Disusun Oleh :
Ferzio Danoza
1. PRINSIP
a. Saponifikasi
Proses penyabunan yang merupakan hasil dari reaksi antara asam
lemah dengan basa kuat yang menghasilkan garamnya dan gliserol.
Teori
Definisi Krim
1. Menurut FI III
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi, mengandung
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
2. Menurut FI IV
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung 1 atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Penggolongan Cream
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal
asam–asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakain
kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian
obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam
air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat
pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun polivalen, span,
adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim
tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium
stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai
tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc
dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya
terganggu, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi yang disebabkan perubahan salah satu fase secara
berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain
1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam
minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena
perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan
penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran
2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harusdalam
keadaan panas.
3. Mudah lengket, terutama tipe A/M(air dalam minyak).
4. Mudahpecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
5. Pembuatannya harus secara aseptik
1. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat
asam.
Contoh : asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin
solidum, minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol,
stearil alkohol, dan sebagainya.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/ TEA,
NaOH, KOH, Na2CO3, Gliserin, Polietilenglikol/ PEG,
Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol,
polisorbatum/ Tween, Span dan sebagainya).
Bahan-bahan penyusun krim, antara lain:
Zat berkhasiat
Minyak
Air
Pengemulsi
Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat /dikehendaki. Sebagai
bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide, lemak bulu domba,
setaseum, setil alkohol, stearil alkohol, trietanolamin stearat,
polisorbat, PEG. Sedangkan, bahan-bahan tambahan dalam sediaan
krim, antara lain: Zat pengawet, untuk meningkatkan stabilitas
sediaan.
Bahan Pengawet
Bahan pengawet sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin)
0,12-0,18%, propil paraben (nipasol) 0,02-0,05%. Pendapar, untuk
mempertahankan pH sediaan Pelembab. Antioksidan, untuk
mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak
jenuh (Lachman, 1994).
Data Preformulasi :
1. Zat aktif
Mometasone furoate (Obat Obat penting hal )
Stabilitas =
Dosis = 0,1%
3. Bahan Tambahan
Acid Stearic (FI III hal. 57)
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan
hablur, atau kuning pucat, mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)
P, larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
1. FORMULA :
R/ Mometasone cream 10 gram
SUE
Adeps lanae 30
TEA (Trieathanolamin) 15
Mf. Cream
2. Basis cream :
100% – 0,1% = 99,9% x 100 gram = 99,9 gram
1. Organoleptis
Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau,
warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek
responden ( dengan kriteria tertentu ) dengan menetapkan kriterianya
pengujianya ( macam dan item ), menghitung prosentase masing-
masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan
analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan
60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian
aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya
yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH
meter.
1. Pengemasan
Jenis wadah : tube
Ukuran : 10 gram
Catatan :–
Pembahasan
Pada praktikum kali kami melakukan percobaan pembuatan krim
Mofacort dan melakukan evaluasinya.
Untuk pembuatan Sediaan krim, sebelumnya praktikan melalukan
identifikasi bahan-bahan yang tersedia dalam laboratorium yang dapat
dijadikan sediaan krim.
Setelah alat dan bahan siap, langkah kedua adalah menimbang bahan
sesuai dengan perhitungan yang ada
Evaluasi kedua yaitu uji homogenitas. Uji ini dilakukan dengan tujuan
agar mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak, karena
sediaan krim yang baik harus homogen dan bebas dari pertikel-
partikel yang masih mengumpal. Cara kerja pada uji ini yaitu dengan
mengoleskan sedikit sediaan krim di objek glass dan amati adakah
partikel yang masih menggumpal atau tidak tercampur sempurna. Jika
tidak berarti larutan dikatakan homogen.
Evaluasi ketiga adalah uji daya lekat. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui lamanya daya lekat sediaan krtim yang dibuat. Uji ini
menggunakan alat yang bernama alat uji daya lekat. Cara kerja untuk
melakukan uji ini adalah timbang 0,5 gram sediaan krim yang telah
dibuat, olehkan pada objek glass dan tutup dengan penutup objek
glass pada alat daya lekat tersebut. Kemudian ditambah beban 500 g,
biarkan selama 1 menit. Setalah 1 menit turunkan beban dan
tarik pada alat daya lekat tersebut dan cacat lamanya waktu penurup
objek glas terlepas.
Evaluasi keempat adalah uji proteksi . Uji ini dilakukan yang pada
prinsipnya untuk mengetahui sediaan krim tersebut memberika
proteksi atau tidak. Cara kerja untuk uji ini adalah dengan membuat
kertas dari kertas saring 10 cm x 10 cm kemudian dibasahi dengan
indikator pp dan dikeringkan kemudian dioleskan dengan sediaan
krim yang telah dibuat. Selanjutnya membuat areal dengan kertas
saring ukuran 2,5 cm x 2,5 cm dan ditetesi dengan parafin cair dan
kemudian dikeringkan. Setelah itu letakkan kertas tersebut dikertas
pertama yang lebih besar dan tetesi dengan KOH, amati terjadi warna
merahkah pada areal tersebut, pada selang waktu 15”, 30”, 45”, 60”,
3’,dan 5’. Kemudian lakukan replikasi. Tujuan dari replikasi ini
adalah untuk memperoleh data yang akurat dan tepat.
Evaluasi kelima adalah uji daya sebar. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui daya sebar yang dapat ditempuh sediaan krim yang
dibuat. Uji ini menggunakan alat ekstensometer, cara kerja yang
dilakukan adalah dengan menimbang 0,5 g kemudian diletakkan
ditengah alat dan sebelumnya timbang tutup eksentensometer yang
akan digunakan. Setelah itu letakkan penutup kaca tersebut ditengah
massa dan catat diameter sediaan yang menyebar dengan mengambil
panjang rata-rata diameter. Kemudian tambahkan dengan beban 50 g
diamkan 1 menit dan catat diameter sediaan yang menyebar. Lalu
tambahkan lagi dengan 50 g, biarkan 1 menit dan catat diameternya
seperti sebelumnya.
Uji daya lekat dengan 3 kali replikasi pengujian yang diperoleh hasil
dengan rata-rata 0,26 detik untuk daya lekat dari krim mometasone
terhadap alat penguji.
1. Kelarutan
Perhatikan kelarutan dari zat aktif yang akan dipakai dalam
pembuatan. Apakah mudah larut, atau sukar larut.
2. Kestabilan
Perhatikan zat aktif yang digunakan apakah stabil dan dapat
digunakan dalam pembuatan sediaan. Zat aktif yang dipergunakan
untuk pembuatan sediaan adalah zat tersebut tidak mengalami
perubahan fisika ataupun kimia bila dilarutkan dalam pelarut. Karena
dalam hal pembuatan sediaan setengah padat (krim) ada pelarut-
pelarut tertentu yang digunakan.
KESIMPULAN
1. Mahasiswa dapat membuat sediaan krim mometasone dengan
menggunakan formula buatan sendiri.
2. Krim adalah sediaan bentuk sediaan setengah padat, berupa
emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
3. Krim mometasone yang dibuat bentuknya setengah padat, bau
stella, warna sediaan putih, krim mometasone tersebut homogen,
daya lekatnya adalah o,26 detik , krim mometasone tidak dapat
memberikan proteksi pada suatu cairan, mampu mneyebar hingga
11,7cm2pada permukaan, dan tipe krim mometason tersebut
adalah air dalm minyak (w/o).
4. Dalam pembuatan krim mometasone harus memperhatikan
kestabilan dan
kelarutan zat aktif (mometasone).
Sediaan GEL
I. DEFINISI
· Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli. (FI
IV,hal 7)
· Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat
dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul
senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh
cairan(Formularium Nasional, hal 315)
II. TEORI
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.
ii. Karagenan
· Hidrokoloid yang diekstrak dari beberapa alga merah yang
merupakan suatu campuran tidak tetap dari natrium, kalium,
amonium, kalsium, dan ester-ester magnesium sulfat dari polimer
galaktosa, dan 3,6-anhidrogalaktosa.
· Jenis kopolimer utama ialah kappa, iota, dan lambda karagenan.
Fraksi kappa dan iota membentuk gel yang reversibel terhadap
pengaruh panas.
· Semua karagenan adalah anionik. Gel kappa yang cenderung
getas, merupakan gel yang terkuat dengan keberadaan ion K. Gel iota
bersifat elastis dan tetap jernih dengan keberadaan ion K.
iii. Tragakan
· Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering
dari Astragalus gummifer Labillardie, atau spesies Asia dari
Astragalus.
· Material kompleks yang sebagian besar tersusun atas asam
polisakarida yang terdiri dari kalsium, magnesium, dan kalium.
Sisanya adalah polisakarida netral, tragakantin. Gum ini mengembang
di dalam air.
· Digunakan sebanyak 2-3% sebagai lubrikan, dan 5% sebagai
pembawa.
· Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas
yang bervariasi. Viskositas akan menurun dengan cepat di luar range
pH 4,5-7, rentan terhadap degradasi oleh mikroba.
· Formula mengandung alkohol dan/atau gliserol dan/atau volatile
oil untuk mendispersikan gum dan mencegah pengentalan ketika
penambahan air.
iv. Pektin
· Polisakarida yang diekstrak dari kulit sebelah dalam buah citrus
yang banyak digunakan dalam makanan. Merupakan gelling agent
untuk produk yang bersifat asam dan digunakan bersama gliserol
sebagai pendispersi dan humektan.
· Gel yang dihasilkan harus disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat karena air dapat menguap secara cepat sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya proses sineresis.
· Gel terbentuk pada pH asam dalam larutan air yang mengandung
kalsium dan kemungkinan zat lain yang befungsi menghidrasi gum.
b. Derivat selulosa
· Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang
tinggi. Substitusi dengan gugus hidroksi menurunkan kristalinitas
dengan menurunkan pengaturan rantai polimer dan ikatan hidrogen
antar rantai.
· Derivat selulosa yang sering digunakan adalah MC, HEMC,
HPMC, EHEC, HEC, dan HPC.
· Sifat fisik dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi.
HPMC merupakan derivat selulosa yang sering digunakan.
· Derivat selulosa rentan terhadap degradasi enzimatik sehingga
harus icegah adanya kontak dengan sumber selulosa. Sterilisasi
sediaan atau penambahan pengawet dapat mencegah penurunan
viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh enzim yang
dihasilkan dari mikroorganisme. Misalnya : MC, Na CMC, HEC,
HPC
· Sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral,
viskositas stabil, resisten terhadap pertumbuhan mikroba, gel yang
jernih, dan menghasilkan film yang kuat pada kulit ketika kering.
Misalnya MC, Na CMC, HPMC
D. Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak
mineral, air, dan konsentrasi yang tinggi (20-40%) dari surfaktan
anionik. Kombinasi tersebut membentuk mikroemulsi. Karakteristik
gel yang terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust proporsi
dan konsentrasi dari komposisinya. Bentuk komersial yang paling
banyak untuk jenis gel ini adalah produk pembersih rambut.
E. Gellants lain
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar
seperti beeswax, carnauba wax, setil ester wax.
F. Polivinil alkohol
Untuk membuat gel yang dapat mengering secara cepat. Film yang
terbentuk sangat kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang
baik antara obat dan kulit. Tersedia dalam beberapa grade yang
berbeda dalam viskositas dan angka penyabunan.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba,
tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan
pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus
memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling
agent :
· Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi
benzoat 0,05 % w/v
· Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % w/v, atau
klorokresol 0,1 % w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v
· Pektin : asam benzoat 0,2 % w/v atau metil hidroksi benzoat 0,12
% w/v atau klorokresol 0,1-0,2 % w/v
· Starch glyserin : metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 %
w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v
· MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % w/v atau benzalkonium
klorida 0,02% w/v
· Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi
benzoat 0,02 % w/v
· Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % w/v
Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung
air. Biasanya digunkan pelarut air yang mengandung metilparaben
0,075% dan propilparaben 0,025% sebagai pengawet.
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap
logam berat. Contohnya EDTA
III. FORMULA
3.1 Formula Umum/standar
R/ Zat aktif
Basis gel
Zat tambahan
2. R/ Na-alginat 7g
Gliserol 7g
Metil hidroksi benzoate 0,2 g
Ca-glukonat 0,05 g
Air hingga 100 g
Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan
Metoda pembuatan :
· Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir
· Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan
bantuan pemanasan, lalu dinginkan hingga 60°C dan diaduk
atau distirer cepat
· Campuran Na-lginat-gliserol ditambahkan ke dalam vorteks
dengan jumlah sedikit, lalu diaduk lebih lanjut hingga homogen,
kemudian dimasukkan ke dalam wadah
3. Clear gel
R/ Minyak mineral 10 %
Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %
Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %
Propilen glikol 8,6 %
Sorbitol 6,9 %
Air 43,5 %
Cara pembuatan :
Semua komponen dipanaskan kecuali air hingga 90°C, kemudian air
dipanaskan secara terpisah hingga 85°C. Air dicampurkan ke dalam
komponen lain tersebut dengan pengadukan, lalu dinginkan hingga
60°C
Wadah Gel
Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau
pot salep.
Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk
mencegah penguapan.
VI. PEMBUATAN GEL STERIL
Metoda sterilisasi :
Gel steril digunakan untuk penggunaan mata dan untuk
lubrikan alat/kateter yang dimasukkan ke dalam tubuh. Gel disterilkan
dengan metoda sterilisasi awal yaitu bahan awal disterilkan masing-
masing kemudiaan dibuat secara aseptic. Gel kemudian di masukkan
ke dalam wadah yang steril.
Cara lain gel dapat disterilkan dengan metoda sterilisasi akhir
dengan radiasi sinar gamma Co60.
Metoda sterilisasi wadah
Wadah untuk gel sterl adalah tube yang terbuat Dari logam.
Tube disterilkan dengan metoda panas kering, yaitu dengan
pemanasan 160° C selama 1 jam.
SO = yield value
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)
g = percepatan gravitasi
p = dalamnya penetrasi (cm)
n = konstanta material mendekati 2
Efek sistemik
Ø Rektum sering digunakan sebagai tempat
absorpsi secara sistemik, lain halnya dg vagina.
Ø 50-70% obat akan diabsorpsi dalam sirkulasi
darah setelah dimasukkan ke dalam rektal.
Obat yang diberikan untuk tujuan sistemik:
Ø Proklorperazin dan klorpromazin untuk mual,
muntah dan trankuilizer
Ø Oksimorfon HCl: narkotik analgetik
Ø Ergotamin tartrate: migrain
Ø Indometasin: analgetik dan antipiretik
Ø Efek bergantung pada waktu tinggal supositoria
dan pelepasan obat dari basisnya
Ø Zat aktif termasuk morfin, antiemetik, teofilin,
NSAID (mereduksi iritasi di lambung)
Formulasi supositoria
Ukuran supositoria berkisar 1-4 g
Komposisi zat aktif bervariasi: 0,1-40%
Komposisi umum supositoria:
Ø Basis
Ø Zat aktif
Ø Zat tambahan
Basis supositoria
Terdapat 2 golongan utama basis:
1. Basis lemak (hidrofobik)
@ Oleum cacao
@ Gliserida semisintetik
2. Basis hidrofilik
@ Basis glisero-gelatin
@ Polimer polietilen glikol (PEG, macrogols,
carbowax)
Basis lemak
Basis lemak original: oleum cacao, mengandung
asam oleat yang tidak jenuh
Kerugian:
Ø Mempunyai sifat polimorfik
Ø Kontraksi yang tidak cukup pada proses
pendinginan
Ø Titik pelunakan yang rendah
Ø Tidak stabil secara kimia
Ø Kekuatan absorpsi zat aktif rendah
Theobroma oil, oleum cacao
Ø Sumber alam, meleleh pada 30-36
Ø Bentuk semisolida, warna kuning
Ø Terdiri atas gliseril ester dari asam
lemak spt stearat, palmitat, asam oleat
Ø Tidak cocok untuk negara tropis
Basis glisero-gelatin:
1. Bersifat laksatif
2.Banyak proses perlakuan yang harus dihadapi
3.Bersifat higroskopis (dari gliserin)
4.Inkompatibilitas dengan asam tannat
5.Pada pemanasan tinggi (overheat): gliserin
melepaskan gas toksik volatil
PEG
Produk sintetik
Mis. PEG 400, PEG 1500, PEG 4000
Keuntungan:
1. TL 40 C
2. Lambat meleleh dan melepaskan zat aktif juga lambat
3. Dapat dilakukan kombinasi PEG untuk mendapatkan
basis yang cocok
4. Viskositas tinggi
Kerugian:
1. Inkompatibilitas dengan garam bismut, tanin, fenol,
mengurangi aktivitas antimikroba, melarutkan beberapa
plastik
2. PEG BM tinggi menyebabkan pelepasan zat aktif rendah
Zat aktif
Faktor yang mempengaruhi formulasi zat aktif:
1. Kelarutan dalam air dan basis
Bentuk: terlarut atau tersuspensi
Koefisien partisi basis/air tinggi à
konsentrasi di basis tinggi à kecenderungan
meninggalkan basis rendah à kecepatan
pelepasan ke cairan rektum lambat à
absorpsi lambat
2. Karakteristik permukaan
Ø Penting dalam transfer zat aktif dari 1 fasa
ke fasa lain.
Ø Zat aktif harus tersebar pada batas
permukaan basis dan cairan rektum (hindari
agglomerat).
Ø Homogenitas zat aktif dalam supositoria.
Ø Penambahan surfaktan terhadap zat aktif
hidrofob untuk menyediakan obat dalam
keadaan terlarut siap diabsorpsi.
3. Ukuran partikel
Penting dalam pencegahan sedimentasi
selama atau setelah pembuatan supositoria
(z.a < 150 um à sedimentasi).
4. Jumlah zat aktif
@ Jumlah partikel meningkat à agglomerasi
@ Penggunaan suspending agent à
meningkatkan viskositas
@ Zat aktif dengan ukuran partikel kecil
menghasilkan bioavailabilitas tinggi
Zat tambahan
Untuk memperbaiki kualitas
Peningkat viskositas: koloid silikon dioksida (1-2%),
Al-monostearat (1-2%), lechitin
Plastisizer: setil alkohol, propilen glikol, antioksidan
Surfaktan: peningkat absorpsi
Pembuatan supositoria
Tiga (3) metode pembuatan:
1. Pencetakan (molding)
2. Kompresi
3. Hand rolling and shaping
Kalibrasi cetakan
Bilangan pengganti:
Berat dari zat aktif yang menempati 1 bagian basis
Perhitungan bilangan pengganti:
a. Bobot rata-rata supositoria hanya berisi basis = 1,9922 g
b. Bobot rata-rata supositoria berisi basis + 10% z.a = 2.0545 g
Jumlah z.a dalam supositoria (b) = 0,1 x 2,0545 g
= 0,20545 g
Jumlah basis dalam supo (b) = (2,0545 – 0,20545) g
= 1,84905 g
Jumlah z.a dalam supo (b) sebanding dengan basis supo (a) =
(1,9922 – 1,84905) g = 0,14315 g
Jadi 0,14315 g basis setara dengan 0,20545 g z.a atau
1 g z.a setara dengan 0,697 g basis
2. Metode Kompresi
Ø Pembuatan supositoria dengan pengkompresian
campuran massa basis + z.a ke dalam cetakan
khusus menggunakan mesin pembuat supositoria.
Ø Merupakan proses dingin, digunakan untuk basis
oleum cacao dan PEG.
Ø Cocok untuk zat aktif yang labil terhadap panas
dan zat aktif tidak larut dalam basis.
Kerugian:
Diperlukan mesin khusus pembuat supositoria.
2. Uji penetrasi
Untuk mengontrol kualitas supositoria atau
mengukur stabilitas fisik terhadap waktu.
Supositoria ditempatkan dalam suatu chamber yang dicelupkan
dalam penangas air 37oC. Permukaan atas supositoria
ditempatkan suatu tungkai yang akan menembus supo setelah
supositoria meleleh.
Pada uji penetrasi: dilakukan pengukuran waktu yang
diperlukan oleh tungkai untuk menembus supositoria
3. Uji kekerasan
Metoda untuk mengukur kerapuhan supositoria. Uji
dilakukan dengan menempatkan supositoria pada platform
600 g. Selang interval 1 menit dilakukan penambahan pelat
200 g. Penambahan berat total hingga supositoria retak
menggambarkan kekerasan/kekuatan supositoria
BAB I
PENDAHULUAN
Patch
transdermal adalah
patch
dengan perekat yang mengandung senyawa obat,yang diletakkan di
kulit untuk melepaskan zat aktif dalam dosis spesifik melalui kulit
menujualiran darah.Merupakan cara penghantaran obat secara topikal
dalam bentuk patch atau semisolidyang dapat memberikan efek
sistemik yang terkontrol. Penghantar obat secara transdermalmemiliki
banyak keuntungan di bandingkan dengan metode penghantar obat
secarakonvensional seperti pemberian obat secara oral. Penghantaran
transdermal
memberikan pelepasan obat yang terkontrol, menghindari metabolism
e hepatik, menghindari pengaruh pencernaan, kemuduhan
memberhentikan pemakaian, dan durasi penghantar obat yang
lama.Mekanisme penghantaran obat transdermal adalah
menghantarkan molekul obat melewatilapisan
Stratum corneum
dalam kulit dengan berdifusi melalui lapisan lipid kulit.(Amjad,2011)
wikipedia.org
Nanopartikel Lipid