Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir di Indonesia sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa-
jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir dan lautan,
merupakan salah satu modal dasar pembangunan Indonesia yang sangat
diharapkan saat ini, disamping sumberdaya alam darat.
Kekayaan sumberdaya pesisir tersebu tmendorong pihak-pihak terkait
(stakeholder) seperti instansi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mengadakan regulasinya. Masing-masing pihak yang
berkepentingan memegang dasar hokum, peraturan dan kebijakan sektoral dari
instansi pusat yang berwewenang. Bilapihak-pihak terkait dalam menyusus
perencanaan wilayah pesisirnya tanpa mempertimbangkan perencanan yang
disusun pihak lain, dapat memicu kompetisi pemanfaatan dan tumpangtindihnya
perencanaan, sehingga sumberdaya akan mengalami degradasi biofisik yang
menjadi perhatian, yaitu seperti peralihan mangrove yang dapat menjadi
pelindung pantai dari energy gelombang, rusaknya terumbukarang, terancamnya
berbagai spesies biota laut, dan meningkatnya laju erosi pantai.
Pulau bokori berada di kecamatan Soropia, kabupaten Konawe, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Sebagian besar Pulau ini dikelilingi oleh laut lepas yang
berhadapan langsung dengan laut Banda yaitu disebelah Selatan dan Timur,
dengan alasan ini sehingga Pulau ini memungkinkan untuk terjadinya kerentanan
wilayah pesisir yang akan berakibat pada tenggelamnya pulau kecil ini.
Pulau Bokori saat ini juga telah di kembangkan menjadi salah satu
destinasi wisata Sulawesi tenggara. Ini juga akan berdampak pada lingkungan
yang akan terjadi pencemaran wilayah pesisir dan laut. Sehingga, usaha yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak seperti ini terhadap wilyah pesisir
perlu dilakukan upaya berupa mitigasi bencana.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (PP No. 21 Thn 2008). Menurut (UU.
No. 24 Thn. 2007). mitigasi adalah suatu rangkaian upaya yang dilakukan untuk
meminimalisir risiko dan dampak bencana, baik melalui pembangunan
infrastruktur maupun memberikan kesadaran dan kemampuan dalam menghadapi
bencana.
Dalam mitigasi bencana terdapat dua bentuk mitigasi yakni mitigasi
structural (pembangunan sarana prasarana) untuk mencega terjadinya dampak
kerusakan, sedangkan non-struktural yaitu mitigasi yang bersifaf preventive atau
pencegahan kepada masyarakat agar tidak terjadi pengrusakan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya praktikum lapang
mitigasi bencan dan adaptasi pulau-pulau kecil ini sebagai bentuk upayah untuk
meminimalisir resiko kerusakan bencana yang ada diwilayah pesisir pantai Pulau
Bokori.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktik lapang mitigasi bencana wilayah pesisir dan adaptasi
pupau-pulau kecil ini adalah untuk mengetahui indeks kerentanan pantai di Pulau
Bokori.
Manfaat dari praktek lapang ini untuk dapat menentukan titik-titik lokasi
pulau Bokori yang rawan terhadap bencana pesisir dan pulau-pulau kecil.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bencana

Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi kapan datangnya, Oleh
karena itu, yang bisa dilakukan adalah bagaimana kita berusaha untuk dapat
mengurangi dampak-dampak yang terjadi akibat datangnya bencana alam serta
seberapa jauh kesiapan kita dalam menghadapi bencana alam yang akan terjadi.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis, (Arif, 2012).
Mitigasi merupakan dasar managemen situasi darurat, meliputi segala
tindakan untuk mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan.
Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang meliputi aspek perencanaan
dan penanggulangan bencana, sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, untuk
mengurangi dampak merugikan yang ditimbulkan oleh suatu bencana. seperti
mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi
masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta mengurangikerusakan
infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.
Dalam bukunya, Randlolph mengungkapkan bahwasanya mitigasi bencana
merupakan usaha jangka panjang dalam mengurangi dampak dari suatu kejadian
bencana (Muharar, dkk. 2014). Sedangkan menurut kodoatie, (2006) mitigasi
adalah tindakan-tindakan untuk mereduksi dampak bencana, baik dampak ke
komunitas yaitu jiwa dan harta maupun dampak ke infrastruktur atau apabila
dikaitkan dengan waktunya, mitigasi merupakan tindakan preventive.

