Anda di halaman 1dari 15

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah ................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 3
Berdasarkan Fungsi/Sasaran Penggunaannya ............................................................................... 3
Berdasarkan Bahan Aktifnya .......................................................................................................... 4
Berdasarkan Cara Kerjanya ........................................................................................................... 4
BerdasarkanCaraPenggunaan......................................................................................................... 4
Dampak Positif ................................................................................................................................... 6
Dampak Negatif ................................................................................................................................ 6
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ 10
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................................................... 13
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 14

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas
dari manfaat yang dirasakan masyarakat dari penggunaan pestisida tersebut. Bahkan,
pestisida telah menjadi sarana sangat penting didalam meningkatkan produksi pertanian.
Hal ini mengakibatkan pestisida menjadi sarana pengendalian hama dan penyakit tanaman
yang memegang peranan penting dan dibutuhkan oleh para petani.Pestisida di Indonesia
telah memusnahkan 55% jenis hama dan 72% agen pengendali hayati. Pestisida adalah zat
khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus,
bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Parwiro, 2010).
Sebagian besar petani beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai “Dewa
Penyelamat” yang sangat vital. Petani meyakini bahwa dengan aplikasi pestisida
tanamannya akan terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman
yang terdidi dari kelompok hama, penyakit, dan gulma. Keyakinan tersebut cenderung
memicu penggunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat. Pestisida
telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system pertanian di Indonesia.
Penggunaan pestisida tertinggi adalah pada lahan hortikultura dan diikuti pada
lahantanaman pangan (Ardiwinata, 2008).
Frekuensi aplikasi pestisida bisa mencapai 3-5 kali dalam seminggu dengan
menggunakan lebih dari dua jenis pestisida, bahkan bisa mencapai tujuh jenis pestisida
yang digunakan sekaligus secara dioplos. Pestisida adalah bahan kimia beracun,
pemakaian pestisida yang berlebihan dapat menjadi sumber pencemar bagi bahan pangan,
air, dan lingkungan hidup (Atmawidjaja et al., 2004). Salah satu dampak dari penggunaan
pestisida adalah tertinggalnya residu pestisida di dalam produk pertanian dan di dalam
tanah, serta bahaya residu bagi kesehatan manusia (Sastroutomo, 1992).
Pengaruh residu pestisida terhadap kesehatan manusia adalah dapat menganggu
metabolisme steroid, merusak fungsi tiroid, berpengaruh terhadap spermatogenesis,
terganggunya system hormon endokrin (hormone reproduksi), atau yang lebih dikenal
dengan istilah EDs (Endocrine Disrupting Pesticides), disamping dapat merangsang
timbulnya kanker. Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit
kepala, keletihan, perut mual dan muntah. Efek keracunan kronis pada manusia adalah
kerusakan sel-sel hati, ginjal, system syaraf, system imunitas, dan system reproduksi
(Ardiwinata, 2008; Irawati, 2004).
Usaha yang dilakukan untuk dapat menurunkan residu pestisida dalam bahan
makanan adalah pencucian dengan air, pencucian dengan air hangat, pencucian dengan
larutan pencuci buah dan sayur, merebus, atau mengukus (Sembiring, 2011).Analisis
residu pestisida dapat dilakukan dengan metode antara lain LCMS (Salm et al., 2009; Tahir
et al., 2009), HPLC (Islam et al., 2009), LP-GC/MS (Cunha et al., 2009), GC-MS (Cardeal

1
et al., 2009), kromatografi gas tandem dengan Mass Spectrometry (MS/MS) (Takatori et
al., 2009; Gamon et al., 2001; Vidal et al., 2002), kromatografi gas di tandem dengan Mass
Spectrometry Detection (GC-MSD) (Lehotay, 2005), kromatografi gas di tandem dengan
Flame Ionization Detector (FID) (Syahbirin et al., 2001; Bavcon et al., 2003), selain itu
residu diazinon dalam sedimen dapat dianalisis dengan metode GC-MS (Li et al., 2010).

