Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PEMERIKSAAN

“PEMERIKSAAN NEUROLOGIS EXTREMITAS ATAS “

OLEH
KELOMPOK 3
ABDUL HARIS I MARSAOLY ( PO714241171001)
HASRIANI MANJE ( PO7142411710
MELISA AMALIA (PO7142411710
NURHAYATI USMAN (PO714241171030 )
NURSYAWATI (PO714241171032 )
NURUL ZASKIA (PO714241171034)
RENI ANDRIANI (PO714241171036 )

POLITEKNIK KEMENKES MAKASSAR


2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan hidaya-Nya sehingga makalah kami yang berjudul“PEMERIKSAAN
NEUROLOGIS EXTREMITAS ATAS“ ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus bagi
seluruh umat manusia.
Disamping itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan juga membimbing penulis dalam menyelesaikan
makalah ini dan tak lupa pula saya berterima kasih kepada bapak dosen dan ibu
dosen yang telah memberikan kami tugas ini. Adapun penulisan makalah ini
ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pemeriksaan II.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam menambah
wawasan serta pengetahuan.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang
penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa ada saran yang membangun.

Makassar, 29 september 2019

KELOMPOK 3

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................ i
Daftar isi .......................................................................................................... ii
Bab I pendahuluan

a. Latar belakang .......................................................................................... 1


b. Rumusan masalah .................................................................................... 2
c. Tujuan ...................................................................................................... 2
Bab II pendahuluan
a. Pengertian hemiplegia .............................................................................. 3
b. Jenis-jenis hemiplegia .............................................................................. 3
c. Tanda dan gejala hemiplegia ................................................................... 4
d. Penyebab hemiplegia ............................................................................... 4
e. Faktor-faktor resiko hemiplegia ............................................................... 5
f. Pemeriksaan hemiplegia .......................................................................... 6
g. Pemeriksaan neurologis pada hemiplegia ................................................ 7
Bab III penutup
a. Kesimpulan .............................................................................................. 15
b. Saran ........................................................................................................ 16
Daftar pustaka ................................................................................................. 17

ii
Bab I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Dewasa ini jumlah penderita hemiplegia di Indonesia kian meningkat, saat
ini di Indonesia penyakit hemiplegia merupakan adalah suatu kondisi di mana
salah satu sisi tubuh tidak dapat digerakkan sama sekali (lumpuh).. Perubahan
pola hidup dan aktivitas masyarakat yang tidak sehat menyebabkan timbulnya
penyakit-penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terserangnya
penyakit hemiplegia.
Pada pasien Pasca hemiplegia penderita memerlukan rehabilitasi
yang dilakukan oleh berbagai tenaga kesehatan seperti, fisioterapi.
Fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara gerak dan
fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan
mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Adapun peran fisioterapi dalam
kasus hemiplegia memiliki tujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional pasien.
Istilah lain dari kondisi hemiplegia adalah hemiparesis. Hemiparesis
adalah sebuah kondisi di mana seseorang masih dapat menggerakan sisi tubuh
yang terpengaruh, namun kekuatan ototnya menurun. Pada hemiplegia, sisi
tubuh tidak dapat digerakkan sama sekali.

1
A. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud hemiplegia ?
2. Apa jenis-jenis hemiplegia ?
3. Apa tanda dan gejala hemiplegia?
4. Apa penyebab dari hemiplegia ?
5. Apa saja faktor-faktor resiko hemiplegia ?
6. Bagaimana pemeriksaan pada hemiplegia ?
7. Bagaimana pemeriksaan neurologis pada hemiplegia ?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu hemiplegia
2. Untuk mengetahui jenis-jenis hemiplegia
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala hemiplegia
4. Untuk mengetahui faktor-faktor resiko hemiplegia
5. Untuk mengetahui pemeriksaan hemiplegia
6. Untuk mengetahui pemeriksaan neurologis pada hemiplegia

