Anda di halaman 1dari 53

BAB l

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) merupakan perusahaan tekstil
dengan kegiatan produksi mencakup proses pemasakan (Scouring), pemintalan
(Spinning ), pertenunan (Weaving) , pencelupan (Dyeing), pencapan (Printing),
penjahitan (Garment) , dan penyempurnaan (Finishing). Proses produksi yang
melibatkan penggunaan bahan – bahan kimia adalah proses pemasakan, proses
pencelupan dan penyempurnaan. Bahan kimia yang digunakan dalam proses
pemasakan meliputi NaOH (Natrium Hidroksida) , H2O2 (Hidrogen Peroksida),
soda ash, soda kue, dan urea. Proses pretretment adalah proses dimana awal
pemasakan kain sebelum kain siap pakai untuk proses pencapan (printing).
Pentingnya penggunaan NaOH berperan sebagai penghilang kotoran – kotoran
seperti minyak , lemak, debu, dan lain – lain pada kain. Konsentrasi NaOH saat
proses pemasakan perlu diperhatikan konsentrasinya.
Metode analisis yang digunakan dalam penentuan konsentrasi NaOH
dengan cara metode titrasi asam – basa, titrasi asam basa digunakan untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi
berdasarkan kesetaraan kimia. Pemakaian alkali lain sebaiknya dihindarkan
karena bisa terjadi kerusakan pada kain, setelah proses pemasakan dengan alkali
lemah dengan menghasilkan kain yang bagus dilanutkan dengan proses pencapan
(Printing) (Day, R. A 1984) (Keenan, 1984)
Bahan kimia yang digunakan pada tahap pencelupan di PT Sri Rejeki
Isman Tbk adalah urea, dan zat warna. Urea merupakan bahan yang digunakan
untuk membantu proses kelembaban kain zat pembantu lainya menggunakan soda
as dan soda kue untuk melarutkan zat warna reaktif. Penggunaannya bergantung
pada warna dan coverage zat warna. Pencapan dengan coverage zat warna <30%
tanpa warna turquise penggunaan urea adalah 150g/kg , soda kue dan soda as
30g/kg, dan untuk pencapan coverage zat warna >30% dengan warna turquise
penggunaan urea adalah 200g/kg. Penggunaan urea yang cukup banyak ini dapat
berpengaruh terhadap kelembaban kain yang akan diproduksi. Saat ini belum
ditemukan alternatif yang digunakan untuk mengganti penggunaan urea yang
banyak dalam produksi sedangkan urea juga mempunyai dampak buruk terhadap
lingkungan. Berdasarkan informasi yang bersumber dari MSDS urea, dalam
jumlah banyak urea dapat merusak tumbuhan kecil di perairan dan dapat
menghambat atau mencegah pertumbuhan. Pada konsentrasi tinggi urea bersifat
racun pada kehidupan air dan jika terkena kulit akan menyebabkan iritasi kulit
atau efek kesehatan yang kurang baik ( Erik, 1969).
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dalam penelitian ini
dilakukan penentuan kadar NaOH pada proses pencelupan dan penentuan kualitas
kain hasil pencapan menggunakan zat warna reaktif secara spektrofotometer
datacolor. Hasil kain pencapan dapat dianalisis dengan spektrofotomter data
color “ Spectronic data color “ 600 TM. Prinsip dasar pengukuran menggunakan
spektrofotometer datacolor adalah mengukur perbandingan antara sinar pantul
pada setiap poin di area spektrum cahaya tampak. Nilai yang dihasilkan dari
spektrofotometer itu adalah dalam bentuk nilai ∆E sebagai parameter penentuan
kualitas kain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana profil control chart konsentrasi NaOH pada saat proses
pencelupan?
2. Bagaimana hasil kain pencapan berdasarkan nilai ∆E menggunakan
gliserin dengan urea ketika dianalisis menggunakan spektrofotometer data
color?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui profil control chart dan konsentrasi NaOH dalam proses
pencelupan selama periode waktu berlangsung.
2. Mengetahui nilai ∆E kain hasil pencapan dengan zat warna reaktif
menggunakan gliserin dan membandingkan nilai ∆E tersebut dengan nilai
∆E standar menggunakan spektrofotometer datacolor.

2
1.4 Manfaat
1. Memperoleh ilmu yang telah diterpkan dikampus sebagai wawasan dalam
industri
2. Memberikan informasi tentang alternatif peggunaan gliserin sebagai
pengganti urea
3. Mengetahui standar dalam pabrik dan hasil percobaan
4. Menambah pengetahuan tentang pengganti urea dalam skala banyak yang
diproses dalam pencapan kain kapas dengan zat warna reaktif.

3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Profil Perusahaan
Industri PT. Sri Rejeki Isman Tbk adalah merupakan suatu perusahaan
yang bergerak dibidang tekstil. Pada mulanya PT. Sritex hanya melakukan
pencapan saja, tapi dengan berjalanya waktu PT. Sritex yang sebelumnya
merupakan UD. Sritex dengan cepat meluas dan kemajuan yang pesat sehingga
menjadi Perusahaan tekstil terbesar di Solo, Jawa Tengah pada tahun 2017.
Industri PT. Sri Rejeki Isman Tbk bertempat di Jl. KH. Samanhudi No.8
Jetis, Sukoharjo, Jawa Tengah yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia
H.M Soeharto. Perusahaan ini terus berinovasi dengan menghasilkan produk-
produk bermutu tinggi dengan produk yang sesuai standard ISO 9000 : 2008 dan
ini diakui oleh NATO. Sehingga PT. Sritex menjadi salah satu perusahaan yang
mampu memenuhi kebutuhan seragam tentara untuk 27 negara di dunia. PT. Sri
Rejeki Isman Tbk melakukan produksi dari pembuatan benang hingga kain jadi,
proses produksi yang dilakukan oleh PT. Sritex diantaranya : spinning , weaving,
dyeing, printing.
Proses pemasakan (scouring) pemasakan merupakan bagian dari proses
persiapan pencelupan dan pencapan. Tujuan dari proses pemasakan merupakan
bagian dari komponen penyusun serat berupa minyak-minyak, lemak, lilin,
kotoran-kotoran yang larut dan kotoran - kotoran kain yang menempel pada
permukaan serat dapat dihilangkan. Apabila komponen-komponen tersebut dapat
dihilangkan maka proses selanjutnya seperti pengelantangan, pencelupan,
pencapan dan sebagainya dapat berhasil dengan baik. Zat – zat pemasak pada
dasarnya dilakukan dengan alkali seperti natrium hidroksida (NaOH), hidrogen
peroksia (H2O2) dan air kapur, campuran natrium karbonat dan sabun, amoniak
dan lain-lain. Proses pemasakan serat rayon dan serat sintetik merupakan serat
yang mudah bersih, sehinga pemasakannya cukup memakai detergen atau alkali
lemah. Pemasakan dilakukan dalam larutan soda abu 1 – 2 g/L dan detergen 1 – 2
mL/L pada suhu 700°C selama ½ - 1 jam, selanjutnya dibilas dengan air dingin.
Untuk bahan dari serat poliakrilat pemasakannya menggunakan larutan detergen
1% pada suhu 800°C selama 1 jam, sedangkan untuk serat asetat rayon
menggunakan larutan detergen 1 – 1,5 mL/L dan amonia 1,5 mL/L suhu < 700°C
selama 30 menit. Pemakaian alkali lain sebaiknya dihindarkan karena dapat terjadi
hidrolisa dari seratnya sehingga menimbulkan kerusakan, proses pemasakan
bahan dari serat kapas akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

- Safonifikasi minyak menjadi garam-garam larut.


