Anda di halaman 1dari 29

PAPER STUDI KASUS UJI SENSORI PADA PRODUK PANGAN

“ UJI QDA (QDA (Quantitative Descriptive Analysis) “

Dosen Pengampu :

Dr. Fitry Tafzi, S.Tp.,M.Si.

Kelas R 03/ Kelompok 2

Di susun oleh:

1. Duwi Ariani Idrus (J1A117014)


2. Rini Aprianti Purba (J1A117055)
3. Sella Febianda (J1A117072)
4. Pandu Adi Kartika (J1A117080)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi masyarakat


setelah air, baik dinikmati dingin ataupun panas. Konsumsi teh nasional mencapai
350 gram/kapita/ tahun, diperkirakan konsumsi teh tak kurang dari 120 ml setiap
hari (Thomas, 2007). Teh biasanya dikonsumsi sebagai pendamping hidangan
makanan ataupun acara-acara adat sehingga dapat dikatakan minuman teh telah
mengakar dalam budaya masyarakat (Febiyanti, 2006). Secara umum, teh dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis berdasarkan prosesnya yaitu teh putih (white
tea), teh hijau (green tea), teh oolong (oolong tea), dan teh hitam (black tea) (Reeves
et al., 1987). Di Indonesia sendiri ada berbagai macam teh, namun teh yang paling
populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah jenis teh celup dan teh bubuk.

Teh termasuk dalam kelompok bahan penyegar dan permintaan terhadap


produk ini terus mengalami peningkatan. Menurut ITC (International Tea
Committee, 2004), peningkatan konsumsi teh dalam negeri dari tahun 1997-2003
mengalami peningkatan mulai dari 250 gram konsumsi per kapita/tahun hingga 350
gram konsumsi per kapita/tahun. Selain itu, kebiasaan masyarakat mengkonsumsi
teh diperkirakan tidak kurang dari 120 mL setiap harinya (Thomas, 2007). Hal
tersebut menyebabkan produk minuman teh berpotensi untuk bersaing dalam
industri Indonesia. Selain mengalami peningkatan konsumsi, produk teh juga
mengalami perkembangan dalam segi inovasi baik dari segi kemasan maupun
produknya sendiri. Pada awalnya masyarakat mengkonsumsi teh dengan cara
diseduh dengan menggunakan cangkir. Mengingat semakin tingginya aktivitas
masyarakat, maka bermunculan produk teh yang dikemas dengan menggunakan
botol. Hal ini terjadi karena masyarakat 2 menyukai sesuatu yang penyajiaannya
praktis dan bisa dikonsumsi kapan saja dan di mana saja. Proses pengolahan teh
yang berbeda-beda dapat menghasilkan teh yang memiliki aroma dan cita rasa yang
berbeda-beda sehingga teh banyak digemari dan dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh
karena itu, sangat penting bagi produsen teh mengetahui preferensi konsumen
terhadap minuman teh baik minuman teh kemasan ataupun teh seduh.

Uji deskripsi digunakan untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang


karakteristik suatu produk. Oleh sebab itu, pada uji ini banyak sifat yang sensorik
yang dinilai dan dianalisis secara keseluruhan. Uji Quantitative Descriptive
Analysis digunakan untuk menilai karakteristik atribut mutu sensori dalam bentuk
angka-angka kuantitatif (Hui 2006). Aplikasi QDA dalam dunia industri meliputi
bidang Research and Development (R&D), Quality Control (QC), dan pemasaran.
Pada bidang R&D, QDA digunakan dalam pendeskripsian produk baru, perubahan
formula, perubahan metode fabrikasi, dan pengaruh lama penyimpanan dan
pengemasan.

Beberapa penelitian menggunakan metode QDA untuk menentukan


deskripsi sensori dari produk pangan, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan
Ng et al. (2012) yaitu pengujian sensori dengan menggunakan metode QDA pada
produk jus blakcurrant, hasil dari penelitian tersebut atribut aroma yang
teridentifikasi pada jus blackcurrant meliputi aroma veggie, aroma blackcurrent,
aroma saus tomat, aroma dedaunan (green leafy), dan aroma mint. Atribut rasa pada
jus blackcurrant meliputi rasa manis dan rasa pahit, sedangkan atribut flavor yang
teridentifikasi dalam produk jus blackcurrant adalah flavor blackcurrant, flavor
dedaunan (green leafy), flavor mint dan flavor saus tomat.

Berdasarkan penelitian Aziz (2017), Karakterisasi profil sensori teh dengan


dengan metode quantitative descriptive analysis dan CATA (Check All That Apply)
menyimpulkan bahwa dari empat sampel teh hijau asal Indonesia cenderung
memiliki aroma dan flavor burned, pahit, dan sepat. Sampel asal China dan
Thailand memiliki karakter yang tidak terlalu berbeda satu sama lain. Rasa pahit
dan aftertaste sempat mendominasi keseluruhan sampel teh hijau asal China,
Thailand, dan Indonesia. Produk yang paling dekat dengan produk ideal adalah
Royal Project dari Cina. Karakteristik produk teh hijau yang disukai adalah teh
hijau yang memiliki aroma dan flavor floral

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan atribut sensori dari
3 sampel produk teh hitam dengan metode QDA (Quantitative Descriptive
Analysis) .

1.3. Studi Kasus

Pengujian QDA ini dilakukan pada 3 sampel produk teh hitam yang telah terkenal
di pasaran yaitu teh kayu aro, teh prendjak , teh sari wangi dengan penilaian dari
artribut sensori dari masing - masing produk. Lakukan pengujian untuk mengetahu
deskripsi dari masing masing produk tersebut, dan pengujian apa yg dipilih?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mutu
komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata, hidung,
mulut dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subyektif
karena didasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur. Penilaian
organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis
sifatsifatsensorik atau kamoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat. Panel
ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi
berdasarkan kesan subyektif dan orang yang menjadi panel disebut panelis(
Tarwendah, 2017).

