Anda di halaman 1dari 16

KERANGKA ACUAN KERJA

BASELINE STUDY MANAJEMEN AIR BALLAS

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
DIREKTORAT PERKAPALAN DAN KEPELAUTAN
TAHUN ANGGARAN 2019
KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE)

BASELINE STUDY MANAJEMEN AIR BALLAS

TAHUN ANGGARAN 2019

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Perhubungan

Unit Eselon I/II : Ditjen Perhubungan Laut/Direktorat Perkapalan


dan Kepelautan

Program : Baseline Study Manajemen Air Ballas

Hasil (Outcome) : Terselenggaranya Kegiatan Baseline Study


Manajemen Air Ballas

Kegiatan : Baseline Study Manajemen Air Ballas

Indikator Kinerja Kegiatan : Tersedianya Baseline Study Manajemen Air


Ballas

Jenis Keluaran (Output) : Tersedianya Dokumen Baseline Study


Manajemen Air Ballas

Volume Keluaran (Output) : 1 (Satu) Paket

Satuan Ukur Keluaran (Output) : Laporan Kajian


KERANGKA ACUAN KERJA

Untuk pekerjaan:

Baseline Study Manajemen Air Ballas

A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
1. United Nations Convention on the Law of the Sea,1982;
2. International Convention for the Control and Management of Ships'
Ballast Water and Sediments,2004;
3. Undang-
UndangNomor'i7Tahun1985tentangPengesahanUnitedNationsConventi
on ontheLawoftheSea(KonvensiPerserikatanBangsa-
BangsatentangHukumLaut);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentangPerkapalan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan
diPerairan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan
LingkunganMaritim;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan;
9. Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2015 tentang Pengesahan The
International
ConventionfortheControlandManagementofShips'BallastWaterandSedime
nts,2004
(KonvensilnternasionaluntukPengendaliandanManajemenAirBallasdan
Sedimendari Kapa!, 2004);
10. PeraturanMenteriPerhubunganNomor29Tahun2014tentangPencegahan
Pencemaran LingkunganMaritim;;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 122 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan: dan
12. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor
HK.103/2/19/DJPL-16 tentang
13. Pelaksanaan Penyelenggaraan Kelaiklautan Kapal.
2. Gambaran Umum
Pencemaran laut sebagai bagian dari persoalan lingkungan hidup telah lama
menjadi perhatian dunia internasional. Pencemaran laut merupakan salah satu
masalah lingkungan yang dihadapi saat ini dan seringkali disebabkan oleh
aktivitas atau kegiatan manusia. Sebagian besar pencemaran laut yang disebabkan
oleh manusia terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pencemaran laut
memberikan efek yang merusak (deleterious
effect)berbagaisumberdayahayatilaut,membahayakankesehatanmanusia,menghala
ngi aktivitas manusia di perairan, dan menurunkan kualitas perairan. Hal ini
tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 angka (4) United Nations Convention on the Law
of the Sea, 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut,
1982) yang mendefinisikan pencemaran lingkungan laut sebagaiberikut:
"pollution of the marine environment" means the introduction by man, directly or
indirectly,
ofsubstancesorenergyintothemarineenvironment,includingestuaries,whichresultso
r is likely to result in such deleterious effects as harm to living resources and
marine life, hazards to human health, hindrance to marine activities, including
fishing and other legitimate uses of the sea, impairment of quality for use of sea
water and reduction of amenities.

Pengaruh pencemaran dapat menjangkau seluruh aktivitas manusia di laut.