2
Bab II
Pembahasan

A. Pengertian hemiplegia
Hemiplegia adalah suatu kondisi di mana salah satu sisi tubuh tidak dapat
digerakkan sama sekali (lumpuh). Kondisi ini tergolong dalam masalah
neurologis dengan tingkat keparahan yang bervariasi pada tiap penderitanya.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
kerusakan atau masalah pada sistem kontrol otak. Umumnya, lokasi pada otak
yang terdampak kondisi ini akan menentukan letak sisi tubuh yang
mengalami kelumpuhan.
Jika otak sisi kiri yang mengalami cedera, hal tersebut menyebabkan tubuh
sisi kanan mengalami kelumpuhan. Sebaliknya, apabila cedera atau kerusakan
terjadi di otak sisi kanan, kelumpuhan akan menyerang tubuh sisi kiri.
Istilah lain dari kondisi hemiplegia adalah hemiparesis. Hemiparesis
adalah sebuah kondisi di mana seseorang masih dapat menggerakan sisi tubuh
yang terpengaruh, namun kekuatan ototnya menurun. Pada hemiplegia, sisi
tubuh tidak dapat digerakkan sama sekali.
Kelumpuhan yang terjadi pada salah satu sisi dapat memengaruhi lengan,
tangan, kaki, dan otot wajah. Anda dapat mengalami kesulitan dalam
beraktivitas seperti makan, berpakaian, bahkan buang air.
Untungnya, perawatan-perawatan seperti rehabilitasi, olahraga, dan
perangkat bantuan dapat membantu mengembalikan dan memulihkan
mobilitas tubuh Anda.
B. Jenis-jenis hemiplegia
Hemiplegia adalah kondisi yang dapat dibagi menjadi dua jenis.
Umumnya, pembagian jenis ini didasari oleh kapan penderita mulai mengidap
kondisi ini:
1. Hemiplegia kongenital
Hemiplegia kongenital adalah salah satu jenis cedera atau kerusakan otak
yang telah terjadi sebelum bayi lahir dari kandungan. Bahkan, kerusakan

3
otak dapat terjadi di tengah-tengah proses persalinan, atau setelah
persalinan (hingga bayi berusia sekitar 2 tahun).
2. Hemiplegia acquired
Pada jenis ini, kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh terjadi di satu waktu
ketika anak sudah bertumbuh besar. Salah satu kondisi atau penyakit yang
dapat memicu terjadinya kelumpuhan adalah stroke.
C. Tanda dan gejala hemiplegia
Gejala umum dari hemiplegia adalah:
 Kehilangan keseimbangan
 Kesulitan berjalan
 Kesulitan menelan
 Kesulitan berbicara
 Mati rasa, kesemutan, kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan menggenggam objek
 Berkurangnya presisi pergerakan
 Kelelahan otot
 Kurangnya koordinasi
Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas.
Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu,
konsultasikanlah dengan dokter Anda.
D. Penyebab hemiplegia
Penyebab utama dari hemiplegia adalah pendarahan otak (stroke
hemoragik) dan penyakit pembuluh darah pada cerebrum dan batang otak
yang menyebabkan terganggunya asupan darah pada otak (stroke iskemia).
Kondisi lain yang dapat memicu terjadinya hemiplegia adalah trauma atau
cedera pada otak. Penyebab utama lainnya yang lebih tidak akut adalah tumor
atau luka pada otak, abses otak, penyakit yang menghancurkan selubung sel
saraf (multiple sclerosis), pembuluh darah, komplikasi infeksi virus atau
bakteri (meningitis) dan peradangan otak (ensefalitis).
Apabila lesi otak menyebabkan hemiplegia, luka otak biasanya berada di
sisi otak sebaliknya dari sisi yang lumpuh. Pada kasus yang langka,

4
hemiplegia disebabkan oleh penyakit menular akibat poliovirus
(poliomyelitis) atau gangguan sel saraf motorik (neuron) pada saraf tulang
belakang, batang otak dan korteks motorik (penyakit sistem motorik).
E. Faktor-faktor resiko hemiplegia
Hemiplegia adalah kondisi yang dapat terjadi pada hampir semua orang,
tidak memandang kelompok usia maupun golongan rasnya. Namun, terdapat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami
kondisi ini.
Perlu Anda ketahui bahwa memiliki salah satu atau beberapa faktor risiko
bukan berarti Anda dipastikan akan mengidap suatu penyakit. Tidak menutup
kemungkinan Anda dapat menderita penyakit tertentu tanpa adanya satu pun
faktor risiko.
Berikut adalah faktor-faktor risiko yang memicu seseorang untuk
mengalami kondisi ini:
1. Usia
Pada dasarnya, hemiplegia adalah kondisi yang dapat ditemukan pada
semua usia. Namun, dalam beberapa kasus, kondisi ini lebih sering
ditemukan pada anak-anak.
2. Memiliki riwayat penyakit jantung
Jika Anda pernah memiliki riwayat serangan jantung, gagal jantung,
atau pembengkakan jantung, kemungkinan Anda untuk mengalami
kelumpuhan sebagian pada tubuh jauh lebih besar.
3. Pernah mengalami trauma saat melahirkan
Trauma yang dialami pasca kelahiran, kesulitan mengeluarkan bayi
pada saat persalinan, serta kemunculan stroke perinatal pada bayi
dalam 3 hari setelah lahir dapat meningkatkan risiko terjadinya
hemiplegia.
4. Mengalami masalah atau cedera pada otak
Apabila Anda pernah menderita masalah atau cedera pada otak,
seperti stroke, cedera otak traumatis, atau tumor otak, peluang Anda

