Anda di halaman 1dari 5

RESUME KEPERAWATAN KRITIS

EUIS KURNIA DEWI


1018032031

1. Issue etik dalam pelayanan keperawatan kritis dan fungsi advokasi


Association of Critical – Care Nurses (AACN- Asosiasi perawat kritis di Amerika)
menyatakan bahwa perawatan kritis adalah perawatan yang mengkhususkan pada hal-hal
yang terkait dengan respon manusia terhdap hal-hal yang mengancam nyawa.
Perawat pada unit ini dipersiapkan untuk memiliki kemampuan yang menyeluruh atau
general serta harus siap berhadapan dengan evaluasi serta pengkajian yang komplek
terkait kondisi klien, terapi dengan intensitas tinggi serta intervensi khusus. Dengan
kondisi ini perawat di tuntut untuk mampu memahami lebih dalam mengenai
farmakologi, patofisiologi, pengukuran, pengkajian lanjut, dan bioteknologi. Selain itu
perawat juga harus lebih terampil dalam berkomunikasi, memecahkan masalah dan
memberikan advokasi.
Tujuan dari keperawatan kritis ini adalah memenuhi kebutuhan klien dan keluarganya
serta mengupayakan bentuk transisi yang aman dari kondisi kritis ke kondisi yang lebih
baik, selama masa kritis berlangsung.
Pasien yang berada di ruang perawatan kritis cenderung mengalami disorientasi,
nyeri, sulit tidur dan tidak bisa bergerak, yang pada akhirnya memicu terjadinya stress
bahkan depresi. Perawat selain memenuhi kebutuhan secara fisik, harus mampu
mengidentifikasi kebutuhan pasien kritis secara emosional, spriritual, sosial dan
psikologis klien. Dalam hal ini peran perawat yang penting adalah advokasi.
Adapun pernyataan advokasi AACN adalah sebagai berikut :
1) Menghormati dan mendukung hal klien atau orang yang dimintakan
klienuntuk memberikan keputusan medis.
2) Intervensi segera jika kepentingan klien mulai terganggu.
3) Bantu klien untuk mendapatkan perawatan yang dibutuhkan.
4) Menghormati keyakinan, nilai dan hak klien.
5) Memberikan edukasi dan pertolongan terhadap klien atau orang yang
dimintakan klien dalam membuat keputusan.
6) Berusaha mewakili kepentingan pilihan klien.
7) Mendukung setiap keputusan klien atau orang yang diminta oleh klien atau
menyerahkan perawatan kepada perawat dengan kualifikasi yang sama.
8) Menjadai perantara untuk klien yang tidak mampu berbicara untuk dirinya
ketika dihadapkan pada situasi yang memtuhkan tindakan segera.

Spesial Issue Dalam Keperawatan Kritis


RESUME KEPERAWATAN KRITIS
EUIS KURNIA DEWI
1018032031

9) Mamatau dan menjaga kualitas pelayanan yang diterima klien.


10) Bertindak sebagai perantara antara pasien, keluarganya, dan tenaga profesional
medis lain.
Perawat dalam menjalankan segala tugas dan kewajibannya harus mencerminkan
pemahaman mengenai aspek etik dan legal pelayanan keperawatan kritis.
Beberapa aspek legal keperawatan kritis antara lain :
UU Kesehatan No.36 tahun 2009
1) Perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan : (Pasal27)
2) Menyelamatkan nyawa pasien darurat (Pasal 32)
3) Tidak boleh menolak pasien darurat dan memintauang muka : (Pasal 32)
4) Tenaga Kesehatan Kualifikasi dan izin profesi (Pasal34)
5) Menerima atau menolak pertolongan kecuali tidaksadarkan diri (Pasal 56)
6) Tuntutan ganti rugi oleh pasien kecuali untuktindakan penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan (Pasal 58)
7) Ketentuan pidana terkait kedaruratan pasien (Pasal190)
(Black & Hawks, 2014)

2. Masalah psikososial pada pasien kritis


Ruang ICU (Intensive Care Unit) merupakan tempat dimana pasien-pasien kritis di
rawat dirawat dengan lingkungan yang penuh dengan stress. Keadaaan kritis merupakan
suatu keadaan penyakit kritis yang mana pasien sangat beresiko untuk meninggal. Pada
keadaan kritis ini pasien mengalami masalah psikososial yang cukup serius dan
karenanya perlu perhatian dan penanganan yang serius pula dari perawat dan tenaga
kesehatan lain yang merawatanya. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
kritis ini, perawat harus menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan
yang baik serta berkomunikasi yang efektif kepada pasien.
Masalah psikososial yang biasanya muncul pada pasien kritis antara lain adalah
pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami stress yang berkaitan dengan tubuh mereka,
dengan ruangan ICU serta relationship dengan orang lain. Stres yang berkaitan dengan
tubuh antara lain reaksi stress tubuh, menurunnya kontrol terhadap diri sendiri, reaksi
emosi berkaitan dengan prosedur tindakan, dan loss of meaning (kehilangan makna
hidup). Stres yang berkaitan dengan ruangan antara lain berkaitan dengan situasi dan

