Anda di halaman 1dari 9

PORIFERA DAN CNIDARIA

Oleh :
Nama : Siska Noviana Dewi
NIM : B1A017018
Rombongan : II
Kelompok :2
Asisten : Hilmy Haeruni Putri

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan diklasifikasikan dalam kelompok-


kelompok dan tingkatan takson tertentu. Berdasarkan sistem klasifikasi, hewan
dikelompokkan dalam Regnum Animalia sedangkan tumbuhan termasuk Regnum
Plantae. Regnum Animalia dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu Invertebrata dan
Vertebrata. Invertebrata adalah istilah untuk hewan tanpa tulang punggung sedangkan
Vertebrata adalah istilah untuk hewan dengan tulang belakang. Hewan-hewan ini hidup
di setiap bagian lingkungan di bumi baik di daratan maupun di perairan (Nisa et al.,
2017).
Banyak hewan yang termasuk dalam Kingdom Animalia hidup di perairan. Hal ini
terlebih lagi Indonesia merupakan negara di dunia yang memiliki 81.000 km pantai
dengan ekosistem dan biota yang ada di dalamnya. Diantara beberapa phylum dari
Kingdom Animalia yang ada di perairan adalah Phylum Porifera atau spons yang
diperkirakan terdapat sekitar 830 jenis yang hidup tersebar di wilayah Indonesia. Spon
merupakan salah satu komponen biota yang mempunyai potensi bioaktif yang belum
banyak dimanfaatkan (Van Soest, 1989 dalam Handayani, 2012). Spons berperan
penting dalam ekosistem laut karena dampaknya pada substrat, siklus kimiawi, asosiasi
simbiotik dan merupakan komponen kunci untuk keberlanjutan terumbu karang. Bahkan
banyak spesies spons yang mengandung berbagai metabolit sekunder dan menjadi fokus
penemuan obat (Setiawan et al., 2016).
Phylum Porifera merupakan kelompok makhluk hidup penyusun terumbu karang
di laut. Porifera merupakan hewan multiseluler. Kata Porifera berasal dari bahasa latin
yaitu “pori” artinya lubang-lubang kecil dan “faro” yang artinya mengandung,
membawa. Kata tersebut mengindikasikan bahwa Porifera merupakan hewan yang
memiliki lubang-lubang kecil atau pori sehingga disebut juga hewan berpori. Hewan ini
mengambil nutrisi yang berada dari perairan yang kemudian masuk ke dalam tubuhnya
melalui ostium dan diserap kemudian dikeluarkan lewat osculum (Jasin, 1984 dalam
Handayani, 2012).
Phylum lainnya adalah Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani yaitu
“cnidos” yang berarti “jarum penyengat”. Hal ini karena kebanyakan hewan Cnidaria
memiliki kemampuan untuk menyengat. Contoh jenisnya yaitu ubur-ubur (Aurelia
aurita). Ubur-ubur termasuk dalam kelas Scyphozoa. Ubur-ubur memiliki bentuk
morfologi yang menyerupai selaput transparan dengan banyak tentakel yang berfungsi
untuk melindungi diri dan menangkap mangsa. Jenis ubur-ubur ini memiliki varietas
yang beraneka warna, mulai dari warna gelap hingga yang berwarna terang (Kuvaini,
2015).
B. Tujuan
Tujuan praktikum acara Identifikasi Porifera dan Cnidaria antara lain:
1. Praktikan mengenal beberapa anggota Phylum Porifera dan Cnidaria.
2. Praktikan mengetahui beberapa karakter penting untuk identifikasi dan klasifikasi
anggota Phylum Porifera dan Cnidaria.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Phylum Porifera sering disebut dengan spons. Karakter Porifera atau spons yaitu
merupakan hewan multiseluler yang memiliki jaringan dan organ dengan fungsi yang
sederhana. Hewan ini juga memiliki banyak saluran dan kanal pada tubuhnya. Cara
mendapatkan makanan hewan Porifera adalah dengan menghisap dan menyaring air dari
lingkungan ke dalam tubuhnya. Habitat dari hewan ini yaitu menempel pada batu-
batuan ataupun pasir (Amir dan Budiyanto, 1996 dalam Kacombo et al., 2018).
Kontruksi tubuh spons berupa sel dan relatif sedikit didukung oleh kerangka kolagen
dan serat spongin, namun lebih banyak didukung oleh kerangka berupa spikula berkapur
