Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAYUR, BUAH,

SEREALIA, KACANG DAN UMBI-UMBIAN


Pembuatan Sari Kacang Hijau

Disusun Oleh:
Kelompok 7A
Ayu Fauziah 240210130040
Fitri Indrianti 240210130041
Novi Dwiansyah 240210130044
Adia Putra Perdana 240210130052
Minanda F Primara 240210130056

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang hijau, kacang kedelai,
kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan
sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam
kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap
protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir
adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut (Koswara,
2006).
Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin)
sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan
tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik,
tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan sari kacang hijau atau kedelai
(Koswara, 2006).
Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) di Indonesia berpotensi
dikembangkan menjadi produk pangan fungsional. Selain produksi kacang hijau
Indonesia yang mencapai 297.189 ton /tahun (BPS, 2008), belum banyak produk
turunan kacang hijau yang beredar di pasaran. Untuk itu sangat tepat jika kacang
hijau dikembangkan menjadi produk sari kacang hijau (Triyono, dkk., 2009).
Melihat kandungan gizi yang terdapat pada kacang hijau, dengan adanya
produk sari kacang hijau diharapkan dapat menjadi alternatif subsitusi bagi susu
hewani dan diharapkan dari sari kacang hijau dapat ditingkatkan dan
dikembangkan nilai fungsionalnya melalui pengembangan produk lain misalnya
produk probiotik yoghurt sari kacang hijau
Sari kacang hijau merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama
karena kandungan proteinnya. Selaitu sari kacang hijau juga mengandung lemak,
karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks
(kecuali B12), dan air. Namun perhatian masyarakat kita terhadap jenis minuman
ini pada umumnya masih kurang. Sari kacang hijau ini harganya lebih murah
daripada susu produk hewani. Sari kacang hijau dapat dibuat dengan teknologi
dan peralatan yang sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus
(Triyono, dkk., 2009).
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip pengolahan sari kacang
hijau.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan prinsip pengolahan pembuatan sari
kacang hijau.
3. Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik produk olahan sari kacang
hijau yang baik dari segi warna, aroma, dan citarasa.
II. TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Hijau
Kacang hijau dikenal dengan beberapa nama, seperti mungo, mung bean,
green bean dan mung. Di Indonesia, kacang hijau juga memiliki beberapa nama
daerah, seperti artak (Madura), kacang wilis (Bali), buwe (Flores), tibowang candi
(Makassar) (Astawan, 2009).
Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) Leguminosae yang banyak
varietasnya. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan
dikelasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Leguminales
Famili : Leguminosae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus radiatus L. (Kay,1997).
Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas akar, batang,
daun, bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak
dan membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Batang tanaman kacang hijau
berukuran kecil, berbulu, berwarna hijau kecokelat-cokelatan, atau kemerah-
merahan; tumbuh tegak mencapai ketinggian 30 cm-110 cm dan bercabang
menyebar ke semua arah. Daun tumbuh majemuk, tiga helai anak daun per
tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau
(Rukmana, 1997).
Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite), berbentuk
kupu-kupu, dan berwarna kuning. Buah berpolong, panjangnya antara 6 cm-15
cm. Tiap polong berisi 6-16 butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil
dengan bobot (berat) tiap butir 0,5 mg-0,8 mg atau per 1000 butir antara 36 g -78
g, berwarna hijau sampai hijau mengilap. Biji kacang hijau tersusun atas tiga
bagian, yaitu kulit biji, kotiledon, dan embrio (Rukmana, 1997).
2.2 Kacang Hijau Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sari Kacang Hijau
Tanaman kacang hijau termasuk multiguna, yakni sebagai bahan pangan
(bijinya), pakan ternak (limbahnya), dan pupuk hijau (limbahnya). Dalam tatanan
makanan sehari-hari, kacang hijau dikonsumsi sebagai bubur , sayur (taoge), dan
kue-kue. Kacang hijau merupakan sumber gizi, terutama protein nabati.
Kandungan gizi kacang hijau cukup tinggi dan komposisinya lengkap.
Menurut Triyono, dkk., (2009), kacang hijau merupakan tanaman yang
sudah lama dibudidayakan. Di kalangan masyarakat Indonesia, kacang hijau
termasuk salah satu jenis kacang-kacangan yang sangat digemari karena memiliki
kelebihan secara agromonomis (masa panen yang lebih singkat yaitu sekitar 2
bulan). Kacang ini sangat digemari karena memiliki kandungan gizi yang cukup
lengkap. Kandungan gizi yang dimiliki kacang hijau ini antara lain protein,
vitamin B, lemak, mineral, serat, karbohidrat, kalsium, phospor, Fe, karoten,
riboflavin, thiamin dan niacin.
Kacang hijau bahkan memiliki kelebihan lain yaitu aktivitas
antioksidannya tertinggi diantara kacang-kacangan (Lee et al., 2000) mempunyai
zat anti gizi yang rendah dibandingkan kedelai. Kadar asam filtrate sari kacang
hijau adalah 12,0 mg/g, lebih rendah dari kedelai yaitu 36,4 mg/ g sehingga tidak
diperlukan perlakukan khusus selama pengolahan (Koswara, 2009).
Selain itu kacang hijau mengandung senyawa-senyawa fungsional
diantaranya beta karoten dan polifenol. Senyawa-senyawa ini telah diketahui
memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan dan immunomodulator.
Kemampuan beta karoten sebagai antioksidan ditunjukkan dalam mengikat
oksigen dan menghambat oksidasi lipid, sedangkan polifenol mampu
menghilangkan oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor electron
sehingga terbentuk radikal fenoksil yang relatif stabil (Koswara, 2009).
Kandungan protein kacang hijau cukup tinggi yaitu 24%, dan merupakan
sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan
tubuh. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh,
sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kelebihan berat
badan dan hiperkoleterolemia. Kacang hijau mengandung 230-260 g/kg protein
dan sekitar 0,7-1,0 g/kg lemak dan mengandung 230-260 g/kg protein dan sekitar
0,7-1,0 g/kg lemak dan mempunyai zat anti gizi yang sangat rendah. Profil dari
asam amino kacang hijau setara dengan kacang kedelai dan juga kaya akan
vitamin A, B1, B2, C dan niasin (Robinson and Singh, 2001).
Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan
makanan/ minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak
kacang hijau tersusun atas 74% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh.
Umumnya kacang-kacangan memang mengandung asam lemak tak jenuh tinggi.
Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan jantung. Akan
tetapi sumber lain menyatakan bahwa kacang hijau mengandung 27% protein dan
sekitar 16 MJ/ kg energi. Kacang hijau mengandung kadar antigizi yang tidak
berarti sehingga tidak diperlukan perlakuan khusus pada saat pengolahan
(Koswara, 2009).