- Protein akan pecah menjadi asam amino asam amonia.
- Mineral-mineral dilarutkan
- Kotoran-kotoran lain disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
- Zat-zat penguat yang terdapat pada serat akan terlepas.
- Kotoran-kotoran yang disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
Pemasakan merupakan proses persiapan yang memegang peranan penting bagi
bahan tekstil karena dengan pemasakan akan memudahkan bahan untuk menyerap
zat-zat yang ada pada proses basah berikutnya. Tujuan pemasakan adalah untuk
memperoleh bahan tekstil yang bersih atau untuk menghilangkan kotoran alami
baik berupa lemak, minyak, pektin, serisin, gum,kulit biji kapas (pada serat
selulosa dan protein) dan kotoran dari luar seperti oli, debu, spinning oil (pada
serat sintetik) sehingga meningkatkan daya serap pada seluruh permukaan bahan
secara merata (Roetjito, 1979)
Spinning (pemintalan) yaitu proses pengolahan kapas menjadi benang, PT.
Sri Rejeki Isman Tbk terus meningkatkan produksi melalui peningkatan dengan
negara maju dari mesin dan teknologi seni. Terdiri dari 9 pabrik pemintalan
dengan total 4.000 karyawan. Pembagian berputar didukung oleh 2.500 mesin
dengan lebih dari 320.000 mur (cincin spindle) dan mesin modifikasi yang
diimpor dari Asia dan Eropa. Kapasitas produksi 353.000 bal benang / tahun.
Waving (penenunan) yaitu proses pengolahan benang menjadi grey, proses
ini mempersiapkan benang hingga terbentuk anyaman benang yang siap masuk ke
mesin tenun dan dihasilkan lembaran- lembaran kain. Terdiri dari 4.000 karyawan
dengan 2.600 mesin tenun, termasuk alat tenun berkecepatan tinggi. Kapaitas
produksi adalah 120.000.000 meter kain/tahun.

5
Dyeing (pencelupan) yaitu proses setelah dilakukn scouring (pemasakan).
Pencelupan bahan tekstil baik berupa serat, benang, maupun kain dilakukan dalam
sebuah mesin J-Box yang didalamnya terdapat zat – zat kimia pembantu seperti
NaOH dan H2O2. Pemberian akali dilakukan dengan berbagai cara bergantung
pada jenis serat, zat warna dan mesin yang digunakan. Tahap persiapan
pencelupan umumnya dilakukan mengunakan alkali berupa NaOH dan H2O2,
NaOH sebagai alkali berfungsi kuat untuk membantu proses pencelupan.
Sedangkan H2O2 berfungsi sebagai oksidator pada proses pencelupan.
Printing (pencapan) adalah suatu proses pelekatan zat warna secara
setempat pada kain, sehingga menimbulkan motif tertentu. Pelekatan zat warna ini
lebih banyak bersifat fisika-kimia. Golongan zat warna yang digunakan untuk
pencapan sama seperti golongan zat warna untuk pencelupan kain. Selain itu
pada proses pencapan, bermacam-macam golongan zat warna dapat dipakai
secara bersamaan dalam proses pencapan pada satu kain, tanpa saling
mempengaruhi warna aslinya.
Proses pencapan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Pencapan langsung, yaitu pencapan yang dilakukan di atas bahan tekstil
yang masih putih atau berwarna yang hasilnya dapat dilihat.
2. Pencapan tidak langsung, yaitu pencapan yang dilakukan diatas bahan
tekstil yang hasilnya tidak dapat langsung dilihat karena menggunakan zat
pembantu yang bersifat merusak serat, merintangi atau merusak zat warna.
3. Pencapan khusus, yaitu pencapan yang dilakukan secara khusus,
contohnya pencapan alih.
Garment (penjahitan) Yaitu pembuatan pakaian jadi, sritex telah berhasil
memyelesaikan “supermall,” perusahaan tekstil kelas dunia dengan membentuk
satuan garmentnya. Divisi garment mengubah kain menjadi pakaian siap pakai,
terdiri dari 7.000 karyawan di 7 unit garmen didukung oleh 6.350 mesin.
Kapasitas produksi 8.200.000 buah garmen siap pakai / tahun.

6
2.2 Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau
sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida
digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai
basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan
deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia.
Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa natrium oksida yang dilarutkan
dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika
dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida bersifat lembab cair dan secara spontan
menyerap karbon dioksida dari udara bebas (Prasetya, 2012).
Natrium hidroksida ini merupakan zat kimia yang bersifat basa kuat. Dalam
perdagangan lebih dikenal dengan nama caustic soda yang berupa padatan
(kripik/kristal) berwarna putih. Selain dikenal dengan nama caustic soda, natrium
hidroksida dikenal juga sebagai soda api, natronloog, kostik putih, ataupun
sodium hidrat. Adapun sifat-sifat dari natrium hidroksida ini antara lain :
1. Merupakan kristal putih yang mudah mencair atau luntur, dan dapat

menyerap air dan karbon dioksida (CO2) dari udara, larut dalam air,

alkohol dan gliserol.


2. Bersifat korosif untuk jaringan mata, kulit, dan selaput pernafasan. Oleh
karena itu uap kostik soda yang diijinkan pada di udara hanya sebanyak 2
mg tiap meter kubik udara.
3. Pada suhu yang tinggi akan menguap, dan pada suhu yang sangat tinggi
terpisah menjadi logam Na, zat pembakar dan zat cair.
4. Titik didihnya 318ºC, berat jenisnya 2,13 , titik bekunya 5ºC - 11ºC, titik
lelehnya 97,8 ºC.
5. Tekanan uapnya 1 mm Hg, pH larutan basa kuat (Indah, 1996). NaOH ini
banyak digunakan pada pembuatan rayon, kertas, sabun, detergent, proses
pengolahan tekstil, dan sebagainya Dalam proses pemasakan serat alam
sellulosa, NaOH ini berfungsi untuk melarutkan lemak dan kotoran
(Soeparman, 1967)

7
Akan tetapi karena NaOH ini juga bersifat korosif yang merusak bahan-
bahan seperti tekstil, kulit, ataupun kertas, maka dalam pemakaiannya harus
memperhitungkan konsentrasinya (Utari, 1986)
Sifat fisika natrium hidroksida, berbentuk putih padat dan tersedia dalam
bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%, bersifat lembab cair
dan secara spontan, titik leleh 318°C , titik didih 1390°C , padatan berwarna putih.
Sifat kimia natrium hidroksida, menyerap karbon dioksida dari udara bebas,
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, larut dalam
etanol dan metanol, tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya,
larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas,
sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida.

2.3 Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa adalah metode analisis kimia konvensional yang
digunakan untuk menentukan konsentrasi asam maupun basa. Metode titrasi ini
masih digunakan walaupun telah berkembang metode-metode lain dengan
menggunakan instrumen, karena metode titrasi merupakan metode yang cukup
sederhana, mudah, murah, dan aman jika diaplikasikan pada makanan. Titrasi
asam basa didasarkan pada titik ekuivalen antara asam dan basa. Titik ekuivaln
biasanya ditentukan dengan titik akhir titrasi yaitu saat konsentrasi asam
ekuivalen dengan konsentrasi basanya. Titik akhir titrasi ditandai dengan
penambahan substansi ke dalam analit sehingga terjadi perubahan warna setelah
titik ekuivalen terjadi. Substansi yang ditambahkan ke dalam analit disebut
sebagai indikator (Marwati, 2012).
Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa adalah zat-zat warna yang
warnanya bergantung pada pH larutan, atau zat yang dapat menunjukkan sifat
asam, basa dan netral. Batas-batas pH saat indikator mengalami perubahan warna
disebut trayek indikator. Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa
yaitu indikator fenolftalin (PP) dan indikator metil orange (MO). Indikator-
indikator ini merupakan idikator yang sering digunakan dan dijual di pasaran
(Marwati, 2010).

8
Selain indikator komersial, telah ditemukan indikator dari bahan alami
seperti bunga mawar, bunga pukul empat (Miriabillis yapla), bunga rosella dan
bayam merah (Shisir, 2006). Hampir semua tanaman yang menghasilkan warna
dapat digunakan sebagai indikator karena dapat berubah warna pada suasana asam
dan basa. Masing-masing bunga mempunyai sifat spesifik pada penggunaanya
sebagai indikator alami. Sifat-sifat tersebut yaitu mempunyai trayek pH yang
spesifik, dalam bentuk larutan tidak tahan lama, mudah rusak dan berbau tidak
sedap serta mempunyai keakuratan tertentu pada titrasi asam basa tertentu
(Izonfuo, 2006).

2.4 Zat Warna Reaktif


Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang larut dalam air dapat
mengadakan reaksi dengan serat sehingga zat warna tersebut merupakan bagian
dari serat. Ciri khas zat warna reaktif adalah warnanya yang relatif cerah dan
kemampuannya berikatan dengan serat membentuk ikatan kovalen. Ikatan ini
terbentuk dari hasil reaksi antara gugus reaktif pada zat warna reaktif dengan
gugus -OH, -SH, -NH2 dan -NH yang ada dalam serat, sehingga disamping
memberikan hasil pencelupan atau pencapan yang cerah juga tinggi tahan
lunturnya.
Zat warna rektif yang pertama diperdagangkan dikenal dengan nama
Procion. Zat warna ini dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti
wol. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga dicelup dengan zat warna
reaktif untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan yang baik (Djufri, 1973).

2.4.1 Konsep Warna


Warna dalam terminologi sains berarti radiasi cahaya elektromagnetik.
Warna merupakan fenomena psikologis akibat dari stimulasi visual cahaya pada
panjang gelombang tertentu terhadap retina mata yang kemudian diinterpretasikan
didalam otak manusia.

9
(Sumber : Harvey 2000 )
Gambar 2.1 Spektrum cahaya tampak dalam gelombang elektromagnetik
Spektrum elektromagnetik menunjukkan rentang cahaya yang berbeda.
Daerah dengan panjang gelombang panjang memiliki energi rendah dan daerah
dengan panjang gelombang pendek memiliki energi tinggi. Seiring dengan
panjang gelombang yang menentukan energi, panjang gelombang juga
menentukan warna cahaya. Spektrum elektromagnetik mewakili banyak informasi
tentang berbagai bentuk cahaya.
Suatu benda akan terlihat berwarna pada saat terjadi penyerapan sebagian
panjang gelombng cahaya tampak secara selektif, dan memantulkan atau
meneruskan sebagian lainya. Warna – warna hasil penyerapan dan pemantulan
spektra cahaya tampak dapat dilihat pada Tabel 2.1 :

10
Tabel 2.1 Warna hasil penyerapan dan pemantulan spektra cahaya tampak

Panjang Warna Cahaya yang Diserap Warna Cahaya yang


Dipantulkan dan Tampak oleh
Gelombang (nm)
Mata (Warna Komplementer)
400-440 Violet Kuning Kehijauan
440-480 Biru Uning
480-510 Biru – Hijau Orange
510-540 Hijau Merah
540-570 Hijau kekuningan Magenta
570-580 Kuning Biru
580-610 Orange Biru Kehijauan
610-700 Merah Biru – Hijau
(Sumber : Underwood, 1999)

2.4.2 Procion Turqis(CuAl6(PO4)4(OH)8.5H2O)


Zat warna reaktif novacron turquise PGR merupakan zat warna yang
sangat sensitif dalam industri tekstil. Procion turqis memiliki gugus reaktif
monoklorotriazin zat warna reaktif golongan monoklorotriazin. Zat warna ini
memiliki nama lain reactive blue 140, warna turqis yang digunakan ini berupa
serbuk berwarna biru tua dengan pH 6 – 8 dan mempunyai kelarutan > 100 g /L
(20° C). Reaksi yang terjadi pada zat warna ini terdapat pada Gambar 2.4

Gambar 2.2 Reaksi Zat Warna Reaktif Procion Turqis

11
2.4.3 Procion Orange PX-2R , (C24H16Cl2N6O10S3)
Procion orange merupakan zat warna sintetik organik yang digunakan
dalam pencelupan. Zat warna ini mempunyai nama lain MX dye 20 Briliiant
orange. Procion orange ini memiliki nama IUPAC 2-[(2Z)-2-[6-[(4,6-dichloro-
1,3,5-triazin-2-yl)-methylamino]-1-oxo-3-sulfonaphthalen-2-ylidene] hydrazinyl]
naphthalene-1,5-disulfonic acid. Zat warna reaktif ini larut dalam air dengan
kelarutan > 100 g /L (25° C) serta memiliki ph 4,5 – 6,5. Reaksi yang terjadi pada
zat warna ini terdapat pada Gambar 2.5

Gambar 2.3 Reaksi Zat Warna Reaktif Procion Orange

2.4.4 Novacron Red Pbn


Novaron red pbn merupakan zat warna sintetik organik yang sering
digunakan dalam industri tekstil, warna merah yang digunakan ini berupa serbuk
berwarna merah yang mempunyai pH 4,5 – 6,5 dan memiliki kelarutan dalam air
> 100 g /L (25° C). Reaksi yang terjadi pada zat warna reaktif ini terdapat pada
Gambar 2.6

Gambar 2.4 Reaksi Zat Warna Red Pbn

12
2.5 Urea
Urea merupakan hasil penguraian alami metabolisme putih telur baik dari
manusia maupun yang dibuang bersama urine. Sintesa pertama dilakukan oleh
Friedrich Wohler tahun 1928. Sintesa dalam jumLah besar dilakukan dari amonia
dan karbondioksida. Urea terdiri dari 46,7% massa nitrogen dan peranannya
sebagai pupuk nitrogen semakin besar. Urea mempunyai struktur sebagai
berikut:

Gambar 2.5 Struktur kimia Urea

Urea merupakan suatu senyawa yang padat, berbau, dan tidak berwarna.
Urea mudah larut dalam air dan bereaksi netral. Seratus gram urea dalam 100 g air

larut dalam temperatur 17,1oC. Urea merupakan zat pembantu yang penting pada
pencapan zat warna reaktif. Urea adalah zat yang bersifat higroskopis, berwarna
putih dan berbentuk kristal yang bening. Menambah daya kelarutan zat warna
merupakan hal penting, karena semakin sempurna kelarutan zat warna tersebut,
maka semakin besar pula zat warna yang terserap oleh bahan atau serat. Urea
sebagai zat higroskopis dapat memperlambat penguapan air, menjaga zat
warna tetap dalam keadaan larut, sehingga kesempatan zat warna untuk
berdifusi ke dalam serat lebih lama yang menyebabkan bertambahnya
fiksasi zat warna ke dalam serat. Urea diperlukan untuk mencegah terjadinya
pengendapan zat warna sebelum reaksi selesai ( Erik, 1969 ).
Urea merupakan bahan standar yang digunakan dalam pembuatan pasta
pengental, penggunaan urea yang cukup banyak ini sangat berperan dalam
kelembaban kain yang akan di produksi. disamping mempunyai manfaat sebagai
zat higroskopis, Urea juga mempunyai dampak yang tidak baik terhadap
lingkungan. Berdasarkan informasi yang bersumber dari MSDS urea, dalam
jumLah banyak urea dapat merusak tumbuhan kecil di perairan dan dapat

13
menghambat atau mencegah pertumbuhan. Pada konsentrasi tinggi urea bersifat
racun pada kehidupan air dan jika terkena kulit akan menyebabkan iritasi kulit
atau efek kesehatan yang kurang baik ( SNI, 2010 ).
2.6 Gliserin
Gliserin dengan nama kimia 1,2,3, propatriol adalah alkohol sederhana yang
mempunyai 3 gugus hidroksil, dengan rumus molekul C₃H8O₃. Gliserin dapat
diperoleh dari alam, yaitu lemak hewan dan tumbuh-tumbuhan yang disebut
gliserid dan secara sintetik, misalnya propilena yang direaksikan dengan klor.
Gliserin mudah menyerap air dari udara sekitarnya, berarti gliserin bersifat
higroskopis. Jika ada gliserin dibiarkan di tempat terbuka, gliserin tersebut akan
menyerap air dari udara sekitarnya hingga cairan tersebut mengandung 20% air.
Fungsi gliserin dalam penelitian yang dilakukan adalah untuk menjaga
kelembaban dan kestabilan pasta cap karena sifat gliserin yang higroskopis, maka
akan menghambat penguapan air, sehingga dapat menjaga zat warna dalam
keadaan larut. Kesempatan zat warna untuk berdifusi ke dalam serat dapat lebih
lama, akibatnya fiksasi zat warna ke dalam serat akan bertambah besar.

2.7 Prinsip Spektrofotometri


Pengujian konsentrasi pencapan juga akan dilakukan dengan metode analisis
kimia yaitu spektrofotometri. Prinsipnya adalah untuk mengukur perbandingan
antara sinar pantul pada setiap poin di area spektrum cahaya tampak. Nilai yang
dihasilkan dari spektrofotometer itu adalah dalam bentuk nilai ∆E. Nilai ∆E
merupakan nilai beda selisih dari cahaya yang dihasilkan, ∆E yang baik biasanya
0,00 atau < 1 untuk pemantulan difusi sempurna. Cara kerja spektrofotometer
adalah mengikuti teori pembentukan warna. Beda dengan spektrofotometer UV-
vis, spektrofotometer UV-vis mengukur serapan cahaya di daerah ultraviolet
(200–350 nm) dan sinar tampak (350 – 800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan
cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.

