Abstrak
Sepsis adalah permasalahan yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada orang
lanjut usia. Usia tua merupakan faktor predisposisi sepsis yang disebabkan adanya komorbiditas,
pemanjangan dan berulangnya rawat inap, penurunan imunitas serta keterbatasan fungsional yang
semuanya disebabkan faktor penuaan itu sendiri. Diagnosis sepsis pada lansia lebih sulit, karena
lansia memberikan respon dan gejala klinis sepsis yang kurang jelas. Tatalaksana sepsis berat pada
lansia secara cepat dan tepat sangat diperlukan untuk memberikan terapi yang optimal.
Katakunci
sepsis, usia tua, diagnosis, tatalaksana
1 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
*e-mail: indahwardani1980@gmail.com
Adanya infeksi maupun diduga akibat infeksi dan beberapa kriteria berikut:
Variabel umum:
1. Demam (>38,3 o C)
2. Hipotermia (<36o C)
3. Detak jantung >90x/menit atau lebih dari dua standar deviasi nilai normal berda-
sarkan umur
4. Takipneu
5. Perubahan status mental
6. Edema signifikan atau keseimbangan cairan positif (>20mL/Kg selama 24 jam)
7. Hiperglikemia (glukosa plasma >140 mg/dL atau 7,7 mmol/L) tanpa adanya diabetes
Variabel inflamasi
1. Leukositosis (AL >12.000/µL)
2. Leukopenia (AL < 4000/µL)
3. Hitung leukosit normal dengan lebih dari 10% bentuk imatur
4. Kadar protein C-reaktif plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
5. Prokalsitonin plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal
Variabel hemodinamik
Hipotensi arterial (TDS<90 mmHg, MAP<70mmHg, atau penurunan TDS>40mmHg
pada dewasa atau kurang dari dua standar deviasi nilai normal berdasarkan umum
Variabel disfungsi organ
1. Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2<300)
2. Oliguria akut (urine output <0.5mL/Kg/jam sekurang-kurangnya 2 jam meskipun
resusitasi cairan cukup)
3. Peningkatan kreatinin >0.5mg/dL atau 44.2 µmol/L
4. Abnormalitas koagulasi (INR>1.5 atau aPTT>60 detik)
5. Ileus (hilangnya suara usus)
6. Trombositopenia (hitung trombosit <100.000 /µL)
7. Hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma >4mg/dL atau 70 µmol/L)
Variabel perfusi jaringan
1. Hiperlaktatemia (>1 mmol/L)
2. Penurunan pengisian kapiler atau keringat dingin
Definisi sepsis berat= hipoperfusi jaringan yang diinduksi sepsis atau disfungsi organ
(hal-hal tersebut dipertimbangkan disebabkan oleh infeksi)
1. Hipotensi yang diinduksi sepsis
2. Kadar laktat diatas batas atas nilai normal laboratorium
3. urine output <0.5mL/Kg/jam sekurang-kurangnya 2 jam meskipun resusitasi cairan
cukup
4. Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 <250 tanpa adanya pneumonia sebagai sumber
infeksi
5. Acute lung injury dengan PaO2/FiO2 <200 adanya pneumonia sebagai sumber
infeksi
6. Kreatinin >2.0 mg/dL (176,8 µmol/L)
7. Bilirubin >2 mg/dL (34.2 µmol/L)
8. Hitung trombosit <100.000 µL
9. Koagulopati (INR>1.5)
menyebutkan bahwa penderita lansia yang jelas mende- Pengobatan awal untuk infeksi hampir selalu ber-
rita infeksi tidak menunjukkan gejala demam. Demam dasarkan pengalaman empiris. Seorang klinisi harus
dapat tidak ditemui pada sepertiga pasien berusia di menyadari pathogen apa yang paling sering menyebab-
atas 65 tahun yang mengalami infeksi akut berat yang kan sebuah infeksi, antimikroba apa yang sesuai untuk