2.3 Proses Termal dalam Pembuatan Sari Kacang Hijau


Sari nabati atau susu nabati baik dikonsumsi oleh mereka yang alergi susu
sapi (lactosa intolerant) yaitu orang-orang yang tidak punya atau kurang enzim
laktase dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa
dalam susu sapi (Winarno et. al, 2003).
Untuk memperoleh susu nabati yang baik dan layak konsumsi, diperlukan
syarat bebas dari bau dan rasa langu, bebas antitripsin, dan mempunyai kestabilan
yang mantap (tidak mengendap atau menggumpal). Bau dan rasa langu dapat
dihilangkan dengan cara mematikan enzim lipksigenase dengan panas. Untuk
menjaga kestabilan susu nabati dapat dilakukan dengan penambahan bahan
penstabil. Bahan penstabil (stabilizer) menurut Suryani et al., (1999) berfungsi
meningkatkan viskositas atau kekentalan dari medium pendispersi. Dengan
peningkatan kekentalan gerakan dari droplet fasa terdispersi menjadi lambat
sehinga mencegah untuk bergabung satu dengan yang lain. Salah satu contoh
bahan penstabil adalah Carboxi Methyl Celulose (CMC) dan Calsium Laktat.
Produk minuman dengan kadar asam yang cukup rendah banyak
mengandung mikroorganisme berupa E.coli, Salmonella, Crytosporidium yang
merupakan bakteri patogen yang dapat tumbuh secara bebas apabila produk
minuman sari kacang hijau tidak dipasteurisasi. Salah satu teknik pasteurisasi
minuman sari kacang hijau adalah menggunakan pasteurisasi dengan panas yang
berfungsi untuk membunuh atau mengeliminasi mikroba patogen yang terdapat
pada minuman.
Pasteurisasi merupakan proses termal dengan suhu sedang (Mild Heat
Treatment) yang diberikan pada produk pangan. Tujuan pasteurisasi adalah
membunuh mikroba vegetatif tertentu yakni pathogen dan inaktivasi enzim,
karena pada proses pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme vegetatif
dan mikroorganisme pembentuk spora sehingga produk hasil pasteurisasi harus
dikemas atau disimpan pada suhu rendah dengan penambahan pengawet,
pengemas atmosfer termodifikasi, pengaturan pH, atau pengaturan aktivitas air
untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba. Pada Tabel 2, kondisi dan tujuan
pasteurisasi dari beberapa produk pangan.
Tabel 1. Kondisi dan Tujuan Pasteurisasi Beberapa Produk Pangan

