Pendahuluan
Matakuliah Propeller dan Sistim Perporosan merpukan komponen utama dalam penggerak kapal
tahapan ini sangat penting dalam merancang sebuah kapal (Stapersma & Woud 2005).Tujuan
dalam merancang Propeller dan Sistim Perporosan ini agar mendapatkan hasil yang maksimal
dan mendapatkan effisiensi yang di perlukan.Adapun hal yang mendasar Pada Propulsi system
yang tersusun baling-baling,Power Plant dan ship hull harus paling efisien, bahwa jumlah energi
yang diperlukan untuk propulsi kapal harus harus sekecil mungkin.(Harvald 1972) Ini
dimaksudkan agar ketika Merancang Propeller dan Sistim Peporosan harus di rancang paling
effisien dengan jumlah energy yang di perlukan untuk propulsi kapal. Tahapan yang utuma adalah
menentukan tahanan total kapal yang melaju melalui fluida.
Beriku ini adalah data dimensi kapal yang sudah didapatkan dari kapal-kapal pembanding
Ketika merancang desain propeller dan sistim perporosan.Kapal mencapai kecepatan yang
sesuai dengan keingin ship owner.Hal ini sangat berkaitan dengan daya yang di butuhkan
oleh kapal terhadap pencaipaian kecepatan.Maka dari itu kita harus mencari Main Engine
untuk mencapai daya yang di inginkan Ship Owner .Untuk mencari Main Engine mari kita
bahas di BAB ini :
Dalam Menghitung Tahanan Kapal yang kita mualai adalah harus menentukan
terlebih dahulu besarnya Volume Displasmen,Berat Displasmen,Luas Permukaan basah
(Wetted Surface area),Froud Number dan Reynold Number pada kapal yang kita desain.
2.1.1 Volume Displasmen
Volume Displasmen merupakan seluruh bagian badakan kapal akibat Volume air yang
terceup setinggi sarat air kapal.Berdasarkan Harvald (1972 Hal 6).Berikut merupakan rumus
dari Displasment :
∇= 𝐶𝑏 × 𝐿𝑤𝑙 × 𝐵 × 𝑇 (2.1)
Cb =Koefisien Block kapal yang terletak di bawah garis air
Lwl =Panjang kapal yang di hitung pada hari air
B =Lebar Kapal
T =Tinggi sarat air kapal
Dalam perhitungan perhitungan Berat Displasmen hingga Luas Permukaan Basah
menggunakan kaidah Yang di hitung Harvald (1972). Stability and Strength.
2.12 Berat Displasmen
Berat Displasmen merupakan berat dari Volume air yang dipindahkan oleh kapal..Berat
displasmen dapat di cari dengan menggunakan rumus Lewis (1988) (hal17) (2.2-2.3)
∆ = 𝐶𝑏 × 𝐿𝑤𝑙 × 𝐵 × 𝑇 × 𝜌 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡
∆ = ∇ × 𝜌 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡
𝜌 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡 = 𝑀𝑎𝑠𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡
2.1.3 Luas Permukaan Basah
Luas permukaan basah adalah luas permukaan pada kapal yang tercelup didalam air..
Berat displasment dapat dicari dengan menggunakan rumus Lewis (1988) (hal 91)
𝐴𝐵𝑇
+2.38 ⁄𝐶 (2.3)
𝐵
Dalam perhitungan Frude Number hingga menghitung form factor menggunakan kaidah
Yang di hitung Harvald (1972). .
2.1.4 Fraude Number
Fraude Number ini sangat penting karena berhubungan dengan kecepatan kapal.
Semakin besar nilai fraude number maka semakin cepat pula kecepatan kapal,Fraud number
dapat dicari dengan menggunakan rumus Lewis (1988) (hal 58) (2.4-2.8)
𝑉
𝐹𝑛 = (2.4)
√𝑔 𝑥 𝐿𝑤𝑙
𝑣 𝑥 𝐿𝑤𝑙
Rn = (2.5)
𝑉𝑘
Vk = Koefisien viskositas kinematik
2.1.6 Tahanan Gesek
Tahanan gesek merupakan tahanan yang disebabkan oleh gesekan pada semua fluida
yang memiliki viskositas, viskositas tersebut akan mengakibatkan gesekan dengan permukaan
kapal.