1.2 RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan pestisida dan residu pestisida?
2. Apa saja jenis-jenis dan penggolongan pestisida?
3. Apa dampak positif dan negatif dari penggunaan pestisida?
4. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk analisis residu pestisida?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi pestisida
2. Mengetahui jenis-jenis dan penggolongan pestisida
3. Mengetahui dampak positif dan negatif dari penggunaan pestisida
4. Mengetahui metode yang dapat digunakan untuk analisis residu pestisida

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan


perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma (Sofia, 2001). Menurut Yuantari
(2009) Pestisida adalah zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan,
menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor terhadap manusia dan penyakit
pada binatang, tanaman yang tidak disukai dalam proses produksi. Pestisida meliputi herbisida
(untuk mengendalikan gulma), insektisida (untuk mengendalikan serangga), fungisida (untuk
mengendalikan fungi), nematisida (untuk mengendalikan nematoda), rodentisida (racun
vertebrata), mollusida (mengontrol siput) (Hameed & Singh, 1998; Miskiyah & Munarso,
2009). Pestisida mempunyai peranan penting untuk membantu mengatasi permasalahan
organisme pengganggu. Bahkan telah menjadi alat yang sangat penting didalam meningkatkan
produksi pertanian (Saenong, 2007).
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian baik sebagai
akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida, mencakup senyawa turunan
pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pengotor
yang dapat memberikan pengaruh toksikologik (SNI 7313: 2008). Batas Maksimum Residu
(BMR) pestisida adalah tingkat bahaya residu pestisida pada suatu bahan digambarkan BMR
yaitu konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui
sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang dinyatakan dalam miligram
residu pestisida per kilogram hasil pertanian (SNI 7313: 2008).
Jenis-jenis pestisida dapat digolongkan menurut beberapa hal berikut :
Berdasarkan Fungsi/Sasaran Penggunaannya
1. Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang,
kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah,
perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin,
basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon, dll.
2. Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan jamur/cendawan
seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contohn: tembaga
oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
3. Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salah satu contoh
bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang
menyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar
diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih
sehat sesuai dengan dosis tertentu.
4. Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa
hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya
dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena dapat
mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contoh : Warangan.
5. Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa
nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman.

3
Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat
meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain
memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran
dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
6. Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman pengganggu (gulma)
seperti alang-alang, rerumputan, eceng gondok, dll. Contoh: ammonium sulfonat dan
pentaklorofenol.

Berdasarkan Bahan Aktifnya


1. Pestisida organik (Organic pesticide)
Pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau
binatang, misal: neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem).
2. Pestisida elemen (Elemental pesticide)
Pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti sulfur.
3. Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide)
Pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia.

Berdasarkan Cara Kerjanya


1. Pestisida sistemik (Systemic Pesticide)
Adalah pestisida yang diserap dan dialirkan ke seluruh bagian tanaman sehingga akan
menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram.
Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja.
Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama. Contoh : Neem oil.
2. Pestisida kontak langsung (Contact pesticide)
Adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik
ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik
menggunakan jenis pestisida ini. Sebagian besar pestisida kimia termasuk ke dalam jenis
ini.

BerdasarkanCaraPenggunaan
Dalam bidang pertanian , pestisida dapat digunakan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Penyemprotan(Spraying)
Penyemprotan adalah cara penggunaan pestisida yang paling banyak dipakai oleh petani.
Diperkirakan 75 % penggunaan pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan. Dalam
penyemprotan larutan pestisida (pestisida diatambah air) dipecah oleh nozzel (spuyer) atau
atomizer menjadi butiran semprot atau droplet. Bentuk sediaan (formulasi) yang digunakan
dengan cara penyemprotan meliputi E.C; W.P; WS atau SP. Sedangkan penyemprotan
dengan volume ultra rendah (Ultra low volume) digunakan formulasi ULV. Dengan
menggunakan alat khusus yang disebut mikroner.

4
2. Pengasapan
Pengasapan adalah penyemprotan pestisida dengan volume rendah dengan ukuran droplet
yang halus. Perbedaannya dengan penyemprotan biasa adalah yang dibuat pencampur
pestisida adalah minyak solar dan bukan air. Campuran tersebut kemudian dipanaskan
sehingga menjadi semacam kabut asap yang kemudian dihembuskan. Fogging banyak
digunakan untuk mengendalikan hama gudang, hama tanaman perkebunan serta vektor
penyakit dilingkungan misalnya untuk mengendalikan nyamuk malaria.

3. Penghembusan
Penghembusan merupakan cara penggunaan pestisida yang diformulasikan dalam bentuk
tepung hembus (D, dust) dengan menggunakan alat penghembus (duster). Jadi
penggunaannya dalam bentuk kering.

4. Penaburan (broadcasting) pestisida butiran (Granuler)


Penaburan pestisida butiran adalah cara penggunaan pestisida yang diformulasikan dalam
bentuk butiran dengan cara ditaburkan. Penaburan dapat dilakukan dengan tanganlangsung
atau dengan menggunakan alat penabur (granule broadcaster).

