sifat dan nilai dari endapan bahan galian tsb.

Prinsip-prinsip (konsep) dasar eksplorasi tersebut antara lain :

1. Target eksplorasi

· Jenis bahan galian (spesifkasi kualitas) dan

· Pencarian model-model geologi yang sesuai


2. Pemodelan eksplorasi
· Menggunakan model geologi regional untuk pemilihan daerah target
eksplorasi,
· Menentukan model geologi lokal berdasarkan keadaan lapangan, dan
mendiskripsikan petunjuk-petunjuk geologi yang akan dimanfaatkan, serta

8
· Penentuan metode-metode eksplorasi yang akan
dilaksanakan sesuai dengan petunjuk geologi yang
diperoleh.

Selain itu, perencanaan program eksplorasi tersebut


harus memenuhi kaidah-kaidah dasar ekonomis dan
perancangan (desain) yaitu :

1. Efektif ; penggunaan alat, individu, dan metode harus


sesuai dengan keadaan geologi endapan yang dicari.
2. Efsien ; dengan menggunakan prinsip dasar ekonomi,
yaitu dengan biaya serendah-rendahnya untuk memperoleh
hasil yang sebesar-besarnya.

3. Cost-benefcial ; hasil yang diperoleh dapat dianggunkan

(bankable). Model geologi regional dapat dipelajari melalui salah

satu konsep genesa bahan galian yaitu Mendala Metalogenik, yaitu

yang berkenaan dengan batuan sumber atau asosiasi batuan,

proses-proses geologi (tektonik, sedimentasi), serta waktu

terbentuknya suatu endapan bahan galian.

3.1.1 Eksplorasi Batugamping

Eksplorasi batugamping yang umum dikerjakan adalah


menghitung volume dan mengetahui kualitas cadangan , sedangkan
kegiatan awal berupa pencarian endapan(prospeksi) umumnya jarang

8
dilakukan karena endapan batugamping sudah diketahui keberadaannya
dan mudah di temukan. Tahap kegiatan eksplorasi gamping yakni:

3.1.1.I Pemetaan topograf

Jika peta dasar (peta topograf) dari daerah eksplorasi sudah


tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala
geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta topograf skala 1 :50.000 atau 1
: 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan pemetaan
topograf lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta geologi,
maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa langsung
ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan),
melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan
yang penting.

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau


batubara (sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah
perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan
kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting
tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat seperti :

 kompas geologi
 inclinometer
 altimeter,

9
Gambar 2.1 Kompas geologi

serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai,


jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat dilengkapi
atau dibuat baru (peta singkapan).

Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian


digabungkan dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya
(model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut kemudian
dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji
(test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan
pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat
di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.). Dari kegiatan
ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan,
gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk
menetapkan 6 apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan
harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut mempunyai
prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi
selanjutnya.

10
Gambar 2.2 Contoh Peta Geologi

3.1.1.2 Channel sampling dalam sumur uji

Dipakai untuk endapan permukaan.

11
Gambar 2.3 a) Sumur uji dibuat menembus ore body yang
mempunyai posisi yang horizontal, b) Posisi channel yang
vertikal pada dinding sumur uji. Untuk suatu endapan
permukaan yang tidak homogen, maka channel dibagi menjadi
beberapa sub channels sesuai kondisi mineralisasi

3.1.1.3 Pemboran inti

Untuk memperoleh inti bor, maka alat bor putar harus di lengkapi
dengan mata bor berlubang, tabung inti bor, dan penangkap inti bor.
Arah pengeboran dapat vertikalmaupun horizontal, tetapi yang paling
sering adalah pengoboran vertikal hingga mencapai batuan dasar, dengan
pola pengeboran dan jarak bor yang

teratur, sehingga akan di peroleh sejumlah inti bor yang representatif.


Dengan demikian letak, bentuk atau posisi endapan bahan galiannya
dapat di ketahui dengan pasti. Bila semua inti bor telah selesai di
selidiki di laboratorium, maka akan di ketahui mutu atau kadar mineral
berharganya dan sifat-sifat fsik- mekanik-mineraloginya secara lengkap

Perencanaan pemboran inti, meliputi :

 Target tubuh bijih yang akan ditembus,


 Lokasi (berpengaruh pada kesampaian ke titik bor
dan pemindahan (moving) alat),
 Kondisi lokasi (berpengaruh pada sumber air, keamanan),
 Jenis alat yang akan digunakan, termasuk spesifkasi,
 Jumlah tenaga kerja,

12
 Alat transportasi, dan
 Jumlah (panjang) core box.

Sedapat mungkin, pada masing-masing perencanaan tersebut telah


mengikutkan jumlah/besar anggaran yang dibutuhkan. Selain itu, prinsip
dasar dalam penentuan jarak sedapat mungkin telah memenuhi beberapa
faktor lain, seperti :

1. Grid density (interval/jarak) antar titik observasi.


Semakin detail pekerjaan maka grid density semakin kecil
(interval/jarak) semakin rapat.
2. Persyaratan pengelompokan hasil perhitungan
cadangan/endapan. Contoh pada batubara ; syarat jarak
untuk klasifkasi terukur (measured) £ 400 m antar titik
observasi.
3.1.1.4 Analisa contoh(sifat fsik, mekanik,kimia)

Data hasil pengukuran dapat segera dilakukan pengolahan di


lapangan atau langsung dikirim ke kantor. Macam – macam lab. yang
digunakan adalah : Lab. krismin, petrologi, mektan, mekbat, PBG,
kimia, batubara, X- ray fluorescence, X-ray diffraction. Studio yang
digunakan: Penginderaan jauh, pemetaan, geofsika, dll.