Sebelum menghitung tahanan gesek, coefisien tahanan gesek harus ditentukan terlebih
dahulu. Reynold number dapat dicari dengan menggunakan rumus Lewis (1988) (hal 58)
0,075
CF = (2.6)
(log 𝑅𝑛−2)2
Setelah coefisien gesek ditentukan, selanjutnya tahanan gesek dapat dicari dengan
menggunakan pendekatan rumus Lewis (1988) (hal 61)
Dimana SAPP adalah luas permukaan basah tambahan. Biasanya jangan dipengaruhi
oleh rudder. Wetted Surface Area Appendage dapat dicari dengan menggunakan pendekatan
menggunakan rumus Holtrop dan Mennen (1978) (hal167)
𝐶1 𝐶2 𝐶3 𝐶4 1,75𝐿𝑇
𝑆𝐴𝑃𝑃 = 100
(2.12)
Nilai (1+K2)
2.1.9 Menghitung Tahanan Gelombang
Tahanan gelombang adalah tahanan yang terjadi akibat pergerakan kapal baik pada fluida
ideal (tanpa viskositas) maupun tidak ideal (dengan viskositas).Tahanan gelombang dapat dicari
dengan menggunakan rumus Holtrop dan Mennen (1978) (hal168)
d : -0.9
𝐶15= -1.69385 untuk L3/∇ < 512
𝐶15= 0.0 untuk L3/∇ > 1727
Untuk menghitung nilai daya motor induk (main engine), perhitungan Delivere Horse
Power hingga Pembacaan Diagram mengikuti kaidah Lewis. Yang di hitung Harvald (1972).
.
2.2.1 Daya Efektif Kapal (Effective Horse Power)
Daya efektif kapal (EHP) adalah daya yang diperlukan untuk menggerakan kapal
dengan kecepatan tertentu. Daya efektif kapal dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Halvard (1972) (hal 133)
𝐸𝐻𝑃 = 𝑅𝑇 𝑉𝑠 (2.18)
2.2.2 Delivered Horse Power
Delivered Horse Power (DHP) adalah daya yang diserap oleh propeller dari sistem
perporosan atau daya yang dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah
menjadi daya dorong (Thrust). Delivered Horse Power dapat dicari dengan menggunakan rumus
Lewis (1988) (hal 130)
Gambar 3. Nilai k
2.2.2.3 Speed of Advance
Adanya lambung kapal didepan propeller mengubah rata-rata kecepatan
kapal dari propeller. Ketika kapal bergerak dengan kecepatan Vs maka akselerasi
air akan bergerak kurang dari kecepatan kapal. Akselerasi air tersebut bergerak
dengan kecepatan Va (speed of advance). Nilai Va dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus:
𝑉𝑎 = (1 − 𝑤)𝑉𝑠 (2.22)
2.2.2.4 Propulsif Efisiensi (Propulsive Efficiency)
Koefisien propulsive adalah perkalian antara efisiensi lambung, efisiensi
relative rotatif dan efisiensi propeller.
a) Efisiensi Relatif Rotatif (Relative Rotative Efficiency)
Menentukan nilai dari ηrr untuk single screw ship antara 1,0 – 1,1 dan
sedangkan untuk twin screw antara 0,95 - 1,0. Lewis (1988) (hal 152)
b) Efisiensi Lambung (Hull Efficiency)
Efisiensi lambung merupakan suatu bentuk ukuran ketepatan rancangan
lambung terhadap Propulsor arrangement, sehingga efisiensi ini bukanlah bentuk
daya yang sebenarnya, dan nilai efisiensi lambung ini dapat bernilai lebih dari 1.
Nilai efisiensi lambung dapat dicari dengan rumus:
(1 − 𝑡)
𝜂𝐻 = ⁄(1 − 𝑤) (2.23)
Harvald, SV. AA. (1972) (1983) “Resistance and Propulsion of Ships,” A Wiley-Interscience
Publication. New York, USA.
Hotrop J &. Mennen, G.G.J. (1982) “An Proximate Power Prediction Method,” International
Shipbuilding Progress. New Castle,UK.
Lewis, E. V (1988) “Principal of Naval Architecture Second Revision; Volume II:Resistance,
Propulsion, and Vibration,” The Society of Naval Architects and Marine Engineers. Jersey
City, USA.