atau silika (Camacho et al., 2018). Sebagian besar sel tubuh Porifera tersusunn oleh
arkeosit yang memiliki kemampuan untuk terus berkembang menjadi beberapa tipe sel
lain seperti yang dipersyaratkan oleh organisme individu (totipotency). Kekencangan
tubuh spons disediakan oleh (1) kolagen fibril mesohyl, (2) serat spongin, dan (3)
anorganik kerangka terdiri dari berbagai elemen mineral pendukung yang tersusun dari
bahan kalsium karbonat (CaC03) atau silika (Si02) (termasuk spikula diskrit, spikula
diartikulasikan atau menyatu dan / atau kerangka basal termineralisasi hiperkalsifikasi)
(Hooper et al., 2002).
Berdasarkan studi filogenetik dan molekuler bahwa Phylum Porifera merupakan
kelompok hewan Metazoa Avertebrata. Phylum Porifera dibedakan menjadi empat kelas
utama yaitu Demospongiae, Hexactinellida, Homoscleromorpha dan Calcarea.
Hexactinellida, Demospongiae, Homoscleromorpha memiliki spikula bersifat silika
sedangkan untuk Calcarea mereka berbasis kalsium. Spons air tawar hanya memiliki
oxeas sebagai megascleres tetapi mereka memiliki keanekaragaman mikroskler dan
gemmuloskler yang tinggi (Camacho et al., 2018).
Phylum lainnya dalam Kingdom Animalia adalah Phylum Cnidaria, yaitu sebuah
phylum yang memiliki sekitar 9.000 spesies hewan sederhana yang hanya ditemukan di
perairan dangkal. Karakter khas dari Cnidaria yaitu memiliki knidosit yang merupakan
sel terspesialisasi yang digunakan untuk menangkap mangsa dan membela diri. Tubuh
mereka terdiri atas mesoglea, suatu bahan tak hidup yang mirip jeli, terletak di antara
dua lapisan epitelium yang biasanya setebal satu sel (Kuvaini, 2015). Phylum Cnidaria
juga memiliki ciri fisik lainnya seperti tubuhnya adalah simetri radial. Badan Cnidaria
dapat dibedakan menjadi dua. Bentuk pertama adalah polipoid, seperti pada hidra dan
anemon laut, berbentuk silinder dengan lubang oral menghadap ke atas dan lubang
aboral melekat pada dasar. Bentuk kedua adalah bentuk medusoid seperti pada ubur-
ubur (Vilee, 1978).
Berdasarkan klasifikasi bahwa Phylum Cnidaria merupakan kelompok Metazoa
Invertebrata berbisa terbesar dan paling beragam. Phylum Cnidaria dibedakan menjadi
kelas: Anthozoa (anemon laut, karang), Cubozoa (ubur-ubur kotak), Hydrozoa (hidras,
hidroid), Scyphozoa (ubur-ubur sejati) dan Staurozoa (ubur-ubur yang menguntit).
Filum dibagi menjadi dua-sububphyla yaitu Anthozoa dan Medusozoa (terdiri dari
empat kelas yang tersisa( (Ponce et al., 2016). Kelompok Anthozoa merupakan
kelompok yang tidak berenang bebas atau tidak mengalami tahap medusa. Kelompok
ini merupakan kelompok yang hidupnya sessile dan bereproduksi secara polip sejak
tahap larva. Empat kelas lainnya merupakan clade Medusozoa yaitu dalam waktu
hidupnya mengalami fase polip dan fase medusa (Pratlong et al., 2016).
Phylum Porifera dibedakan menjadi empat kelas yang memiliki karakternya
masing-masing yang dapat digunakan untuk membedakan dengan karakter lainnya.
Kelas pertama adalah Demospongia yang merupakan kelas terbesar dan mencakup
sekitar 81% dari semua spons yang hidup dengan hampir 7.000 spesies dan lebih dari 50
spesies baru rata-rata dijelaskan setiap tahunnya (Morrow & Cardenas, 2015). Menurut
Judianti et al. (2014), Demospongiae mampu menyeleksi mikroorganisme tertentu yang
berinteraksi dengannya dan memakan mikroorganisme tersebut. Marzuki (2018)
menambahkan terdapat satu kelas lagi dalam Porifera, yaitu Sclerospongia. Kelas
Sclerospongia kebanyakan hidup di perairan dalam pada terumbu karang, gua-gua,
celah bebatuan bawah laut, atau terowongan terumbu karang. Kelas ini mempunyai
spikula silikat serta serat spongin. Menurut Yang et al. (2017) bahwa proses identifikasi
Porifera tergolong sulit sebab terbatasnya karakter yang digunakan dalam klasifikasi.