Spesial Issue Dalam Keperawatan Kritis


RESUME KEPERAWATAN KRITIS
EUIS KURNIA DEWI
1018032031

kondisi yang terjadi di ruangan ICU dan yang berkaitan dengan relationship yaitu
perpisahan dengan orang yang penting dalam hidupnya.
Selain masalah psikososial yang diuraikan diatas ada juga masalah lain yang dialami
pasien yang dirawat di ICU yaitu mengalami psychosis dengan gejala fatigue,
distractibility, confusion (bingung), disorientasi, kesadaran berkabut, inkoheren, cemas,
halusinasi dan delusi. Keadaan ICU psychosis ini disebabkan oleh ketidak mampuan
perawat melakukan komunikasi yang efektif dengan pasien dan kesulitan perawat dalam
membangun hubungan yang terapeutik dengan pasiennya, sehingga menyebabkan
kecemasan bagi pasien, menigkatkan ketakutannya sampai mengalami psikosa.
Lingkungan yang asing merubah persepsi lingkungan pasien. Kesalahan persepsi ini
mencetuskan misinterpretasi terhadap lingkungan yang menimbulkan kecemasan,
paranoid dan bingung yang merupakan ciri dari psikosa.
Dengan adanya masalah tersebut maka tugas perawat kritis adalah caring pada pasien
kritis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Perawat mampu mengatasi masalahnya sendiri
2) Perawat mampu mengatasi masalah psikososial pasien kritis
3) Modifikasi lingkungan
4) Melibatkan dan memfasilitasi keluarga dalam melakukan asuhan terhadap
pasien kritis
5) Komunikasi terapeutik
(Suryani, 2012)

3. Gangguan tidur dan managemen tidur pada pasien kritis


Tidur merupakan proses penting yang dialami oleh semua mahluk hidup. Tidur adalah
suatu keadaan fisiologis yang dibutuhkan manusia tiap hari untuk memperbaiki dan
memulihkan fungsi tubuh. Ketika pasien dirawat di ruang perawatan kritis maka banyak
sekali stressor yang menyebabkan gangguan istirahat tidur pada pasien. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa klien pada unit kondisi kritis hanya bisa tidur setengah
dari waktu tidur saat normal, sehingga kondisi ini memperberat penyakit klien yaitu
terjadinya gangguan sistem imun dan menurunnya kemampuan menyembuhkannya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur di ruang perawatan Kritis antara
lain adalah intervensi terapi, prosedur diagnostik, medikasi yang digunakan, proses dasar
penyakit, dan tingkat kebisingan lingkungan ICU.

Spesial Issue Dalam Keperawatan Kritis


RESUME KEPERAWATAN KRITIS
EUIS KURNIA DEWI
1018032031

Managemen tidur bagi pasien kritis yang merupakan tindakan terbaik adalah dengan
cara mengontrol faktor yang menyebabkan gangguan tidur pada pasien. Berikut beberapa
cara yang bisa dilakukan untuk managemen tidur pasien kritis antara lain adalah :
1) Modifikasi lingkungan
a. Mengidentifikasi peralatan yang sudah rusak
b. Menggunakan sepatu yang tidak menimbulkan suara berisik
c. Pembersihan lingkungan ICU hanya di siang hari
d. Berbicara dengan pelan
e. Mengatur pencahayaan lampu ruangan
2) Intervensi untuk mendukung istirahat dan tidur pasien
a. Manajemen untuk mengatasi nyeri
b. Manajemen sedasi yang tepat
c. Mengoptimalkan irama sirkardian sesuai dengan kondisi normal (melatih
mobilisasi dini sesuai dengan indikasi di pagi hari, memberikan penerangan yang
optimal di siang hari, dan mengurangi penerangan di malam hari, melakukan
stimulasi mental setiap hari, orientasi hari)
d. Membantu menyiapkan kondisi yang nyaman untuk mendukung tidur pasien
3) Pemberian obat untuk meningkatkan kualitas tidur
(Pujianto, 2018)

4. Gangguan nutrisi dan managemen nutrisi pada pasien kritis


Nutrisi merupakan substansi organikyang dibutuhkan organisme yang diperlukan
untuk fungsi normal sistem tubuh. Pasien di ruang perawatan kritis sering mengalami
malnutrisi yang pada umumnya malnutrisi adalah masalah kebanyakan pasien yang
masuk rumah sakit (RS). Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi
asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi. Sebanyak 40%
pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup serius yang dijumpai pada saat mereka
tiba di rumah sakit dan dua pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status
nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit.
Pada penderita sakit kritis ditemukan peningkatan pelepasan mediator-mediator
inflamasi atau sitokin (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan peningkatan produksi “counter

Spesial Issue Dalam Keperawatan Kritis


RESUME KEPERAWATAN KRITIS
EUIS KURNIA DEWI
1018032031

regulatory hormone” (misalnya katekolamin, kortisol, glukagon, hormon pertumbuhan),


sehingga menimbulkan efek pada status metabolik dan nutrisi pasien.
Tujuan pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi
menghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome
seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia,
hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Level yang terbaik
untuk memulai pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis adalah 25 kkal/kgbb dari berat
badan ideal per hari. Harus diperhatikan bahwa pemberian nutrisi yang kurang atau lebih
dari kebutuhan, akan merugikan buat pasien.
(Wiryana, 2007)

Sumber Bacaan :

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, Manajemen Klinis untuk
Hasil yang diharapkan. Salemba Medika.

Pujianto, A. (2018). Guideline Praktik KlinikUntuk Meningkatkan Kualitas TidurPda Pasien


Kritis di ICU. Dunia Kesehatan .

Suryani. (2012). Aspek PSikososial dalam Merawat Pasien Kritis.

Wiryana, M. (2007). Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. Jurnal Penyakit Dalam .

Spesial Issue Dalam Keperawatan Kritis

Anda mungkin juga menyukai