Setelah conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk


dilakukan assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya
sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi (persiapan) conto,
agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap kondisi
sebenarnya. Dalam proses preparasi conto, hasil akhir yang diperoleh
(tujuan preparasi itu sendiri) yaitu conto dengan ukuran 100 # (mesh).

13
3.1.1.5 Perhitungan cadangan

Perhitungan cadangan yang dilakukan menggunakan metode


10
daerah pengaruh (Area Of influence). Pemboran yang dilakukan
merupakan pola pemboran yang beraturan menurut lintasan-lintasan
grid, dengan jarak antara lintasan yang satu dengan lintasan yang lainnya
adalah 25 meter.

Pada metode ini jumlah cadangan dihitung untuk setiap blok


daerah pengaruh yang hanya dipengaruhi oleh satu lubang bor saja. Luas
daerah pengaruh untuk satu titik bor (tiap blok) dihitung dari setengah
jarak (spacing) antara dua titik bor yang berdekatan pada samping kiri
kanan dan muka belakang, sehingga membentuk suatu pola segi empat.
Penampang segi empat ini disebut blok yang terpakai apabila kadar yang
ada dalam blok tersebut sesuai dengan Cut Of Grade yang sudah
ditentukan.

Cut Of Grade (COG) menurut defnisi memiliki dua pengertian yaitu


sebagai berikut :

 Kadar terendah yang masih memberikan keuntungan apabila bijih


tersebut ditambang.
 Kadar terendah rata-rata yang masih menguntungkan apabila bijih
tersebut ditambang.
 Untuk menghitung volume daerah pengaruh pada metode area of
influence digunakan rumus sebagai berikut :

V=A.t

14
Dimana :

V = Volume cadangan (m3)

A= Luas daerah pengaruh (m2)


t = Tebal bijih (m)
Sedangkan untuk menghitung tonage dari cadangan eksplorasi
menggunakan rumus sebagai berikut :

T = V . Density insitu 11 T = Tonage (Ton)

V= Volume cadangan (m3) Density insitu saprolit = 1,5 Ton/m3

3.2 Eksploitasi Batu Gamping


Metode Penambangan

Dasar Pemilihan Sistem Penambangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penambangan :

1. Karakteristik Spasial Endapan

a. Ukuran (tinggi dan tebal)

b. Bentuk (tabular, vesikuler, masif, reguler)

c. Altitude (inklinasi/dip)

d. Kedalaman (misbah pengupasan)

2. Kondisi Geologi Dan Hidrologi

a. Mineralogi dan petrologi

b. Komposisi kimia

c. Struktur endapan (lipatan, patahan, discontinunitas)

15
d. Bidang lemah (kekar, sesar, fracture, cleat)

e. Keseragaman, alterasi, erosi

f. Air tanah dan hidrologi

3. Sifat-Sifat Geoteknik

a. Sifat elastis dan perilaku plastis

b. Keadaan tegangan Konsulidasi, kompaksi

c. Sifat fisik lainnya (permaebilitas)

4. Konsiderasi Ekonomi Yang Perlu Ditinjau

a. Cadangan (tonage dan kadar)

b. Produksi

c. Umur tambang

d. Produktivitas

e. Ongkos penambangan

5. Faktor Teknologi

a. Mining recovery

b. Delusi

c. Konfleksibilitas metode

d. Selektivitas metode

e. Dispersi pekerjaan

f. Modal, pekerja, intensitas mekanisasi

16
g. Faktor lingkungan

6. Faktor Lingkungan

a. Controlisasi bawah tanah

b. Subsidence

c. Kontrol atmosfer

d. Kekuatan kerja

 Design Penambangan

Dengan melihat topografi daerah penambangan PT. Melanesia Limestone


dan jenis bahan galian yang ditambang berupa batugamping dimana bahan galian
ini menurut UU No.4 tahun 2009 digolongkan kedalam bahan galian batuan,
maka sistem penambangan yang digunakan atau diterapkan pada PT.Melanesia
Limestone adalah tambang terbuka dalam hal ini digunakan metode Quarry tipe
sisi bukit (side hill type) dan tipe pit.
Dimana tipe sisi bukit ini penerapannya pertama kali dilakukan mulai dari
ketinggian 120 meter diatas permukaan laut sampai pada ketinggian 45 meter
diatas permukaan laut. Sedangkan tipe pit digunakan untuk menambang batu
gamping pada ketinggian 45 meter sampai 0 meter diatas permukaan laut.