Stapersma D & Woud HK. (2005) “Matching Propulsion Engine With Propulsor,” Journal of
Marine Engineering & Technology. The Hague, Germany.
Summary
Dari perhitungan kebutuhan power motor induk (main engine), didapatkan data sebagai
berikut:
1. EHP 12608.01 KW
4. Pc 0.657
5. DHP 19180.19 KW
6. SHP 19571.6259 KW
7. BHPSCR 19971 KW
Perhitungan Pemilihan Motor Induk
Dari perhitungan kebutuhan power motor induk (main engine), dapat ditentukan motor induk
yang akan dipilih sebagai berikut:
Merk = Wärtsilä
Daya = 21870 kW
= 29734.87 HP
Type = wartsila 64 Technology 8L64
Cylinder bore = 640 mm
Piston Stroke = 900 mm
Num of cylinders = 8
Cylinder output = 2010 kW/cyl
Speed = 526 rpm
SFOC = 169 g/kWh
Weight = 292 ton
Tabel 5. Sepsifikasi Utama Motor Induk 2
Propeller adalah penggerak kapal yang sangat vital. Propeller memerlukan daya putar
dari engine sehingga dapat bergerak. Di dalam desain pemilihan propeller ini, menggambar
ulang propeller yang telah ada di pasar dan memilihnya menggunakan metode yang sudah
dibuat oleh Wageningen. Dalam melakukan perhitungan propeller, pertama kali yang harus
dipahami adalah segala hal yang mempunyai korelasi terhadap perhitungan propeller itu
sendiri. Hal-hal tersebut antara lain power, velocities, forces, dan efficincies. Selain hal-hal
tersebut, harus dipahami juga definisi beberapa parameter yang penting, yang menghubungan
antara kapal, mesin dan propeller, misalnya seperti gaya dorong propeller (thrust) dan
kecepatan air yang mengalir ke propeller atau kecepatan maju propeller (Va). Pada perhitungan
kali ini menggunakan buku Tahanan dan Propulsi Kapal (Harvald, 1992), Prinpciples of Naval
Architecture II (Lewis1988),
Tipe propeller pada Lewis bertuliskan B5-75, B5-90, B5-105, dan lain-lain.
Propeller tersebut adlaah B series, memiliki 4 daun, dan memiliki nilai
Ae/Ao adalah 0,75/0,90/1,05.
Grafik 1. Tipe Propeller berdaun 5, jenis Wageningen B5-105
Lewis,(1988) (Hal 193)
Grafik 2. Tipe Propeller berdaun 5, jenis Wageningen B5-105 Lewis(1988) (Hal 193)
2.4 Perhitungan Resiko Kavitasi
Munculnya gelembung-gelembung uap air pada permukaan daun propeller yang
diakibatkan oleh perbedaan tekanan yang besar pada bagian face dan back adalah peristiwa
dari kavitasi. Kavitasi umumnya terjadi pada bagian back propeller, karena bentuk back
propeller yang cembung yang mengakibatkan kecepatan air semakin cepat dan tekanan
semakin menurun. Perhitungan kavitasi perlu dilakukan untuk memastikan sebuah propeller
bebas dari kavitasi yang akan menyebabkan kerusakan fatal terhadap propeller. Perhitungan
kavitasi sendiri dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Burril’s Lewis(1988) (Hal
182)
Dalam perhitungan kavitasi pada propeller pada perhitungan luasan permukaan propeller
hingga menentukan nilai kavitasi. Perhitungan mengikuti kaidah Lewis (1988). Yang di hitung
Harvald (1972).
Ae/A0 dapat ditentukan dari tipe propeller yang akan digunakan. Seperti yang
sudah diketahui diatas, Propeller dengan tipe B4-55 memiliki 4 Daun dan memiliki
nilai Ae/A0 0,55. Dari tipe propeller dapat diketahui Ae/A0 pada setiap propeller. Nilai
dari Ae (Expanded Area) dapat ditentukan dengan rumus:
𝐴 1
𝐴𝐸 = ( 𝐸⁄𝐴 ) 4 𝜋𝐷𝑏 2 (2.36)
0
𝑉𝑅 2 adalah kecepatan relative dari air pada saat radius 0,7 m/s.