5. Perawatan benih (Seed dressing , Seed treatment, Seed coating)


Perawatan benih adalah cara penggunaan pestisida untuk melindung benih sebelum benih
ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh hama atau penyakit.
Pestisida yang digunakan adalah formulasi SD atau ST.

6. Pencelupan
Pencelupan adalah penggunaan pestisida untuk melindung tanaman (bibit, cangkok,
stek)agar terhindar dari serangan hama maupun penyakit. Pencelupan dilakukan dengan
mencelupkan bibit atau stek ke dalam larutan pestisida.

7. Fumigasi
Fumigasi adalah aplikasi pestisida fumigan baik yang berbentuk padat, cair maupun gas
dalam ruangan terttutup. Fumigasi umumnya digunakan untuk melindungi hasil panen dari
kerusakan karena serangan hama atau penyakit ditempat penyimpanan. Fumigan
dimasukkan ke dalam ruangan gudang yang selanjutnya akan berubah kedalam bentuk gas
(fumigan cair maupun padat) yang beracun untuk membunuh OPT sasaran yang ada dalam
ruangan tersebut.

8. Injeksi
Injeksi adalah penggunaan pestisida dengan cara memasukkan kedalam batang tanaman,
baik dengan alat khusus (injeksi ataupun infus) maupun dengan jalan mengebor tanaman.
Pestisida yng diinjeksikan akan tersebar keseluruh tanaman bersamaan dengan aliran
makanan dalam jaringan tanaman. Injeksi dapat juga digunakan untuk sterilisasi tanah.

5
9. Penyiraman
Penyiraman adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan disekitar akar tanaman
untuk mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran atau dituangkan pada sarang
semut atau sarang rayap

Dampak pemakaian pestisida, yaitu :

Dampak Positif

1. Pestisida berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang


pertanian.
2. Dalam bidang kehutanan pestisida digunakan untuk pengawetan kayu dan hasil hutan
yang lainnya.
3. Dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular)
penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan.
4. Dalam bidang perumahan untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.

Dampak Negatif

Disisi lain penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi
kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Adapun dampak negatif yang dapat
terjadi akibat penggunaan pestisida, diantaranya :

Bagi kesehatan manusia

Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam
akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan
pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh
mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat
pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah menggunakan pestisida
tersebut. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar
pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh
pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu
yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi).

Gejala-gejala keracunan pestisida ini dapat timbul secara sendiri atau gabungan, diantaranya
adalah sebagai berikut :

 Umum : kelelahan.
 Kulit : iritasi, terbakar, berkeringat, alergi.
 Mata : iritasi, mata merah, penglihatan kabur, mata berair, pupil
melebar atau menyempit.
 Sistem pencernaan : mulut atau kerongkongan terbakar, keluar air ludah, muntah,
sakit atau kram perut, diare.
 Sistem pernapasan : sulit bernapas, batuk-batuk, sakit dada.

6
Metode yang digunakan untuk analisis residu pestisida bervariasi tergantung pada spesifikasi
dan kondisi sampel yang akan diuji. Metode yang dipilih tentunya dengan detektor yang
spesifik dapat diterapkan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif pestisida yang kadarnya
rendah (tingkat ng atau pg), sehingga memungkinkan analisis residu pada tingkat kandungan
bpj (bagian per juta) atau bpm (bagian per milyar). Dewasa ini metode yang dikembangkan
dan paling banyak diterapkan adalah kromatografi gas, karena teknik pengerjaannya relatif
mudah dibandingkan dengan teknik analisis yang lain.

Gambar 1. KCKT

KCKT digunakan Mengetahui kadar bahan aktif (mutu formulasi pestisida) yang
beredar di lapangan. Mengetahui kadar residu pestisida dalam hasil pertanian, produk makanan
dan minuman, peternakan perikanan, tanah dan air limbah.

Gambar 2. Karl Fisher Titrator.

Karl Fisher Titrator digunakan untuk mengetahui kadar air, pestisida, hasil pertanian,
oli, lemak CPO (Crude Palm Oil) dan sebagainya. Pengukuran dapat dicetak melalui komputer,
persentase kesempurnaan pengukuran dapat terbaca di display alat maupun pada layar monitor
komputer dan satuan hasil analisis dapat di set dalam bentuk %, gram dan mL.
Kromatografi Gas. Digunakan untuk mengetahui kadar residu bahan aktif (mutu formulasi
pestisida) yang beredar di lapangan.Mengetahui kadar residu pestisida dalam hasil pertanian,
peternakan, perikanan, tanah, air limbah, makanan, minuman, muntahan dan cairan lambung.

