Anda di halaman 1dari 8

Metode Sampling dan Koleksi Spesimen Hewan

Oleh:
Nama : Fernando Agustin Sinaga
NIM : B1A018098
Rombongan : VII
Kelompok :2
Asisten : Pramudia Muhammad Rizki

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Metode


sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya. Dengan memperhatikan sifat-
sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif (Margono,
2005).
Koleksi spesimen merupakan aset ilmiah yang penting sebagai bahan penelitian
keanekeragaman fauna baik taraf nasional ataupun taraf internasional. Kegiatan
pengelolaan yang dapat dilakukan adalah proses pengawetan, perawatan, perekaman data,
pengawasan dalam penggunaan spesimen ilmiah (Suhardjono, 1999). Umumnya tujuan
dari koleksi spesimen adalah untuk alasan taksonomi, yang menjadikan spesimen koleksi
sebagai rujukan, bukti atau pembanding terhadap keberadaan suatu spesies dari daerah
atau lokasi tertentu. Dengan spesimen siswa tidak hanya melihat lewat gambar, tetapi
dapat mengamati langsung, sehingga mereka akan mendapat pengalaman langsung dan
menjadi lebih melekat dalam diri siswa. Spesimen termasuk ke dalam media pembelajaran
Biologi yang dapat digunakan untuk memudahkan penyajian materi sesuai dengan objek
yang sesungguh sehingga pembelajaran lebih bersifat kontekstual (Murni, 2016).
Spesimen yang dilengkapi dengan informasi tertulis dapat digunakan sebagai sumber
belajar untuk membantu pembelajaran mandiri (Setiadi & Setiawati, 2016). Spesimen dari
bermacam-macam hewan sering dibutuhkan untuk keperluan penelitian maupaun alat
peraga dalam dunia pendidikan. Ahli pengetahuan alam, tidak dapat mengambil manfaat
pada spesimen yang tidak diawetkan, dalam kegiatan koleksi hewan perlu memperhatikan
beberapa hal, diantaranya jangan sampai menggangu keberadaan satwa langka atau
merusak sisa-sisa peninggalan dalam gua yang sudah ditingalkan manusia purba. Hewan
yang dikoleksi adalah hewan-hewan yang dibutuhkan untuk pengawetan dengan tujuan
pengujian di kemudian hari. Semua spesimen koleksi harus diberi label yang berisi
keterangan tantang nama spesies, lokasi penemuan tanggal koleksi dan data lain yang
diperlukan. Label harus ditulis ketika spesimen diawetkan agar tidak terjadi kesalahan
informasi mengenai spesies awetan (Jasin, 1989).
Manfaat dan dayaguna koleksi spesimen menurut Suhardjono (1999),
diantaranya yaitu membantu dalam identifikasi atau mengenali jenisnya, mendiagnosa
atau mendeskripsikan karakter pemiliknya, membantu mempelajari hubungan
kekerabatan, mempelajari pola sebaran geografi, mempelajari pola musim
keberadaanya, mengetahui habitat, mengetahui tumbuhan atau hewan inang,
mengetahui biologi : perilaku, daur hidup.
Kataloging merupakan tahap setelah spesimen diidentifikasi, yaitu penulisan
data dalam buku besar yang selanjutnya akan disimpan dan dipindahkan dalam
komputer dalam bentuk database. Buku katalog berisikan informasi mengenai koleksi
spesimen lengkap. Memuat dengan nomor registrasi, nama jenis, lokasi, kolektor,
identifikator dan lainlainnya yang berkaitan dengan spesimen (Pratiwi, 2006).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui metode pengambilan sampel dan pengawetan spesimen hewan.
2. Melakukan pengawetan terhadap hewan Invertebrata dan Vertebrata.