14
Suatu sumber cahaya digunakan untuk menyinari sampel dengan penyinaran
dan geometri spesifik. Cahaya yang direfleksi atau di transmisi kemudian
dilewatkan pada penganalisa spektra, dimana cahaya di pisahkan menjadi
beberapa komponen spektra. Sehingga dapat diukur pada setiap poin di sepanjang
spektrum cahaya tampak. Adanya penganalisa inilah yang memberi kelebihan
hasil pengukuran spektrofotometer ( Underwood, 1986)

2.7.1 Spektrofotometer Datacolor


Spektrofotometri adalah suatu metode dalam analisis kimia yang digunakan
untuk mengukur konsentrasi sampel secara kuantitatif berdasarkan interaksi
materi dengan cahaya. Cahaya yang diserap oleh materi ini akan terukur sebagai
transmitans ataupun absorbans. Kolorimeter dan spektrofotometer adalah alat
ukur warna yang mengkuantifikasi warna dalam satuan angka. Color space yang
umum digunakan dalam dunia industri seperti CIE LAB dan CIE LCH untuk
mengevaluasi dan menentukan mutu dari suatu produk. Colorimetric lebih
dikenal dengan istilah chroma meter menggunakan sensor fotodida, seperti fungsi
color matching retina mata manusia yang bisa mendeteksi tiga warna primer.
Ketiga warna dasar inilah yang akan mendasari perhitungan color space CIE
LAB dan CIE LCH.
Spektrofotometer menggunakan prinsip kombinasi LED spektroskopi
presisi, memisahkan cahaya sesuai dengan interval panjang gelombang tertentu,
dan mengadsorbsi kelompok sensor untuk melakukan analisis sensitif.
Spektrofotometer dengan akurasi yang lebih tinggi sangat peka terhadap warna,
hal ini tidak hanya dapat mengukur L* nilai ab, dan ∆𝐸 nilai akurat, akan tetapi
dapat menampilkan kurva reflektansi spektral yang mewujudkan fungsi
pencocokan warna dan menghitung parameter nyata berbagai formula warna.
Kolorimeter dapat mengukur tiga warna primer dengan mudah.

Penentuan ∆E ditentukan dengan rumus :

∆𝑬 = √(∆𝑳)𝟐 + (∆𝒂)𝟐 + (∆𝒃)𝟐


Keterangan : L* = Light / terang

15
a* = Koordinat warna (merah, orange, turqis)
b* = Koordinat warna
∆ = Perbedaan untuk L* (∆L*), a* (∆a*), dan b* (∆b*)
∆E = Total perbedaan warna
Beda warna (∆E) adalah nilai yang menunjukkan karakter warna dua objek yang
diukur serta dibandingkan secara kuantitatif dan dihitung dari resultan semua
nilai koordinat atau karakter warna pada suatu sistem ruang warna. Nilai beda
warna dihitung dari selisih nilai warna strandar dan sampel. Spektofotometer
datacolor mempunyai instrumentasi alat di tunjukkan pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Spektrofotometer Datacolor

16
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam PKL di PT. Sri Rejeki Isman. Tbk. yaitu :
buret 50 mL, statif dan klem, erlenmayer 250 mL, corong, gelas ukur 10 mL, 25
mL, gelas plastik, gelas beaker 100mL, 250 mL, pengaduk, data color auto lab
TFC-128 DP 128, spektrofotometer “ Spectronic data color “, gelas plastik 200 g,
mixer / pengaduk, steamer, mesin printing mini zimmer, wadah / ember plastik.

3.2 Bahan
Zat pada saturator scouring (tangki mobil), NaOH (natrium hidroksida), air
kran, indikator PP, H2SO4 , dyestuff (reactive), seperti novacrom red Pbn,
procion orange, procion turqis PGN, kain rayon R12 , air, alginate 5% (C6H8O6)n,
soda kue (NaCO3), soda ash (Na2CO3), Urea (CH4N2O) 150 g, Gliserin (C3H8O3).

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Penentuan kadar NaOH (Natrium Hidroksida)
Sebanyak 10 mL larutan NaOH diambil dari tengki mobil atau saturator
scouring, kemudian ditambahkan dengan 500 mL air dan diaduk rata. Larutan
diambil 10 mL dan ditambah dengan 50 mL air. Larutan ditetesi dengan indikator
pp sebanyak 2 – 3 tetes. Larutan dititrasi dengan H2SO4 0,1 N sampai warna
merah muda hilang.

3.3.2 Pembuatan larutan zat warna reactive


Air dengan perbandingan 1:1 air panas dan dingin dimasukkan ke dalam
botol kaca dengan volume 1000 mL. Zat warna (dyestuff) dimasukkan sebanyak
150 g ke dalam botol kaca. Campuran diaduk selama 3 menit dengan magnetic
stirrer. Tambahkan air sebanyak 245 g. Campuran diaduk dengan magnetic
stirrer hingga homogen.
3.3.3 Pembuatan pasta pengental (thickener) 1 kg
Sebanyak 50 g serbuk alginate 5%, urea 150 g, soda kue 30 g, soda ash 5
g, dan air 755 g dimasukkan ke dalam bak wadah / ember. Bahan thickener
dicampur dan diaduk hingga merata.

3.3.4 Penentuan variabel gliserin dengan pembanding urea sebagai standar


Pabrik
Dyestuff dengan warna turquise, orange, dan merah dimasukkan ke dalam
wadah / gelas dengan volume 200 mL. Dyestuff kemudian ditambah alginate
(pengental) hingga volume penuh 200 g. Warna turqise, orange, dan merah di
variasikan dengan konsentrasi gliserin yaitu 0, 40, 50 g/kg atau setara dengan
volume gliserin 0, 8, dan 10 mL dalam setiap pencampuran alginate. Sebagai
pembanding dilakukan pencapan yang sama menggunakan zat higroskopis urea
200 g/kg (standar pabrik). Standar pabrik yang digunakaan adalah dengan
memberikan pengental sesuai prosedur yang digunakan dalam pabrik seperti
alginat, urea, soda kue, soda ash, dan air.

3.3.5 Proses pengecekan warna pada kain


Zat warna (dyestuff) yang konsentrasinya sudah ditentukan dengan pasta
pengental (thickener). Cara pembuatan pengental pertama – tama disiapkan bahan
– bahan yang digunakan sesuai standar pabrik seperti alginat 50 g, ditaburkan
alginat sedikit demi sedikit ke dalam ember, setelah itu ditambah air 250 mL
pertama , kemudian ditambah urea 150 g, pengental (thickener) dimixer hingga
merata selama 15 menit, setelah itu tambahkan soda kue dan soda ash masing –
masing ke dalam ember, ditambahkan air 500 – 750 mL dan dimixer lagi hingga
campuran merata selama 1 jam hingga homogen.
Proses selanjutnya disiapkan kain rayon dengan kode R12. Kain yang
disiapkan kemudian diprint dengan dyestuff. Kain dikeringkan setelah dilakukan
printing. Kain disteam selama 12 menit dengan suhu 94 °C. Kain direndam dan
disteam selama 5 menit dengan air panas. Kain yang telah di printing dikeringkan
pada mesin drying hingga kering. Hasil kain yang telah kering setelah melewati
proses printing akan dianalisis langsung menggunakan spektrofotometer

18
datacolor. Hasil koreksi dicek dengan membaca nilai ∆E dengan cara pengukuran
menggunakan spektrofotometer datacolor seperti pada Gambar 3.1, 3.2, 3.3, 3.4,
3.5, dan 3.6 di bawah ini:

Gambar 3.1 Procion Orange Gambar 3.2 Hasil Pencapan

Gambar 3.3 Procion Turqis Gambar 3.4 Hasil Pencapan

Gambar 3.5 Novacron Red Gambar 3.6 Hasil Pencapan

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan NaOH dalam Proses Pencelupan