Berdasarkan World Porifera Database terdapat 8.700 spesies Porifera yang telah
teridentifikasi dimana 7.300 di antaranya termasuk ke dalam kelas Demospongiae.
Phylum Cnidaria dibedakan menjadi empat kelas. Kelas yang pertama adalah
Scyphozoa atau ubur-ubur yang hidup di laut baik dalam bentuk polip yang melekat di
dasar ataupun yang berenang bebas dalam bentuk medusa. Tubuhnya lunak seperti
gelatin, transparan, dan mengandung banyak air. Bentuk tubuhnya unik sehingga dengan
mudah dapat dibedakan dari jenis Cnidaria lainnya (Manuputty, 1988). Cubozoa adalah
kelas terkecil di dalam Phylum Cnidaria, Strutur tubuh Cnidaria, habitat, pola perilaku,
sistem saraf, dan menjadi salah satu hewan paling berbisa di dunia. Sebagian besar
spesies memiliki bentuk kubus tubuh sehingga disebut dengan Cubozoa. Habitatnya
tersebar luas di perairan tropis dan subtropis, lebih suka dekat pantai habitat seperti
hutan bakau, hutan rumput laut, karang terumbu karang, dan perairan lepas pantai
berpasir. Cubozoa memiliki siklus hidup medusa (Cubomedusae) kuat dan aktif
perenang daripada hydromedusae dan scyphomedusae dan juga memiliki cara hidup
yang lebih planktonik. Cubozoa adalah predator aktif karena memiliki sistem visual
memiliki yang paling canggih daripada kelas Phylum Cnidaria lainnya (Parkefelt et al.,
2005). Kelas ketiga adalah Anthozoa. Kelas ini memiliki morfologi polip dan tidak
memiliki tahap medusa yang biasa ditemukan di kelas lain. Karakter utama tersebut
diturunkan dalam hubungan evolusinya termasuk morfologi dan sejarah kehidupan
koloni, bentuk tentakel, jumlah dan pengaturan divisi dalam rongga gastrovaskular
(disebut mesenteries atau septa), struktur nematokista, dan struktur kerangka. Anggota
dari kelas ini termasuk karang berbatu, karang lunak, anemon, dan lainnya spesies
seperti anemon (Bertnson, 1999). Hydrozoa adalah kelompok Cnidaria yang bisa
memiliki polip dan medusa (Hydroidomedusae,dengan banyak kasus penekanan
medusa), atau hanya medusa (Automedusae). Generasi polip dari Hydrozoa berperan
penting peran dalam ekosistem laut dangkal. Koloni hidrozoa tumbuh dengan cepat dan
hidran mereka mampu untuk menangkap dan mengkonsumsi berbagai macam mangsa
(Boero et al., 2007). Staurozoa adalah ubur-ubur yang dikuntit yang hidup melekat pada
substrat, terutama pada alga, batu, lamun, dan cangkang. Staurozoa adalah kelas
Cnidaria yang saat ini diwakili oleh 50 spesies yang diorganisasikan dalam 11 genus, 6
famili, dan , dan 2 subordo. Staurozoa memiliki siklus hidup dengan dua generasi, yang
dikenal sebagai stauropolyp dan stauromedusa (Miranda et al., 2017). Habitat Staurozoa
adalah subtidal intertidal dan dangkal, tetapi juga laut dalam. Sebanyak 13 spesies
termasuk dalam genus Haliclystus telah dilaporkan dari perairan Pasifik, sedangkan
hanya tiga spesies yang berasal dari Utara Perairan Atlantik, yaitu Haliclystus auricula,
Haliclystus octoradiatus, dan Haliclystus salpinx. Stauromedusae memiliki beberapa
karakter polipoid dan medusoid yang digabungkan seperti lonceng kelopak, bermata
dengan kumpulan tentakel di sebagian besar spesies, dan tangkai (gagang bunga) yang
melekat pada substrat dengan perekat basal. Kelas ini mempunyai relatif sedikit karakter
morfologi diagnostik eksternal yang berguna untuk identifikasi spesies namun karakter
tubuh internal struktur menyediakan fitur taksonomi penting (Holst & Laakman, 2018).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum acara Porifera dan Cnidaria adalah bak
preparat, pinset, kaca pembesar, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, sarung tangan
karet (gloves), masker, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum acara Porifera dan Cnidaria adalah
beberapa spesimen hewan Porifera dan Cnidaria.