 Tahap Kegiatan Penambangan

1. Clearing (pembersihan lahan)

Dalam pembabatan atau clearing tanah, bongkahan batu, pepohonan,


kami memilih Bulldozer sebagai alat bantu makanis yang tepat. Alasan atau dasar
dari pemilihan Bulldozer sebagai alat untuk clearing karena vegetasi di daerah
penambangan berupa hutan tropis yang heterogen, alang-alang dan semak

17
belukar, pada kegiatan ini UP. PARNO menggunakan Bulldozer merek
Caterpillar tipe 825H.
2. Stripping (pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup/ overburden)

Setelah tahap pembersihan lahan selesai maka kegiatan selanjutnya adalah


kegiatan pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup. Pengupasan tanah pucuk
dan tanah penutup dimaksudkan untuk membuang tanah pucuk dan tanah
penutup agar endapan bahan galiannya terkupas dan mudah untuk ditambang.
Cara atau metode pengupasan tanah pucuk yaitu, dengan metode jenjang. Pada
pengupasan tanah dengan sistem jenjang ini pada waktu mengupas tanah penutup
sekaligus sambil membuat jenjang.
Dalam pengupasan tanah penutup alat mekanis yang digunakan adalah
Backhoe merek Caterpillar tipe 336 D sebagai alat gali sekaligus alat muat.
3. Mining (penambangan)

Kegiatan penambangan batugamping terbagi atas tiga kegiatan, yaitu


pembongkaran, pemuatan dan pengangkutan. Adapun rincian dari ketiga kegiatan
tersebut adalah:
a. Pembongkaran

Pembongkaran merupakan kegiatan untuk memisahkan antara endapan


bahan galian dengan batuan induk yang dilakukan setelah pengupasan lapisan
tanah penutup endapan batugamping tersebut selesai. Pembongkaran dapat
dilakukan dengan menggunakan peledakan, peralatan mekanis maupun peralatan
non mekanis.

Untuk kegiatan pembongkaran batugamping menggunakan peralatan


mekanis yaitu backhoe, setelah batuan terangkat ke permukaan kemudian
batugamping digusur menggunakan alat Bulldozer, yang kemudian dikumpulkan
di tepi batas penambangan atau tepi jalan tambang tiap blok.
b. Pemuatan

18
Pemuatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan atau
mengisikan material atau endapan bahan galian hasil pembongkaran ke dalam
alat angkut. Kegiatan pemuatan dilakukan setelah kegiatan penggusuran,
pemuatan dilakukan dengan menggunakan alat muat back hoe dan diisikan ke
dalam alat angkut.
Kegiatan pemuatan bertujuan untuk memindahkan batugamping hasil
pembongkaran kedalam alat angkut. Pengangkutan dilakukan dengan sistem
siklus, artinya truck yang telah

dimuati langsung berangkat tanpa harus menunggu truck yang lain dan setelah
membongkar muatan langsung kembali ke lokasi penambangan untuk dimuati
kembali
c. Pengangkutan

Pengangkutan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengangkut atau


membawa material atau endapan bahan galian dari front penambangan dibawa ke
stockfile maupun ke tempat pengolahan untuk proses lebih lanjut.
Kegiatan pengangkutan menggunakan Dumptruck yang kemudian dibawa
ke tempat penampungan batugamping (stockfile) , jumlah truk yang akan
digunakan tergantung dari banyaknya material batugamping hasil pembongkaran
yang akan diangkut.
Dalam kegitan penambangan ini UP. PARNO menggunakan Backhoe
merek Caterpillar tipe 336D sebagai alat gali/pembongkaran serta alat muat,
Dumptruck Mitsubishi Fuso tipe 527 MS sebagai alat pengankutan dan Motor
Grader merek Caterpillar tipe 120H sebagai alat pemeliharaan jalan tambang.

3.2.1 PEMBONGKARAN

Batuan yang akan ditambang dibongkar /digali dengan menggunakan alat


bongkar/gali seperti bulldozer, dimana rencana pengupasan tanah penutup dan
penggalian batugamping direncanakan berdasarkan umur tambang. operasi

19
penggalian dibuat berdasarkan pada rencana produksi dan kemampuan alat yang
ada. Alat gali yang dapat dipakai adalah backhoe sebagai alat gali sekaligus alat
muat batugamping keatas alat angkut truck.

3.2.2 PEMUATAN

Alat muat yang dipakai pada setiap permkaan kerja antara lain sebagai berikut:

1. Bulldozer

2. Backhoe

Jumlah alat muat untuk masing-masing permukaan kerja, hal ini


tergantung keadaan medan kerja, sasaran produksi yang diinginkan dan material
yang dimuat, umumnya alat muat yang digunakan adalah backhoe.