Natrium hidroksida merupakan alkali yang digunakan dalam proses
pencelupan. Natrium hidroksida berfungsi sebagai penghilang kotoran, debu, dan
lemak dalam serat kain sehingga serat menjadi bersih. Pada prinsipnya proses
pemasakan serat kapas adalah dengan mendidihkan bahan tekstil dengan larutan
natrium hidroksida / soda kostik dengan konsentrasi tertentu selama waktu dan
temperatur tertentu. Akan tetapi karena natrium hidroksida ini juga bersifat
korosif yang merusak bahan-bahan seperti tekstil, kulit, ataupun kertas, maka
dalam pemakaiannya harus memperhitungkan konsentrasinya. Pencelupan
merupakan proses persiapan yang memegang peranan penting bagi bahan tekstil
karena dengan pemasakan akan memudahkan bahan untuk menyerap zat-zat yang
ada pada proses basah berikutnya. Tujuan pemasakan adalah untuk memperoleh
bahan tekstil yang bersih atau untuk menghilangkan kotoran alami baik berupa
lemak, minyak, pektin, serisin, gum,kulit biji kapas dan kotoran dari luar seperti
oli, debu, spinning oil (pada serat sintetik) sehingga meningkatkan daya serap
pada seluruh permukaan bahan secara merata (Utari, 1986). Proses pencelupan
dengan natrium hidroksida menggunakan kain rayon R12 harus sesuai standar
yang ditetapkan pada sebuah pabrik dengan konsentrasi di bawah 5.00 m. Natrium
hidroksida pada suhu dan tekanan yang tinggi akan mengakibatkan kepudaran
pada kain sehingga akan mengakibatkan konsentrasi pada hasil pencelupan di atas
rata – rata. Natrium hidroksida umumnya banyak dipilih sebagai zat pengelantang
dibandingkan dengan sodium hipokhlorit dan sodium khlorit , oleh karena itu
mudah penggunaannya dan cocok untuk proses - proses dingin maupun panas ,
dalam waktu yang singkat ataupun yang lama ( Salihima, 1978).
Penentuan kadar natrium hidroksida dalam proses pencelupan dilakukan
dengan menggunakan metode volumetri yaitu dengan titrasi asam – basa, adapun
titrannya adalah larutan standar H2SO4. Titrasi asam – basa didasarkan pada
persamaan reaksi yang telah pasti. Karakteristik titrasi asam basa Jika larutan
bakunya asam disebut asidimetri sedangkan jika larutan bakunya basa disebut
alkalimetri. Konsentrasi larutan asam/basa dihitung secara stokiometri pada
keadaan ekivalen asam sama dengan ekivalen basa. Titrasi asam – basa,
diperlukan indikator untuk menentukan titik titrasi. Jika indikator yang digunakan
tepat, maka indikator tersebut akan berubah warna pada titik akhir titrasi. Prinsip
kerja titrasi asam basa adalah titrasi asam basa yang melibatkan asam atau basa
sebagai titer atau titran.
Reaksi yang terjadi pada titrasi tersebut yaitu
2NaOH (aq) + H2SO4 (aq) → Na2SO4 (aq) + 2H2O (l)
Kadar NaOH sangat menentukan kualitas kain yang dihasilkan. Kadar yang
sangat tinggi akan merusak produksi kain yang diindikasikan dengan warna yang
memudar. Oleh karena itu pemantauan terhadap stabilitas kadar NaOH setiap
waktu menjadi hal yang sangat penting. Kontrol terhadap stabilitas dapat
ditentukan dengan pembuatan Tabel kontrol chart dan bagan kendali sebagaimana
tertuang pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kadar
NaOH pada proses pencelupan selama 5,5 jam cukup stabil. Kadar tertinggi
terpantau pada jam 13.00 atau menit ke 210 sedangkan kadar terendah pada jam
14.00 atau menit ke 270. Kadar NaOH saat proses pencelupan tidak boleh lebih
dari 99,6 g/L atau setara dengan H2SO4 0,1 N sebanyak 5 mL karena akan
berakibat terhadap kepudaran hasil kain yang diperoleh.

21
4.1 Tabel Kadar Pencelupan dalam NaOH

V Kadar
H2SO4 NaOH Rata-rata X+3SD X-3SD
(mL) (g/L) (g/L) (g/L) (g/L)
09.30 2,88 57,6 72,6182 119,0302 26,2062
10.00 3,68 73,6 72,6182 119,0302 26,2062
10.30 3,04 60,8 72,6182 119,0302 26,2062
11.00 4,32 86,4 72,6182 119,0302 26,2062
11.30 3,36 67,2 72,6182 119,0302 26,2062
12.00 4,32 86,4 72,6182 119,0302 26,2062
13.00 4,96 99,2 72,6182 119,0302 26,2062
13.30 3,2 64 72,6182 119,0302 26,2062
14.00 2,32 46,4 72,6182 119,0302 26,2062
14.30 3,3 66 72,6182 119,0302 26,2062
15.00 4,56 91,2 72,6182 119,0302 26,2062
SD (g/L) 15,471

140

120
Kadar NaOH (mg/L)

100 98,4
86,4 86,4 91,2
80
73,2
67,2 63,6 66 UCL
60 57,6 60
45,6 LCL
40

20

0
09.30 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 13.00 13.30 14.00 14.30 15.00
Waktu (jam)

Keterangan :
1. UCL = X rata” + 3SD
2. LCL = X rata” - 3SD
Gambar 4.1 Kadar NaOH dalam pencelupan

22
4.2 Penentuan Zat Warna Reaktif
Penentuan zat warna adalah suatu tahapan penting dalam penentuan pasar
selain kualitas bahan atau kain . Penentuan zat warna akan disesuaikan dengan
jenis kain agar mendapatkan hasil yang maksimal pada proses pencapan. Dalam
hal ini pada penggunaan serat rayon yang akan digunakan yaitu zat warna reaktif,
zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat bereaksi secara kimia dengan serat
selulosa dalam ikatan yang stabil. Karena tidak ada cara khusus untuk menguji zat
warna reaktif, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian yang
menunjukkan ada tidaknya zat warna yang luntur dalam air.
Warna yang digunakan saat dilakukan penelitian ada 3 warna dibawah ini :
1. Procion Turqis(CuAl6(PO4)4(OH)8.5H2O)
2. Procion Orange PX-2R , (C24H16Cl2N6O10S3)
3. Procion Orange PX-2R , (C24H16Cl2N6O10S3)
Zat warna reaktif dalam praktik kerja lapangan ini dipilih karena sifatnya
yang tahan terhadap luntur baik. Dalam proses printing zat warna reaktif,selain
terjadi reaksi fiksasi dengan serat, zat warna reaktif juga mengadakan reaksi
dengan alkali dan air (hidrolisa). Maka sisa zat warna yang terhidrolisa dan
tertinggal dalam serat harus dihilangkan dengan cara penyabunan agar ketahanan
luntur warna hasil pencelupanya menjadi meningkat.
Zat warna reaktif yang memiliki sifat kelarutan yang tinggi biasanya
ditujukan untuk mempermudah proses persiapan zat warna, mendapatkan hasil
celupan yang rata dan agar dapat dipakai dalam metoda kontinyu dan pencapan.
Zat warna yang molekulnya agak besar, jumlah gugus pelarut yang banyak sangat
diperlukan. Tidak semua zat warna reaktif yang berada pada larutan
berbentuk monomolekul beberapa diantaranya akan beragregasi. Penambahan
garam akan memperbesar gejala ini, bahkan kemungkinan akan terjadi
pengendapan zat warna. Kecenderungan beragregasi ini dapat berkurang
dengan adanya penambahan alkali ( Ismianingsih, 1978).
Penentuan zat warna juga telah distandarkan dengan sistem ruang warna yang
berlaku secara internasional. Dalam penyusunan tugas akhir ini penentuan zat