Penilaian bahan pakan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu
produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama
menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan,
mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat
indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu
produk adalah:

a) Penglihatan yang berhubungan dengan warna, viskositas, ukuran dan


bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta
bentuk bahan.

b) Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi.


Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan
sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan
jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus.
c) Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang
menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan ( Agusman,
2013).

2.2 Panelis

Untuk melaksanakan penilaian sensori diperlukan panel. Dalam penilaian


suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai
instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas
menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi
anggota panel disebut panelis (Ayustanigwarno, 2014).

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam


panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,
panel tak terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel
tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

a. Panel perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat
intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik
dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaannya
tinggi, bias dapat dihindari, penilaian cepat, efisien, dan tidak cepat fatik. Panel
perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak
terlalu banyak dan mengenali penyebabnya. Keputusan sepenuhnya ada pada
seseorang.

b. Panel terbatas

5 orang yang Panel terbatas terdiri dari 3 mempunyai kepekaan tinggi


sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktorfaktor
dalam penilaian organoleptik dan dapat mengetahui cara pengolahan dan pengaruh
bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil setelah berdiskusi di antara
anggota-anggotanya.

c. Panel terlatih

25 orang yang Panel terlatih terdiri dari 15 mempunyai kepekaan cukup


baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-
latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa sifat rangsangan sehingga tidak
terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara statistik.

d. Panel agak terlatih

25 orang Panel agak terlatih terdiri dari 15 yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui sifat sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan
terbatas dengan menguji kepekaannya terlebih dahulu, sedangkan data yang sangat
menyimpang boleh tidak digunakan data analisis.

e. Panel tidak terlatih

Panel tidak terlatih terdiri lebih dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak
terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana,
seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan data uji pembedaan. Untuk itu,
panel tidak terlatih hanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria
sama dengan panelis wanita.

f. Panel konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran suatu komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan
dapat ditentukan berdasarkan daerah atau kelompok tertentu.
g. Panel anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan 10 tahun. Biasanya anak-
anak digunakan sebagai panelis anak-anak berusia 3 dalam penilaian produk-
produk pangan yang disukai anak-anak, seperti cokelat, permen, es krim. Cara
penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau
undangan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responsnya
terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka Snoopy yang
sedang sedih, biasa atau tertawa. Keahlian seorang panelis biasanya diperoleh
melalui pengalaman dan latihan yang lama. Meskipun keahlian yang diperoleh itu
merupakan bawaan sejak lahir, tetapi untuk mendapatkannya perlu latihan yang
tekun dan terusmenerus.

2.3 Uji Deskripsi

Uji deskripsi di desain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat


sensori. Dalam kelompok pengujian ini dimasukkan rating atribut mutu dimana
suatu atribut mutu dimana suatu atribut mutu dikategorikan dengan suatu kategori
skala (suatu uraian yang menggambarkan intensitas dari suatu atribut mutu) atau
dapat juga besar nya suatu atribut mutu diperkirakan berdasarkan salah satu sampel
dengan menggunakan skala rasio (Gracula, 1997).

Uji deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik sensori yang


penting pada suatu produk dan memberikan informasi mengenai derajat atau
intensitas karakteristik tersebut. Uji ini dapat membenatu mengidentifikasi variabel
bahan tambahan (ingredien) atau proses yang berkaitan dengan karakteristik sensori
tertentu dari produk. Informasi ini dapat digunakan untuk pengembangan produk
baru, memperbaiki produk atau proses dan berguna juga untuk pengendalian mutu
rutin (Apriyantono, 2001).

Uji deskriptif tgerdiri atas Uji Scoring atau Skaling, Flavor Profile &
Texture Profile Test dan Qualitative Descriptive Analysis (QDA). Uji skoring dan
skaling dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang
dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Dalam sistem
skoringf, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan
meningkat atau menurun (Sarastani, 2011).

Panelis kepala atau panel leader menerangkan tujuan dari pengujian dan
menyajikan contoh yang akan diuji, termasuk produk yang ada di pasaran. Istilah-
istilah yang akan digunakan dikembangkan dalam diskusi dan digunakan juga
contoh referensi. Pengujian dilakukan dua sesi, yaitu sesi tertutup dan sesi terbuka.
Pada sesi tertutup setiap panelis melakukan pengujian secara individu dan mencatat
hasilnya, sedangkan pada sesi terbuka setiap panelis melaporkan hasilnya dan
didiskusikan dengan pemimpin analisa. Analisis dan interpretasi data merupakan
tanggung jawab pemimpin analisa yang harus mampu mengekspresikan hasil dari
panelis, sehingga bisa dengan mudah dimengerti. Biasanya dalam uji ini tidak ada
analisis statistik (Sarastani, 2011).

Kekurangan atau kelemahan dari uji deskripsi di antaranya adalah


membutuhkan panelis yang memiliki konsentrasi tinggi dan juga kepekaannya. Uji
deskripsi didesain untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat sensori. Dalam
kelompok pengujian ini dimasukkan rating atribut mutu dimana suatu atribut mutu
dikategorikan dengan suatu kategori skala (suatu uraian yang menggambarkan
intensitas dari suatu atribut mutu) atau dapat juga besarnya suatu atribut mutu
diperkirakan berdasarkan salah satu sampel, dengan menggunakan skala rasio. Uji
deskriptif merupakan uji yang membutuhkan keahlian khusus dalam penilaiannya
karena dalam uji ini panelis harus dapat menjelaskan perbedaan antara produk-
produk yang diuji. Untuk melakukan uji ini, dibutuhkan penguji yang terlatih. Uji
deskriptif terdiri atas Uji Pemberian skor atau pemberian skala. Kedua uji ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan
dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Dalam sistem pemberian skor,
angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau
menurun ( Hui, 2006).