B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum acara Porifera dan Cnidaria adalah:
1. Beberapa spesimen hewan Porifera dan Cnidaria diamati, digambar, dan
dideskripsikan karakternya berdasarkan ciri-ciri morfologi.
2. Beberapa spesimen hewan Porifera dan Cnidaria diidentifikasi dengan kunci
identifikasi.
3. Kunci identifikasi sederhana dibuat berdasarkan karakter spesimen yang diamati.
4. Laporan sementara dibuat berdasarkan hasil praktikum.
DAFTAR REFERENSI

Aguilar-Camacho, J. M., Doonan, L. & McCormack, G. P., 2018. Evolution of the main
skeleton-forming genes in sponges (phylum Porifera) with special focus on the
marine Haplosclerida (class Demospongiae). Molecular phylogenetics and
evolution, 131, pp. 245-253.

Berntson, E. A., France, S. C. & Mullineaux, L. S., 1999. Phylogenetic relationships


within the class Anthozoa (phylum Cnidaria) based on nuclear 18S rDNA
sequences. Molecular phylogenetics and evolution, 13(2), pp. 417-433.

Boero, F., Bucci, C., Colucci, A. M. R., Gravili, C. & Stabili, L., 2007. Obelia (Cnidaria,
Hydrozoa, Campanulariidae): a microphagous, filter‐feeding medusa. Marine
Ecology, 28, pp. 178-183.

Handayani, D., 2012. Potensi Senyawa Bioaktif Spon Laut Axinella Carteri Asal
Sumatera Barat. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 17(1), pp. 73-79.

Holst, S. & Laakmann, S., 2018. First record of the stalked jellyfish Haliclystus tenuis
Kishinouye, 1910 (Cnidaria: Staurozoa) in Atlantic waters. Marine Biodiversity,
49(2), pp. 1061-1066.

Judianti, O. W. D., Fiqri, M. M., Ansyori, M. K., & Trimulyono, G., 2014. Aktivitas
Antibakteri Isolat Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Demospongiae dari
Pantai Paciran Lamongan. Sains & Matematika, 2(2), pp. 49-53.

Kacombo, A. C., 2018. Uji Aktivitas Antimikroba Jamur Laut yang Berasosiasi dengan
Spons Aaptos aaptos. PHARMACON, 7(4), pp. 79-87.

Kuvaini, A. (2015). Pengelolaan Dan Pemanfaatan Kandungan Asam Amino Ubur-Ubur


Bagi Kesehatan Manusia Sebagai Implementasi Protokol Nagoya. Jurnal Citra
Widya Edukasi, 7(1), 24-32.

Manuputty, A., 1988. Ubur-ubur (Scyphomedusae) dan cara pengolahannya. Balai


Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, 8(2), pp. 49-61.

Miranda, L. S., García-Rodríguez, J., Collins, A. G., Morandini, A. C. & Marques, A.


C., 2017. Evolution of the claustrum in Cnidaria: comparative anatomy reveals
that it is exclusive to some species of Staurozoa and absent in Cubozoa.
Organisms Diversity & Evolution, 17(4), pp. 753-766.

Nisa, A. Z., Alimah, S. & Marianti, A., 2017. The Influence of Animalia Learning
Design With Experimential Model To School’s Surrounding Environment.
Unnes Science Education Journal, 6(1), pp. 1531-1537.

Ponce, D., Brinkman, D., Potriquet, J. & Mulvenna, J., 2016. Tentacle transcriptome and
venom proteome of the pacific sea nettle, Chrysaora fuscescens (Cnidaria:
Scyphozoa). Toxins, 8(4), pp. 102-126.

Parkefelt, L., Skogh, C., Nilsson, D. E. & Ekström, P., 2005. Bilateral symmetric
organization of neural elements in the visual system of a coelenterate, Tripedalia
cystophora (Cubozoa). Journal of Comparative Neurology, 492(3), pp. 251-262.

Pratlong, M., Rancurel, C., Pontarotti, P. & Aurelle, D., 2016. Monophyly of Anthozoa
(Cnidaria): why do nuclear and mitochondrial phylogenies disagree?. Zoologica
Scripta, 46(3), pp. 363-371.
Rosadi, B. & Hurip, P., 2014. Taksonomi Secara Umum. Jakarta: Universitas Terbuka.

Setiawan, E., de Voogd, N. J., Swierts, T., Hooper, J. N., Wörheide, G. & Erpenbeck, D.,
2016. MtDNA diversity of the Indonesian giant barrel sponge Xestospongia
testudinaria (Porifera: Haplosclerida)–implications from partial cytochrome
oxidase 1 sequences. Journal of the Marine Biological Association of the United
Kingdom, 96(2), pp. 323-332.

Setyanto, H.A., Mohamad, A. Umie, L., 2016. Pengembangan Buku Suplemen


Pendekatan Molekuler Taksonomi Hewan Vertebrata. Jurnal Pendidikan, 1(6),
pp.1180-1184.

Vilee, C. A., Walker, W. F. & Barnes, R. D., 1978. General Zoology. , Philadelphia: W. B.
Saunders Comp.

Anda mungkin juga menyukai