𝑉𝑅 2 = 𝑉𝐴 2 + (0,7𝐷𝑁)2 (2.38)
2.4.4. Perhitungan Nilai T
T (Thrust) adalah gaya dorong yang diakibatkan oleh propeller Nilai T dapat
ditentukan dengan rumus Lewis,(1988) (Hal 182)
𝜏𝑐 adalah koefisien gaya dorong. Kegunaan dari koefisien daya dorong adalah
untuk mengetahui apakah propeller yang dirancang akan mengalami kavitasi atau
tidak. Dengan adanya kavitasi effisiensi dari propeller akan berkurang, nilai koefisien
gaya dorong dapat ditentukan dengan rumus:
𝑇
𝐴𝑃⁄
𝜏𝐶 = (2.40)
0,5𝜌(𝑉𝑅 )2
Ketika nilai dari 𝜎0,7𝑅 telah didapatkan, maka nilai 𝜏𝑐 bisa didapatkan dari
pembacaan diagram Burril’s (Principles naval architecture, hal 182, pers 61). Nilai dari
𝜎0,7𝑅 terdapat dibawah dan ditarik ke atas hingga memotong garis putus-putus
sesuai dengan kapal yang dirancang. Dari perpotongan tersebut dapat ditarik garis
vertical ke kiri untuk mendapatkan nilai dari 𝜏𝑐 . Apabila nilai perhitungan 𝜏𝑐 lebih kecil
dari nilai 𝜏𝑐 pada pembacaan diagram Burril’s, maka propeller bisa dikatakan tidak
akan tarjadi kavitasi.
Stoye,T (2011) “Propeller Design and Propulsion Concept for Ship Operation in Off-Design
Conditions,” Flensburger Schiffbau-Gesellschaft. Flensburg, German.
Summary
0,5𝐶𝑇𝑡𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑆
𝛽 𝑡𝑟𝑖𝑎𝑙 = (2.43)
{(1−𝑡)(1−𝑤)2 𝐷 2
𝐾𝑇 = 𝛽𝐽2 (2.44)
Dikarenakan nilai J belom dapat ditentukan, J dapat divariasikan dengan nilai 0
hingga 1 pada keliapatan 0,1. Setelah mendapatkan nilai dari KT-J, dapat dibuat kuva
KT-J dari nilai-nilai yang didapat pada setiap variasi kecepatan. Selanjutnya kurva ini
akan diplotkan ke kurva open water propeller untuk mendapatkan titik operasi
propeller.
KT-J Trial
0.7
0.6
14.5
0.5
0.4 13.5
0.3 12.5
0.2 11.5
0.1
10.5
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Stapersma, D.& Woud, HK. (2005) “Matching Propulsion Engine With Propulsor,”
Journal of Marine Engineering & Technology. The Hague, Germany.
Woodward, J. B. (1973) “Matching Engine and Propeller,” Department of Naval Architecture
and Marine Engineering. Ann Arbor, Michigan.
Summary
KT Trial
0.9
0.8
0.7
0.6 21 knot
0.5 20 knot
KT
0.4 19 knot
0.3 18 knot
17 knot
0.2
16 knot
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
J
0.6
19.1 knot
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
J
1 KT
10 KQ
0.8
ηo
KT
0.6 21 knot
20 knot
0.4
19 knot
0.2 18 knot
17 knot
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 16 knot
𝑉𝑎
J = =1.022673 𝐾𝑡 =β× 𝐽2 =0.821729
𝑛𝐷
Trial
KT pada Vs
J
21 20 19 18 17 16
0 0 0 0 0 0 0
0.1 0.008272 0.007858 0.007578 0.007377 0.007212 0.007096
0.2 0.03309 0.031432 0.03031 0.029506 0.028847 0.028384
0.3 0.074452 0.070721 0.068198 0.066389 0.064906 0.063864
0.4 0.132359 0.125727 0.12124 0.118024 0.115388 0.113535
0.5 0.206811 0.196448 0.189438 0.184413 0.180294 0.177399
0.6 0.297807 0.282885 0.27279 0.265554 0.259624 0.255454
0.7 0.405349 0.385038 0.371298 0.361449 0.353377 0.347702