2.4 Uji Qualitative Descriptive Analysis

Qualitatif Descriptive Analysis digunakan untuk menilai karakteristik


atribut mutu sensori dalam bentuk angka-angka kuantitatif. Dalam industri uji QDA
ini bermanfaat antara lain untuk menilai mutu produk baru terhadap produk lama,
terhadap mutu produk saingan, menilai pengaruh penanganan terhadap suatu
produk atau terhadap beberapa perubahan dalam pengolahan, untuk mendapatkan
mutu produk yang seragam dari waktu kewaktu, dari pengolahan ke pengolahan,
analisa deskripsi dapat menolong penyelidikan dalam penyebab dari perubahan
atau ketidakseragaman dapat segera diketahui dan tindakan perbaikan dapat segera
dilakukan, untuk dilakukannyadiagnosis penyebab kemunduran, apakah karena
mutu produk menurun atau sebab lainnya saat pasar suatu produk mundur, untuk
mengetahui mutu hasil pengolahan dan menentukan apakah mutu produk
mengalami penyimpangan dari waktu ke waktu (Hui, 2006).

Analisis deskriptif kuantitatif (QDA) adalah salah satu uji analisis sensori
deskriptif yang didasarkan pada kemampuan panelis dalam mengekspresikan
persepsi produk dengan kata – kata menggunakan cara yang terpercaya. Analisis
ini meliputi seleksi panelis, pelatihan, metode pengembangan bahasa atau kata –
kata sebagai wujud ekspresi terhadap contoh, pemberian skor pada contoh, dan
akhirnya pengolahan data – data yang telah diperoleh secara statistic. Unsur – unsur
pada metode QDA meliputi kesepakatan panel dalam pengembangan atribut
sensori, arutan kemunculan atribut, pengukuran intensitas relatif dari masing –
masing atribut, analisis statistik (sensometrik) (Setyaningsih, 2010).

2.5 Prosedur Qualitatif Descriptive Analysis

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Quantitative Descriptive Analysis


(QDA) adalah salah satu teknik analisis deskriptif pada evaluasi sensori. QDA
diusulkan dan dikembangkan oleh Tragon Corporation berkolaborasi dengan
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas California, Davis (Meilgaard
et al. 2007). Pada metode QDA, banyaknya produk yang dievaluasi membutuhkan
skill panelis dalam membuat keputusan dengan sangat tepat. Manusia sebagai
panelis lebih baik dalam memutuskan perbedaan sensori antarsampel secara relatif
dibandingkan secara absolut. Filosofi ini membuat metode QDA menjadi berbeda
diantara metode deskriptif lainnya, karena dari metode QDA dapat diperoleh data
absolut tentang perbedaan antarsampel (Stone dan Sidel 2004). Panelis yang
direkomendasikan pada QDA sebanyak sepuluh sampai dua belas. Sama seperti
metode deskriptif lainnya, panel akan diseleksi terlebih dahulu berdasarkan
performa pada pengujian di metode QDA. Standar kualifikasi subjek atau panelis
yang dibutuhkan bergantung pada proyek yang dibutuhkan. Selama pelatihan,
produk percobaan disajikan sebagai alat peraga dalam konsensus. Pemimpin panel
bekerja sebagai fasilitator dalam berkomunikasi tanpa ada campur tangan pada
diskusi panel. Skala garis digunakan pada pelatihan panel dan pengumpulan data
metode QDA. Skala ini didesain sepanjang 20 cm dengan 2 cm sebagai tanda
peningkatan intesitas atribut sensori. Skala garis dimulai dari kiri ke kanan yang
menandakan peningkatan intensitas, seperti lemah ke kuat, sedikit ke banyak (Stone
dan Sidel 2004).

Selama pengembangan produk baru, biasa terjadi keragaman sistematis


pada formulasi produk dan kondisi proses yang kemudian diikuti dengan
eksperimen untuk mengevaluasi bagaimana variabel ini mempengaruhi
karakteristik sensori produk dan persepsi konsumen (Ares et al. 2010). Informasi
tentang karakteristik sensori dari produk dan bagaimana formulasi dan kondisi
proses mempengaruhi karakteristik tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan
panelis terlatih; Quantitative Descriptive Analysis (QDA) menjadi adalah satu
metode yang paling sering digunakan (Stone dan Sidel 2004). Meskipun QDA
memberikan hasil yang detail, dapat dipercaya, dan konsisten, metode ini juga
memiliki kekurangan. Penerapan QDA membutuhkan waktu yang lama karena
kosakata dan pelatihan yang berhubungan harus diterapkan ada masing-masing
produk (Ares et al. 2010).

(QDA) meliputi Seleksi dan training panelis, mengembangkan istilah, uji


sensori dan analisis data serta interpretasi hasil. Seleksi dimulai dengan menyeleksi
calon panelis yang besar, misalnya 100 orang atau lebih. Calon panelis dapat
diambil dari karyawan administrasi, pengolahan atau R & D. Kepada calon panelis
dilakukan uji kemampuan dalam membedakan sifat sensori, misalnya dengan
menggunakan uji segitiga. Dari calon panelis dapat dipilih 6 sampai 9 orang panelis
untuk QDA. Kepada panelis terpilih kemudiandilakukan latihan dengan diberi
briefing atau instruksi mengenai konsep, tujuan dan pendekatan untuk QDA
kemudian diberi latihan dengan menguji produk dimana mereka dapat
menggunakan persepsi mereka terhadap atribut mutu. Latihan dapat dilakuakan
selama satu jam setiap hari atau 2 jam dua kali seminggu sehingga panelis siap
pengembangkan deskripsi produk (Kusnandar, 2010).