20
3.2.3 PENGANGKUTAN

Seluruh batugamping yang ditumpuk akan diangkut memakai truck,


kemudian akan dibawa ke tempat penampungan stockpile dan kemudian siap
untuk dijual ke konsumen.

21
BAB IV
PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN

4.1 Pengolahan

Batu gamping dapat langsung dipakai sebagai bahan baku, misal pada industri
semen, fondasi jalan, rumah dan sebagainya. Untuk hal lain perlu pengolahan
terlebih dahulu, misal dengan pembakaran. Cara ini dimaksudkan untuk memperoleh
kapur tohor (CaO), kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan gas CO2.

Secara umum, pembuatan kapur tohor meliputi :


· Kalsinasi pada suhu 900o - 1000oC, sehingga batu gamping terurai menjadi
CaO dan CO2;
· CO2 ditangkap, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tangki;
· kalsinasi dapat membentuk kapur tohor (CO) dan padam (CaOH2).
Pembakaran batu gamping pada suhu sekitar 900oC akan diperoleh CaO melalui
reaksi
CaCO3 • CaO + CO2

Pada reaksi ini terjadi penyerapan panas karena untuk mengurai 1 gram
molekul CaCO3 (100 gram) perlu panas 42,5 kkal. Pembakaran batu dolomit
(MgCO3) pada suhu 800 oC akan terjadi penguraian, seperti reaksi berikut :
MgCO3 • MgO + CO2;

MgO disebut juga magnesit kostik.

Pembakaran batu gamping dolomitan pada suhu 800-850 oC, hanya


MgCO3 yang terurai, tetapi CaCO3 belum terurai. Jadi yang dihasilkan adalah
MgO.CaCO3; dolomit kostik yang aktif ialah MgO sementara CaCO3 bekerja sebagai

22
bahan pengisi. Tetapi apabila pembakaran dilakukan di atas 900 oC, yang terjadi
adalah CaCO3, dan CO3 terurai menjadi CaO dan MgO.

Pembakaran batu gamping yang mengandung MgCO3 penurunan daya ikat


MgO tak dapat dihindari, karena saat reaksi penguraian CaCO3 menjadi CaO dan
CO2 dibutuhkan suhu lebih tinggi dari 900 o C, terutama yang berukuran besar, agar
suhu di bagian dalam cukup tinggi sehingga tejadi disosiasi. Gas CO2 akibat disosiasi
dari hasil pembakaran atau udara dapat dihilangkan dengan alat pembuat gas atau
secara alami (Gambar 2).
4.2 Pemanfaatan

Batu gamping dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan, yaitu :


a) Batu Bangunan
Batu bangunan di sini adalah yang biasa digunakan untuk pondasi rumah, jalan,
jembatan maupun isian bendungan terutama di daerah yang tidak memiliki sumber
batu bangunan seperti andesit, basalt dan semacamnya atau sebagai batu hias. Untuk
keperluan di atas dipilih batu gamping yang berstruktur pejal atau keras serta
berhablur dengan daya tekan 800 - 2500 kg/m3

b) Bahan Bangunan
Sebagai bahan bangunan. batu gamping serfungsi sebagai campuran dalam adukan
pasangan bata/plester, semen trass atau semen merah.
Syarat yang harus dipenuhi untuk bahan `+bangunan ini, adalah :
· (CaO + MgO) min. 5%;
· (SiO + AL2O3 + Fe2O3) maks. 5%;
· CO2 maks 3%;
· 70% lolos ayakan 0,85 mm

23
Capuran kapur padam dengan tras dan air akan membentuk produk yang disebut
semen tras. Adanya sifat semen dalam pencampuran itu karena oksida-oksida alumina
dan silika yang bersifat asam membentuk senyawa sebagai berikut :
· Ca(OH2) + SiO2 + (n-1)H2O à CaO, SiO2 nH2O
(semen)
· Ca(OH2) + Al2O3 + 5 H2O à CaO, Al2O3 6H2O
(semen)

c) Bahan Penstabil Jalan


Pemanfaatan batu gamping untuk fondasi jalan, rawa-rawa, berfungsi mengurangi
penyusutan plastisitas dan pemuaian fondasi jalan raya tersebut. Reaksi yang terjadi
hampir sama dalam pembentukan semen tras, dengan campuran kapur padam sekitar
1 - 6% sesuai keadaan tanah dan konstruksi jalan yang akan dibuat. Batu gamping
yang dipakai diharapkan berkadar belerang rendah.

d) Pertanian (Pengapuran)
Kesuburan tanah akan lebih baik apabila keasaman tanah (pH) diturun-kan melalui
pengapuran. Setiap jenis tanaman memiliki tingkat keasaman berbeda; untuk kacang-
kacangan, gandum, kentang misalnya, masing-masing pelu tingkat keasaman antara 6
- 7,5; 5,75-7,5; dan 5-6,45.
Batu gamping untuk pertanian, dapat berupa serbuk yang ditaburkan atau kapur
tohor. Untuk serbuk batu gamping kadar MgCO3 diharapkan maks. 10% dan ukuran
butir < dari 5 mm dengan 95% didalamnya berukuran kurang dari 3 mm.
Pengapuran memberikan berbagai keuntungan, misal memungkinkan nutrient lain
lepas dari pupuk, tingkat keasaman yang rendah juga mem-perbaiki peningkatan
mikrobiologi alam dari tanah melaluj penghancuran bahan organik (penggemburan
tanah).

24
Pengapuran pada tanah liat (clay) dapat memperbaiki struktur fisik, yaitu dapat
rnembantu pertumbuhan akar dan mem-beri kontribusi kalsium terhadap tanaman
tingkat bermagnesium rendah/ hilang akibat panenan atau erosi.
Untuk melaksanakan proses pengapuran, jumlah batu gamping sangat bervariasi.
Biasanya, diperlukan batu kapur sekitar 400 kg per hektar tanah. Namun, sumber lain
menyebutkan antara 2 - 4 ton untuk setiap hektar, bahkan sampai 5 ton per hektar.
Untuk disinfektan dan pembuatan kompos digunakan kapur padam.

e) Bahan Keramik
Pemakaian batu gamping dalam industri keramik berfungsi sebagai imbuh untuk
menurunkan suhu lelah sehingga pemuaian panas masa setelah dibakar sesuai dengan
pemuaian glasir; dengan demikian glasir tidak retak atau lepas.
Jenis dan jumlah pengotor yang terdapat dalam batu gamping merupakan faktor
penentu sebagai bahan baku keramik.
Selain untuk imbuh, dapat juga digunakan dalam pembuatan glasir, walaupun hanya
sebagian kecil.

f) Industri Kaca
Pemanfaatan batu gamping dalam industri kaca adalah sebagai bahan tambahan. Jenis
batu gamping yang digunakan adalah jenis batu gamping dolomitan dengan kadar
sebagai berikut :
· (SiO2 0,96%), (Fe2O3 0,04%), (Al2O3 0,14%);
· (MgO 0,15%), da (CaO 55,8%);
· (SiO2 ; 0,14%), (Fe2O3 ; 0,03%), (Al2O3.MgO ; 20,80%) dan (CaO;31,8%).
Dolomit dan batu gamping dolomitan digunakan dalam pembuatan gelas, botol, dan
kaca lembaran. Bahan ini memberi pengaruh yang sangat baik pada gelas, antara lain
mepermudah campuran gelas mudah melebur, mencegah devitrifikasi; dan
memperpanjang jarak kerja (working range) pada peleburan gelas.

25
g) Industri Bata Silika
Untuk pembuatan bata silika, batu gamping yang diperlukan adalah dengan kadar :
· CaO minimum 90%;
· MgO maksimum 4,5%;
· Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1,5%;
· CO2 maksimum 5%.

h) Industri Semen
Dalam industri semen, penggunaan mineral batugamping adalah sebagai bahan baku
utama. Diperkirakan, untuk 1 ton semen diperlukan 1 ton batugamping. Persyaratan
yang harus dipenuhi dalam pembuatan semen adalah :
· kadar CaO : 50 - 55%;
· MgO maksimum 2%;
· kekentalan (viskositas) luluhan 3200 centipoise (40% H2O);
· kadar Fe2O3 : 2,47% dan Al2O3 : 0,95%.
Sebagai bahan baku semen pozolan yang digunakan adalah jenis kapur padam, yaitu
sebagai bahan pengikat hidrolis yang dibuat dengan cara membakar sampai dengan
suhu + 1100 oC.

i) Pembuatan Karbid
Bahan utama pembuatan karbid adalah kapur tohor (60%), kokas, antrasit,
dan petroleumcoke (carbon black). Kapur tohor yang cocok untuk pembuatan
kalsium karbid mem-punyai spesifikasi :
· total CaO minimum 92%;
· MgO maksimum 1,75%;
· SiO2 maksimum 2%;
· Fe2O3 + Al2O3 maksimum 1%;
· S maksimum 0,2%;
· P maksimum 0,02;

26
· hilang pijar pada contoh yang diambil di tungku 4%.

j) Peleburan dan Pemurnian Baja


Dalam peleburan dan pemurnian besi atau logam lainnya, batu gamping/ dolomit
berfungsi sebagai imbuh pada tanur tinggi. Bijih besi mengandung silika dan alumina
sebagai unsur tambahan; dalam proses peleburan unsur-unsur tersebut bersenyawa
dengan bahan pengimbuh berupa terak cair (seng) yang mengapung di atas lelehan
besi, sehingga mudah dipisahkan. Disamping itu, CaO dalam batu gamping harus
berkadar tinggi, sarang dan keras. Hal itu diperlukan untuk mengikat gas-gas seperti
SO2 dan H2S.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi, antara lain :
Untuk batu gamping
· CaO minimum 52%;
· SiO maksimum 4% (1,5 - 4%);
· Al2O3 + Fe2O3 maksimum 3%;
· MgO maksimum 3,5%;
· Fe2O3 maksimum 0,65%;
· P maksimum 0,1%.