membahayakan nyawa. Bahkan pada 20 persen pende- setiap pathogen dan pola resistensi antibiotik lokal. Pa-
rita sepsis lansia, justru didapatkan hipotermia. Hal ini da lansia yang sering dirawat di rumah sakit, memiliki
menyebabkan timbulnya istilah the older the colder. resiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi nosoko-
Tidak dijumpainya demam pada pasien lansia de- mial dan pathogen resisten seperti methicilin resistanst
ngan sepsis dapat terjadi karena beberapa alasan. Variasi stafilokokus aureus. 4
harian dari suhu tubuh berkurang, dan suhu basal lansia Dalam memilih antibiotik untuk pasien lansia, umum-
adalah sekitar 0,6-0,8 derajat lebih rendah dari dewasa nya semua obat dapat diberikan sesuai indikasi yang
muda. Mekanisme yang mendasarinya adalah: berku- sama dengan pasien dewasa muda, namun dosis dan
rangnya produksi sitokin (misalnya IL-6), berkurangnya interval obat harus dapat disesuaikan pada lansia yang
sensistivitas reseptor hipotalamik terhadap sitokin dan memiliki berat badan yang rendah dan fungsi ginjal yang
rusaknya adaptasi termoregulasi perifer terhadap peru- terganggu. 5,6 Efek samping obat dapat terjadi sebanyak
bahan suhu. Sebagai tambahan, penggunaan obat obatan 2-3 kali lebih sering pada lansia dibandingkan dewasa
yang sering dipakai pada lansia misalnya NSAID, kor- muda. Pada suatu studi di Belgia, insidens terjadinya
tikosteroid, B reseptor blocker, antihistamin, ranitidin efek samping obat pada lansia diperkirakan sekitar 20%
dapat menekan respon febril terhadap inflamasi. pada pasien rawat inap. Antibiotik juga berinteraksi
Peningkatan suhu tubuh di atas 1,5 derajat dapat dengan obat obatan yang sering dipakai lansia. Beri-
diartikan sebagai reaksi febris dan indikator infeksi. Me- kut adalah beberapa obat obat yang dapat berinteraksi
tode pengukuran suhu adalah hal penting yang harus dengan antibiotik pada lansia. 5
diperhatikan. Pengukuran suhu rektal dapat mendeteksi Penggunaan dosis obat yang tepat tidak hanya pen-
dmeam pada sekitar 86% pasien, sublingual 65% dan ting untuk menentukan keberhasilan terapi, tetapi juga
aksila hanya 32%. Pengukuran suhu rektal secara klinis untuk mencegah terjadinya resistensi. Dosis antibiotik
adalah metode pengukuran terbaik pada pasien lansia. 3 suboptimal dapat menyebabkan munculnya pathogen
Sama halnya dengan demam, indikator klasik untuk pathogen yang resisten. Pemilihan dosis yang tepat
infeksi, seperti C reactive protein atau jumlah lekosit untuk lansia merupakan sebuah seni, yang harus mem-
pada lansia, sensitivitas dan spesifitasnya berkurang. pertimbangkan kurangnya penetrasi obat ke jaringan,
Hal ini diistilahkan sebagai immunosenescense, yaitu terganggunya farmakokinetik obat, penyakit penyakit
kurang berfungsinya respon imun pada pasien lansia. penyerta dan lemahnya sistem imun tubuh.
Begitupula dengan gejala gejala lain, seperti batuk pada
pneumonia, nyeri khas pada apendisitis atau kolesistitis,
sering tidak dikeluhkan dan dianggap “biasa”. 5. Tatalaksana Sepsis Berat Lansia
Sumber infeksi yang sering dijumpai pada lansia
tidak berbeda dengan kelompok umur yang lain, menca- 5.1 Resusitasi Awal
kup sistem pernafasan, kemih dan gastrointestinal. Or- Resusitasi pasien dengan sepsis dan hipoperfusi jaringan