2.6 Teh Bubuk

Teh bubuk adalah teh yang terbentuk bubuk halus dan dikemas dalam
wadah kedap udara. Cara pengujian nya yaitu dengan memasukkan teh bubuk
kedalam gelas, menuang dengan air matang, kemudian diaduk hingga larut dan
ditambah gula secukupnya (Fitri, 2008).

BAB III

METEDOLOGI

3.1 .Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada pada hari Jumat 19 April 2019, Persiapan


sampel dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fisika, Fakultas
Teknologi Pertanian,Universitas Jambi .

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, alat
penyeduh teh, termos air panas, tea pot, gelas cup plastic (45 buah ), kertas label,
nampan, alat tulis, dan kertas kuesioner.Bahan utama yang digunakan teh hitam
bubuk dari 3 produkteh dipasaran , Yaitu teh bubuk kayu aro teh (517), teh bubuk
prendjak(281), teh sari wangi (347) dan air mineral.

3.3 Procedur Penelitian


Prosedur Penelitian dilakukan melalui 4 tahap yaitu pengujian 3 sampel teh
hitam dengan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis) menggunakan
panelis terlatih sebanyak 15 panelis.

Persiapan Panelis

Persiapan Sampel Teh Bubuk Hitam

Penyajian Sampel Teh Hitam

Pengujian Profil 3 Sampel Teh Hitam dengan


Metode QDA

Gambar 1 .Diagram alir penelitian

3.3.1.Persiapan Panelis

Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih yang didapat dari seleksi
panelis. Tahap-tahap seleksiPanelis sebagai berikut :

1.Wawancara, dilaksanakan dengan tanya jawab atau kuesioner yang


bertujuan untuk mengetahui latar belakang calon kondisi kesehatannya

2.Tahap Penyaringan, Tahap Penyaringan perlu dilakukan untuk


mengetahui keseriusan, keterbukaan, kejujuran, dan rasa percaya diri. Selain
itu dapat dinilai pula tingkat kesantaian, kepekaan umum dan khusus serta
pengetahuan umum calon panelis.

3.Tahap Pemilihan dilakukan dengan metoda yang digunakan dalam


pemilihan panelis ini dapat berdasarkan intuisi dan rasional dengan
menggunakan uji pasangan, duo trio.
4.Tahap Latihan bertujuan untuk pengenalan lebih lanjut sifat-sifat sensorik
suatu komoditi dan meningkatkan kepekaan serta konsistensi penilaian.

5.Uji kemampuan panelis diuji kemampuannya terhadap baku atau standar


tertentu dan dilakukan berulang-berulang sehingga kepekaan dan
konsistensinya bertambah baik. Setelah melewati kelima tahap tersebut di
atas maka panelis siap menjadi anggota panelis terlatih

3.3.2 Ruangan Uji Sensori

Ruangan yang digunakan untuk sensori juga harus sesuai dengan kriteria,
yaitu terisolasi, kedap suara dan bau, memiliki suhu ruangan antara 20-250C,
kelembaban 40-60%, sumber cahaya untuk ruangan harus mencukupi dan dinding
berwarna netral karena cahaya dan warna ruangan akan mempengaruhi penilaian
sensori untuk atribut yang akan diuji (SNI 01-2346-2006). PT Frisian Flag
Indonesia memiliki 2 ruang sensori, yaitu tasting booth dan meeting room

a. Tasting booth atau bilik pencicipan

Bilik pencicipan digunakan jika panelis melakukan penilaian secara


tertutup. Ketika panelis sudah berada di bilik pencicipan, panelis dilarang
berkomunikasi dengan yang lain. Kriteria bilik pencicipan yang digunakan untuk
sensori, yaitu berukuran panjang 60-80 cm, lebar 45-55 cm dan tinggi sekat sekitar
75 cm dengan tinggi meja dari lantai sekitar 75 cm, sekat dinding bilik berukuran
30 cm x 40 cm (SNI 01-2346-2006).

b. Meeting room

Meeting room digunakan untuk panelis mendiskusikan mengenai atribut


yang ada pada produk yang diuji serta pada saat melakukan training. Pada meeting
room, ruangan ini terpisah dengan ruang persiapan sehingga suara dan bau masakan
tidak mengganggu tugas panelis. Ruang Meeting ini harus nyaman, dilengkapi
dengan meja besar dan bangku/kursi yang idealnya diatur minimal untuk 10 orang,
dilengkapi papan tulis dan flipchart yang diletakkan dimana semua panelis dapat
melihatnya.
3.3.3 Persiapan Sampel Teh Hitam

Persiapan sampel teh hitam diawali dengan penimbangan teh bubuk


sebanyak 3 gram , kemudian direndam dalam 150 mL air panas (90 °C) selama 5
menit kemudian air teh dituang ke dalam wadah. Gelas cup plastic berwarna
transparan. Suhu teh saat disajikan berkisar antara 40 sampai 50 °C. Pencahayaan
lampu didalam booth menggunakan lampu yang terang (putih).

3.3.4 Penyajian Sampel Teh Hitam

Penyajian sampel disajikan oleh team penyaji , sampel gelas yang berisi
larutan teh hitam yang diberi kode sampel secara acak. Sampel larutan teh hitam
diletakan diatas nampan , dan team penyaji menyajikan sampelpada tiap panelis . 3
sampel disajikan secara bersamaan .Dibagi menjadi 3 sesi , setiap sesi
beranggotakan 5 orang panelis.