23
warna menggunakan sistem ruang warna CIE L*a*b 1976, dalam sistem ruang
warna tersebut berlaku kriteria sebagai berikut :
1. Jika ∆L* positif maka warna lebih muda dari warna standar, sebaliknya
jika negatif maka warna lebih tua dari standar.
2. Jika nilai ∆a positif, maka warna akan lebih merah dari standar dan
sebaliknya , jika negatif maka warna akan lebih hijau dari standar.
3. Jika nilai ∆b positif, maka warna akan lebih kuning dari standar dan
sebaliknya , jika negatif maka warna akan lebih biru dari standar.
4.3 Penetuan Awal Pembuatan Pengental
Alginat digunakan sebagai pengental pada proses pencapan kain pada
industri tekstil. Alginat dicampur dengan zat warna reaktif atau zat warna dispersi.
Pasta pencapan, bagian yang terbesar adalah pengental dengan porsi 80% atau
lebih berfungsi sebagai media dan berperan sebagai pengantar zat warna masuk ke
dalam serat dan mencegah terjadinya migrasi agar motif warna tetap tajam
(Zubaidi, 2004). Pembuatan pasta cap disesuaikan dengan resep yang telah
ditentukan, kesesuaian warna, dan urutan warna motif. Jumlah pasta cap dibuat
sesuai dengan jumlah bahan yang dicap. Prinsip pembuatan pasta cap adalah
percampuran sejumlah zat warna yang telah dilarutkan atau dipastakan dengan air
atau dengan bantuan zat pelarut zat warna kedalam pengental induk yang telah
dicampur dengan zat-zat pembantu secara sedikit demi sedikit sambil diaduk,
setelah pengadukan selesai kemudian diukur viskositasnya. Proses awal
pembuatan pasta cara pembuatan pengental pertama – tama menyiapkan bahan –
bahan yang digunakan sesuai setandar pabrik seperti alginat 50 g, ditaburkan
alginat sedikit demi sedikit kedalam ember setelah itu tambahkan air 250 mL
pertama , kemudian tambahkan urea 150 g, dimixer hingga merata selama 15
menit, setelah itu tambahkan soda kue dan soda ash masing – masing kedalam
ember, ditambahkan air 500 – 750 mL dan di mixer lagi hingga campuran merata
selama 1 jam hingga homogen.
Pengental berfungsi untuk melekatkan zat warna pada permukaan kain
yang akan diwarnai dalam proses pencapan. Supaya memperoleh gambar yang
tajam,warna yang rata, penetrasi zat yan cukup baik. Pengental digunakan dalam

24
proses pencapan sebagai medium untuk melekatkan zat warna pada
permukaan kain, medium air seperti halnya pada pencelupan tidak bisa
dipergunakan karena sifat air yang menyebar sehingga menyebabkan gambar
membias. Medium untuk membawa zat warna pada pencapan harus memiliki
viskositas atau kekentalan yang cukup agar zat warna yang dicapkan tidak keluar
motif yang sudah ditentukan.
Viskositas yang sesuai sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang
memuaskan. Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan pata cap hanya
mewarnai permukaan kain saja, sedangkan viskositas yang rendah berakibat hasil
pencapan pastanya menyebar sehingga gambar tidak tajam. Selain fungsi utama
pengental untuk melekatkan zat warna, fungsi lain dari pengental adalah :
a. Untuk membawa zat warna dan zat pembantu
b. Untuk melawan kapilaritas dari kain
c. Untuk mencegah migrasi selama pencepan berlangsung
d. Untuk meningkatkan daya adesi zat warna yang belum terfiksasi
dalam serat
e. Untuk mengikat air dari hasil kondensasi uap pada proses fiksasi
f. Bertindak sabagai koloid pelindung agar zat warna tidak
mengendap selama pencapan berlangsung.
Viskositas pengental ditentukan oleh jenis pengental, kemampuan
pengental untuk menggelembung atau mengembang sehingga dapat mengikat
molekul air sebanyak mungkin menentukan banyaknya zat padat yang digunakan
untuk mencapai suatu tingkat viskositas tertentu. Pengental yang membutuhkan
kadar zat padat tinggi untuk memperoleh suatu tingkat viskositas tertentu disebut
pengental dengan viskositas rendah, sebaliknya pengental yang hanya sedikit
membutuhkan kadar zat padat untuk mencapai viskositas tertentu disebut
pengental dengan viskositas yang tinggi.
Bahan pengental yang digunakan harus memenuhi syarat adalah senyawa
natriun alginat yaitu manutex yang terbuat dari agar-agar rumput laut digunakan
5% sebanyak 50 g. Jenis alkali yang digunakan berdasar pada tingkat reaktif zat
warna serta kestabilan pasta capnya yaitu soda kue bisa disebut juga dengan

25
natrium bikarbonat dalam pengentalan dibutuhkan sebanyak 40 g soda kue yang
memberikan tingkat kestabilan pasta cap yang tinggi, selain itu harganya murah.
Penambahan alkali digunakan untuk menghindari hidrolisa zat warna. Natrium
karbonat atau soda ash dapat digunakan untuk menghasilkan pewarnaan yang
cukup tinggi karena mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi yaitu sebanyak 5 g,
dan urea sebanyak 150 g hal ini yang berfungsi untu menjaga kestabilan dan juga
sebagai zat anti reduksi dan juga higroskopis. Penambahan air juga diperlukan
sebagai zat pelarut untuk melarutkan semua komponen zat pengental agar semua
homogen ( Komarudin, 2005).

4.4 Penentuan ∆E Kain Hasil Pencapan Menggunakan Spektrofotometer


Datacolor
Penentuan konsentrasi mutlak diperlukan untuk mendapatkan ukuran yang
akan dipakai dalam proses pencapan. Tujuanya adalah membuktikan bahwa
konsentrasi zat warna yang dianalisis sudah sesuai dengan pantone. Dalam hal ini
adalah pengaruh urea dan gliserin. Antara dua zat itu akan sama-sama dicari
konsentrasinya untuk menentukan besaran nilai ∆E. Dalam tahapan ini akan
dilakukan perhitungan atau pencarian dari nilai ∆E dengan metode
spektrofotometer datacolor.
Langkah awal untuk menetukan zat warna adalah dengan menyiapkan kain
yang akan dianalisis sebagai kain contoh untuk uji coba lapangan. Sampel
dianalisis menggunakan metode spektrofotometer untuk melihat nilai ∆E yang
paling rendah untuk menentukan konsentrasi yang dipakai. Pantone (data base
sampel warna standar pabrik) yang digunakan yaitu ada 3 macam dengan kode
Red(6) R6, Turqis P6N dan procion orange. Hasil penentuan nilai ∆E pada
pencapan kain ditunjukkan pada Tabel 4.2
Langkah yang pertama yaitu menyiapkan zat warna (dyestuff) dengan
konsentrasi yang telah dianalisis menggunakan spektrofotometer, dicampurkan
dengan zat pengental (thickener) hingga homogen. Fungsi dari pengental adalah
melarutkan zat warna pada serat selulosa. Serat selulosa merupakan serat hidrofil
yang strukturnya berupa polimer selulosa dengan derajat polimerisasi yang

26
bervariasi. Persiapan pasta cap dilakukan dengan mencampur zat warna dengan
urea dan air panas, urea akan membantu melarutkan zat warna. Pengental alginat
ditambahkan diaduk-aduk hingga homogen dan dibiarkan dingin. Alkali
ditambahkan terakhir menggunakan soda kue, soda ash, urea dan sedikit soda
kostik.
Urea merupakan bahan standar dalam persiapan pasta cap, namun dalam
penelitian yang dilakukan peneliti melakukan uji coba dengan menggunakan
gliserin sebagai pengganti urea. Kualitas hasil kain dan kelembaban yang di
lakukan dengan pencapan menggunakan gliserin akan berbeda dengan
menggunakan urea, namun karena urea dalam jumlah banyak dalam pembuatan
pasta cap akan merusak kain, maka peneliti melakukan variasi dengan
menggunakan gliserin. Pengurangan urea terhadap kualitas hasil pencapan akan
terlihat setelah dilakukan proses printing. Kemudian menyiapkan kain rayon
kode R12, diprinting (pencapan) menggunakan mesin mini zimmer. Setelah
diprint dilakukan pengeringan yang bertujuan menghilangkan kandungan air pada
lapisan pasta cap sehingga mencegah zat warna bleeding dan untuk memudahkan
penanganan kain hasil cap untuk proses fiksasi. Proses selanjutnya yaitu di steam
selama 10 menit dengan suhu 94°C agar lapisan zat warna dapat masuk dan
berikatan dengan serat membentuk ikatan hidrogen dan ikatan kovalen sehingga
hasil printing memiliki ketahanan luntur warna. Dalam proses penguapan, uap
terkondensasi pada permukaan lapisan pasta cap (printing), kondensat membantu
pelarutan zat warna untuk masuk kedalam serat (difusi), agar tidak terjadi blobor
(bleeding) atau migrasi zat warna keluar dari motif ( Lubis, 1998 )
Setelah proses steaming, proses pencucian setelah fiksasi zat warna
dimaksudkan untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi, pengental dan
zat-zat kimia pembantu sehingga akan diperoleh hasil yang baik. Proses
pencucian setelah fiksasi zat warna, dimaksudkan untuk menghilangan zat warna
yang tidak terfiksasi, pengental dan zat-zat kimia pembantu sehingga akan
diperoleh hasil pewarnaan yang brilian, mempunyai ketahanan luntur yang baik
dan hasil kain cap yang lembut, demikian pula akan memberikan hasil yang
memuaskan. Dalam proses pencucian diawali dengan cuci dingin dan panas