B. Macam-Macam Bencana yang Sering terjadi di Pesisir

Berbagai macam bencana geologi dapat terjadi di daerah pesisir, mulai


dari yang sangat spektakuler seperti tsunami sampai yang sangat tenang dan
berlangsung sangat pelan seperti subsiden. Dari sudut pandang pencetusnya,
bencana geologi di daerah pesisir dapat terjadi secara alamiah murni, maupun
terjadi dengan campur tangan manusia, (wahyu. 2007). Adapun macam-macam
bencana yang sering terjadi di pesisir adalah sebgai berikut:

1. Tsunami
Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan.
Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di
dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah
laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat
dapat mencapai kecepatan 950 km/jam, panjang gelombangnya sangat panjang
dapat mencapat panjang 250 km.

2. Gelombang badai
Gelombang badai adalah sebutan untuk fenomena gelombang laut yang
terjadi karena tiupan angin badai, yang ukurannya di atas ukuran gelombang
normal, yang melanda ke daratan. Di Indonesia, secara umum masyarakat
menyebut fenomena gelombang ini dengan Gelombang Pasang. Gelombang badai
dapat menyebabkan air laut naik ke daratan hingga mencapat jarak 200 meter ke
dalam daratan dari tepi pantai.

3. Banjir rob
Banjir rob (pasang-surut) adalah banjir yang terjadi karena naiknya air laut
ke daratan pada waktu air laut mengalami pasang. Genangan banjir ini segera
surut bila air laut surut. Dengan kata lain, naik dan turunnya genangan banjir tipe
ini mengikuti pola naik turunnya air laut karena pasang surut, yang dipengaruhi
oleh posisi astronomis bumi, bulan dan matahari. Daerah pesisir yang digenangi
oleh banjir ini adalah daerah rawa-rawa pantai atau dataran rendah di tepi pantai.

4. Erosi pantai
Erosi pantai adalah proses terkikisnya batuan penyusun pantai dan
terangkut ke tempat lain oleh aktifitas gelombang dan arus laut. Erosi pantai
terjadi sebagai akibat dari bersegernya perimbangan antara kekuatan-kekuatan
asal darat dan laut yang berinteraksi di pantai, di mana kekuatan asal laut lebih
kuat daripada kekuatan asal darat. Akibat dari erosi pantai adalah hilangnya lahan
daratan pesisir pantai dan segala sesuatu yang ada di atasnya, dan bergesernya
garis pantai ke arah daratan

5. Sedimentasi pantai
Proses sedimentasi terjadi di perairan daerah pesisir yang mendapat suplai
muatan sedimen yang tinggi dan memiliki kondisi lingkunganyang relatif
terlindung dari pukulan gelombang atau berenergi rendah, dan dangkal. Secara
fisik di lapangan, keberadaan proses sedimentasi dapat dilihat dari adanya gosong
pasir di perairan atau endapan lumpur yang meluas ke perairan. Dalam jangka
panjang, sedimentasi terlihat dari perubahan kedalaman perairan atau
pertambahan daratan ke arah laut atau pergeseran garis pantai ke arah laut

6. Subsiden
Subsiden adalah fenomena tanah yang terjadi karena pemadatan alamiah
atau beban di atasnya. Fenomena ini umum terjadi di daerah daratan pesisir yang
terbentuk melalui proses sedimentasi, baik melalui proses fluviatil maupun marin.
Secara alamiah, proses subsiden terjadi karena pemadatan alamiah dan di daerah-
daerah baru yang terbentuk oleh endapan baru, dan subsiden itu sendiri
merupakan salah satu tahap dari serangkaian proses pembentukan daratan melalui
sedimentasi.

C. Sejarah Instansi Penangulangan Bencana Pertamakali di Bentuk


Sejarah Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
terbentuk tidak terlepas dari perkembangan penanggulangan bencana pada masa
kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa bumi dahsyat di Samudera
Hindia pada abad 20. Sementara itu, perkembangan tersebut sangat dipengaruhi
pada konteks situasi, cakupan dan paradigma penanggulangan bencana.

1. Tahun 1945-1966
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban
Perang (BPKKP). Badan yang didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada
kondisi situasi perang pasca kemerdekaan Indonesia. Badan ini bertugas untuk
menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan.