(Sumber: Lee, 2006 )

Suhu pasteurisasi yang terlalu tinggi dan waktu pemanasan yang terlalu
lama dapat mengakibatkan nutrisi dan vitamin yang terkandung dalam minuman
sari kacang hijau menjadi berkurang. Di sisi lain, jika suhu pemanasan terlalu
rendah atau waktu pemanasan yang terlalu singkat, dikhawatirkan jumlah mikroba
yang terdapat dalam minuman sari kacang hijau masih cukup tinggi karena
minuman sari kacang hijau mengandung gula yang cukup untuk menumbuhkan
mikroba, sehingga jika minuman sari apel tidak dipasteurisasi dan dikemas
dengan baik maka sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba (Lee, 2006).
III. METODE
3.1 Alat
1. Panci
2. Gelas ukur
3. Spatula pengaduk
4. Kain saring
5. Blender
6. Kompor
7. Jar/botol

3.2 Bahan
1. Kacang Hijau 200 gram
2. Air dingin untuk perendaman 400 ml
3. Air panas untuk pemanasan 1600 ml
4. CMC 600 ppm
5. Gula 100-200 gram
6. Garam secukupnya

3.3 Prosedur
1. Kacang hijau dilakukan penyortiran
2. Pencucian kacang hijau dengan air mengalir
3. Perendaman kacang hijau dalam air selama 17 jam
4. Pelecetan atau pengelupasan kulit dari kacang hijau
5. Penggilingan atau pengecilan ukuran biji kacang hijau
6. Pemanasan bubur kacang hijau selama 15 menit
7. Penyaringan bubur kacang hijau dengan kain saring
8. Penambahan CMC pada filtrat.
9. Pasteurisasi filtrate selama 15 menit dan penambahan gula serta garam
Kacang Hijau