3. Melakukan pendataan spesimen awetan dalam katalog.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ragam dari metode sampling dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu simple-
random sampling, systematic sampling, stratified sampling, clustered sampling,
convenience sampling, quota sampling, judgement sampling, dan snowball sampling
(Ben, 2013).
Koleksi spesimen merupakan aset ilmiah yang penting sebagai bahan penelitian
keanekeragaman fauna baik taraf nasional ataupun taraf internasional. Kegiatan
pengelolaan yang dapat dilakukan adalah proses pengawetan, perawatan, perekaman
data, pengawasan dalam penggunaan spesimen ilmiah (Suhardjono, 1999). Pembuatan
awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa
harus mencari bahan segar yang baru, terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit di
temukan di alam. Spesimen adalah contoh binatang atau tumbuhan atau mikroba utuh
(misal serangga dan ikan), bagian dari tubuh binatang atau tumbuhan (misal tengkorak
mamalia, tulang burung, daun yang diserang hama dan bunga) atau organ (hati dan
pucuk akar serabut) atau darah (untuk material DNA) yang dikumpulkan dan disimpan
untuk jangka waktu tertentu (Suhardjono, 1999). Menurut Tjakrawidjaya (1999),
koleksi spesimen yaitu pengawetan yang digunakan dalam mempertahankan organ
spesimen. Teknik koleksi dibedakan menjadi dua yaitu koleksi basah dan koleksi
kering. Koleksi kering dilakukan untuk hewan seperti kelas Mamalia, Amphibi dan
Aves, sedangkan koleksi basah digunakan untuk kelas Reptil dan Pisces. Persiapan
koleksi spesimen yaitu mematikan objek, fiksasi, dan pengawetan. Objek yang akan
dijadikan spesimen harus dimatikan terlebih dahulu, hal ini dilakukan bertujuan untuk
memudahkan dalam melakukan pengawetan, kemudian dilakukan fiksasi yang
bertujuan mempertahankan ukuran dan bentuk sel tubuh, dilanjutkan pengawetan
spesimen agar spesimen tersebut tidak rusak sehingga dapat dijadikan koleksi rujukan
dalam identifikasi hewan. Cara koleksi tergantung pada taksa suatu spesies.
Terdapat dua macam tipe koleksi spesimen, yaitu koleksi basah dan koleksi
kering. Koleksi basah adalah koleksi yang disimpan dalam larutan pengawet etanol
70%, sedangkan koleksi kering berupa tulang dan kulit yang diawetkan dengan bahan
kimia formalin atau boraks. Menurut Yayuk et al. (2010), pengawetan hewan dapat
dilakukan dengan cara-cara seperti berikut. (1) Pengawetan tulang (rangka),
pembuatan preparat tulang dilakukan dengan terlebih dahulu membedah dan menguliti
spesimen hingga bersih dari kulitnya. Kemudian dilakukan perebusan selama 30 menit
hingga 2 jam agar memudahkan pemisahan otot dari rangka, lalu didinginkan se4ara
alami. Selanjutnya dibersihkan otot atau daging yang masih menempel pada rangka
dengan hati-hati sampai bersih, lalu dibersihkan dan direndam dalam pemutih agar
tulangnya putih bersih. Terakhir, ditata rapi, diberi label, dan diidentifikasi.
(2) Pengawetan insekta (insektarium), pembuatan preparat awetan insekta dilakukan
dengan terlebih dahulu mematikan serangga dengan cara serangga dimasukkan ke
dalam botol atau toples yang didalamnya telah diletakkan busa berkloroform,
sebelumnya diletakkan pembatas dari kertas yang agak tebal yang telah dibolong-
bolongi agar serangga tersebut mati tanpa terkena basahan kloroform. Setelah mati,
bagian luar tubuh serangga diolesi alkohol 70% lalu ditusuk dengan office pin atau
jarum pentul, ditancapkan pada styrofoam.

(3) Pengawetan kering (taksidermi), spesimen kering pada umumnya telah dipres dan
dikeringkan, serta ditempelkan pada kertas (kertas mounting), diberi label berisi
keterangan yang penting dan sulit dikenali secara langsung dari spesimen kering tersebut,
diawetkan serta disimpan dengan baik di tempat penyimpanan yang telah disediakan
(Murni & Yelianti, 2015).

(4) Pengawetan basah, spesimen basah yaitu koleksi yang diawetkan dengan
menggunakan larutan tertentu, seperti FAA atau alkohol (Murni & Yelianti, 2015).
Tipe spesimen secara tradisional disimpan di dalam paket berwarna merah atau
paket dengan garis pinggir berwarna merah sehingga mudah dikenal diantara koleksi
herbarium (Staples & Prado, 2018). Termasuk sebagai tipe spesimen atau tipe material
antara lain (Suwanda, 2009): (a) Holotype adalah spesimen atau ilustrasi yang dibuat
oleh author-nya dan dinyatakan sebagai tipe untuk nama yang baru; (b) Lectotype
adalah spesimen atau ilustrasi yang dibuat dari material aslinya dan dinyatakan sebagai
tipe disebabkan pada saat itu belum ada publikasi yang menyatakan holotype-nya, atau
holotype yang pernah ada hilang, atau spesimen tersebut dimasukan ke dalam anggota
lebih dari satu takson; (c) Syntype adalah setiap spesimen yang tercantum dalam
publikasi pertama (tempat pertama kali dipublikasikan) dan pada waktu itu belum ada
holotype-nya, atau jika pada saat yang bersamaan dua atau lebih spesimen dibuat
sebagai tipe; (d) Neotype adalah spesimen atau ilustrasi yang dipilih dan berfungsi
sebagai nomenclatural type (tipe acuan untuk pemberian nama) dikarenakan seluruh
material yang menjadi dasar pemberian nama suatu takson yang diambil telah hilang
atau musnah.
III. METODOLOGI

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah botol kaca, spuit, kotak
fiksasi, jaring serangga, killing bottle, kapas, kardus, kertas kalkir, pinset, office pin
atau jarum, styrofoam, alat bedah, alat penyimpan spesimen, baki preparat, kompor,
sikat gigi, alat tulis, dan kamera.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alkohol 70%, tisu,
chloroform, formalin, alkohol, silica gel, tepung maizena, boraks, kapas atau dakron,
mata palsu, kawat, lem, sabun cair, pemutih/Natrium Hipoklorit (NaOCl 10%), dan
spesimen yang digunakan.
B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum kali ini antara lain:


1. Beberapa teknik pengambilan sampel hewan dipelajari.
2. Proses preparasi koleksi hewan di lapangan atau laboratorium (pembiusan,
pembunuhan, fiksasi, pengawetan) dipelajari.
3. Proses manajemen koleksi spesimen hewan dipelajari.
4. Laporan sementara dilengkapi.
DAFTAR REFERENSI

Ben-Shlomo Y., Brookes, S., Hickman, M., 2013. Lecture Notes: Epidemiology,
Evidence-based Medicine and Public Health (6th ed.), Oxford: Wiley-
Blackwell.

Jasin, M., 1989. Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya.

Margono, S., 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Murni, P. & Yelianti, U., 2015. Lokakarya Pembuatan Herbarium untuk


Pengembangan Media Pembelajaran Biologi di MAN Cendikia Muaro
Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 30(2).

Pratiwi, R., 2006. Biota Laut: II. Bagaimana Mengkoleksi dan Merawat Biota
Laut. Oseana, Volume XXXI, p. 7.

Setiadi, A.E. & Setiawati, E., 2016. Pengembangan Ensiklopedia Hewan


Vertebrata Berbasis Spesimen. Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi, 4(1), pp.
14-21

Staples, G. & Prado, J., 2018. Clarification is needed in the Code for the
nomenclatural status of type specimen photographs. Taxon, 67(5), pp.833-
835.

Suhardjono, Y.R., 1999. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi.


Bogor: LIPI Press.

Tjakrawidjaya, F., 1999. Arsenic In Taxidermy Collections. Bogor: Puslitbang Biologi. U.


Yelianti, A. H. T. S., 2016. Pembuatan Spesimen Hewan dan Tumbuhan Sebagai
Media Pembelajaran di SMP Sekota Jambi. Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat, Volume 4, p. 31.

Yayuk, S., Hartini, U. & Sartiami, E. 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi, Kurasi
dan Manajemen Data. Bandung: Angkasa Duta.

Anda mungkin juga menyukai