Karena sifat laut yang berbeda dengan darat, maka masalah pencemaran laut
dapat mempengaruhi
semuanegarapantaibaikyangsedangberkembangmaupunnegara-
negaramaju,sehingga perlu disadari bahwa semua negara pantai mempunyai
kepentingan terhadap masalah pencemaranlaut.
Sumber utama pencemaran lingkungan laut berasal dari kegiatan manusia.
Berbagai ketentuan internasional mengenai kelautan dan periindungan
lingkungan hidup senantiasa menegaskan pengawasan negara terhadap aktivitas
manusia di taut, khususnya aktivitas yang berkaitan dengan pengoperasian kapal
dan pelayaran.
Satah satu bentuk pengoperasian kapal yang berpotensi kuat menimbulkan
pencemaran tingkungan taut adalah pengoperasian air ballas. Air ballas berperan
penting menjaga keseimbangan kapal. Penggunaan air sebagai pemberat (ballast)
untuk menyeimbangkan kapal telah diterapkan pada berbagai kapal dengan
lambung baja (steel-hulled vessels). Air
ballas(ballastwater)dipompauntukmenjagakondisistabilitaspengoperasiankapalde
ngan aman selama pelayaran. Penggunaan air ballas mengurangi tekanan pada
lambung kapal, menghasilkan stabilitas melintang (transverse stability),
meningkatkan daya dorong (propulsion) dan olah gerak (maneuverability) kapal,
dan mengimbangi perubahan berat pada tingkat beban muatan (cargo load levels)
karena konsumsi bahan bakar danair.
Walaupun air ballas berperan penting bagi pengoperasian kapal yang aman dan
efisien, air ballas dapat menimbulkan berbagai persoalan serius terhadap ekologi,
perekonomian, dan kesehatan karena berbagai spesies laut dalam jumlah besar
yang terdapat dalam air ballas pada kapal. Pembuangan (discharging) air ballas
dari kapal di suatu perairan dapat menyebabkan organisme dan patogen yang ada
di dalam air ballas juga ikutterbawa.
Organisme yang berasal dari tempat asal air ballas pada kapal yang berbeda
dengan organisme yang berada di tempat pembuangan air ballas merupakan suatu
spesies asing. Spesies ini meliputi bakteri, mikroba, hewan tidak bertulang
punggung berukuran kecil, kumpulan telur, kista (cyst), dan larva. Berbaga:
spesies yang berpindah tempat dapat bertahan hidup untuk membangun populasi
yang berkembang biak di lingkungan barumenjadi invasif, mengungguli spesies
asli (native species), berkembang biak menjadi proporsi hama pengganggu (pest).
Hasil berbagai studi tentang kelautan dan lingkungan hidup telah menunjukan
bahwa spesies asing dapat bersifat invasif dan dapat mengganggu spesies lokal
dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan.
Para ahli pertama kali mengetahui keberadaan spesies asing setelah
kemunculan besar-
besaranganggangtaut(algae)fitoplanktonOdontella(Biddulphiasinensis)yangbera
saldari kawasan Asia di Laut Utara pada tahun 1903. Para ahli mulai memeriksa
persoalan ini dengan terperinci pada tahun 1970-an. Pada akhir tahun 1980-an,
Kanada dan Australia merupakan negara yang mengalami berbagai persoalan
khusus akibat spesies invasif. Kedua negara telah membawa persoalan ini
kepada Komite Perlindungan Lingkungan Laut
(MarineEnvironmentProtectionCommittee)OrganisasiMaritimlnternasional(Inter
national MaritimeOrganization).
International Maritime Organization (IMO) menjelaskan bahwa spesies
akuatikinvasivemerupakanancamanutamabagiekosistemlaut(marineecosystems).
Penyebaranspesies invasif
telahmenyebabkankerusakanbesarterhadapkeanekaragamanhayatidanberbagai
sumberdayayangbernilaitinggi.Penyebaranspesiesinvasifjugaberdampakseriusse
cara langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan. Data penelitian telah
menunjukkan invasi spesies akuatik dan organisme patogen berbahaya telah
berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kerusakan akibat spesies invasif
seringkali tidak dapat dipulihkan (irreversible).
Pelayaran internasional merupakan jalur utama penyebaran spesies akuatik
invasif terhadap lingkungan laut. Penyebaran spesies akuatik invasif di berbagai
perairan telah meningkat seiring peningkatan volume perdagangan internasional
melalui iaut selama beberapa dekade terakhir sebagai dampak perkembangan
teknologi pelayaran melalui pengenalan lambung baja (steel hull) pada kapal
untuk menggunakan air daripada material padat (solid materials) sebagai
pemberat (ballast).
Mencegah perpindahan spesies invasif dengan tepat dan efektif memerlukan
kerja sama berbagai negara, sektor-sektor perekonomian, dan lembaga non-
pemerintah. Hukum internasional mengamanatkan prinsip tanggung jawab
negara (state responsibility) untuk
melakukanberbagaihalyangdiperlukanuntukmencegah,mengurangi,
danmengendalikan pencemaran lingkungan perairan yang berasal dari
penggunaan teknologi dalam yurisdiksinya, termasuk kemunculan spesies
invasif yang dapat menyebabkan kerugian. Pasal 196 ayat 1 United Nations
Convention on the Law of the Sea, 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut, 1982) menyatakan sebagaiberikut:
States shall take all measures necessary to prevent, reduce and control pollution
of the marine environment resulting from the use of technologies under their
jurisdiction or control,ortheintentionaloraccidentalintroductionofspecies,
alienornew,toaparticular
partofthemarineenvironment,whichmaycausesignificantandharmfulchangesthere
to.