Penyortiran

Air Pencucian Air Kotor

Air 1:2 Perendaman 17 jam

Pelecetan/Pengelupasan kulit

Biji Kacang Hijau

Air 1:8 Penggilingan

Pemanasan

Penyaringan Ampas

CMC Filtrat

Gula & Pasteurisasi


Garam
Air 1:8
Air 1:2

Pengemasan

Sari Kacang Hijau

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Sari Kacang Hijau


(Sumber: Rahman dan Agustina, 2010).
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sari kacang hijau dimulai dengan tahap mula-mula kacang
hijau yang telah ditimbang sebanyak 200 gram disortasi. Kemudian kacang hijau
yang telah disortasi dilakukan pencucian, lalu direndam dalam air dengan
perbandingan 1:2 selama 17 jam. Sortasi dilakukan untuk membuang benda asing,
kotoran, dan biji kacang hijau yang rusak, sedangkan pencucian dengan air
mengalir beberapa kali dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang menempel
dan juga dapat mengurangi jumlah bakteri yang ada pada biji kacang hijau.
(Tjahjadi dan Marta, 2008). Sementara itu perendaman selama 17 jam bertujuan
agar biji kacang hijau menyerap air sehingga lebih lunak, mudah dihancurkan,
kulit dapat dengan mudah untuk dikelupas dan lebih cepat matang ketika dimasak.
(Mahani, 2012).
Setelah perendaman, kacang hijau akan memiliki berat 2 kali lipat karena
biji kacang hijau menyerap air selama perendaman. Kemudian kacang hijau
dikelupas kulitnya. Setelah dikelupas kacang hijau diblender (digiling) agar
memudahkan ekstraksi sari kacang hijau dan dihasilkan bubur kacang hijau. Air
yang digunakan untuk memblender adalah air mineral dengan perbandingan 1:8
dari berat total kacang hijau yang digunakan. Penambahan proporsi air dengan
bahan mempengaruhi konsistensi hasil sari kacang hijau. Penghancuran dengan
air akan menonaktifkan penyebab bau langu yaitu sebagian enzim lipoksidase dan
tripsin inhibitor. (Setyadi, 2011). Larutan NaHCO2 dapat ditambahkan pada saat
perendaman untuk menginaktivasi antitripsin yang terdapat pada kacang hijau.
(Anonima, 2011). Namun, dalam praktikum kali ini tidak ditambahkan karena
keterbatasan bahan yang digunakan.
Kemudian kacang hijau dipanaskan selama 30 menit pada suhu 700C.
Pemasakan bertujuan membunuh mikroba patogen dan menonaktifkan sisa enzim
penyebab bau langu serta zat anti gizi. Selama pemanasan sari kacang hijau harus
diaduk. Tujuan pengadukan adalah agar pemanasan merata, serta mencegah
mendidihnya fitrat. Jika filtrat sampai mendidih, maka protein yang terkandung
didalamnya akan pecah (rusak), sehingga sari kacang hijau menjadi menggumpal.
(Buckle et all, 1987). Hal ini akan membuat sari kacang hijau menjadi tidak enak,
juga tidak tahan lama karena mudah terjadi pembusukan.
Pada proses pemanasan sari kacang hijau akan terjadi proses gelatinisasi
pati yang terkandung didalam sari kacang hijau, sehingga semakin rendah
proporsi penambahan air, maka sari kacang hijau semakin kental dan sulit
disaring. Hal ini disebabkan sebagian besar komponen disamping protein adalah
karbohidrat pati mudah terekstrak dan larut dalam air. (Astawan, 2009)
Proses selanjutnya adalah penyaringan yang bertujuan memisahkan ampas
dengan sarinya. Penyaringan dapat dilakukan dengan saringan, kain blacu, alat
pengepres, atau dengan alat decanter sentrifuge. Penyaringan dapat memisahkan
serat tidak larut air penyebab rasa berkapur pada sari kacang hijau. Filtrate yang
didapatkan dari hasil penyaringan kemudian ditambahkan CMC. Penambahan CMC
berguna untuk mengentalkan sari kacang hijau dan sebagai penstabil.
Sebelum dikemas, sari kacang hijau terlebih dahulu dilakukan pasteurisasi
untuk membunuh mikroorganisme pada sari kacang kedelai. Saat akan dilakukan
pasteurisasi, filtrat kacang hijau ditambahkan gula dan garam yang berguna untuk
memberikan cita rasa terhadap sari kacang hijau. Pengemas yang digunakan harus
steril karena apabila tidak steril akan mempengaruhi produk sari kacang hijau
selama penyimpanan. Bahan pengemas yang digunakan sebaiknya terbuat dari
kaca agar inert (tidak mudah bereaksi) selama pemanasan produk serta tertutup
rapat agar produk tetap steril, contohnya seperti botol vial kaca. (Mahani, 2012).
Setelah dimasukkan ke dalam pengemas, sari kacang hijau disimpan di
dalam refrigerator. Penyimpanan tersebut berpengaruh terhadap masa simpan.
Sari kacang hijau memiliki sifat yang mudah rusak, terutama pada teksturnya
karena heterogen (mengandung endapan yang mempengaruhi pada karakteristik
warna), sehingga penyimpanan pada suhu dingin sangat penting untuk
kelangsungan masa simpan produk.
Sari kacang hijau yang dihasilkan, kemudian dilakukan pengujian sifat
organoleptik dengan uji hedonik meliputi warna, aroma, rasa serta kekentalan
pada 15 panelis dan dilakukan pengujian sifat fisiko kimia yaitu terhadap pH dan
o
Brix. Hasil pengamatan uji hedonik dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Hedonik
Panelis Warna Aroma Rasa Kekentalan
1 4 3 4 4
2 4 3 5 2
3 3 2 5 4
4 4 3 4 3
5 4 3 4 4
6 3 3 4 4
7 4 3 5 3
8 3 3 4 4
9 4 3 4 3
10 3 3 4 3
11 4 3 4 3
12 3 3 4 4
13 3 3 5 4
14 3 3 5 4
15 3 2 4 4
Rata-rata 3,47 2,87 4,33 3,53
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Keterangan :
Skala Hedonik
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Agak suka
4 = Suka
5 = Sangat suka