0.8 0.529435 0.502907 0.48496 0.472096 0.461554 0.454141
0.9 0.670066 0.636491 0.613778 0.597497 0.584154 0.574772
1 0.827242 0.785792 0.75775 0.73765 0.721178 0.709596
Tabel 10. Summary Perhitungan KT (Koefisien Thrust) Rough Hull
𝑉𝑎
J = =1.022673 𝐾𝑡 =β× 𝐽2 =0.821829
𝑛𝐷
Rough Hull (22% Sea Margin)
KT pada Vs
J
21 20 19 18 17 16
0 0 0 0 0 0 0
0.1 0.010092 0.009587 0.009245 0.008999 0.008798 0.008657
0.2 0.040369 0.038347 0.036978 0.035997 0.035193 0.034628
0.3 0.090831 0.08628 0.083201 0.080994 0.079185 0.077914
0.4 0.161478 0.153387 0.147913 0.143989 0.140774 0.138513
0.5 0.252309 0.239666 0.231114 0.224983 0.219959 0.216427
0.6 0.363325 0.34512 0.332804 0.323976 0.316741 0.311654
0.7 0.494525 0.469746 0.452983 0.440967 0.43112 0.424196
0.8 0.645911 0.613546 0.591651 0.575957 0.563095 0.554052
0.9 0.817481 0.776519 0.748809 0.728946 0.712668 0.701222
1 1.009235 0.958666 0.924455 0.899933 0.879837 0.865707
J KT 10KQ ηo
0 0 0 0
0.1 0.54215 0.55300 0.114985
0.2 0.4803 0.50800 0.226148
0.3 0.4215 0.45600 0.332528
0.4 0.35214 0.39900 0.431978
0.5 0.28431 0.34000 0.519414
0.6 0.21234 0.27800 0.584605
0.7 0.13562 0.21600 0.604562
0.8 0.065312 0.15500 0.520427
0.9 0 0.09700 0.138091
1 0 0 0
Tabel 11. Summary Perhitungan Kondisi Trial (Clean Hull)
Kondisi Trial (Clean Hull)
BHPSCR
Vs Q (kNm) DHP SHP (kW)
Np (rps) % BHP
(knot)
KQ.ρ.n2.D5 2π.Q.n DHP/ɳsɳb SHP/ɳG
21 2.809242 936.6548 16539.54 16877.08 17221.51 79.73%
20 2.626824 847.2008 13988.52 14274 14565.31 67.43%
19 2.45092 688.3664 10604.82 10821.25 11042.09 51.12%
18 2.281189 585.6774 8397.971 8569.358 8744.243 40.48%
17 2.135722 504.03 6766.37 6904.459 7045.366 32.62%
16 2.11731 486.2037 6470.791 6602.848 6737.6 31.19%
6. BHP 14565.31 kW
Engine Envelope
110
100
90
80
MCR
70
rough hull
clean hull
60
series 2
50 series 3
4
40
Service
30 design
20
10
0
40 50 60 70 80 90 100 110
BAB III
Perencanaan Propeller
Ada pun ketetapan dalam menentukan titik ordinat dalam suatu face dan back
guna utuk mempermudah dalam penggambaran dan table perhitungan dimensi dari seri
B-baling-baling Wageningen sudah di uji coba dan rumuskan oleh Gent dan Oossanen
(1989 hal 137)
𝑠
𝐴𝑟 , 𝐵𝑟 = konstanta dalam persamaan untuk 𝑟⁄𝐷
𝑎𝑟 = jarak antara leading edge dan generator line pada r
𝑏𝑟 = jarak antara leading edge dan lokasi ketebalan maksimum
𝑐𝑟 = akor panjang bagian pisau pada jari-jari r
𝑠𝑟 = ketebalan bagian pisau maksimum pada radius r.
Setelah menemukan garis lengkungan Leading Edge maka mendapat kan tebal maksimum dari
leading Edge dengan menarim garis
Dari gambar distribusi pitch diatas, selanjutnya dibuat garis-garis yang memotong masing-masing
elemen blade, dan dari garis tersebut dibuat garis tegak lurus dan diplotkan pada gambar
expanded.
Oossanen, PV. (1989) “Calculation Of Performance And Cavitation Characteristic Of Propeller Indcluding
Effects Of Non-Uniform Flow And Viscositiy Publication No. 457 Netherlands Ship Model Basin
Wageningen,The Netherlands