7
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil analisis :
1. Perlakuan sampel
2. Penentuan kondisi optimum alat (sistemkromatografi gas, Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi/KCKT)
3. Tingkat kemurnian pelarut yang digunakan
4. Jenis detektor yang digunakan.
5. Jenis kolom yang digunakan

8
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada tanaman bawang merah yang berada di Kecamatan


Larangan, Kabupaten Brebes dan Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Bogor, mulai bulan
Juni sampai November 2010. Sampel tanaman bawang merah diambil dari petani yang luas
pertanaman bawang merahnya paling luas. Sampel bawang merah diambil sebanyak 10 % dari
seluruh desa yang ada di Kecamatan Larangan,Kabupten Brebes. Variabel yang diamati
meliputi jenis pestisida yang digunakan dan diaplikasikan oleh petani bawang merah, frekuensi
penggunaan pestisida, dan residu pestisida pada tanaman bawang merah.
Metode penelitian dilaksanakan dengan cara wawancara dan analisis laboratorium
menggunakan Kromatografi Gas (KG). Analisis data dilakukan dengan cara data yang
diperoleh direkapitulasi, kemudian hasilnya dideskripsikan dan dibandingkan dengan batas
maksimum residu (BMR) pestisida sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan
Menteri Kesehatan, Nomor : 881/MENKES/SKB/VIII/1996; 711/Kpts/TP.270/8/1996 tentang
batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian.

9
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada tanaman bawang merah di Kecamatan
Larangan, Kabupaten Brebes, yang berkaitan dengan penggunaan pestisida oleh petani
menunjukkan bahwa frekuensi penyemprotan dilakukan rata-rata sebanyak lima belas (15)
kali penyemprotan selama satu musim tanam, sedangkan pestisida yangdigunakan dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah adalah bervariasi dengan jenis dan
merek dagang yang berbeda-beda antara petani yang satu dengan petani yang lainnya dengan
dilengkapi bahan lainnya, yaitu bahan pelekat (tabel 1). Adapun hasil analisis residu pestisida
pada tanaman bawang merah disajikan pada tabel 2.

10
Berdasarkan hasil analisis sampel tanaman bawang merah di laboratorium,
menunjukkan bahwa tanaman bawang merah yang diproduksi dan dihasilkan oleh petani di
wilayah kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes masih berada dibawah ambang batas
maksimum residu (BMR) pestisida yaitu di bawah 0,05 ppm (tabel 2), sedangkan batas
maksimum residu pestisida adalah 0,05 ppm (Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri PertanianNomor : 881/MENKES/SKB/VIII/1996;
711/Kpts/TP.270/8/1996), sehingga masih relatif aman untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan
karena pestisida yang digunakan oleh petani termasuk golongan pestisida yang diperbolehkan
untuk digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dan bersifat kontak.

11
Kabupaten Brebes termasuk kedalam daerah yang bersuhu tinggidan beriklim panas.
Menurut Djojosumarto (2008) daerah yang beriklim panas degradasi pestisida terjadi lebih
cepat dibandingkandaerah yang beriklim sedang. Kemudian praktek yang dilakukan oleh
petani dalam melakukan penyemprotan pestisida dengan frekuensi yang sangat tinggi, namun
dosis pestisida yang diaplikasikannya sesuai dan mengikuti rekomendasi yang ditetapkan atau
bahkan aplikasinya di bawah dosis yang direkomendasikan. Kemudian pada saat penanaman
bawang merah masih sering terjadi hujan yang rata-rata sekitar 217,83 mm per bulan (Amir,
2010), sehingga residu pestisida yang menempel pada bagian luar tanaman bawang merah
tercuci dan terbawa bersama air hujan dan air permukaan yang mengakibatkan pestisida yang
terakumulasi di dalam bawang merah tidak tinggi (relatife sedikit). Menurut Djojosumarto
(2008)banyaknya curah hujan mempengaruhi residu pestisida pada tanaman. Hujan bisa
mencuci pestisida yang terdapat dipermukaan tanaman. Selanjutnya dosis yang rendah juga
memungkinkan makin rendah residu pestisida yang ada pada tanaman. Keadaan seperti ini
menyebabkan keberadaan residupestisida dalam bawang merah dapat terurai dan larut dengan
cepat dantidak menimbulkan bahaya. Pestisida golongan organoposfat diperbolehkan untuk
digunakan di Indonesia dan dapat dinonaktifkan (deaktifasi) di lingkungan (Barchia, 2009;
Zulkarnain, 2010). Air hujan dapat melarutkan pestisida yang tertahan dalam permukaan tajuk
tanaman, kemudian terbawa aliran permukaan menuju badan air penerima seperti sungai.
Menurut Djojosumarto (2008) pestisida yang bersifat non-sistemik atau bersifat kontak dan
tidak persisten, mengakibatkan pestisida tidak diserap oleh jaringan tanaman, namun hanya
menempel pada bagian luar tanaman.
Pestisida yang tidak persisten akan mudah didegradasi di lingkungan, sehingga kurang
menimbulkan residu dibandingkan pestisida yang lebih persisten (Djojosumarto, 2008).
Disamping itu pestisida jenis organoposfat termasuk pestisida yang lebih mudah terurai, tidak
bertahan lama, dan mudah hilang di alam (Handojo, 1997; Alegantina et al., 2005).