Warna merupakan salah satu sifat organoleptik yang menentukan tingkat


penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Selain sebagai faktor yang
menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran
produk olahan pangan. Hasil uji organoleptik menunjukan bahwa tingkat
kesukaan panelis terhadap warna sari kacang hijau yang kami buat adalah senilai
3,5. Hal ini menunjukan bahwa warna sari kacang hijau yang dihasilkan cukup
memuaskan panelis (agak suka). Walaupun kulit kacang hijau sudah dikelupas,
warna sari kacang hijau yang dihasilkan adalah putih kehijauan yang dipengaruhi
oleh warna dasar dari kulit kacang hijau yaitu hijau.
Aroma juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal
enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak
jauh (Soekarto, 1985). Didalam industri pangan pengujian organoleptik terhadap
aroma dianggap penting, selain itu aroma dapat dipakai sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan produk (Kartika, 1988). Aroma merupakan salah satu faktor
penting bagi konsumen dalam memilih produk makanan yang disukai. Dalam
banyak hal kelezatan makanan ditentukan oleh aroma dari makanan tersebut. Data
pengujian nilai organoleptik menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma sari kacang hijau adalah sebesar 2,9. Hal ini menunjukan bahwa
tingkat kesukaan panelis cukup rendah (tidak suka). Saat pembuatan sari kacang
hijau, terdapat kesalahan prosedur sehingga aroma yang ditimbulkan gosong.
Aroma gosong disebabkan karena panci yang digunakan gosong akibat suhu yang
digunakan untuk pemanasan kurang sesuai.
Rasa bahan pangan merupakan gabungan berbagai macam rasa secara
terpadu, sehingga menimbulkan citarasa makanan yang utuh (Kartika, 1988).
Hasil pengujian organoleptik dengan uji hedonik terhadap rasa sari kacang hijau
menunjukan nilai kesukaan sebesar 4,3. Hal ini menunjukan bahwa tingkat
kesukaan panelis cukup besar (Suka). Rasa dari sari kacang hijau yang dihasilkan
dipengaruhi oleh gula dan garam yang ditambahkan.
Kekentalan juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan sari
kacang hijau. Hasil pengujian organoleptik terhadap kekentalan sari kacang hijau
berdasarkan kesukaan panelis mendapatkan nilai 3,5. Hal ini menunjukan bahwa
kekentalan yang dihasilkan cukup disukai oleh panelis (Agak suka). Kekentalan
atau konsistensi dari sari kacang hijau diperoleh melalui penambahan CMC
sebagai penstabil.
Selain dilakukan pengujian karakteristik organoleptik dengan uji hedonik,
selanjutnya sari kacang hijau yang dihasilkan juga diuji analisis fisiko kimia.
Analisisi fisiko kimia yang diujikan yaitu terhadap pH dan total padatan terlarut
(oBrix). Dari hasil analisis yang dilakukan, didapatkan nilai pH sebesar 5,90 dan
total padatan terlarut sebesar 31,80 oBrix. Hasil yang didapatkan kemudian
dibandingkan dengan tabel syarat mutu SNI sari kacang kedelai karena SNI untuk
sari kacang hijau belum ada. Berikut tabel SNI untuk sari kacang kedelai.
Tabel 3. Syarat Mutu Sari Kedelai Menurut SNI No. 01-3830-1995
Persyaratan
No. Kriteria Uji Satuan
Sari (milk) Minuman (drink)
1 Keadaan : - Normal
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
2 pH - 6,5 – 7,0 6,5-7,0
3 Protein % b/b Min. 2.0 Min. 1.0
4 Lemak % b/b Min. 1.0 Min. 0.30
5 Padatan Jumlah % b/b Min. 11.50 Min. 11.5
6 Bahan Tambahan
Makanan sesuai dengan
No. 01-3830-1995
6.1 Pemanis Buatan
6.2 Pewarna
6.3 Pengawet
7 Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 0,2 Maks. 0,2
7.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 2 Maks. 2
7.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 5 Maks. 5
7.4 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40/250 Maks. 40/250
7.5 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03
8 Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
9 Cemaran Mikroba
9.1 Angka Lempeng Total Koloni/ml Maks. 2x102 Maks. 2x102
9.2 Bakteri Bentuk Koli APM/ml Maks. 20 Maks. 20
9.3 Escherichia Coli APM/ml Maks. 3 Maks. 3
9.4 Salmonella - Negatif Negatif
9.5 Staphylococcus aureus Koloni/ml 0 0
9.6 Vibrio sp. - Negatif Negatif
9.7 Kapang Koloni/ml Maks. 50 Maks. 50
(Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1995)