3.3.5 Pengujian Profil Teh Hitam dengan Metode QDA

Atribut dievaluasi dengan menggunakan skala garis sepanjang 15 cm


dengan setiap 1,5 cm untuk satu skala poin. Kuesioner yang digunakan berskala
terstruktur yang dapat dilihat pada . Atribut yang dievaluasi adalah warna, aroma ,
rasa dan after taste.Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih sebanyak 15
orang yang terlebih dahulu telah melewati tahapan seleksi panelis dan telah
berpengalaman sebagai panelis teh hitam sebelumnya. Tujuan tahap ini ialah untuk
mengidentifikasi dan menilai atribut sensori yang ada pada masing – masing sampel
teh hitam dengan cara membandingkan dengan referensi. Air minum diberikan
kepada panelis untuk membilas aftertaste setiap pergantian sampel. Dalam satu kali
pengujian, panelis mengevaluasi 4 atribut dari 3 sampel uji.

3.3.6 Kuisioner Pengujian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Teh Hitam Paramater Warna

SAMPEL TEH HITAM


PANELIS WARNA
517 281 347
1 12.2 5 8
2 10 6.5 7.5
3 14.3 7 6
4 8.2 6 6.5
5 13 4 4.2
6 12 5.5 8.2
7 10.2 6.7 9
8 9 5 7
9 14 4.3 6.3
10 11 2.1 7.2
11 12.5 3 7.7
12 10.1 5 8.4
13 12 4.7 10
14 10.2 5.5 6.2
15 12.5 4.9 7
Total 171.2 75.2 109.2
Rata-
Rata 11.4 5.0 7.3

Keterangan : 1
15 15 2 TEH KAYU ARO(517)
517 = Teh Kayu Aro
14 10 3 TEH PRENDJAK(281)
281 = Teh Prendjak
374 TEH SARIWANGI(347)
13 = Teh Sariwangi
5 4

0
12 5

11 6

10 7
9 8

Spider Web 1. Warna Teh

Tabel 2. Hasil Pengamatan Teh Hitam Paramater Aroma Teh

SAMPEL TEH HITAM


PANELIS AROMA TEH
517 281 347 Keterangan :
1 8 3 14 517 = Teh Kayu Aro
2 7.2 5.3 12.2 281 = Teh Prendjak
3 9.3 4.2 10.5 374 = Teh Sariwangi
4 10.4 6.2 11.2
5 7.5 4.5 13.4
6 10.1 5.2 12
7 6 3.2 14.4
8 8 3.4 12.7
9 6.3 3.7 13
10 6.8 5.6 13.3
11 7.2 2.7 10.1
12 9.3 5.3 10.2
13 8.2 2.5 14.3
14 6.2 3.5 15
15 8.6 2.8 13.5
Total 119.1 61.1 189.8
Rata-Rata 7.9 4.1 12.7

1
15 TEH KAYU ARO(517)
15 2

14 3 TEH PRENDJAK(281)
10
TEH SARIWANGI(347)
13 5 4

0
12 5

11 6

10 7
9 8

Spider Web 2. Aroma Teh

Tabel 3. Hasil Pengamatan Teh Hitam Paramater Rasa

SAMPEL TEH HITAM


PANELIS RASA Keterangan :
517 281 347 517 = Teh Kayu Aro
1 7.2 4.3 14.1 281 = Teh Prendjak
374 = Teh Sariwangi
2 9.2 3.2 12.5
3 6.3 4.5 15
4 8 2.6 13.5
5 8.4 4.7 12.3
6 8 4.6 14.7
7 6.9 5.2 14.9
8 7.6 4.9 12.5
9 8.6 3.2 12.8
10 8.3 3.6 11.7
11 7.8 3.9 13.6
12 6.4 3.8 10.2
13 5.8 4.7 14.2
14 8.7 5.3 14.8
15 7.9 4.6 10.2
Total 115.1 63.1 197
Rata-Rata 7.7 4.2 13.1

1
15 15 2 TEH KAYU ARO(517)

14 10 3 TEH PRENDJAK(281)

TEH SARIWANGI(347)
13 5 4

0
12 5

11 6

10 7
9 8

Spider web 3. Rasa Teh

Tabel 4. Hasil Pengamatan Teh Hitam Paramater


Aftertaste

SAMPEL TEH HITAM Keterangan :


PANELIS AFTERTASTE
517 281 347 517 = Teh Kayu Aro
281 = Teh Prendjak
374 = Teh Sariwangi
1 8 4 10
2 7.5 3 3
3 6 4.5 14
4 6.5 5 8.2
5 4.2 4.2 13
6 8.2 2.1 12
7 9 2.4 10.2
8 7 5 9
9 6.3 4.3 14
10 7.2 4 11
11 7.7 5 12.5
12 8.4 4.2 10.1
13 10 4.7 12
14 6.2 5.5 10.2
15 7 5 12.5
Total 109.2 62.9 161.7
Rata-
Rata 7.3 4.2 10.8

1
15 14 2 TEH KAYU ARO(517)
12
14 10 3 TEH PRENDJAK(281)
8
6 TEH SARIWANGI(347)
13 4 4
2
0
12 5

11 6

10 7
9 8

Spider Web 4. After Taste Teh

4.2 Pembahasan
Karakteristik Sensori teh hitam dinilai menggunakan QDA. Pada
pengujian QDA (Quantitative Descriptive Analysis) panelis melakukan
pengujian intensitas berbagai macam atribut warna,aroma, rasa, after taste
menggunakan skala garis 0 hingga 15, dimana skala 0 menunjukkan intensitas
paling rendah dan skala 15 menunjukan intensitas paling tinggi

Karakteristik sensori teh hitam menggunakn panelis terlatih sebanyak 15


orang panelis. Atribut sensori dari teh hitam dievaluasi dengan menggunakan skala
garis sepanjang 15 cm dengan setiap 1,5 cm untuk satu skala poin. Kuesioner yang
digunakan berskala terstruktur Atribut yang dievaluasi adalah warna, aroma , rasa
dan after taste. Tujuan tahap ini ialah untuk mengidentifikasi dan menilai atribut
sensori yang ada pada masing – masing sampel teh hitam dengan cara
membandingkan dengan referensi. Air minum diberikan kepada panelis untuk
membilas aftertaste setiap pergantian sampel. Dalam satu kali pengujian, panelis
mengevaluasi 4 atribut dari 3 sampel uji .

Pengujian QDA dilakukan secara tertutup yang berarti pengujian sampel


dilakukan terpisah antara panelis satu dengan yang lain dalam booth yang tersedia.
Hal ini bertujuan agar panelis tidak mendiskusikan hasil penilaiannya satu sama
lain apa pun hasilnya. Bila hal ini terjadi maka kemungkinan terjadi eror
(penyimpanan yang terjadi selama pengujian) yang disebut expectation error.
Pengujian ini panelis memmberi nilai berdasarkan skala garis yang tidak terstruktur
yaitu panelis diminta untuk menilai penampilan sampel berdasarkan intensitas
atribut atau sifat yang dinilai berdasarkan skala sampel yang disediakan.

Panelis terlatih yang berjumlah 15 orang harus paham benar akan sifat
sensoris yang diperkenalkan pada pengujian terbuka yang telah dilakukan dengan
panel leader. Panelis yang digunakan dalam pengujian ini adalah panelis terlatih
karena diperlukan memori yang kuat. Semua panelis dalam pengujian ini
diasumsikan sebagai panelis terlatih. Dalam pengujian ini panelis harus memahami
cara penilaian/ pengujian yang sedang dilakukan. Bila panelis mengalami kesulitan
untuk memahami pengujian maka panelis berhak bertanya kepada preparator.
Panelis yang tidak membaca borang kemungkinan akan melakukan pengujian dan
penilaian sampel dengan cara yang salah sehingga hasil yang diperoleh tidak
memiliki presisi yang tinggi. Selanjutnya, panelis melakukan pengecekan terhadap
jumlah sampel dan pencatatan kode pada borang dan dilanjutkan dengan pengujian.

4.2.1 Profil Sensori Teh Hitam dengan Metode QDA

Analisis sensori deskriptif kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis,


QDA) merupakan suatu metode analisis sensori yang dilakukan dimana atribut
sensori suatu produk pangan dapat diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuantifikasi
dengan menggunakan panelis yang telah dilatih khusus untuk pengujian
(Setyaningsih et aal. 2010). Metode QDA telah banyak dilakukan untuk
pengembangan terminologi dan penilaian secara kuantitatif suatu produk pangan.
Dalam penilaian atribut sensori produk pangan, metode QDA digunakan untuk
menilai atribut aroma, tekstur, flavour, rasa, aftertaste suatu produk.

Menurut Setyaningsih (2010), data yang diperoleh dari uji QDA disajikan
dalam bentuk grafik jaring laba-laba atau spider web. Dengan nilai nol pada titik
pusat untuk setiap atribut. Selain itu hasil pengujian pada metode ini juga dapat
diolah dengan Principal Component Analysis (PCA). Pada pengujian kali ini, data
QDA disajikan dalam bentuk jaring laba-laba.

Spider web digunakan untuk menginterpretasikan hasil QDA hingga saat


ini, karena dengan menggunakanbentuk spider web dapat dilihat seluruh profil
atribut sensori dan dapat dibandingkan antara profil atribut satu dengan atribut
lainnya (Kemp et al. 2009). Setiap atribut ditunjukkan dengan garis-garis lurus pada
grafik spider web, dengan nilai intensitas sampel mayonnaise pada setiap atribut
yang ditunjukkan oleh titik-titik yang dihubungkan oleh satu garis yang
mengelilingi garis atribut. Spider web juga dapat mengidentifikasi profil sampel
yang menyimpang atau berbeda secara nyata dengan sampel lainnya. Keunggulan
diagram ini dibanding diagram yang lain adalah diagram ini bisa menampilkan
berbagai atribut sensoris pada beberapa sampel sehingga perbedaan antara sampel
lebih mudah diamati dan dibandingkan

Diagram sarang laba-laba berupa titik-titik pada masing-masing atribut


sensoris yang dihubungkan. Titik-titik tersebut menunjukkan nilai atribut sensoris
dari suatu produk. Semakin jauh titik tersebut terhadap pusat maka nilainya
semakin besar. Dalam satu atribut sensoris misalnya kekerasan, semakin jauh jarak
antar dua titik maka kedua produk tersebut berbeda nyata. .

Warna

Warna merupakan faktor paling utama dalam menentukan mutu suatu


produk. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) mengatakan bahwa penentuan mutu
bahan makanan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor diantaranya cita
rasa, warna, tekstur dan nilai gizi. Karakteristik warna dari teh hitam setelah
diseduh adalah campuran dari merah kecoklatan dan berdasarkan hal tersebut rasa
dari ketiga teh. Jika dilihat tabel hasil dari pengukuran skala garis didaptkan sampel
teh kayu aro (517) memiliki rata-rata sebesar 11,4. Sampel teh Sariwangi (347),
didapatkan skala garis7,3.Sampel Prendjak (281) skala garisnya memiliki rata–
rata5,0.Dan jika data dilihat dari hasil Diagram sarang laba-laba (spiderweb),maka
titik-titik pada masing-masing atribut sensoris yang dihubungkan menunjukkan
nilai atribut sensoris dari suatu produk. Pada spider web dari parameter warna
didapatkan bahwa pada sampel Teh Kayu Aro (347) spider web nya mengambarkan
bahwa titik pada Teh Kayu Aro(347 terletak jarak titiknya jauh dari titik pusat dan
hal ini menunjukan bahwa Teh Kayu Aro memiliki warna yang lebih gelap yaitu
warna merah kecoklatan dan lebih pekat. Pada sampel teh selanjutnya yang
memiliki warna yang sedang yaitu Teh SariWangi(281), Spiderweb nya
menggambarkan bahwa produk Teh Sariwangi(281) jarak titiknya tidak terlalu jauh
dari titik pusat atau jarak titiknya tergolong sedang. Hal ini menggambarkan atau
mendeskripsikan bahwa produk Teh SariWangi (281) memiliki warna the merah
kecoklatan yang sedang. Sedangkan The Prendjak (347) pada spiderweb jarak
titiknya dekat dengan titik pusat. Hal ini menggambarkan bahwa Teh Prendjak
(347)memiliki warna teh sedikit kurang merah kecoklatan (kurang gelap).

Rasa

Karakteristik rasa dari teh hitam adalah campuran dari rasa pahit dan sepat,
dan berdasarkan hal tersebut rasadari ketiga teh.Jika dilihat tabel hasil dari
pengukuran skala garis didapatkan sampel teh Sari wangi ( 347) memiliki rata rata
teh kayu aro (517) memiliki rata-rata sebesar didapatkan skala garis, Sampel teh
Sari wangi ( 347) .

Sampel teh Sari wangi ( 347), didapatkan skala garis 13,1.Teh kayu aro
(517) memiliki rata-rata sebesar 7,7 sampel Prendjak (281) skala garisnya memiliki
rata –rata 4,2.Dan jika data dilihat dari hasil Diagram sarang laba-laba (spider
web)maka titik-titik pada masing-masing atribut sensoris yang dihubungkan
menunjukkan nilai atribut sensoris dari suatu produk.

Pada spider web dari parameter Rasa didapatkan bahwa pada sampel Teh
Sari wangi ( 347) terletak jarak titik nya jauh dari titik pusat dan hal ini menunjukan
bahwa Teh Sari wangi ( 347) memiliki rasa yang sangat sepat dan terasa pahit nya
.Pada sampel teh selanjutnya yang memiliki rasa yang sedang yaitu Teh Kayu Aro
( 347 ) Spider webnya menggambarkan bahwa produk Teh Kayu Aro ( 347 ) jarak
titik nya tidak terlalu jauh dari titik pusat atau jarak titiknya tergolong sedang. Hal
ini menggambarkan atau mendeskripsikan bahwa produk Teh Kayu Aro ( 347 )
memiliki rasa teh yang rasa pahit dan sepatnya sedang. Teh Sari Prendjak (347)
pada spider web jarak titiknya dekat dengan titik pusat . Hal ini menggambarkan
bahwa Teh Sari Prendjak (347) memiliki rasa teh sedikit sepat dan pahit.

Pendeskripsian 3 sampel produk ini menggambarkan bahwa kualitas dari


atribut mutu prosuk tersebut . Teh Sari wangi ( 347) jika dilihat dari parameter
rasa memiliki rasa yang lebih baik dari 2 sampel uji yang lain, Dimana sensasi rasa
sepat dan pahit nya lebih terasa .Konsumen dalam memilih produk banyak mencari
sensai rasa sepat dan pahit karna itulah nilai sensasi lebih nikmat. Rasa teh sangat
menentukan penilaian dan harga jual dari produk tersebut .

Rasa sepat pada teh disebabkan oleh kandungan tanin/ katekhin yang berada
pada sampel teh. Pahit Popularitas teh sebagian besar disebabkan oleh adanya
alkaloid yang dikandungnya. Sifat penyegar teh berasal dari bahan tersebut yang
menyusun 3- 4% berat kering. Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, selain
theobromin dan theofilin. Kafein tidak mengalami perubahan selama pengolahan
teh hitam, tetapi dipandang sebagai bahan yang menentukan kualitas. Kafein akan
bereaksi dengan catechin atau hasil oksidasinya membentuk senyawa yang
menentukan 13 brightness dari seduhan teh (Kustamiyati,1994).

Aroma

Atribut aroma merupakan atribut yang dianalisa dengan indra pembau


panelis yang didasarkan oleh kepentingan dan tujuan dari penjualan produk. Aroma
didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau. Penilaian
terhadap aroma dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisiologis yang menimbulkan
pendapat yang berlainan. Aroma dari suatu produk makanan atau minuman
mempunyai peranan penting dalam penilaian dan penampilannya karena apabila
mempunyai aroma yang khas maka produk tersebut dikatakan baik
(Winarno,1997). Atribut aroma seduhan teh merupakan atribut warna yang
memiliki nilai rata-rata intensitas paling kuat yaitu pada teh Sari wangi (347)
sebesar 12,7 dan nilai rata-rata intensitas atribut aroma yang paling lemah yaitu
pada sampel prendjak (281) sebesar4, 1. Sedangkan pada teh kayu aro (517) sebesar
7,9.

Hasil penilaian panelis atribut aroma padatehhitam dalam bentuk Spider


web atau jaring laba-laba menunjukkan bahwa teh sari wangi (347) memiliki aroma
yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh prendjak (281) dan teh kayu aro (517).
Sedangkanaroma teh yang sedikit tercium aroma nya adalah teh prendjak (281).
Menurut Kansas (2007), menyatakan bahwa Protein (1,4-5% dari berat kering
daun) memiliki peranan dalam pembentukan aroma pada the hitam. Selama proses
pelayuan,terjadipembongkaranproteinmenjadiasam-asamamino.Asamamino
bersama karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis asam amino.

Aroma pada teh hitam sudah mucul / ada pada bahan baku pembuatan teh
hitam yaitu pucuk daun teh segar. Besarnya aroma yang terdapat pada teh hitam ini
dipengaruhi oleh terdapatnya senyawa aromatis pada pucuk daun teh yang
digunakan sebagai bahan baku. Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan
asam pektat, besarnya bervariasi 4,9-7,6% berat kering daun atau tangkai. Substansi
ini dianggap ikut menentukan sifat baik dari teh hitam karena dua hal. Pertama,
pektin akan mengurai menjadi asam pektat dan metil alkohol akibat adanya enzim
pektin metil esterase. Metil alkohol ini akan menguap ke udara, tetapi sebagian yang
kembali akan berubah menjadi ester-ester dengan asam organik yang ada. Seperti
pada bahan makanan lain, ester menyusun aroma teh (Kustamiyati, 1994).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pada pucuk daun teh yang
digunakan sebagai bahan baku teh Sari wangi (347) terdapat senyawa aromatis dari
pucuk daun yang segar.

After Taste

Aftertaste adalah flavour atau rasa yang tertinggal di mulut. Pada atribut
rasa, suhu menjadi salah satu hal yang mempengaruhi kemampuan indera pengecap
untuk menangkap rangsangan. Perbedaan suhu dapat mempengaruhi penerimaan
rasa yang berbeda(Anjarsari, 2010). Atribut aftertaste seduhan the merupakan
atribut aftertaste yang memiliki nilai rata-rata intensitas paling tinggi yaitu pada the
Sariwangi(347) sebesar 10,8 dan nilai rata-rata intensitas atribut aftertaste yang
terendah yaitu pada sampel prendjak (281) sebesar 4,2.Sedangkan pada teh kayu
aro (517) sebesar 7,3.

Hasil penilaian panelis atribut aroma pada teh hitam dalam bentuk Spider
web atau jaring laba-laba menunjukkan bahwa teh sari wangi (347) memiliki
aftertaste yang palingkuat dibandingkan dengan teh prendjak (281) dan teh kayu
aro (517). Sedangkan aftertaste teh yang lemah adalah teh prendjak (281).
Berdasarkan penelitian Agus (2014) menyatakan bahwa lama pengeringan
berpengaruh terhadap after taste seduhan teh. Semakin lama pengeringan maka
semakin pahit rasa yang tertinggal lama.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari penelitian pendeskripsian atribut mutu sensori
berdasarkan metode QDA. Didapatkan bahwa dari segi deskripsi atribut warna teh
hitam yang paling ideal adalah Teh Kayu Aro (517) dengan warna teh merah
kecoklatan.Teh Sari Wangi(281)warna merah kecoklatan sedang, dan Teh Prendjak
(347) warna teh sedikit merah kecoklatan, Atribut Aroma Teh Sari Wangi(281)
aroma teh sangat kuat.Teh Kayu Aro (517) aroma teh sedang, dan Teh Prendjak
(347) aroma teh lemah(sedikit ). Pada atribut rasa Teh Sari Wangi(281), rasa pahit
dan sepat kuat, Teh Kayu Aro (517) rasa pahit dan sepat sedang Teh Prendjak (347)
kurang memiliki rasa pahit dan sepat(agak lemah ) .Sedangkan atribut after taste
Teh Sari Wangi(281),kesan sepat lebih kuat,Teh Kayu Aro (517) kesan sepat
sedang,Teh Prendjak (347) kesan sepat kurang (sedikit).

5.2. Saran

Saran dari penelitian ini adalah baiknya dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui intensitas yag paling baik dari masing –masing atribut sensori .

DAFTAR PUSTAKA

Agus, W.S., Luh P.W., Gusti A.L.T. 2014. Pengaruh Suhu Pengeringan dan
Ukuran Potongan Terhadap Karakteristik Teh Hitam. Universitas
Udayana. Bali

Agusman. 2013. Pengujian Organoleptik. Teknologi Pangan. Semarang :

Universitas Muhammadiyah Semarang.

Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha

Ilmu. Yogyakarta

Apriyantono, Cahyo. 2001. Evaluasi Sensori. Bogor : IPB press

Ayustanigwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan. Yogyakarta : Graha Pustaka

Aziz, M. Abdul. 2017. Karakterisasi profil sensori teh dengan dengan metode

quantitative descriptive analysis dan CATA (Check All That Apply. Bogor
: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Fitri. 2008. Pengaruh Berat dan Waktu penyeduhan terhadap Kadar Kafein dari

Bubuk Teh. Medan : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,


Universitas Sumatera Utara.

Gracula, J. R. 1997. Descriptive Sensory Analysis In Practice. Food and Nutrition,

Inc. Trumbull, Connecticut

Hui, Y. H. 2006. Handbook Of Food Science. Technology and Enginering

Bocaration : CRC Press

[ITC] International Tea Commitee. 2006. Annual Bulletin of Statistics. London

(GB): ITC.

Kusnandar. 2010. Kimia Pangan. Jakarta : Dian Rakyat

Kustamiyanti, B. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. BPTK Gambung.


Bandung
Ng M, Lawlor JB, Chandra S, Chaiya C, Hewson J, Hort J. 2012. Using
quantitative descriptive analysis and temporal dominance of sensations

analysis as complementary methods for profilling commercial blackcurrant


squashes. J Food Quality and Preference 25 (2012) 121-134.

Nuryati L dan Noviati. 2015. Outlook Teh. Jakarta (ID): Sekretariat Jenderal

Kementrian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Rahayu, W. P. 1998. Penilaian organoleptik. Bogor : IPB

Sarastani. 2011. Sifat Sifat Organoleptik. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Setyaningsih. 2010. Pengujian Organoleptik Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta :

Bratura

Tarwendah, ivani. 2017. Studi Komposisi Atribut Sensori dan Kesadaran Merk

Produk. Malang : Jurnal Pangan Vol 2 No 3 : 63-64

Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama :

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai