i
BAB I
PENDAHULUAN
1
et al., 2009), kromatografi gas tandem dengan Mass Spectrometry (MS/MS) (Takatori et
al., 2009; Gamon et al., 2001; Vidal et al., 2002), kromatografi gas di tandem dengan Mass
Spectrometry Detection (GC-MSD) (Lehotay, 2005), kromatografi gas di tandem dengan
Flame Ionization Detector (FID) (Syahbirin et al., 2001; Bavcon et al., 2003), selain itu
residu diazinon dalam sedimen dapat dianalisis dengan metode GC-MS (Li et al., 2010).
1.2 RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan pestisida dan residu pestisida?
2. Apa saja jenis-jenis dan penggolongan pestisida?
3. Apa dampak positif dan negatif dari penggunaan pestisida?
4. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk analisis residu pestisida?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi pestisida
2. Mengetahui jenis-jenis dan penggolongan pestisida
3. Mengetahui dampak positif dan negatif dari penggunaan pestisida
4. Mengetahui metode yang dapat digunakan untuk analisis residu pestisida
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat
meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain
memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran
dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
6. Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma)
seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh: ammonium sulfonat dan
pentaklorofenol.
BerdasarkanCaraPenggunaan
Dalam bidang pertanian , pestisida dapat digunakan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Penyemprotan(Spraying)
Penyemprotan adalah cara penggunaan pestisida yang paling banyak dipakai oleh petani.
Diperkirakan 75 % penggunaan pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan. Dalam
penyemprotan larutan pestisida (pestisida diatambah air) dipecah oleh nozzel (spuyer) atau
atomizer menjadi butiran semprot atau droplet. Bentuk sediaan (formulasi) yang digunakan
dengan cara penyemprotan meliputi E.C; W.P; WS atau SP. Sedangkan penyemprotan
dengan volume ultra rendah (Ultra low volume) digunakan formulasi ULV. Dengan
menggunakan alat khusus yang disebut mikroner.
4
2. Pengasapan
Pengasapan adalah penyemprotan pestisida dengan volume rendah dengan ukuran droplet
yang halus. Perbedaannya dengan penyemprotan biasa adalah yang dibuat pencampur
pestisida adalah minyak solar dan bukan air. Campuran tersebut kemudian dipanaskan
sehingga menjadi semacam kabut asap yang kemudian dihembuskan. Fogging banyak
digunakan untuk mengendalikan hama gudang, hama tanaman perkebunan serta vektor
penyakit dilingkungan misalnya untuk mengendalikan nyamuk malaria.
3. Penghembusan
Penghembusan merupakan cara penggunaan pestisida yang diformulasikan dalam bentuk
tepung hembus (D, dust) dengan menggunakan alat penghembus (duster). Jadi
penggunaannya dalam bentuk kering.
6. Pencelupan
Pencelupan adalah penggunaan pestisida untuk melindung tanaman (bibit, cangkok,
stek)agar terhindar dari serangan hama maupun penyakit. Pencelupan dilakukan dengan
mencelupkan bibit atau stek ke dalam larutan pestisida.
7. Fumigasi
Fumigasi adalah aplikasi pestisida fumigan baik yang berbentuk padat, cair maupun gas
dalam ruangan terttutup. Fumigasi umumnya digunakan untuk melindungi hasil panen dari
kerusakan karena serangan hama atau penyakit ditempat penyimpanan. Fumigan
dimasukkan ke dalam ruangan gudang yang selanjutnya akan berubah kedalam bentuk gas
(fumigan cair maupun padat) yang beracun untuk membunuh OPT sasaran yang ada dalam
ruangan tersebut.
8. Injeksi
Injeksi adalah penggunaan pestisida dengan cara memasukkan kedalam batang tanaman,
baik dengan alat khusus (injeksi ataupun infus) maupun dengan jalan mengebor tanaman.
Pestisida yng diinjeksikan akan tersebar keseluruh tanaman bersamaan dengan aliran
makanan dalam jaringan tanaman. Injeksi dapat juga digunakan untuk sterilisasi tanah.
5
9. Penyiraman
Penyiraman adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan disekitar akar tanaman
untuk mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran atau dituangkan pada sarang
semut atau sarang rayap
Dampak Positif
Dampak Negatif
Disisi lain penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi
kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Adapun dampak negatif yang dapat
terjadi akibat penggunaan pestisida, diantaranya :
Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam
akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan
pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh
mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat
pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah menggunakan pestisida
tersebut. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar
pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh
pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu
yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).
Gejala-gejala keracunan pestisida ini dapat timbul secara sendiri atau gabungan, diantaranya
adalah sebagai berikut :
Umum : kelelahan.
Kulit : iritasi, terbakar, berkeringat, alergi.
Mata : iritasi, mata merah, penglihatan kabur, mata berair, pupil
melebar atau menyempit.