k) Bahan Pemutih dalam Industri Kertas, Pulp dan Karet


Untuk keperluan ini batu gamping harus mempunyai hablur murni (hampir CaCO3)
yang digerus sangat halus. Biasanya berasal dari batu gamping yang lunak, berwarna
putih yang terdiri dari cangkang kerang dan jasad renik yang terdiri dari kapur
(CaCO3) sebagai hasil sampingan pembuangan dasar magnesium karbonat dari
dolomit.
Batugamping yang cocok untuk bahan pemutih berkadar CaCO3 98%, kehalusan 325
mesh, mempunyai daya serap terhadap minyak, warna putih dan pH > 7,8. Bahan
pemutih ini dipakai dalam industri kertas untuk pemutih pulp, pengisi, pelapis
(coating) dan pengkilap.

27
l) Pembuatan Soda Abu
Untuk pembuatan soda abu diperlukan batugamping 1 - 1,25 ton melalui proses
amonia soda. Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :
- CaCO3 : 90 - 99%;
- MgCO3 : 0,6%
- FesO3 + Al2O3 + SiO2 = 0,3%.

m) Penjernih Air
Dalam penjernihan air, batu gamping atau kapur digunakan bersama soda abu dalam
proses kapur soda. Kapur

Tabel 3. Persyaratan batu gamping dan dolomit untuk peleburan dan


pemurnian baja.

Batugamping Dolomit

- CaO minimum 52%; - SiO maksimum


4% (1,5 - 4%); - Al2O3 + - SiO maksimum 6% (1,5 - 4%);
Fe2O3 maksimum 3%; - MgO maksimum - Al2O3 + Fe2O3 maksimum 3%;
3,5%; - Fe2O3 maksimum 0,65%; - P - MgO maksimum 17 - 19%;
maksimum 0,1%.

berfungsi menghilangkan bikarbonat yang menjadi penyebab kekerasan sementara


pada air. Air kotor yang banyak mengandung bakteri akan menjadi bersih dalam
waktu 24 - 48 jam, apabila dibubuhi kapur yang cukup banyak. Demikian pula air
yang keruh akan menjadi jernih, sedangkan air yang mengandung CO2 dinetralkan.

Hal ini untuk menghindarkan karat terbawa pada pipa saluran air ke konsumen.

28
n) Pengendapan Bijih Logam Non-ferrous
Dalam proses pengendapan bijih ogam non-ferrous, batu gamping bertindak
sebagai settling agent, dan pengontrol pH.
Batugamping berfungsi untuk mengendapkan basic nickel carbon-ate dalam proses
flotasi bijih nikel. Batu gamping yang diperlukan untuk proses satu ton bijih adalah
antara 75 - 80 kg.

1) Industri Gula
Pada industri gula, batu gamping digunakan dalam proses penjernihan nira tebu dan
menaikan pH nira. Batu gamping yang dibutuhkan untuk 1000 kw adalah sekitar 150
kg (dalam bentuk kapur tohor), dengan persyaratan yang diinginkan adalah sebagai
berikut :
- H2O : 0,2%
- HCL : 0,2%
- SiO2 : 0,1%
- AL2O3 : 0,1%
- CaO : 55,0%
- MgO : 0,4%
- CO2 : 43,6%
- SO4 : tidak nyata
- Na2O K2O : 0,3%.

29
BAB V
DAMPAK LINGKUNGAN DAN PROSPEK

5.1 Dampak Lingkungan

Dampak Lingkungan dari Penambangan Batu Gamping

Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan eksploitasi bahan tambang di dunia, dilakukan
dengan pertambangan terbuka yang biasanya dilakukan dengan open cast mining,
strip mining, open-pit mining dan quarrying, tergantung pada posisi dan bentuk
geometris cadangan serta jenis komoditinya. Dampak kegiatan penambangan
terbuka antara lain morfologi perbukitan, tanah pucuk dan vegetasi penutup,
membentuk lereng-lereng yang terjal, sehingga rentan terhadap longsoran serta
mengubah kondisi hidrologi dan kesuburan tanah. Menurut William (2001),
kegiatan penambangan dapat memicu timbulnya permasalahan degradasi
lingkungan yang berawal dari hilangnya tutupan vegetasi dan perubahan topographi
(engineering impact) yang umumnya diikuti dengan dampak negatif menurunnya
kemampuan peresapan air dan tingginya tingkat erosi (cascading impact), akan
bermuara terhadap degradasi kesuburan tanah dan sistem hidrologi. Pada kegiatan
penambangan batu gamping, partikel-partikel yang dihasilkan dan berpotensi
sebagai sumber pencemaran udara adalah SiO2, Al2O3, MgO, 3CaOSiO (Wardhana,
1995).

Kemudian merujuk pada teori hidrologi karst dan kenyataan banyaknya


penambangan pada daerah tangkapan sistem SBT (Sungai Bawah Tanah) ini, maka
akan dapat terjadi kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

1. Akan terjadi degradasi jumlah air yang tersimpan sebagai komponen

30
sungai karena hilangnya bukit karst. Sebagai suatu akuifer yang sangat
berpotensi, bukit‐ bukit karst (conical hills) dengan porositas sekundernya
yang mencapai lebih dari 30% pada zone epikarst berperan sangat penting
sebagai reservoir utama kawasan ini.
2. Akan terjadi perubahan perilaku waktu tunda terhadap hujan puncak
pada puncak debit mataair maupun SBT. Berkurangnya zona epikarst pada
permukaan bukit gamping akan merubah perilaku pengisian komponen diffuse
yang menjadi komponen air andalan pada saat musim kemarau. Sebaliknya,
waktu tunda puncak banjir bisa menjadi lebih cepat setelah kejadian hujan
karena rusaknya fungsi regulator pada permukaan bukit karst.

3. Akan ada perubahan komposisi aliran dasar (diffuse flow) dibanding


aliran total. Jika permukaan bukit karst ditambang, maka proporsi aliran dasar
terhadap aliran total sungai otomatis akan berkurang. Hal ini akan
meningkatkan agresivitas air tanah terutama pada saat musim hujan, sehingga
proses pelarutan akan menjadi semakin cepat, perkembangan lorong-lorong
pada akuifer karst akan semakin cepat, dan pelebaran lorong SBT akan
semakin cepat. Akibatnya, fungsi akuifer karst sebagai penahan air sebelum
dilepaskan menuju SBT akan berkurang, sehingga akan lebih sulit
mempertahankan jumlah debit andalan saat musim kemarau (Adji, 2005).
Berdasarkan teori epikarst, penambangan bukit gamping akan mengurangi
jumlah simpanan air diffuse, dan sebaliknya akan meningkatkan aliran conduit
saat banjir. Dampak yang sangat tidak diharapkan adalah bertambahnya
persentese aliran conduit saat musim hujan (banjir) tetapi berkurangnya
persentase aliran diffuse saat musim kemarau.
4. Adanya degradasi atau kemungkinan pencemaran kualitas air. Jika
aktivitas penambangan menemukan “luweng” atau lorong vertikal saat
menambang, maka tidak akan ada lagi filter atau saringan yang dapat menahan
berbagai macam polutan dari permukaan (limbah, pemupukan, sampah, dll)

31
untuk sampai ke sungai bawah tanah, karena zona epikarst di atasnya sudah
habis ditambang.
5. Berpotensi terhadap efek rumah kaca dan pemanasan global. Ekosistem
karst melalui siklus hidrologi yang ada didalamnya juga mempunyai peran
terhadap penyerapan karbon, pengkonsumsi karbon dan penyeimbang siklus
karbon yang dapat mereduksi efek rumah kaca dan pemanasan global yang
terjadi.

5.2 Prospek

5.2.1 Perkembangan Pemasokan dan Permintaan


Perkembangan produksi dan konsumsi batu gamping Indonesia dalam
kurun 1991-1999 naik dengan laju pertum-buhan tahunan sebesar 18,56
% dan 14,25 %. Jumlah produksi tahun 1991 tercatat 34,92 juta ton naik
menjadi 68,36 juta ton tahun 1999. Demikian pula dengan konsumsi, dari
sebesar 37,06 juta ton (1991) menjadi 78,36 juta ton (1999). Industri semen
adalah merupakan pemakai terbesar batu gamping, sekitar 76,8% dari jumlah
konsumsi. Industri lainnya adalah industri bahan galian non-logam dan
industri kapur (Tabel 4 dan 5).
Dari pengamatan, data ekspor masih nihil berarti Indonesia belum
pernah ekspor batu gamping, walaupun usaha ke arah itu ada. Sementara
bahan baku yang diimpor berupa produk dari batu gamping, yaitu flux dan
kapur tohor (quicklime).
Jawa Barat selain sebagai produsen utama batu gamping juga merupakan
konsumen terbanyak, yaitu sekitar 56,70% dari jumlah konsumsi batu
gamping Indonesia per tahun.
Data yang disajikan di sini merupakan hasil pengolahan kembali data
dari Badan Pusat Statistik melalui penyesuaian antara volume impor dan
harga satuan. Data lain yang diolah kembali

32
adalah quicklime, dengan konversi seperti batu kapur jenis flux dengan cara
membagi nilai impor dengan harga satuan untuk tahun yang bersesuaian
(Tabel 4).
Perkembangan penyediaan dan per-mintaan batu gamping dalam kurun 1991-
1999 ada ketidakseimbangan, yaitu terjadi kekurangan dari penyediaan yang
secara kumulatif berjumlah 48,9 juta ton.
Beberapa kemungkinan sehubungan dengan keadaan di atas, yaitu laju
pertumbuhan sektor konstruksi cukup pesat dalam 10 tahun terakhir,
meskipun situasi ekonomi belum pulih. Pasokan yang berasal dari perusahaan
tanpa izin (non-formal) perlu diperhatikan karena jumlahnya per Kabupaten
bisa mencapai angka 100 per tahun/ satu jenis galian.
Sementara itu, perkembangan yang terjadi pada dua tahun terakhir
(1998-1999) menunjukkan keadaan kekurangan penyediaan yang relatif
sangat besar (11,8 juta ton dan 10,0 juta ton). Angka tersebut belum
mencerminkan keadaan sebenarnya mengingat data yang dikumpulkan belum
mencakup data pemakaian di bidang pertanian, konstruksi, dan perumahan.

5.2.2 Prospek Batu Gamping

Prospek pemasaran di dalam negeri


Perluasan areal pertanian melalui program transmigrasi, terutama di daerah
dengan tingkat keasaman tanah tinggi, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
dapat memberi pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian batu gamping di
Indonesia.
Di sektor konstruksi/jalan untuk beberapa tahun ke depan selama situasi
ekonomi belum pulih peningkatan prospek pemakaian batu gamping relatif stabil.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan dengan pembuatan jalan bebas
hambatan yang melalui rawa dapat meningkatkan pabrik semen dan tentu saja
bertambahnya pemakaian batu gamping untuk semen

33
Berdasarkan hal tersebut diperkirakan kebutuhan batu gamping di luar sektor industri
akan semakin besar di masa datang. Disisi lain, potensi batu gamping yang besar dan
tersebar dan kemungkinan pemanfaatan yang terus meningkat di sektor industri
pemakai memberikan harapan yang baik bagi munculnya produsen baru dalam usaha
pertambangan batu gamping.

Orientasi Ekspor
Perkembangan penyediaan dan per-mintaan batu gamping di negara kawasan
ASEAN memberikan petunjuk tentang adanya peluang ekspor batugamping
Indonesia ke kawasan ini. Malaysia dan Filipina misalnya, perkembangan produksi di
kedua negara lebih sedikit dengan konsumsinya.
Dari kajian terhadap kebutuhan batu gamping sektor industri di luar logam,
Malaysia untuk 1995 saja membutuhkan batu gamping 22-23 juta ton, tidak termasuk
kebutuhan di sektor konstruksi dan bangunan sebesar 5 juta ton setiap tahun [12].
Informasi itu diharapkan dapat menjadi peluang yang sangat baik bagi produsen di
Indonesia. Namun demikian seperti halnya bahan galian lainnya, kesempatan itu pada
prakteknya sangat sulit. Ada sesuatu yang tak nyata dalam masalah bahan baku
mineral, baik batu gamping atau bahan galian lain sangat sulit untuk menembus pasar
ekspor. Padahal kalau dilihat dari sisi potensi, hampir semua jenis mineral dapat
diketemukan di Indonesia.

34
BAB VI
PENUTUP
6.1.Kesimpulan

a. Batugamping terbentuk di laut dangkal, tenang, dan pada perairan yang


hangat. Lingkungan ini merupakan lingkungan ideal di mana organisme
mampu membentuk cangkang kalsium karbonat dan skeleton sebagai
sumber bahan pembentuk batugamping. Ketika organisme tersebut mati,
cangkang dan skeleton mereka akan menumpuk membentuk sedimen
yang selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batugamping.
b. Tahap kegiatan eksplorasi gamping yakni:
 Pemetaan Topografi
 Channel sampling dalam sumur uji
 Pemboran inti
 Analisa contoh(sifat fsik, mekanik,kimia)
 Perhitungan cadangan
c. Batu gamping dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan, yaitu :
a) Batu Bangunan
Batu bangunan di sini adalah yang biasa digunakan untuk pondasi
rumah, jalan, jembatan maupun isian bendungan terutama di daerah yang
tidak memiliki sumber batu bangunan seperti andesit, basalt dan
semacamnya atau sebagai batu hias. Untuk keperluan di atas dipilih batu
gamping yang berstruktur pejal atau keras serta berhablur dengan daya
tekan 800 - 2500 kg/m3

b) Bahan Bangunan
Sebagai bahan bangunan. batu gamping serfungsi sebagai campuran
dalam adukan pasangan bata/plester, semen trass atau semen merah.

35
d. Dampak kegiatan penambangan terbuka antara lain morfologi perbukitan,
tanah pucuk dan vegetasi penutup, membentuk lereng-lereng yang terjal,
sehingga rentan terhadap longsoran serta mengubah kondisi hidrologi dan
kesuburan tanah.

6.2. Saran

Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini maka dari itu kami sangat memerlukan masukan
dan kritikan,kami meminta maaf jika masih banyak kesalahan-kesalahan baik
dalam penulisan dan isi dari makalah ini yang kurang berkenan,terima kasih.

36
LAMPIRAN

A. FOTO ALAT

B. FOTO KELOMPOK

37
C. FOTO LAPANGAN

38

Anda mungkin juga menyukai