12
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Jenis pestisida yang digunakan oleh petani dalam menyemprot tanaman bawang
merah adalah bervariasi dan berbeda-beda antara petani satu dan petani lainnya
5.1.2 Frekuensi penyemprotan pestisida pada tanaman bawang merah yang dilakukan
oleh petani di Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes sangat tinggi, yaitu rata-
rata lima belas kali dalam satu musim tanam.
5.1.3 Residu pestisida yang terdapat dalam bawang merah masih berada di bawah
ambang batas maksimum residu (BMR) pestisida, sehingga masih relatif aman
untuk dikonsumsi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Alegantina, S., M. Raini, P. Lestari. 2005. Penelitian Kandungan Organoposfat dalam Tomat
dan Slada yang Beredar di Beberapa Jenis Pasar di DKI Jakarta. Media Penelitiandan
Pengembangan Kesehatan.
Ambarwati, E dan P. Yudono. 2003. Keragaan Stabilitas Hasil Bawang Merah.
IlmuPertanian, Fakultas Pertanian, UGM. Vol.10(2).p.2
Amir. 2010. Data Curah Hujan Tahunan. Stasiun Larangan,Sub Dinas Pengairan
PemaliHilir, Brebes
Ardiwinata, A.N. 2008. TeknologiArang Aktif untuk PengendaliResidPestisidadiLingkungan
Pertanian.Http//www.Google.com (online) diakses 15 Maret 2010.
Atmawidjaja,S., D.H. Tjahjono, Rudiyanto. 2004. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar
Residu Pestisida Metidation pada Tomat. ActaPharmaceutica Indonesia. V.29(2):1-9
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 1373:2008. Batas Maksimum Residu Pestisida pada
Hasil Pertanian.
Barchia, M.F. 2009. Pestisida danPolusi Tanah. (on-line)Http//www.google.co.id/artik el.
Diakses 28 Mei 2019 pukul 06.33 WIB
DepartemenPertanian. 2000. Teknologi Budidaya Bawang Merah. Badan Penelitian
danPengembangan Pertanian. Hal.7-10.
Djojosumarto, P. 2008. PanduanLengkap Pestisida danAplikasinya.
AgromediaPustaka, Jakarta
Hameed, S.F & S.P. Singh. 1998. Handbook of Pest Management. New Delhi: Kalayani
Publishers. hlm. 32.
Handojo, D. 1997. Sedikit TentangPestisida. Dinas KesehatanJawa Tengah.
Hidayat, A., Y. Hilman, N. Nurtika, Suwandi. 1991. Hasil-HasilPenelitian Sayuran
Dataran Rendah dalam ProsedingLokakarya Nasional Sayuran, Lembang, 22-24
Nopember 1990
Iriani, E., H. Anwar, Widarto. 2004. Uji Adaptasi Calon Varietas Unggul bawang Merah di
Jawa Tengah. ProsedingSeminar Nasional Inovasi Teknologi dan Kelembagaan
Agribisnis
Iriani, E., Yulianto, H. Anwar, S.Eman, S. Catur, B.S. dede,Soelarno, S. Cahyati.
2001.Pengkajian SUT TerpaduBerbasis Sayuran (PenerapanPHT Bawang
Merah)
Miskiyah & S.J. Munarso. 2009. Kontaminasi Residu Pestisida pada Cabai Merah, Selada,
dan Bawang Merah (Studi Kasus di Bandungan dan Brebes Jawa Tengah serta Cianjur
Jawa Barat). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jurnal
Hortikultur 19 (1): 101-111.
Saenong, M.S. 2007. Beberapa Senyawa Pestisida yang Berbahaya. Prosiding Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel: 192-198.
Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Sumatera Utara.

14

Anda mungkin juga menyukai