27
selama 5 menit fungsi pencucian dingin dan panas di maksudkan untuk
pembasahan dan pengebangan lapisan pasta cap sehingga mudah dilarutkan dan
lepas dari kain. Pencucian hasil pencapan zat warna reaktif pada kain rayon akan
memberikan hasil yang optimal jika kondisi fiksasi zat warna yang diterapkan
sebelumnya benar-benarn telah sesuai, sehingga semua zat warna di dalam kain
hanya berada dalam keadaan bersih sempurna. Sehingga pada pencucian dengan
menggunakan cukup air dan waktu dapat dibersihkan dari kain, selanjutnya proses
penyabunan dengan deterjen pada temperatur yang sesuai agar keseluruhan sisa-
sisa residu termasuk zat warna yang tidak terfiksasi dilepaskan dari kain.
Pengeringan setelah pencucian harus segera dilakukan untuk menghindari
penodaan warna, pengeringan dilakukan diatas mesin drying.
Kemudian hasil warna printing yang sudah dikeringkan dicek dengan
sample buku pantone atau buku data base warna yang ada di perusahaan,
pengecekan dengan pantone dilakukan dalam box light dengan lampu toko, lampu
uv, dan lampu matahari. Ketika dicek dengan 3 lampu dan hasilnya berbeda-beda,
maka menunjukkan bahwa kain hasil printing dengan konsetrasi zat warna yang
digunakan belum sesuai, sehingga dilakukan koreksi menggunakan
spektrofotometer untuk mendapatkan hasil dengan tingkat beda warna yang
rendah atau nilai tolerasi beda warna kecil. Dilakukan koreksi sebanyak tiga kali
dan diperoleh nilai koreksi ∆E ( Hartanto, 1978 ) ( Miles, 1981)
Langkah awal untuk menetukan zat warna adalah dengan menyiapkan kain
yang akan dianalisis sebagai kain contoh untuk uji coba lapangan. Sampel
dianalisis menggunakan metode spektrofotometer untuk melihat nilai ∆E yang
paling rendah untuk menentukan konsentrasi yang dipakai. Pantone (data base
sampel warna standar pabrik) yang digunakan yaitu ada 3 macam dengan kode
Red(6) R6, Turqis P6N dan procion orange. Hasil penentuan hasil pencapan kain
ditunjukkan pada Tabel 4.2
Penentuan ∆E ditentukan dengan rumus :

∆𝑬 = √(∆𝑳)𝟐 + (∆𝒂)𝟐 + (∆𝒃)𝟐


Keterangan : L* = Light / terang
a* = Koordinat warna (merah, orange, turqis)

28
b* = Koordinat warna
∆ = Perbedaan untuk L* (∆L*), a* (∆a*), dan b* (∆b*)
∆E = Total perbedaan warna

Tabel 4.2 Penentuan Konsentrasi Zat Warna dengan Spektrofotometer

Variasi
No Warna Konsentrasi ∆L* ∆B* ∆A* ∆E*
Gliserin g/kg
0 - - - -
1 Turqis 40 14,22 6,89 -1,37 15,86
50 13,88 6,22 -2,47 15,33
0 - - - -
2 Orange 40 0,18 2,47 0,41 2,51
50 -0,33 4,98 0,99 5,09
0 - - - -
3 Red 40 -0,77 1,85 -1,28 1,77
50 -0,79 1,17 -0,90 1,67

Keterangan :
Penentuan zat warna yang dihasilkan apabila warna lebih tua dari standar,
maka hasil yang didapat tidak masuk range ∆E ,sebaliknya nilai ∆E yang
dihasilkan yang masuk dalam range pencelupan yang baik adalah 0,0 dengan
menunjukkan warna untuk kain mendekati standar pada pabrik dibuktikan pada
Gambar dibawah ini :

29
Gambar 4.1 Procion Turqis

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa warna procion turqis dengan
∆E pada konsentrasi 40 g/kg dengan selisih beda warna 15,86, sedangkan pada
konsentrasi 50 g/kg 15,33. Kesimpulanya adalah penggunaan urea dan gliserin
yang ditentukan dengan spektrofotometer datacolor warna yang signifikan
mendekati standar pada pabrik adalah hasil dengan penambahan gliserin sebanyak
40 g/kg. Sedangkan untuk konsentrasi 50g/kg hasil yang didapatkan lebih tua dari
standar, ditunjukkan pada Gambar 4.1

30
Gambar 4.2 Procion Orange

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa warna procion orange dengan
∆E pada konsentrasi 40 g/kg dengan selisih beda warna 2,51, sedangkan pada
konsentrasi 50 g/kg 5,09. Kesimpulanya adalah penggunaan urea dan gliserin
yang ditentukan dengan spektrofotometer datacolor warna yang signifikan
mendekati standar pada pabrik adalah hasil dengan penambahan gliserin sebanyak
40 g/kg. Sedangkan untuk konsentrasi 50g/kg hasil yang didapatkan lebih tua dari
standar, ditunjukkan pada Gambar 4.2

31
Gambar 4.3 Novacron Red

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa warna novacron red dengan
∆E pada konsentrasi 40 g/kg dengan selisih beda warna 1,77, sedangkan pada
konsentrasi 50 g/kg 1,67. Kesimpulanya adalah penggunaan urea dan gliserin
yang ditentukan dengan spektrofotometer datacolor warna yang signifikan
mendekati standar pada pabrik adalah hasil dengan penambahan gliserin sebanyak
40 g/kg. Sedangkan untuk konsentrasi 50g/kg hasil yang didapatkan lebih tua dari
standar, ditunjukkan pada Gambar 4.3
Beda warna (∆E) adalah nilai yang menunjukkan perbedan karakter warna
dua objek yang diukur serta dibandingkan secara kuantitatif dan dihitung dari
resultan semua nilai koordinat atau karakter warna pada suatu sistem ruang warna.
Nilai beda warna dihitung dari selisih nilai warna strandar dan sampel.

32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan Praktik Kerja Lapangan yang berjudul
Penentuan NaOH Dalam Proses Pencelupan dan Zat Warna Reaktif Pada kain
Hasil Pencapan Di PT. SRI Rejeki Isman Tbk dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar NaOH pada proses pencelupan
selama 5,5 jam cukup stabil. Kadar tertinggi terpantau pada jam 13.00 atau
menit ke 210 sedangkan kadar terendah pada jam 14.00 atau menit ke 270.
Kadar NaOH dalam proses pencelupan yang dilakukan selama 6 jam
diperoleh kadar NaOH dalam range 57,6 g/L – 98,4 g/L.

2. Hasil analisis pencapan kain menggunakan variasi gliserin dan urea


dengan zat warna reaktif selisih beda warna ∆𝑬 sebesar 15,86 dengan
konsentrasi zat warna turqish, 2,51 untuk konsentrasi zat warna orange,
1,77 untuk konsentrasi zat warna red, yang mana nilai ∆E yang baik yaitu
<1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kain hasil pencapan menggunakan
ketiga zat warna reaktif untuk penambahan variasi dengan gliserin
mendekati standar yang ditentukan dengan konsentrasi 40 g/kg.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil praktik kerja lapangan yang telah dilakukan di
laboratorium PT Sri Rejeki Isman Tbk, maka saran yang direkomendasikan
setelah melakukan penelitian ini yaitu teliti dalam melakukan pengujian sampel di
laboratorium agar rentang kesalahan yang diperoleh relatif kecil dan menyarankan
untuk kalibrasi alat spektrofotometer datacolor setiap bulan agar dalam sekali
analisis zat warna mendapat hasil yang akurat.
Standarisasi larutan H2SO4 harusnya dilakukan dalam penelitian ini agar
kita mengetahui konsentrasi larutan H2SO4 0,1 N dalam pabrik sama dengan
keakuratan standarisasi yang kita lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A., dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif
diterjemahkan oleh Lis Sopyan, Edisi enam. Erlangga: Jakarta.

Djufri, R., Kasunarno, Salihima, A. dan Lubis, A. 1976. Teknologi


Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan. Bandung: Institut Teknologi
Tekstil.

Hartanto, N. Sugiarto, 1978. Teknologi Tekstil, PT. Praduya Paramita, Jakarta.

Harvey, David. 2000. Modern Analitycal Chemistry. The McGraw-Hill


Companies. USA

Isminingsih, 1978. Kimia Zat Warna, Institut Teknologi Tekstil, Bandung.

Izonfuo, L. T., Fekamhorhobo, G. K., Obomanu, G. K., Daworiye, L. T., 2006,


Acid Base Indicator Properties of Dye from Local Plant: Bassella alba
and Hibiscus rosasinencis, Journal of Applied Sciences and
Environmental Managemen, 10 (1), 5-8.

Kenaan, Charles W. 1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Kissa, E. Urea in Reactive Dyeing, Textile Researc Journal. Vol 39, 1969.

Kissa, E. Urea in Reactive Dyeing, Textile Researc Journal. Vol 39, 1969.

Komarudin, A. 2002. Pengaruh Waktu Penyimpanan Pasta Cap Natrium Alginat


dan Campuran Natrium Alginat-Emulsi terhadap Hasil Pencapan Rayon
Viskosa Menggunakan Zat Warna Reaktif. Skripsi. Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil. Bandung.

Lubis, Arifin, S. 1998. Teknologi Pencapan Tekstil, STTT, Bandung.

Marwati, S. 2010. “Aplikasi Beberapa Ekstrak Bunga Berwarna sebagai Indikator


Alami Pada Titrasi Asam Basa”. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta : FMIPA UNY.

Marwati, S. 2012. “Ekstraksi dan Preparasi Zat Warna Alami sebagai Indikator
Titrasi Asam-Basa”. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan
dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

Miles, L. W. C. 1981. Textile Printing, Dyes Company Publicational Trust.

34
Prasetya, A., Widhiyanuraiyawan, D. dan Sugiarto. 2012. Pengaruh konsentrasi
Naoh terhadap kandungan gas CO2 dalam proses purifikasi biogas
sistem continue. repository. Fakultas Teknik. Universitas Brawijaya.
Malang.

Roetjito & Djaloes,G. M. 1979. Pengujian Tekstil I. Jakarta: Depdikbud.

Salihima, Astini, S. 1978. Pedoman Praktikum Pengelantangan dan Pencelupan,


Institut Teknologi Tekstil, Bandung.

Shisir, M. N., Laxman, J. R., Vinayak, R. N.,dan Jacky, D. R., Bhimrao, G. S.


2006. Use of Miriabilis Jalapa L. Flower Extracts as a Natural Indicator
in Acid Base Titration. Journal of Pharmacy Research. Vol. 1 (2).

Standar Nasional Indonesia. 2010. SNI 2801: 2010 Pupuk Urea. Jakarta : Badan
Standar Nasional Indonesia.

Surya Indah. 1996. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Penguapan pada
Proses Kostisasi terhadap Kualitas Kain Rayon Viskosa. Skripsi: UII
Yogyakarta.

Soeparman. 1967. Teknologi Kimia Tekstil. Bandung: ITT

Underwood, A.L. dan Day, R. A., 1984. Analisa Kimia Kwantitatif, edisi 4, hal.
90-91, Erlangga, Jakarta.

Underwood, A. L dan R. A. Day. J. R. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif


edisi Kelima. Penerbit Erlangga: Jakarta

Utari, K. B. L. 1986. Tingakat Kerusakan Serat Polyester Pada Pengerjaan


Dengan Costik Soda Konsentrasi Tinggi Pada Berbagai Kondisi.
Bandung: Tesis. ITT.

Utari, K. B. L. 1986. Tingakat Kerusakan Serat Polyester Pada Pengerjaan


Dengan Costik Soda Konsentrasi Tinggi Pada Berbagai Kondisi.
Bandung: Tesis. ITT.

Zubaidi, Masitoh, E. dan Waluyo, N. 2004. Penelitian Pengental Berbasis Sumber


Daya Alam untuk Pencapan Zat Warna Procion red H. Arena Tekstil.
19(1):1–38.

35
LAMPIRAN

36
Lampiran 1. Skema kerja
SKEMA KERJA

NaOH 10 mL
larutan sampel

Diencerkan 500
mL kedalam gelas
beaker 500 mL

Dipipet 10 mL
NaOH

Ditambahkan 50
mL air suling

Ditambahkan
indikator PP

Dititrasi dengan
H2SO4

Hasil

37
Lampiran 2 Instruksi kerja pembuatan larutan

38
Lampiran 3 Perhitungan kadar NaOH

Perhitungan Kadar NaOH


1.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(2,88 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0048 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0048 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 2,88 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,01152 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01152 gram
10 𝑚𝐿

= 0,576 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,576 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 57,6 𝐿

2 .Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(3,68 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0061 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0061 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 3,66 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,01464 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01464 gram
10 𝑚𝐿

= 0,732 gram

39
𝑔
Kadar NaOH = 0,732 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 73,2 𝐿

3.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(3,04 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0050 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0050 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 0,3 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,012 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,012 gram
10 𝑚𝐿

= 0,6 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,6 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 60 𝐿

4.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(4,32 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0, 0072 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0072 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 4,32 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,01728 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01728 gram
10 𝑚𝐿

= 0,864 gram

40
𝑔
Kadar NaOH = 0,864 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 86,4 𝐿

5.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(3,36 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0056 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0056 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 3,36 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,01344 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01344 gram
10 𝑚𝐿

= 0,672 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,672 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 67,2 𝐿

6.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(4,32 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0072 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0072 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 4,32 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,01728 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01728 gram
10 𝑚𝐿

41
= 0,864 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,864 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 86,4 𝐿

7.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(4,96 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
60 𝑚𝐿

= 0,0082 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0082 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 4,92 x 40g/mol x 10-4 mol


= 0,01968 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01968 gram
10 𝑚𝐿

= 0,984 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,984 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 98,4 𝐿

8.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(3,2 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0053 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0053 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 3,18 x 40g/mol x 10-4 mol


= 0,01272 gram

42
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01272 gram
10 𝑚𝐿

= 0,636 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,636 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 63,6 𝐿

9.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(2,32 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0038 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0038 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 2,28 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,0912 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,0912 gram
10 𝑚𝐿

= 0,456 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,456 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 45,6 𝐿

10.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(3,3 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0055 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0055 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 3,3 x 40 g/mol x 10-4 mol

43
= 0,0132 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,0132gram
10 𝑚𝐿

= 0,66 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,66 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 66 𝐿

11.Diketahui : V1 N1 = V2 N2
VH2SO4 NH2SO4 = VNaOH N NaOH
VH2SO4 x NH2SO4
N NaOH = VNaOH
𝑚 𝑔𝑟𝑒𝑘
(4,56 𝑚𝐿)(0,1 )
𝑚𝐿
=
60 𝑚𝐿

= 0,0076 N
𝑚𝑜𝑙
Masaa NaOH dalam 60 mL = 0,0076 x 60 x 10-3 L
𝐿

= 4,56 x 40 g/mol x 10-4 mol


= 0,01824 gram
500 𝑚𝐿
Massa NaOH dalam 500 mL = x 0,01824 gram
10 𝑚𝐿

= 0,912 gram
𝑔
Kadar NaOH = 0,912 gram
𝐿
10 x 10-3L
𝑔
= 91,2 𝐿

44
Lampiran 4 Dokumentasi Praktik Kerja Lapangan

Pantone color bank sample internasional

Data color autolab (mesin pengambil larutan zat warna)

45
46
47
Hasil analisis menggunakan spektrofotometri data color

Lampiran 5 Hasil Koreksi pencapan kain menggunakan


spektrofotometer datacolor

1. Novacron Red P6b

grafik dan standar warna merah konsentrasi 0

48
Grafik dan standar warna merah konsentrasi 8

Grafik dan standar warna merah konsentrasi 10

49
Grafik dan standar warna orange konsentrasi 0

Grafik dan standar warna orange konsentrasi 8

50
Grafik dan standar warna orange konsentrasi 10

51
2. Procion Turquise

Grafik dan standar warna turquise konsentrasi 0

Grafik dan standar warna turquise konsentrasi 8

52
Grafik dan standar warna turquise konsentrasi 10

53

Anda mungkin juga menyukai