Sistem pencernaan : mulut atau kerongkongan terbakar, keluar air ludah, muntah,
sakit atau kram perut, diare.
Sistem pernapasan : sulit bernapas, batuk-batuk, sakit dada.
6
Metode yang digunakan untuk analisis residu pestisida bervariasi tergantung pada spesifikasi
dan kondisi sampel yang akan diuji. Metode yang dipilih tentunya dengan detektor yang
spesifik dapat diterapkan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pestisida yang kadarnya
rendah (tingkat ng atau pg), sehingga memungkinkan analisis residu pada tingkat kandungan
bpj (bagian per juta) atau bpm (bagian per milyar). Dewasa ini metode yang dikembangkan
dan paling banyak diterapkan adalah kromatografi gas, karena teknik pengerjaannya relatif
mudah dibandingkan dengan teknik analisis yang lain.
Gambar 1. KCKT
KCKT digunakan Mengetahui kadar bahan aktif (mutu formulasi pestisida) yang
beredar di lapangan. Mengetahui kadar residu pestisida dalam hasil pertanian, produk makanan
dan minuman, peternakan perikanan, tanah dan air limbah.
Karl Fisher Titrator digunakan untuk mengetahui kadar air, pestisida, hasil pertanian,
oli, lemak CPO (Crude Palm Oil) dan sebagainya. Pengukuran dapat dicetak melalui komputer,
persentase kesempurnaan pengukuran dapat terbaca di display alat maupun pada layar monitor
komputer dan satuan hasil analisis dapat di set dalam bentuk %, gram dan mL.
Kromatografi Gas. Digunakan untuk mengetahui kadar residu bahan aktif (mutu formulasi
pestisida) yang beredar di lapangan.Mengetahui kadar residu pestisida dalam hasil pertanian,
peternakan, perikanan, tanah, air limbah, makanan, minuman, muntahan dan cairan lambung.
7
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil analisis :
1. Perlakuan sampel
2. Penentuan kondisi optimum alat (sistemkromatografi gas, Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi/KCKT)
3. Tingkat kemurnian pelarut yang digunakan
4. Jenis detektor yang digunakan.
5. Jenis kolom yang digunakan
8
BAB III
METODE PENELITIAN
9
BAB IV
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada tanaman bawang merah di Kecamatan
Larangan, Kabupaten Brebes, yang berkaitan dengan penggunaan pestisida oleh petani
menunjukkan bahwa frekuensi penyemprotan dilakukan rata-rata sebanyak lima belas (15)
kali penyemprotan selama satu musim tanam, sedangkan pestisida yangdigunakan dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah adalah bervariasi dengan jenis dan
merek dagang yang berbeda-beda antara petani yang satu dengan petani yang lainnya dengan
dilengkapi bahan lainnya, yaitu bahan pelekat (tabel 1). Adapun hasil analisis residu pestisida
pada tanaman bawang merah disajikan pada tabel 2.
10
Berdasarkan hasil analisis sampel tanaman bawang merah di laboratorium,
menunjukkan bahwa tanaman bawang merah yang diproduksi dan dihasilkan oleh petani di
wilayah kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes masih berada dibawah ambang batas
maksimum residu (BMR) pestisida yaitu di bawah 0,05 ppm (tabel 2), sedangkan batas
maksimum residu pestisida adalah 0,05 ppm (Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri PertanianNomor : 881/MENKES/SKB/VIII/1996;
711/Kpts/TP.270/8/1996), sehingga masih relatif aman untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan
karena pestisida yang digunakan oleh petani termasuk golongan pestisida yang diperbolehkan
untuk digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dan bersifat kontak.
11
Kabupaten Brebes termasuk kedalam daerah yang bersuhu tinggidan beriklim panas.
Menurut Djojosumarto (2008) daerah yang beriklim panas degradasi pestisida terjadi lebih
cepat dibandingkandaerah yang beriklim sedang. Kemudian praktek yang dilakukan oleh
petani dalam melakukan penyemprotan pestisida dengan frekuensi yang sangat tinggi, namun
dosis pestisida yang diaplikasikannya sesuai dan mengikuti rekomendasi yang ditetapkan atau
bahkan aplikasinya di bawah dosis yang direkomendasikan. Kemudian pada saat penanaman
bawang merah masih sering terjadi hujan yang rata-rata sekitar 217,83 mm per bulan (Amir,
2010), sehingga residu pestisida yang menempel pada bagian luar tanaman bawang merah
tercuci dan terbawa bersama air hujan dan air permukaan yang mengakibatkan pestisida yang
terakumulasi di dalam bawang merah tidak tinggi (relatife sedikit). Menurut Djojosumarto
(2008)banyaknya curah hujan mempengaruhi residu pestisida pada tanaman. Hujan bisa
mencuci pestisida yang terdapat dipermukaan tanaman. Selanjutnya dosis yang rendah juga
memungkinkan makin rendah residu pestisida yang ada pada tanaman. Keadaan seperti ini
menyebabkan keberadaan residupestisida dalam bawang merah dapat terurai dan larut dengan
cepat dantidak menimbulkan bahaya. Pestisida golongan organoposfat diperbolehkan untuk
digunakan di Indonesia dan dapat dinonaktifkan (deaktifasi) di lingkungan (Barchia, 2009;
Zulkarnain, 2010). Air hujan dapat melarutkan pestisida yang tertahan dalam permukaan tajuk
tanaman, kemudian terbawa aliran permukaan menuju badan air penerima seperti sungai.
Menurut Djojosumarto (2008) pestisida yang bersifat non-sistemik atau bersifat kontak dan
tidak persisten, mengakibatkan pestisida tidak diserap oleh jaringan tanaman, namun hanya
menempel pada bagian luar tanaman.
Pestisida yang tidak persisten akan mudah didegradasi di lingkungan, sehingga kurang
menimbulkan residu dibandingkan pestisida yang lebih persisten (Djojosumarto, 2008).
Disamping itu pestisida jenis organoposfat termasuk pestisida yang lebih mudah terurai, tidak
bertahan lama, dan mudah hilang di alam (Handojo, 1997; Alegantina et al., 2005).
12
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Jenis pestisida yang digunakan oleh petani dalam menyemprot tanaman bawang
merah adalah bervariasi dan berbeda-beda antara petani satu dan petani lainnya
5.1.2 Frekuensi penyemprotan pestisida pada tanaman bawang merah yang dilakukan
oleh petani di Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes sangat tinggi, yaitu rata-
rata lima belas kali dalam satu musim tanam.
5.1.3 Residu pestisida yang terdapat dalam bawang merah masih berada di bawah
ambang batas maksimum residu (BMR) pestisida, sehingga masih relatif aman
untuk dikonsumsi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Alegantina, S., M. Raini, P. Lestari. 2005. Penelitian Kandungan Organoposfat dalam Tomat
dan Slada yang Beredar di Beberapa Jenis Pasar di DKI Jakarta. Media Penelitiandan
Pengembangan Kesehatan.
Ambarwati, E dan P. Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah.
IlmuPertanian, Fakultas Pertanian, UGM. Vol.10(2).p.2
Amir. 2010. Data Curah Hujan Tahunan. Stasiun Larangan,Sub Dinas Pengairan
PemaliHilir, Brebes
Ardiwinata, A.N. 2008. TeknologiArang Aktif untuk PengendaliResidPestisidadiLingkungan
Pertanian.Http//www.Google.com (online) diakses 15 Maret 2010.
Atmawidjaja,S., D.H. Tjahjono, Rudiyanto. 2004. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar
Residu Pestisida Metidation pada Tomat. ActaPharmaceutica Indonesia. V.29(2):1-9
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 1373:2008. Batas Maksimum Residu Pestisida pada
Hasil Pertanian.
Barchia, M.F. 2009. Pestisida danPolusi Tanah. (on-line)Http//www.google.co.id/artik el.
Diakses 28 Mei 2019 pukul 06.33 WIB
DepartemenPertanian. 2000. Teknologi Budidaya Bawang Merah. Badan Penelitian
danPengembangan Pertanian. Hal.7-10.
Djojosumarto, P. 2008. PanduanLengkap Pestisida danAplikasinya.
AgromediaPustaka, Jakarta
Hameed, S.F & S.P. Singh. 1998. Handbook of Pest Management. New Delhi: Kalayani
Publishers. hlm. 32.
Handojo, D. 1997. Sedikit TentangPestisida. Dinas KesehatanJawa Tengah.
Hidayat, A., Y. Hilman, N. Nurtika, Suwandi. 1991. Hasil-HasilPenelitian Sayuran
Dataran Rendah dalam ProsedingLokakarya Nasional Sayuran, Lembang, 22-24
Nopember 1990
Iriani, E., H. Anwar, Widarto. 2004. Uji Adaptasi Calon Varietas Unggul bawang Merah di
Jawa Tengah. ProsedingSeminar Nasional Inovasi Teknologi dan Kelembagaan
Agribisnis
Iriani, E., Yulianto, H. Anwar, S.Eman, S. Catur, B.S. dede,Soelarno, S. Cahyati.
2001.Pengkajian SUT TerpaduBerbasis Sayuran (PenerapanPHT Bawang
Merah)
Miskiyah & S.J. Munarso. 2009. Kontaminasi Residu Pestisida pada Cabai Merah, Selada,
dan Bawang Merah (Studi Kasus di Bandungan dan Brebes Jawa Tengah serta Cianjur
Jawa Barat). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jurnal
Hortikultur 19 (1): 101-111.
Saenong, M.S. 2007. Beberapa Senyawa Pestisida yang Berbahaya. Prosiding Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel: 192-198.
Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.
14