5
untuk mengalami kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh jauh lebih
besar.
5. Menderita infeksi, terutama ensefalitis dan meningitis
Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh infeksi, seperti
ensefaltis dan meningitis, dapat memperparah kemungkinan
terjadinya lumpuh. Hal ini dapat diperparah apabila infeksi yang
diderita cukup serius, seperti sepsis dan abses pada leher.
6. Mengidap diabetes
Diabetes atau penyakit gula darah tinggi juga berkontribusi dalam
memicu munculnya gejala kelumpuhan. Apabila Anda mengidap
penyakit ini, tubuh Anda lebih rentan mengalami gejala-gejala
hemiplegia.
7. Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi)
Orang-orang yang menderita penyakit tekanan darah tinggi atau
hipertensi juga memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk
mengalami kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
F. Pemeriksaan hemiplegia
a. Anamnesis
 Anamnesis umum
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Alamat
5) Pekerjaan pasien
 Anamnesis khusus
1) Sejak kapan mulai
2) Sifat serta beratnya
3) Lokasi serta penjalarannya
4) Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu
haid, sehabis makan dan lain sebagainya)
5) Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut

6
6) Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7) Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
8) Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah
ringan, datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
b. Pemeriksaan fisik
 Observasi/inspeksi
1) Kulit
2) Otot dan tendon otot
3) Struktur tulang dan postur tubuh
c. Pemeriksaan fungsi
1) Gerak aktif
2) Gerak pasif
3) Gerak TIMT ( gerak isometrik melawan tahanan )
G. Pemeriksaan neurologis pada hemiplegia

A. Memeriksa nervus cranialis


1. Nervus I , Olfaktorius (pembau )
Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan
memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah
2. Nervus II, Opticus (penglihatan)
Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan:
a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak
enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang
cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat
oleh setiap mata (visus 6/6)
b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang
saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks

7
oksipitalis. Dapat dilakukan dengan: Tes Konfrontasi, Jarak antara
pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang digerakkan harus berada
tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari
pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan
kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam
keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan
dan tidak boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan
lapang pandang pemeriksa harus normal.
c. Refleks Pupil
 Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien
tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah
satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua
pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal
pupil yang disinari akan mengecil.
 Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.

d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)


Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus
dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat
mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah
terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti
perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena
ini keluar dari diskus optikus.
e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
3. Nervus III, Oculomotorius
a. Ptosis

8
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris
lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik pula.
b. Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint
ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya
penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus.
Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah
dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
c. Pemeriksaan pupil meliputi :
 Bentuk dan ukuran pupil
 Perbandingan pupil kanan dan kiri
 Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:

4. Nervus IV, Throclearis


Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah,
strabismus konvergen, diplopia
5. Nervus V, Thrigeminus :
a. Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan
menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke atas
b. Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi
c. Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi
6. Nervus VI, Abdusen
Pergerakan bola mata ke lateral
7. Nervus VII, Facialis
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh
lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup
mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan
bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul,

9
dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat.
Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)
8. Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis
Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan gesekan
jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk
membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes
Weber.
9. Nervus IX, Glosopharingeal
Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH, menguji
kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan
samping. Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit
dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi
kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria.
Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter
perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh
menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan
adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik
kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan
lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah
komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi
dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam
keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan
kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat
menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral),
kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior
lidah (N. IX)
10. Nervus X, Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara

10
11. Nervus XI, Accessorius
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk
menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus.
12. Nervus XII, Hypoglosal
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam keadaan
diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot
yang halus iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya
yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower
motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan
menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari
N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
B. Memeriksa fungsi motorik
1. pengamatan
a. Gaya berjalan dan tingkah laku
b. Simetri tubuh dan extermitas
c. Kelumpuhan badan dab anggota gerak
2. Gerakan volunter
Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya
a. Mengangkat kedua tangan dan bahu
b. Fleksi dan extensi artikulus kubiti
c. Mengepal dan membuka jari tangan
d. Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul
e. Fleksi dan ekstansi artikulus genu
f. Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki
g. Gerakan jari-jari kaki
3. Palpasi
a. Pengukuran besar otot
b. Nyeri tekan

11
c. Kontraktur
d. Konsistensi (kekenyalan)
e. Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan
f. Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi,
kelumpuhan akibat denerfasi otot
C. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata
1. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di
patahkan atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area
kulit, Minta klien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul atau
tajam.
2. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes,
satu berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung
tersebut minta klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
3. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri
sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan
kulit minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi
4. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang
sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan
sendiinterfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta
klien untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.
D. Memeriksa reflek kedalaman tendon
1. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep:
 Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan
untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit
lebih dari 90 derajat di siku.
 Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan
terlihat dan terasa seperti tali tebal.

12
 Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.
 Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b. Reflek trisep :
 Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan
keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu.
atau Lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku
 Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi
 Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

13
c. Reflek brachiradialis
 Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat
longgar di pangkuan pasien.
 Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi
ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal
pergelangan tangan. posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi.
 Respons: flexi pada lengan bawah dan supinasi pada siku dan tangan

14
Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
 Hemiplegia adalah suatu kondisi di mana salah satu sisi tubuh tidak dapat
digerakkan sama sekali (lumpuh). Kondisi ini tergolong dalam masalah
neurologis dengan tingkat keparahan yang bervariasi pada tiap penderitanya.
 Hemiplegia adalah kondisi yang dapat dibagi menjadi dua jenis. Umumnya,
pembagian jenis ini didasari oleh kapan penderita mulai mengidap kondisi
ini: hemiplegia kongenital dan hemiplegia acquired
 Gejala umum dari hemiplegia adalah:kehilangan keseimbangan,kesulitan
berjalan,kesulitan menelan,kesulitan berbicara,mati rasa, kesemutan,
kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh,kesulitan menggenggam
objek,berkurangnya presisi pergerakan,kelelahan otot,kurangnya koordinasi
 Penyebab utama dari hemiplegia adalah pendarahan otak (stroke hemoragik)
dan penyakit pembuluh darah pada cerebrum dan batang otak yang
menyebabkan terganggunya asupan darah pada otak (stroke iskemia).
 Berikut adalah faktor-faktor risiko yang memicu seseorang untuk
mengalami kondisi ini:Usia,Memiliki riwayat penyakit jantung,Pernah
mengalami trauma saat melahirkan,Mengalami masalah atau cedera pada
otak,Menderita infeksi, terutama ensefalitis dan meningitis,Mengidap
diabetes,Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi)
 Pemeriksaan pada hemiplegia terdiri dari yaitu : anamnesis,pemeriksaan
fisik,pemeriksaan fungsi
 Pemeriksaan neurologis hemiplegia yaitu memeriksa nervus
cranialis,memeriksa fungsi motoric,memeriksa fungsi sensorik,memeriksan
reflek kedalaman tendon.

15
B. Saran
Semoga makalah “PEMARIKSAAN NEUROLOGIS PADA
EXTREMITAS ATAS” ini dapat berguna bagi masyarakat luas, khususnya
bagi para masyarakat agar mengetahui bagaimana pemeriksaan neurologis
pada extremitas atas secara benar dan tepat.

16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/5893276/Pemeriksaan_neurologis

https://www.academia.edu/23687556/PEMERIKSAAN-NEUROLOGIS

file:///C:/Users/USER/Downloads/PEMERIKSAAN-NEUROLOGIS.pdf

https://fk.uns.ac.id/static/file/GABUNGAN_MANUAL_SEMESTER_3-2012-ED.pdf

https://hellosehat.com/penyakit/hemiplegia-adalah/

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Pemeriksaan-klinis-
neurologis.pdf

https://www.academia.edu/37033754/Anamnesis_Dan_Pemeriksaan_Klinis_Neurologi

17

Anda mungkin juga menyukai