2. Tahun 1966-1967
Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana
Alam Pusat (BP2BAP) melalui Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966.
Penanggung jawab untuk lembaga ini adalah Menteri Sosial. Aktivitas BP2BAP
berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana.
Melalui keputusan ini, paradigma penanggulangan bencana berkembang tidak
hanya berfokus pada bencana yang disebabkan manusia tetapi juga bencana alam.

3. Tahun 1967-1979
Frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat. Penanganan bencana
secara serius dan terkoordinasi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, pada tahun
1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967 yang
bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Alam (TKP2BA).

4. Tahun 1979-1990
Pada periode ini Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam
(TKP2BA) ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana Alam (Bakornas PBA) yang diketuai oleh Menkokesra dan dibentuk
dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 1979. Aktivitas manajemen bencana
mencakup pada tahap pencegahan, penanganan darurat, dan rehabilitasi. Sebagai
penjabaran operasional dari Keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri
dengan instruksi Nomor 27 tahun 1979 membentuk Satuan Koordinasi
Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA) untuk setiap
provinsi.

5. Tahun 1990-2000
Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non alam serta
sosial. Bencana non alam seperti kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi,
dan konflik sosial mewarnai pemikiran penanggulangan bencana pada periode ini.
Hal tersebut yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Melalui Keputusan Presiden Nomor 43
Tahun 1990, lingkup tugas dari Bakornas PB diperluas dan tidak hanya berfokus
pada bencana alam tetapi juga non alam dan sosial. Hal ini ditegaskan kembali
dengan Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999. Penanggulangan bencana
memerlukan penanganan lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang
terkoordinasi.

6. Tahun 2000-2005
Indonesia mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana
sosial yang terjadi di beberapa tempat kemudian memunculkan permasalahan
baru. Permasalahan tersebut membutuhkan penanganan khusus karena terkait
dengan pengungsian. Oleh karena itu, Bakornas PB kemudian dikembangkan
menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi (Bakornas PBP). Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan
Presiden Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan
Presiden Nomor 111 Tahun 2001.

7. Tahun 2005-2008
Tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada
tahun 2004 telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia
internasional dalam manajemen penanggulangan bencana. Menindaklanjuti situasi
saat iu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB).
Badan ini memiliki fungsi koordinasi yang didukung oleh pelaksana harian
sebagai unsur pelaksana penanggulanagn bencana. Sejalan dengan itu, pendekatan
paradigma pengurangan resiko bencana menjadi perhatian utama.

8. Tahun 2008
Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah
Indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB). BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana, dan
unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki fungsi
pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh

D. Penanggulangan Bencana Pesisir

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum lapang mitigasi bencana wilayah pesisir dan adaptasi pulau-


pulau kecil ini dilaksanakan pada hari sabtu, 22 Juni 2019. Pada pukul 13:00-
15:00 WITA. Bertempat di Pulau Bokori, Kabupaen Konawe, Provinsi Sulawesi
Tenggara.

B. Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum biologi perikanan
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

No. Alat dan Bahan Satuan Kegunaan


1. Alat
- GPS (Global Posistion Unit Untuk menentukan posisi
Sistem) pengambilan titik koorninat
- Alat tulis menulis - Mencatat hasil pengamatan
- Kamera Unit Dokumentasi hasil pengamatan
2. Bahan
- - -
Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaanya

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja dari partikum ini adalah sebagai berikut:


1. Menentukan lokasi (titik) yang rentan terjadinya bencana yang menimpah
wilayah pesisir
2. Menentukan titik lokasi menggunakan GPS (Global Posistion Sistem)
3. Mencatat titik koordinat yang ada pada GPS (Global Posistion Sistem)
4. Mendokumentasi lokasi yang telah diambil titiknya.

III. GAMBARAN LOKASI PRAKTIK DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Praktik

Gambar.1. lokasi praktik lapang Pulau Bokori


(dok. Pribadi, 2019)
Pulau bokori berada di kecamatan Soropia, kabupaten Konawe, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Secara geografis Pulau bokori mempunyai batas-batas
wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan kecamatan Toronipa
- Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda
- Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Tapulaga
- Sebelah timur berbatasan dengan laut Banda

B. Pembahasan
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No. 21 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Anda mungkin juga menyukai