ganisme yang paling sering dijumpai adalah basil gram harus dimulai segera mungkin dan tidak memperlambat
negatif, namun terdapat peningkatan tajam insidens in- pindah perawatan ICU. Dalam suatu studi terkontrol
feksi kokus gram positif. Peningkatan ini mungkin dia- randomisasi, resusitasi awal akan memperbaiki survival
kibatkan perawatan pasien lansia di rumah jompo, dan diruang gawat darurat pada pasien yang datang syok
peningkatan penggunaan dini antibiotik spektrum luas. septik. 4 Selama resusitasi 6 jam pertama, target resusi-
Tabel 3. Efek interaksi antibiotik dengan obat obat yang tiap alat akses vaskuler, kecuali alatnya baru saja terpa-
sering dipakai lansia sang (< 48 jam). Kultur darah ini dapat diambil pada
saat bersamaan jika kultur diperoleh dari tempat yang
Obat Efek samping Antibiotik
berbeda. Kultur tempat lainnya seperti urine, cairan
obat
serebrospinal, luka, sekresi pernapasan, atau cairan tu-
Marcumar peningkatan Aminopenisilin
buh lainnya yang diduga sebagai sumber infeksi harus
resiko perda-
diperoleh sebelum terapi antimikroba jika pengerjaan-
rahan
nya tidak menyebabkan keterlambatan bermakna dalam
Digitalis Peningkatan Macrolide penici-
pemberian antibiotik. Dianjurkan melakukan pemerik-
efek llin
saan imaging yang dapat dilakukan segera untuk meng-
Antiplatelet Peningkatan Sefalosporin
konfirmasi sumber infeksi yang potensial. 2
resiko perda-
rahan
5.3 Terapi Antimikroba
teofilin konvulsi Macrolide
Pemberian antimikroba intravena efektif dalam jam per-
Calcium chan- Fibrilasi ven- Eritromisin klari-
tama sejak diketahui syok septik dan sepsis berat tanpa
nel blocker trikel tromisin
syok septik harus menjadi target terapi. Pemasangan
(verapamil,
akses vaskuler dan memulai resusitasi cairan agresif me-
diltiazem)
rupakan prioritas pertama saat tatalaksana pasien dengan
Furosemid Insufisiensi re- sefalosporin
sepsis berat dan syok septik. Infus agen antimikroba
nal
segera juga menjadi prioritas dan kemungkinan membu-
Selective sero- Serotonin syn- linezolid
tuhkan akses vaskuler tambahan. 7 Adanya syok septik,
tonin reuptake drome
keterlambatan tiap jam dalam pemberian antibiotik yang
inhibitor
efektif terkait dengan peningkatan mortalitas dalam se-
jumlah penelitian. 8
Pemberian terapi antiinfektif empiris awal termasuk
tasi awal pada pasien sepsis dengan hipoperfusi adalah
satu obat atau lebih yang memiliki aktivitas terhadap
CVP 8-12 mmHg, MAP ≥ 65mmHg, Urine output ≥
seluruh kemungkinan patogen (bakteri dan/atau jamur
0.5 mL/KgBB/jam, saturasi oksigenasi vena kava supe-
atau virus) dan dapat penetrasi dalam konsentrasi yang
rior (ScvO2) 70% atau saturasi oksigen vena campuran
cukup kedalam jaringan yang dicurigai sumber sepsis.
(SvO2) 65%. Pasien dengan peningkatan kadar laktat
Regimen antimikroba harus dinilai kembali secara ha-
sebagai marker hipoperfusi jaringan target resusitasi ada-
rian untuk kemungkinan de-eskalasi untuk mencegah
lah untuk menormalkan kadar laktat. 2 Pada pasien lanjut
berkembangnya resistensi, mengurangi toksisitas, dan
usia, resusitasi cairan harus mempertimbangkan rsiko
menurunkan biaya. Disarankan juga penggunaan kadar
overload cairan, yang dapat menjadi problematik pada
prokalsitonin yang rendah atau biomarker yang serupa
pasien dengan disfungsi diastolik terkait usia lanjut.
untuk membantu klinisi dalam menghentikan antibiotik
Pada pasien dengan sakit infeksi yang potensial berat empiris pada pasien yang tampak sepsis, namun tidak
dianjurkan dilakukan skrining rutin untuk kemungkinan ada bukti infeksi lebih lanjut. 2
sepsis berat untuk meningkatkan identifikasi awal sepsis Terapi empiris harus yang memiliki aktivitas anti-
dan memungkinkan implementasi terapi sepsis awal. mikroba terhadap patogen yang paling mungkin me-
identifikasi awal sepsis dan terapi awal berdasarkan buk- nyebabkan infeksi dan pola infeksi lokal. Disarankan
ti meningkatkan outcome dan menurunkan mortalitas kombinasi terapi empiris untuk pasien neutropenia de-
terkait sepsis. 7 Waktu diagnosis sepsis berat yang cepat ngan sepsis berat dan untuk pasien dengan kasus yang
merupakan suatu komponen penting menurunkan morta- sulit diterapi, patogen bakteri resisten banyak obat seper-
litas akibat sepsis yang terkait dengan disfungsi banyak ti Acinobacter dan Pseudomonas spp. Pasien tertentu
organ. 8 dengan infeksi berat terkait dengan gagal napas dan syok
Perbaikan kondisi umum pada pasien sepsis berat septik, terapi kombinasi beta laktam spektrum luas dan
harus diterapkan untuk meningkatkan outcome pasien. 8 aminoglikosida atau fluorokuinolon diduga Pseudomo-
Tatalaksana sepsis berat memerlukan tim multidisplin nas aeruginosa. 9 Sama halnya seperti kombinasi yang
dan kolaborasi multispesialis untuk memaksimalkan ke- lebih kompleks pasien dengan syok septik akibat bakte-
berhasilan terapi. 2 ria infeksi Streptococcus pneumonia. Disarankan terapi
kombinasi yang digunakan sebagai terapi empiris pada
5.2 Diagnosis pasien dengan sepsis berat tidak diberikan lebih dari 3
Disarankan untuk kultur sebelum diberikan terapi anti- hingga 5 hari. Deeskalasi ke terapi agen tunggal yang
mikroba jika kultur tidak menyebabkan keterlambatan paling sesuai harus dilakukan segera setelah hasil pro-
yang bermakna (>45menit) dalam memulai pemberian fil sensitivitas diketahui. Kecuali termasuk monoterapi
antimikroba. Dianjurkan untuk mengambil sekurang- aminoglikosida secara umum harus dihindari, terutama
kurangnya dua kultur darah (botol aerob dan anaerob) untuk sepsis P. aeruginosa. 2
sebelum terapi antimikroba untuk mengoptimalkan iden- Durasi terapi diberikan selama 7-10 hari jika diin-
tifikasi agen penyebab. Kultur darah diambil sekurang- dikasikan secara klinis. Terapi antiinfeksi yang lebih
kurangnya satu diambil perkutan dan satu lagi melalui lama mungkin sesuai pada pasien yang respon klinisnya
lambat, fokus infeksi yang tidak dapat didrainase, bak- cairan yang lebih cepat dan jumlah cairan yang lebih be-
terimia dengan S. Aureus, beberapa jamur dan infeksi sar diperlukan pada beberapa pasien. Teknik pemberian
virus atau defisiensi imunologis termasuk neutropenia. uji cairan dapat terus dilanjutkan sepanjang didapatkan
Terapi antivirus disarankan diberikan segera mungkin perbaikan hemodinamik berdasarkan perubahan varia-
pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik akibat bel dinamik (tekanan nadi, variasi volume stroke) dan
virus. 2 variabel statis (tekanan arterial, detak jantung). 2
Agen antimikroba tidak digunakan pada pasien de-
ngan status inflamasi yang berat yang penyebabnya di- 6.2 Penggunaan Vasopresor
tentukan sebagai noninfeksi. Saat infeksi tidak didapat- Terapi vasopresor dianjurkan dengan target MAP 65
kan, terapi antimikroba harus dihentikan segera untuk mmHg. Terapi vasopresor diperlukan untuk memperta-
meminimalkan kemungkinan pasien akan terinfeksi de- hankan hidup dan perfusi dalam menghadapi hipotensi
ngan patogen resisten antimikroba atau akan berkem- yang mengancam jiwa. Terapi norepinefrin merupakan
bang efek samping terkait obat. Meskipun penting untuk vasopresor pilihan pertama. 10 Disarankan penggunaan
menghentikan terapi antibiotik yang tidak perlu seawal epinefrin saat agen tambahan diperlukan untuk menjaga
mungkin, klinisi harus mengetahui bahwa pada lebih da- tekanan darah yang adekuat. Vasopresin dapat ditam-
ri 50% kasus sepsis berat atau syok septik kultur darah bahkan pada pemberian norepinefrin untuk menaikkan
negatif jika pasien mendapat terapi antimikroba empiris, MAP dan menurunkan dosis norepinefrin. Penggunaan
namun banyak kasus disebabkan bakteria atau jamur. dopamin sebagai agen vasopresor alternatif norepine-
Karena itu, keputusan untuk melanjutkan, mempersem- frin hanya pada pasien tertentu (pasien dengan risiko
pit, atau menghentikan terapi antimikroba harus dibuat takiaritmia rendah dan bradikardia absolut atau relatif. 11
berdasarkan keputusan klinisi dan informasi klinis. 2 Penggunaan dopamin dosis rendah tidak dianjurkan
untuk proteksi renal. Uji randomisasi besar dan metaa-
5.4 Kontrol Sumber Infeksi nalisis membandingkan dopamin dosis rendah dengan
Diagnosis anatomis infeksi tertentu memerlukan pertim- plasebo tidak didapatkan perbedaan pada outcome pri-
bangan kontrol sumber infeksi (seperti infeksi jaringan mer (kreatinin serum puncak, kebutuhan terapi penggan-
lunak nekrotisasi, peritonitis, kolangitis, infark usus) ti ginjal, urine output, waktu pemulihan fungsi ginjal
perlu dicari dan didiagnosis atau dieksklusi secepatnya normal) atau outcome sekunder (harapan hidup sete-
dan intervensi dilakukan untuk kontrol sumber infeksi lah pulang dari ICU atau rumah sakit, perawatan ICU,
dalam 12 jam pertama setelah diagnosis dibuat. Bila ter- perawatan rumah sakit, aritmia). 2
jadi nekrosis peripankreas diidentifikasi sebagai sumber Disarankan pula seluruh pasien yang memerlukan
infeksi potensial, intervensi definitif sebaiknya ditunda vasopresor dipasang kateter arteri sesegera mungkin
hingga batas jaringan viabel dan non viabel jelas. Jika jika sumber daya tersedia. Pada kondisi syok, perkiraan
alat akses intravaskuler merupakan sumber infeksi se- tekanan darah menggunakan manset sering tidak akurat.
psis berat atau syok septik, akses tersebut harus dilepas Penggunaan kanula arteri memberikan hasil pengukuran
segera setelah akses vaskuler lainnya telah terpasang. 7 tekanan arteri lebih tepat. 2
saat kadar hemoglobin turun dibawah 7 gr/dL dengan 7.5 Kontrol Glukosa
target kadar hemoglobin 7 hingga 9 g/dL pada dewasa Pendekatan tatalaksana gula darah pada pasien ICU de-
(Hebert et al., 1999). Kadar hemoglobin optimum untuk ngan sepsis berat menggunakan insulin bila kadar glu-
pasien dengan sepsis berat tidak secara spesifik diinves- kosa darah >180 mg/dL dua kali pengukuran berurutan.
tigasi, namun dari penelitian Tranfusion Requirement in Pendekatan kontrol gula darah dengan target glukosa
Critical Care menyimpulkan bahwa kadar hemoglobin darah lebih tinggi ≤ 180 mg/dL daripada target glukosa
7-9 g/dL dibandingkan dengan 10-12 g/dL tidak terkait darah ≤ 110 mg/dL. Monitor glukosa darah dilakukan
peningkatan mortalitas pada pasien dewasa dengan sakit setiap 1 hingga 2 jam hingga kadar glukosa dan kecepat-
kritis. 2 an infus insulin stabil, kemudian setiap 4 jam. 12
Pasien dengan anemia yang terkait dengan sepsis
berat tidak disarankan untuk penggunaan eritropoietin. 7.6 Terapi Pengganti Ginjal
Berdasarkan uji klinis pemberian eritropoietin pada pa- Terapi pengganti ginjal kontinyu dan hemodialisis in-
sien dengan sakit kritis memperlihatkan penurunan ke- termiten manfaatnya sama pada pasien dengan sepsis
butuhan transfusi sel darah merah tanpa memiliki efek berat dan gagal ginjal akut karena angka harapan hidup
pada outcome klinis. 3 jangka pendeknya sama. 2
Pada pasien dengan sepsis berat tidak disarankan un- 7.7 Terapi Bikarbonat
tuk mengoreksi abnormalitas koagulasi berdasarkan la- Penggunaan terapi natrium bikarbonat tidak disarankan
boratorium tanpa adanya perdarahan atau direncanakan bila digunakan untuk memperbaiki hemodinamik atau
prosedur invasif. Tidak ada penelitian yang menyarank- menurunkan kebutuhan vasopresor pada pasien dengan
an koreksi abnormalitas koagulasi berat memberikan asidemia laktat yang diinduksi oleh hipoperfusi dengan
manfaat pada pasien yang tidak didapatkan perdarah- PH ≥7,15. 2
an. Pemberian antitrombin untuk terapi sepsis berat dan
syok septik tidak disarankan. Berdasarkan uji klinis 7.8 Profilaksis Deep Vein Thrombosis
fase III antitrombin dosis tinggi tidak menampakkan Pasien dengan sepsis berat disarankan mendapat far-
efek yang bermanfaat pada seluruh mortalitas pada pa- makoprofilaksis harian untuk kejadian tromboemboli
sien dewasa dengan sepsis berat dan syok septik. Pada vena (TEV). Pencegahannya dengan penggunaan low-
pasien dengan sepsis berat, disarankan trombosit dibe- molecular weight heparin (LMWH) harian dua kali se-
rikan sebagai profilaksis saat hitung trombosit kurang hari. Jika kreatinin klirens <30 mL/menit disarankan
dari 10.000/mm3 yang tidak didapatkan tanda perdarah- penggunaan dalteparin atau bentuk lain LMWH yang
an, saat hitung trombosit kurang dari 20.000/mm3 jika rendah metabolisme di ginjal. Pasien dengan sepsis ber-
pasien berisiko tinggi mengalami perdarahan. Hitung at diterapi dengan kombinasi terapi farmakologis dan
trombosit lebih tinggi (≥ 50.000/mm3) dianjurkan untuk alat kompresi pneumatik intermiten bila memungkinkan.
perdarahan aktif, pembedahan, atau prosedur invasif. 2 Pasien sepsis yang memiliki kontraindikasi penggunaan
heparin (trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan
7.2 Imunoglobulin aktif, perdarahan intraserebral yang baru terjadi) tidak
Penggunaan imunoglobulin intravena pada pasien de- mendapat farmakoprofilaksis. Pasien yang ada kontra-
wasa dengan sepsis berat atau syok septik disarankan indikasi farmakoprofilaksis disarankan mendapat terapi
tidak digunakan. Salah satu penelitian besar randomi- profilaksis mekanik seperti stoking kompresi gradual
sasi terkontrol multisenter mendapatkan bahwa tidak atau alat kompresi intermiten jika tidak ada kontrain-
ada manfaat untuk penggunaan imunoglobulin intravena dikasi. Saat risiko penggunaan heparinnya menurun,
(IVIG). 2 disarankan memulai farmakoprofilaksis. 2
sepsis berat atau syok septik ditetapkan. Pasien tidak 9. Marik PE. Management of the critically ill geriatric
dianjurkan untuk diberikan kalori penuh dalam ming- patient. Critical care medicine. 2006 Sep;34:S176–
gu pertama, namun lebih baik disarankan makan dosis S182.
kalori yang rendah (hingga 500 Kcal per hari), dapat
ditingkatkan hanya bila dapat ditoleransi. Pemberian 10. Sligl W, Danny A Milner J, Sundar S, Mphatswe W,
nutrisi sebaiknya menggunakan glukosa intravena dan Majumdar S. Safety and Efficacy of Corticosteroids
nutrisi enteral daripada hanya nutrisi parenteral total for the Treatment of Septic Shock: A Systematic
atau nutrisi parenteral ditambahkan dengan nutrisi ente- Review and Meta-Analysis. 2009;49:93–101.
ral dalam 7 hari pertama setelah diagnosis sepsis berat 11. Martin C, Viviand X, Leone M, Thirion X. Effect
atau syok septik ditetapkan. Nutrisi yang diberikan tidak of norepinephrine on the outcome of septic shock.
dianjurkan mengandung suplementasi imunomodulato- 2000;28:2758–2765.
ri. 2
12. Arabi ea Yaseen M. Intensive versus Conventional
Insulin Therapy: A Randomized Controlled Trial in
Daftar Pustaka Medical and Surgical Critically Ill Patients. Critical
Care Medicine. 2008;36(12):3190–3197.
1. Angus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, Cler-
mont G, Carcillo J, Pinsky MR. Epidemiology of 13. Marik PE, Vasu T, Hirani A, Pachinburavan M.
severe sepsis in the United States: analysis of inci- Stress ulcer prophylaxis in the new millennium: A
dence, outcome, and associated costs of care. Criti- systematic review and meta-analysis. 2010;38:2222–
cal care medicine. 2001;29(7):1303–1310. 2228.
2. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Ger-
lach H, Opal MS, et al. Surviving Sepsis Campaign
guidelines for management of severe sepsis and
septic shock: 2012. Critical Care Medicine and
Intensive Care Medicine. 2013;41(2):580–637.