Berdasarkan kondisi faktual dan data ilmiah penyebaran spesies invasif dan
organisme
patogenakuatikberbahayayangberasaldaritangkiballaskapalsertasejalandenganu
paya perlindungan lingkungan maritim berdasarkan Pasal 196 ayat 1 Konvensi
Perserikatan Bangsa-
BangsatentangHukumLaut,1982,IMOmengeluarkanInternationalConventionfor
the Control and Management of Ships' Ballast Water and Sediments, 2004
(Konvensi
lnternasionaluntukPengendaliandanManajemenAirBallasdanSedimendariKapal
-kapal, 2004). Konvensi ini bertujuan melindungi lingkungan maritim dari
penyebaran spesies asing atau organisme patogen akuatik yang berbahaya
akibat pembuangan air ballas dari kapal. Konvensi ini telah berlaku secara
internasional sejak tanggal 8 September2017.
Berdasarkan Konvensi ini, seluruh kapal yang berlayar internasional wajib
mengatur air ballas dan sedimen pada standar tertentu yang spesifik sesuai
dengan RencanaPengelolaan Air Ballas (Ballast Water Management Plan).
Seluruh kapal yang berlayar internasional wajib memuat Buku Catatan Air
Ballas (Ballast Water Record Book) dan Sertifikat lnternasional Manajemen
Air Ballas (International Ballast Water Management Certificate). Standar
pengelolaan air ballas akan dihapus se:ara bertahap dalam periode waktu
tertentu. Sebagai solusi antara, kapal wajib mengganti air ballas di tengah laut.
Selanjutnya sebagian besar kapal wajib memasang peralatan pengolah air
ballas (ballast water treatment system).
Pengaturan lebih lanjut implementasi Konvensi ini terdapat pada Annex
(Lampiran) Konvensi, yaitu Regulation for the Control and Management of
Ships' Ballast Water and
Sediments.AnnexKonvensiterdiridari5(lima)bagian(section)yangmengaturimpl
ementasi teknis terperinci seluruh ketentuan Konvensi. /MO telah menerbitkan
14 (empat betas) pedoman (guidelines) dalam rangka membantu Negara Pihak
melaksanakan ketentuan
Konvensi,yaituGuidelinesfortheUniformImplementationoftheBallastWaterMan
agement Convention.
Salah satu upaya implementasi teknis terperinci Konvensi ini oleh seluruh
Negara Pihak adalah melalui riset (penelitian) terhadap pengaruh air ballas
dari kapal terhadap kualitas perairan di mana Negara Pihak memiliki
kedaulatan penuh (full sovereignty) dan hak berdaulat (sovereign rights)
berdasarkan hukum internasional. Konvensi ini memberikan
keleluasaanbagiseluruhNegaraPihakuntukmelaksanakanhalinimelaluiberbagai
metode dan analisis terhadap dampak yang ditimbulkan oleh organisme dan
patogen akuatik yang telah diketahui berpindah melalui air ballas dari kapal.
Pasal 6 ayat 1 Konvensi menyatakan sebagaiberikut:
Parties shall endeavor, individually or jointly,to:
a. Promote and facilitate scientific and technical research on ballast water
management; and
b. Monitor the effects of ballast water management in waters under
theirjurisdiction.

Such research and monitoring should include observation, measurement,


sampling, evaluation and analysis of the effectiveness and adverse impact
of any technology or methodology as well as any adverse impacts caused
by such organisms and pathogens that have been identified to have been
transferred through ship's ballast water.

KonvensiinimenekankansatiapNegaraPihakuntukmelaksanakanrisetilmiahd
ankajian teknis pengelolaan air ballas dan sedimen dari kapal berdasarkan
pedoman Konvensi yang antara lain dan tidak terbatas pada hal-hal
sebagaiberikut:
- Kualitas airpelabuhan;
- Fasilitas penampungan airballas;
- Fasilitas penampungansedimen;
- Conteh (sample) air ballas padakapal;
- Baseline study manajemen airballas;
- Penilaian resiko (risk assessment) terhadap implementasi konsep area
geografis yang disepakati (Same Risk Area) dalam manajemen airballas.

Negara Pihak Konvensi dapat menentukan skala prioritas terhadap


berbagai subbidang penelitian dan kajian teknis pengelolaan air ballas dan
sedimen dari kapal. Penelitian dan kajian teknis dapat dilaksanakan secara
mandiri maupun kerja sama dengan Negara Pihak
lainnyadanIMO.NegaraPihakperlumelaksanakanberbagaipenelitiandankajiant
eknisini secaraberkesinambungan.
Republik Indonesia merupakan Negara Pihak (State Party) Konvensi
lnternasional untuk Pengendalian dan Manajemen Air Ballas dan Sedimen
dari Kapal-kapal, 2004 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun
2015. Indonesia memiliki
kepentingandenganKonvensiinikarenatidakhanyamerupakannegarakepulauan
terbesardiduniadenganlebih ctari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau dan panjang
garis pantai lebih dari 54.000 (lima puluh
empatribu)kilometer,tetapijugakarenaperairanIndonesiamemilikiekosistemya
ngsangat mendukung perkembangan biota laut serta menjadi sumber
perekonomian yang sangat potensial bagi masyarakat yang berada di
wilayahpesisir.Selain menjadi tumpuan perekomian masyarakat, letak
wilayah perairan Indonesia sangatstrategis karena menjadi jalur pelayaran
internasional. Banyak negara memiliki kepentingan besar dengan wilayah
perairan di mana Indonesia memiliki kedaulatan penuh (full sovereignty) dan
hak berdaulat (sovereign right). Seluruh kondisi faktual ini berdampak luas
pada pengelolaan wilayah perairan oleh Pemerintah Indonesia, khususnya
dalam mengawasi pengoperasian kapal di perairan Indonesia. Sebagai negara
pantai (coastal state) dan juga negara kepulauan (archipelagic state) terbesar
di dunia, Indonesia telah merasakan kerugian yang besar akibat pencemaran
yang bersumber dari kapal.
EkosistemperairanIndonesiasangatkayadengankeanekaragamansumberdaya
hayati. Ekosistem perairan Indonesia rentan (vulnerable) terhadap berbagai
pengaruh dari luar, termasuk pengaruh negatif organisme dan patogen akuatik
yang berbahaya yang berasal dari pengoperasian kapal. Salah satu aspek yang
wajib diatur oleh Pemerintah Indonesia
dalamrangkamelindungilingkunganmaritimadalahpengendaliandanmanajemen
airballas dan sedimen dari berbagai kapal yang beroperasi di perairan
Indonesia, baik kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing.
Pemerintah Indonesia wajib melindungi lingkungan perairannya dari
keberadaan spesies invasif dan organisme patogen akuatik yang berbahaya
yang berasal dari pengoperasian tangki ballas dikapal.
PemberlakuanKonvensilnternasionaluntukPengendaliandanManajemenAirS
allasdan Sedimen dari Kapal, 2004 di Indonesia telah sejalan dengan berbagai
ketentuan nasional di bidang kelaiklautan kapal dan perlindungan lingkungan
maritim. Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang berkaitan dengan
perlindungan lingkungan maritim, khususnya pencegahan pencemaran dari
pengoperasian kapal. Pencegahan pencemaran dari pengoperasian kapal
merupakan salah satu aspek kelaiklautan kapal sebagaimana tercantum dalam
Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008tentang
Pelayaran. Pasal 134 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008menyatakanbahwasetiap kapal yang berada di wilayah perairan Indonesia
wajib
memenuhipersyaratanpencegahandanpengendalianpencemaranyangbersumber
darikegiatanoperasionalnya.
Denganmempertimbangkan berbagai kondisi ini, Pemerintah Indonesia
perlu
melaksanakansuatukajianteknisdalamrangkaimplementasipengendaliandanma
najemenair ballas dan sedimen dari kapal. Bentuk kajian teknis yang
akandilaksanakanolehPemerintahIndonesiaadalahbaselinestudymanajemenair
ballaspadaberbagaipelabuhandiIndonesia,khususnyapelabuhan-
pelabuhanyangseringdisinggahikapal-kapalasingataukapal yang berlayar
internasional untuk mengetahui jenis organisme akuatik apa sajayangberada di
pelabuhan-pelabuhan tersebut.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut memiliki kewajiban untuk
memastikan berbagai ketentuan di bidang pencegahan pencemaran dari
pengoperasian kapal terlaksana dengan baik. Salah satu tolor< ukurnya
adalah dengan melaksanakan kajian teknis di bidang pencegahan pencemaran
dari kapal dan perlindungan lingkungan maritim berdasarkan regulasi
internasional dan nasional.

3. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast,
yaitu:
a. Laporan studi identifikasi komponen-komponen yang mempengaruhi
pengelolaan air ballast dan pelaksanaan pengelolaan air ballast yang dilakukan
di beberapa pelabuhan di Indonesia beserta permasalahannya.
b. Usulan/rekomendasi manajemen air ballast yang sesuai untuk diterapkan di
Indonesia berdasarkan hasil identifikasi dan kajian permasalahan pelaksanaan
pengelolaan air ballast yang dilakukan di beberapa pelabuhan di Indonesia.

4. Sasaran
Sasaran kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast adalah terwujudnya
pedoman mengenai pengelolaan air ballast yang dilakukan di pelabuhan-pelabuhan
Indonesia

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud
Maksud dari kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast adalah menyusun
baseline manajemen air ballast dengan melakukan identifikasi komponen-komponen
yang diperlukan dan mempengaruhi pengelolaan air ballast, serta mengkaji
permasalahan pengelolaan air ballast di beberapa pelabuhan Indonesia.
2. Tujuan
Tujuan Study Baseline Manajemen Air Ballast adalah agar manajemen air ballast
dapat dilakukan dengan baik berdasarkan kajian permasalahan pengelolaan air ballast
yang dilakukan di beberapa pelabuhan di Indonesia, mengingat di Indonesia belum
dilakukan pengelolaan air ballast yang aman bagi lingkungan perairan di sekitar
pelabuhan.
Tujuan khusus studi ini adalah
1. Agar pemerintah memiliki dasar dalam melaksanakan pengelolaan air ballast
2. Agar lingkungan perairan pelabuhan memenuhi baku mutu lingkungan perairan
pelabuhan.

C. Penerima Manfaat
Baseline Study Manajemen Air Ballas Tahun Anggaran 2019 bertujuan
mendapatkan hasil kajian teknis sebagai bahan perumusan kebijakan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut dalam perlindungan terhadap kualitas perairan di
berbagai pelabuhan di Indonesia yang sering disinggahi oleh berbagai kapal
berbendera asing dalam rangka meningkatkan perlindungan lingkungan maritim
dari dampak negatif spesies asing yang invasif dan organisme patogen akuatik
yang berbahaya yang berasal dari pengoperasian air ballast pada kapal. Hasil
baseline study akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan
implementasi konsep Same Risk Area antara Indonesia, Malaysia dan Singapura
berdasarkan Pedoman Konvensi Internasional untuk Pengendalian dan
Manajemen Air Ballas dan Sedimen dari Kapal, 2004.

D. Strategi Pencapaian Keluaran


Baseline Study Manajemen Air Ballas Tahun Anggaran 2019 akan
dilaksanakan melalui jasa konsultasi. Kegiatan ini akan berlangsung dalam
bentuk kajian teknis sesuai Pedoman Konvensi Internasional untuk
Pengendalian dan manajemen Air Ballast dan Sedimen dari Kapal, 2004.

E. LOKASI SURVEY
Lokasi survey, meliputi:
1. Sumatera Utara, Pelabuhan Belawan
2. Jawa Timur, Pelabuhan Tanjung Perak
3. Sulawesi Selatan, Pelabuhan Makassar
4. Jakarta, Pelabuhan Tanjung Priok

F. RUANG LINGKUP
1. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast,
meliputi:
a. Identifikasi kuantitas dan kualitas air ballast
b. Identifikasi sumber penghasil air ballast (jenis kapal, kapasitas ruang air
ballast, riwayat lokasi pertukaran air ballast)
c. Identifikasi proses pelaksanaan pertukaran air ballast
d. Identifikasi proses pengolahan air ballast yang digunakan (bila dilakukan)
e. Identifikasi kualitas air perairan pelabuhan (di lokasi pertukaran air ballast
dan di lokasi yang mewakili rona kondisi awal)
f. Mekanisme penjadwalan pertukaran air ballast
g. Analisis keterkaitan antara kualitas air ballast dengan kualitas perairan
pelabuhan di setiap pelabuhan yang ditinjau
h. Analisis mekanisme pengelolaan air ballast di masing-masing pelabuhan
yang ditinjau
i. Perbandingan kualitas air ballast di setiap pelabuhan yang ditinjau
j. Perbandingan kualitas air perairan pelabuhan di setiap pelabuhan yang
ditinjau
k. Rekomendasi kualitas air ballast yang boleh dibuang ke perairan
pelabuhan
l. Rekomendasi mekanisme pengelolaan air ballast yang sesuai untuk
diterapkan di setiap pelabuhan

2. Ruang Lingkup Tahapan Pelaksanaan


Ruang lingkup tahapan pelaksanaan kegiatan Study Baseline Manajemen Air
Ballast, terdiri dari;
a. Tahap Persiapan
1) Menyusun metodologi pekerjaan;
2) Menyusun rencana kerja dan jadwal;
3) Melakukan kajian kebijakan/peraturan perundangan yang terkait dengan
studi baseline manajemen air ballast;
4) Melakukan studi teoritis yang terkait dengan air ballast;
5) Identifikasi komponen-komponen yang mempengaruhi manajemen air
ballast;
6) Menginventarisir data primer dan sekunder yang dibutuhkan;
7) Menentukan titik sampling kualitas air ballast dan air perairan pelabuhan
8) Menyusun instrumen pengumpulan data/informasi (kuesioner, panduan
wawancara, panduan observasi, dan lain-lain).
b. Tahap Pelaksanaan Survey dan Pengolahan Data
1) Melakukan survey lapangan;
2) Pengolahan data hasil survey teknis pengelolaan air ballasst di
beberapa pelabuhan di Indonesia;
3) Tabulasi data/informasi hasil verifikasi lapangan.
c. Tahap Analisa dan Rekomendasi
1) Analisa dan perencanaan pengelolaan air ballast untuk melindungi
perairan pelabuhan.
2) Rekomendasi pengelolaan air ballast di pelabuhan-pelabuhan di
Indonesia.

G. TENAGA AHLI
Tenaga ahli yang dibutuhkan untuk kegiatan Study Baseline Manajemen Air
Ballast, terdiri dari:
a. Ketua Ahli Menejemen Perkapalan dan Pelabuhan (Team Leader)
Team leader adalah seorang Ahli Menejemen Perkapalan dan Pelabuhan
dengan kualifikasi pendidikan minimal Magister Teknik Perkapalan dan
Pelabuhan dengan pengalaman dalam bidang perkapalan minimal 7 (tujuh)
tahun.
Ketua Tim mempunyai tugas sebagai berikut:
1) Melakukan koordinasi tenaga ahli dalam melakukan proses pekerjaan;
2) Melakukan koordinasi dengan pihak pengguna jasa (Direktorat
Perkapalan dan Kepelautan) dan tim teknisnya;
3) Bersama ahli hukum, melakukan kajian kebijakan atau peraturan
perundang-undangan dan literatur teoritis yang terkait dengan
pengelolaan air ballast;
4) Bersama ahli mikrobiologi/oseanografi, melakukan penentuan lokasi
pengambilan sampel air ballast di kapal dan di perairan pelabuhan;
5) Mengkoordinasikan pelaksanaan survey dan pengumpulan data
pengelolaan air ballast;
6) Mengintegrasikan analisa dan perencanaan pengelolaan air ballast;
7) Membuat rekomendasi pengelolaan air ballast.
b. Ahli Mikrobiologi (1 orang)
Ahli Mikrobiologi dengan kualifikasi minimal Sarjana Biologi dengan
pengalaman dalam bidang Mikrobiologi minimal 6 (enam) tahun.
Ahli Mikrobiologi mempunyai Tugas sebagai berikut :
1. Membantu ketua tim dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air
ballast di kapal dan di perairan pelabuhan;
2. Membantu ketua tim dalam pengumpulan data sampling air ballast dan
air perairan pelabuhan;
3. Membantu ketua tim dalam menentukan parameter biologi yang harus
diperiksa di laboratorium
4. Membantu ketua tim dalam menganalisis hasil pemeriksaan
laboratorium sampel air ballast dan air perairan pelabuhan.
5. Membantu ketua tim dalam menyusun rekomendasi pengelolaan air
ballast dan air perairan pelabuhan.
c. Ahli Ahli Oseanografi (1 orang)
Ahli Oseanografi dengan kualifikasi minimal Sarjana Oseanografi dengan
pengalaman dalam bidang Oseanografi minimal 6 (enam) tahun..
Ahli Oseanografi mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Membantu ketua tim dalam menentukan lokasi dan waktu pengambilan
sampel air ballast di kapal dan di perairan pelabuhan;
2. Membantu ketua tim dalam pengumpulan data sampling air ballast dan
air perairan pelabuhan;
3. Membantu ketua tim dalam menganalisis hasil pemeriksaan
laboratorium sampel air ballast dan air perairan pelabuhan.
4. Membantu ketua tim dalam menyusun rekomendasi pengelolaan air
ballast dan air perairan pelabuhan.
d. Ahli Teknik Lingkungan (1 orang)
Ahli Teknik Lingkungan dengan kualifikasi minimal Sarjana Teknik
Lingkungan dengan pengalaman dalam bidang perkapalan minimal 6
(enam) tahun.
Ahli Teknik Lingkungan mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Membantu ketua tim dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air
ballast di kapal dan di perairan pelabuhan;
2. Membantu ketua tim dalam pengumpulan data sampling air ballast dan
air perairan pelabuhan;
3. Membantu ketua tim dalam menentukan parameter fisik kimia yang
harus diperiksa di laboratorium
4. Membantu ketua tim dalam menganalisis hasil pemeriksaan
laboratorium sampel air ballast dan air perairan pelabuhan.
5. Membantu ketua tim dalam menyusun rekomendasi pengelolaan air
ballast dan air perairan pelabuhan.
e. Ahli Perkapalan/Pelayaran (1 orang)
Ahli Pelayaran dengan kualifikasi minimal ATT II ato ANT II dengan
pengalaman dalam bidang pelayaran minimal 6 (enam) tahun.
Ahli Pelayaran mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Membantu ketua tim dalam menentukan lokasi pengambilan sampel air
ballast di kapal dan di perairan pelabuhan;
2. Membantu ketua tim dalam pengumpulan data sekunder terkait dengan
pengelolaan air ballast yang dilakukan di beberapa pelabuhan di
Indonesia;
3. Membantu ketua tim dalam menentukan menyusun rekomendasi
pengelolaan air ballast
4. Membantu ketua tim dalam menganalisis pengelolaan air ballast dan air
perairan pelabuhan yang dilakukan di beberapa pelabuhan Indonesia.
5. Membantu ketua tim dalam menyusun rekomendasi pengelolaan air
ballast dan air perairan pelabuhan.

Tenaga Pendukung
a. Operator Komputer (1 orang)
Operator komputer dengan kualifikasi minimal D3 dan berpengalaman di
bidangnya minimal 3 (tiga) tahun.
Tugas Operator Komputer, meliputi:
1) Memfasilitasi tenaga ahli dalam penggunaan komputer
2) Membantu tenaga ahli dalam melakukan pengetikan laporan
3) Membantu tenaga ahli dalam melakukan pengeditan laporan
4) Membantu tenaga ahli dalam melakukan penjilidan laporan
b. Administrasi proyek/keuangan (1 orang)
Operator komputer dengan kualifikasi minimal D3 dan berpengalaman di
bidangnya minimal 3 (tiga) tahun.
Tugas Adminstrasi Proyek, meliputi:
1) Mengelola adminstrasi keuangan;
2) Mengelola adminstrasi kearsipan;
3) Mengelola adminstrasi surat menyurat;
4) Memfasilitasi tenaga ahli dalam melakukan diskusi dan koordinasi
c. Surveyor dan Asisten Tenaga Ahli (4 orang)
Surveyor dengan kualifikasi minimal S1 Biologi/Teknik
Lingkungan/Oceonografi/Pelayaran (perkapalan), dan berpengalaman di
bidangnya minimal 3 (tiga) tahun
Tugas Surveyor dan Asisten Tenaga Ahli, meliputi:
1) Melakukan survey lapangan
2) Melakukan entry data dan informasi hasil survey lapangan
3) Membantu Tenaga Ahli melakukan analisa data

H. PELAKSANAAN DAN PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN


Adapun pelaksanaan dan penanggungjawab Study Baseline Manajemen Air
Ballast, sebagai berikut:
1. Pelaksana Kegiatan
Pelaksana kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast adalah perusahaan
jasa konsultansi yang dipilih melalui kegiatan pelelangan umum:
2. Penanggungjawab Kegiatan
Penanggung jawab kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast adalah
Direktur Perkapalan dan Kepalautan.
3. Pelaporan
Dalam kurun pelaksanaan pekerjaan ini, konsultan ditugaskan untuk
menyerahkan laporan-laporan sebagai berikut:
a. Laporan Pendahuluan, menguraikan mengenai pemahaman terhadap
permasalahan yang ada; metodologi pendekatan; kriteria, variabel dan
indikator verifikasi; penyusunan instrumen survey; dan rencana kerja.
Laporan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dalam bentuk Soft Cover.
b. Laporan Antaramemuat dokumen hasil survey lapangan Study Baseline
Manajemen Air Ballast. Laporan ini diserahkan setelah melakukan survey
lapangan. Laporan ini dibuat sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.
c. Laporan Draf Akhir, berisi seluruh hasil survey lapangan, serta analisa
dan rekomendasi akhir. Laporan ini sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar
d. Laporan Akhir, berisi seluruh hasil survey lapangan, serta analisa dan
rekomendasi akhir. Laporan ini sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar.
e. Rekaman Laporan, diberikan dalam bentuk CD yang memuat
keseluruhan laporan yaitu Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, dan
Laporan Akhir, sebanyak 5 (lima) keping.

I. JADWAL KEGIATAN
a. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Pekerjaan Study Baseline Manajemen Air Ballast dilaksanakan selama 6
(enam) bulan.
b. Matrik Pelaksanaan Kegiatan.

Bulan
No Tahapan Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan dan Proses Lelang
2 Persiapan Penelitian
3 Survey dan Pengumpulan data
4 Analisa data dan Pengujian
Laboratorium
5 Laporan Pendahuluan
6 Laporan Antara
7 Laporan Akhir

J. METODE PELAKSANAAN PELELANGAN


Kegiatan Study Baseline Manajemen Air Ballast menggunakan metode
pelelangan Jasa Konsultasi dan terbuka untuk penyedia barang/jasa yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ijin usaha dengan klasifikasi Kecil dan Non
Kecil dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE).

K. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran.


Kegiatan tahun 2019 akan berlangsung 2 (dua) periode selama 6 (enam bulan)
di pelabuhan utama sebagai berikut
1) Tanjung Priok, Jakarta:
2) Belawan, Sumatera Utara;
3) Tanjung Perak, Jawa Timur;dan
4) Makassar, Sulawesi Selatan

L. KUALIFIKASI PENYEDIA
a. Penyedia Jasa Konsultansi memiliki SIUP dengan KBLI 7020 (Kegiatan
Konsultansi Manajemen);
b. Memiliki TDP (Tanda Daftar Perusahaan) yang masih berlaku;
c. Memiliki Akta pendirian perusahaan dan akta perubahan terakhir (apabila
ada), dan pengesahan dari Kementerian Hukun dan HAM;
d. Memiliki SBU dengan bidang Kualifikasi Transportasi Kode 1.02.99, bidang
Industri Perkapalan 1.05.13 dan bidang Jasa Khusus Jasa Surveyor
Independen, Kode 1.SC.03, yang masih berlakudan bidang Jasa Bantuan
Teknik (Kode 1.SI.05), yang masih berlaku;
e. Memiliki pengalaman sejenis (Study Pengelolaan Pencemaran Air di
Pelabuhan) dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
f. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai penyedia barang/jasa
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir baik di Lingkungan Pemerintah
maupun Swasta termasuk pengalaman subkontrak, dikecualikan bagi penyedia
barang/jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
g. Memiliki sumber daya manusia, modal, dan peralatan yang diperlukan dalam
pengadaan barang/jasa;
h. Memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir
(SPT Tahunan 2018);
i. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada kontrak;
j. Memilki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman,
dibuktikan dengan surat domisili perusahaan yang masih berlaku;

Jakarta,

DIREKTUR PERKAPALAN DAN KEPALUTAN

CAPT. SUDIONO, M.MAR


Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP. 19630218 199203 1 002

Anda mungkin juga menyukai