Berdasarkan tabel diatas, maka pH sari kacang hijau yang dihasilkan


masih dibawah syarat yang diinginkan, namun untuk padatan terlarut sudah sesuai
dengan yang dianjurkan. Sementara itu, untuk pengujian total mikroorganisme
tidak dilakukan sehingga tidak dapat dibandingkan dengan tabel syarat mutu SNI.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Prinsip pembuatan minuman sari kacang hijau adalah menggunakan
pasteurisasi dengan panas yang berfungsi untuk membunuh atau
mengeliminasi mikroba patogen yang terdapat pada minuman.
2. Sortasi berfungsi untuk membuang benda asing, kotoran, dan biji kacang
hijau yang rusak.
3. Pencucian dengan air mengalir berfungsi untuk menghilangkan kotoran
yang menempel dan juga dapat mengurangi jumlah bakteri yang ada pada
biji kacang hijau.
4. Perendaman selama 17 jam bertujuan agar biji kacang hijau menyerap air
sehingga lebih lunak, mudah dihancurkan, kulit dapat dengan mudah
untuk dikelupas dan lebih cepat matang ketika dimasak.
5. Penambahan proporsi air dengan bahan mempengaruhi konsistensi hasil
sari kacang hijau. Penghancuran dengan air akan menonaktifkan penyebab
bau langu yaitu sebagian enzim lipoksidase dan tripsin inhibitor.
6. Pemasakan bertujuan membunuh mikroba patogen dan menonaktifkan sisa
enzim penyebab bau langu serta zat anti gizi.
7. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan ampas dengan sarinya.
8. Hasil pengujian sifat organoleptik dengan menggunakan uji hedonic
terhadap warna memiliki nilai 3.5, untuk aroma 2.9, rasa 4.3, dan
kekentalan 3.5.
9. Hasil analisis sifat fisiko kimia didapatkan nilai pH sebesar 5,90 dan total
padatan terlarut sebesar 31,80 oBrix.

5.2 Saran
1. Sebaiknya dalam proses pemasakan digunakan panci dengan kualitas
tinggi yang berbahan inert agar tidak terjadi gosong.
2. Sebaiknya dilakukan uji mikrobiologis terhadap sari kacang hijau yang
dibuat agar diketahui mutu mikrobiologisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2011. Teknik Pengolahan Pangan (terdapat pada


http://web.ipb.ac.id/teknik pengolahan pangan (diakses pada tanggal 10
Desember 2015)).

Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang Dan Biji-bijian. Penerbit


Panebar Swadaya, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Kacang Hijau. Terdapat pada: Statistics
Indonesia,http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/foods_crops_statistics/s
econdary_food_crops.html, (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015).

Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H Fleet., M, Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. SNI Sari Kedelai. (terdapat
pada: sisni.bsn.go.id (diakses pada tanggal 10 Desember 2015)).

Kay, D.E. 1997. Crop and Product Digest No-3 Food Legumes. Tropical Product
Institute, London.

Koswara, S. 2009. Kacang-Kacangan, Sumber Serat Yang Kaya Gizi. Terdapat


pada : www.Ebookpangan.com, (Diakses pada tanggal 10 Desember 2015).

Lee, H. K. 2006. Electrical Sterilization of Juice by Discharged HV Impulse


Waveform. American Journal of Applied Sciences 2 (10): 2076-2078

Mahani, Tania. 2012. Teknologi Pangan Susu Kacang Hijau. (terdapat pada:
http://www.scribd.com/doc/246515289/Teknologi-Pengolahan-Pangan-
Susu-Kacang Hijau (diakses pada tanggal 10 Desember 2015)).

Rahman, T. dan Agustina, W. 2010. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Gula


Terhadap Sifat Fisiko Kimiawi Susu Kental Manis Kacang Hijau. Makalah
Dipresentasikan dalam Seminar Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia,
Universitas Parahyangan. Bandung, 22 April 2010.

Robinson, D. ; Singh, D. N., 2001. Alternative protein sources for laying hens.
RIRDC publication 00/144. Rural Industries Research and Development
Corporation, Kingston ACT, Australia.

Rukmana, R. 1997. Ubi jalar – Budidaya dan pasca panen. Kanisius, Yogyakarta.

Suryani. A, Illah. S, Erliza. H. 1999. Teknologi Emulsi. Departemen teknologi


Industri Pertanian, IPB, Bogor.
Thahjadi, C. dan H. Marta. 2008. Pengantar Teknologi Pangan: Volume 1 dan 2.
Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran, Bandung.

Triyono. A, Taufik. R, Wawan. A, Nurhaidar. R. 2009. Peningkatan Fungsi dan


Keanekaragaman Produk Olahan Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L)
Menjadi Susu Nabati dn Produk Turunannya. Laporan Akhir Program
DIKTI, B2PTTG-LIPI, Subang.

Winarno, F.G, Wida Winaryo A., dan Weni Widjajanto. 2003. Flora Usus dan
Yoghurt. Cetakan satu. M-BRIO Press, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai