Anda di halaman 1dari 34

Makalah Ulkus Peptikum

Oleh:
Kelompok 7

1. Ajeng Dwi Mega Sarie


2. Erin Larasati
3. Ikhsan Julian
4. Mega Sutia
5. Sinta Rahmah Sari
6. Wika Tia Dewi P
7. Wirna Ajeng Afrilia
8. Yunita Restuti
9. Yurissa Mizar Anggraini

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Ulkus Peptikum”. Shalawat beriringkan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia
yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan telah
mengarahkan tujuan diskusi sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan makalah hasil diskusi ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah hasil diskusi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan masukan dari tutor ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk kesempurnaan
pembuatan makalah hasil diskusi ini.

Pekanbaru, 20 Desember 2018

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
2.1 Definisi Ulkus Peptikum........................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi Ulkus Peptikum .................................................................................. 5
2.3 Faktor Risiko Ulkus Peptikum .................................................................................. 6
2.4 Etio-patogenesis Ulkus Peptikum ............................................................................. 6
2.5 Patofisiologi Ulkus Peptikum ................................................................................. 12
2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Peptikum ........................................................................ 13
2.7 Diagnosis Ulkus Peptikum...................................................................................... 14
2.8 Pemeriksaan Penunjang Lainnya ............................................................................ 16
2.9 Penatalaksanaan Ulkus Peptikum ........................................................................... 20
2.10 Diagnosis Banding Ulkus Peptikum ..................................................................... 26
2.11 Pencegahan Ulkus Peptikum ................................................................................ 27
2.12 Komplikasi Ulkus Peptikum ................................................................................. 28
2.13 Prognosis Ulkus Peptikum .................................................................................... 28
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 29
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 29
3.2 Saran ....................................................................................................................... 29
Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tukak peptik yaitu tukak lambung dan tukak duodenum merupakan
penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur
di atas 45 tahun. (1)
Karel Schwarz pada tahun 1910 membuat suatu dictum yang terkenal berkenaan
dengan tukak peptik yaitu No acid peptic activity, no ulcer dan sampai saat ini masih
tetap relevan perannya dalam patogenesis tukak duodenum, walaupun beberapa
etiologi lain telah diketahui seperti Helicobacter pylori dan obat anti inflamasi non-
steroid (OAINS). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik
adala H. pylori sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid H. pylori disease,
namun demikian peranan faktor-faktor lain dalam kejadian tukak peptik jelas ada
sehingga tukak peptik dikatakan sebagai penyakit multifaktor. Sejak penemuan
kuman Helicobacter pylori oleh Marshall dan Warren pada tahun 1983, kemudian
terbukti bahwa infeksi H. pylori merupakan masalah global, termasuk Indonesia,
sampai saat ini belum jelas betul proses penularan serta patomekanisme infeksi
kuman ini pada berbagai keadaan patologis saluran cerna bagian atas. (1)
Pathogenesis terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara faktor
agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensive yang memelihara kebutuhan
mukosa lambung dan duodenum. (1)

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Memberi informasi tentang definisi dan ulkus peptikum
1.2.2 Memberi informasi tentang epidemiologi ulkus peptikum
1.2.3 Memberi informasi tentang faktor resiko ulkus peptikum
1.2.4 Memberikan informasi tentang etio-patogenesis ulkus peptikum
1.2.5 Memberi informasi tentang patofisiologi ulkus peptikum
1.2.6 Memberi informasi tentang manifestasi klinis ulkus peptikum
1.2.7 Memberi informasi tentang anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
1.2.8 Memberi informasi tentang pemeriksaan penunjang lainnya dan indikasi
dan kontraindikasi endoskopi dan ureum breath test
1.2.9 Memberi informasi tentang penatalaksanaan ulkus peptikum

1
1.2.10 Memberi informasi tentang diagnosis banding ulkus peptikum: nyeri ulu
hati dan bab hitam
1.2.11 Memberi informasi tentang pencegahan ulkus peptikum
1.2.12 Memberi informasi tentang komplikasi ulkus peptikum
1.2.13 Memberi informasi tentang prognosis ulkus peptikum

Trigger 1

SKENARIO SUB MODUL 1


BAB Berwarna Hitam

Laki-laki 60 tahun datang kedokter dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 minggu
yang lalu. Keluhan lain adalah BAB berwarna hitam. Nyeri yang dirasakan seperti
rasa terbakar, muncul sekitar 2 sampai 3 hari setelah makan. Beliau juga sering
terbangun di tengah malam karena nyeri. Nyeri ulu hati sudah lama diderita pasien
tapi BAB hitam baru kali ini. Pasien mengonsumsi jamu pegal linu sejak 3 minggu
yang lain. Dokter menyarankan agar pasien di rawat inap dan dilakukan pemeriksaan
endoskopi serta pemeriksaan ureum breath test.

Step 1: Terminologi

1. Endoskopi : Suatu alat untuk melihat isi dalam tubuh atau abdomen dengan
selang fleksibel yang diujungnya terdapat kamera dimasukkan lewat mulut
atau anus dan dihubungkan lewat monitor.
2. Ureum Breath Test : Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
H.pylori merupakan bakteri yang menginfeksi lambung dan menyebabkan
ulkus pada gaster dan duodenum.

Keyword

 Laki-laki 60 tahun keluhan nyeri ulu hati 2 minggu yang lalu.


 Keluhan lain BAB berwana hitam baru kali ini.
 Nyeri seperti rasa terbakar muncul 2-3 jam setelah makan.
 Terbangun tengah malam karena nyeri.
 Pasien mengonsumsi jamu pegal linu.
 Pemeriksaan endoskopi.
 Pemeriksaan Ureum Breath Test.

2
Step 2: Pertanyaan

1. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan nyeri ulu hati ?
2. Mengapa BAB berwarna hitam dan bagaimana mekanisme?
3. Mengapa nyeri terasa seperti terbakar ?
4. Mengapa nyeri muncul setiap 2-3 jam setelah makan ?
5. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus ?
6. Mengapa beliau sering terbangun dimalam hari karena nyeri ?
7. Apa faktor risiko dari kasus ?
8. Apa hubungan mengonsumsi jamu pegal linu dengan keluhan?
9. Apa etiologi dari kasus?
10. Apa DD BAB berwarna hitam?
11. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan UBT dan endoskopi?
12. Apa saja tatalaksana pada kasus?
13. Apa saja komplikasi dari kasus?
14. Bagaimana mekanisme nyeri ulu hati pada kasus?
15. Apa kriteria diagnosis dari kasus?
16. Apa DD dari nyeri ulu hati?
17. Apa prognosis dari kasus?
18. Bagaimana cara pemeriksaan UBT?

Step 3: Brain Storming

3
Step 4: Spider Web

Step 5: Learning Objektif

1. Definisi ulkus peptikum


2. Etiopatogenesis ulkus peptikum
3. Faktor risiko ulkus peptikum
4. Patofisiologi dan manifestasi klinis ulkus peptikum
5. Kriteria diagnosis ulkus peptikum
6. Pemeriksaan penunjang yaitu UBT dan endoskopi terkait dengan indikasi,
kontraindikasi dan cara pemeriksaan.
7. Penatalaksanaan nonfarmakologi dan farmakologi
8. Diagnosis banding ulkus peptikum yaitu BAB berwarna hitam dan nyeri ulu
hati.
9. Komplikasi ulkus peptikum
10. Prognosis ulkus peptikum
11. Pencegahan ulkus peptikum

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ulkus Peptikum


Penyakit tukak peptik (TP) yaitu tukak lambung (TL) dan tukak duodenum (TD)
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam
kelompok umur di atas 45 tahun. Secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek
mukosa/submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai
lapisan serosa sehingga dapat terjasi perforasi secara klinis suatu tukak adalah
hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter >5mm yang
dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. (1,2)

2.2 Epidemiologi Ulkus Peptikum


Prevalensi infeksi Helicobacter pylori di Negara berkembang lebih tinggi
disbanding dengan Negara maju. Prevalensi pada populasi dinegara maju sekitar 30-
40% sedangkan dinegara berkembang mencapai 80-90%. Dari jumlah tersebut hanya
sekitar 10-20% yang akan menjadi penyakit gastrodenudenal. Studi seroepidemiologi
di Indonesia menunjukkan prevalensi 36-46,1% dengan usia termuda 5 bulan. Pada
kelompok usia muda di bawah 5 tahun. 5,3-15,4 % telah terinfeksi, dan diduga
infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor resiko timbulnya degenerasi maligna
pada usia yang lebih lanjut. (1)
1Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptik
pada pasien dispepsia yang di endoskopi berkisar antara 5,78% di Jakarta sampai
16,91% di Medan. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa pada infeksi di
Indonesia tidak hanya terjadi pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut tidak
sama dengan pola negara berkembang lain seperti Afrika. Agaknya yang berperan
adalah faktor lingkungan dan juga faktor perbedaan ras. (1)
Tukak gaster dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan
kelompok social ekonomi rendah. Pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian
atas terhadap 1615 pasien dengan dyspepsia kronik ditemukan prevalensi tukak
duodenum sebanyak 14% dan tukak lambung 5%, umur tebanyak antara 45-65 tahun
dengan kecenderungan makin tua umur, prevalensi makin meningkat dan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1.(1)
Dari waktu ke waktu manajemen tukak peptic makin lebih baik seiring dengan
ditemukannya faktor-faktor penyebab yang ditunjang dengan kemajuan dalam bidang
farmasi yang berhasil menemukan dan mengembangkan obat-obatan yang sangat
berpotensi untuk penyembuhan tukak peptic. (1)

5
2.3 Faktor Risiko Ulkus Peptikum(1)
 merokok ( tembakau, sigaret )
 faktor stress,
 malnutrisi,
 makanan tinggi garam,
 defisiensi vitamin
 Penyakit tertentu seperti : sindrom zollinger elison, mastositosis sistemik,
penyakit chron dan hiperparatiroidisme
 Faktor genetik

2.4 Etio-patogenesis Ulkus Peptikum


Shay and Sun: Balance Theory 1974
Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam &
pepsin dengan defensif (mukus,bikarbonat, aliran darah, PG), bisa faktor agresif
meningkat atau faktor defensif menurun. (2)
Tukak gaster kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan OAINS
sedangkan tukak duodenum hampir 90% disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah
Sindrom Zollinger Elison. (2)

2.4.1 Faktor-faktor Defensif


Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak :
1. Perusak Endogen (HCI ,pepsinogen/pepsin dan garam empedu);
2. Perusak Eksogen (obat-obatan ,alkohol dan bakteri).
Untuk penangkal iritas tersedia sistem biologi canggih, dalam
mempertahankan keutuhan dan perbaikan mukosa lambung bila timbul
kerusakan.Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan
yakni : Preepitel,epitel,postepitel/subepitel. (2)
Sistem mikrovaskular yang rapi didalam lapisan submukosa lambung
adalah komponen kunci dari pertahanan/perbaikan sistem subepitel. Sirkulasi
yang baik yang dapat menghasilkan bikarbonat/HCO3 untuk menetralkan HCI
yang disekresi sel parietal, memberikan asupan mikronutrien dan oksigen serta
membuang hasil metabolik toksik.PG yang banyak ditemukan pada mukosa
lambung, dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat memegang peran sentral
pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mucus
bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi muksa
dan restitusi sel epitel. (2)
Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa dari faktor pertahanan
mukosa, maka daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh

6
faktor agresif yang menyebabkan terjadinya TD/TR. Ada 3 faktor pertahanan
yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal, yaitu: (2)

a. Faktor pre-epitel: (2)


Lapisan Pre-epitel berisi mukus-bikarbonat bekerja sebagai rintangan
fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hidrogen, mucus yang disekresi
sel epitel permukaan mengandung 95 % air dan campuran lipid dengan
glikoprotein. Mucin, unsur utama glikoprotein dalam ikatan dengan
fosfolipid ,membentuk lapisan penahan air/hidrofobik dengan asam lemak
yang muncul keluar dari membrane sel. (2)
 Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam
lambung/ pepsin.
 Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin,
yang terbentuk sebagai respons terhadap rangsangan inflamasi.
 Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus.

b. Faktor epitel(2)
Sel epitel permukaan adalah pertahanan kedua dengan kemampuan :
 Menghasilkan mukus
 Transportasi ionic sel epitel serta produksi bikarbonat yang dapat
mempertahankan pH intraselular.
 Intracellular tight Junction
 Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, di mana terjadi migrasi sel-
sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan
 Pertahanan selular, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel.
 Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke
dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong
asam keluar jaringan.
 Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.

Bila pertahanan pre epitel dapat ditembus oleh faktor agresif maka sel
epitel yang berbatasan dengan daerah yang rusak berpindah/migrasi
memperbaiki kerusakan/restitusi. Proses ini bukan pembelahan sel,
memerlukan sirkulasi darah yang baik dan mileualkali. Beberapa faktor
pertumbuhan memegang peran seperti: EGF, FGF, TGFa dalam membantu
proses restitusi. (2)

7
Kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki melalui proses restitusi
dilaksanakan melalui proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diatur oleh PG,
FGF dan TGFa. Berurutan dengan pembaruan sel epitel, terjadi
pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) dalam area
kerusakan.FGF dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)
memegang peran penting dalam proses angiogenesis ini. (2)

c. Faktor subepitel(2)
 Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bikarbonat ke epitel sel.
 Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit
yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

Sistem mikrovaskular yang rapi didalam lapisan submukosa lambung


adalah komponen kunci dari pertahanan/perbaikan sistem subepitel.
Sirkulasi yang baik yang dapat menghasilkan bikarbonat/HC03 untuk
menetralkan HCI yang disekresi sel parietal,memberikan asupan
mikronutrien dan oksigen serta membuang hasil metabolik toksik. (2)
PG yang banyak ditemukan pada mukosa lambung,dihasilkandari
metabolism asam arakidonat memegang peran sentral pada pertahanan dan
perbaikan sel epitel lambung,menghasilkan mucus bikarbonat,
menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi muksa dan
restitusi sel epitel. (2)

2.4.2 Faktor-faktor Agresif


a. Helicobacter pylori
HP adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam
dalam lambung/ duodenum (antrum, korpus dan bulbus), berbentuk
kurva/S-shaped dengan ukuran panjang sekitar 3 pm dan diameter 0,5 |jm,
mempunyai satu atau lebih flagel padasalah satu ujungnya. Bakteri ini
ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Di dalam lambung terutama
terkonsentrasi dalam antrum, bakteri ini berada pada lapisan mukus pada
permukaan epitel yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel
epitel/antar epitel. (2)
Apabila terjadi infeksi HP, host akan memberi respons untuk
mengeliminasi/ memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel-sel PMN/
limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan
bermacam mediator inflamasi atau sitokin, seperti interleukin 8, gamma
interferon alfa, tumor nekrosis faktor dan lain-lain, yang bersama-sama

8
dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-
sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namun tidak berhasil
mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik. (2)

Setelah HP berkoloni secara stabil terutama dalam antrum, maka


bakteri ini akan mengeluarkan bermacam-macam sitotoksin yang secara
langsung dapat merusak epitel mukosa gastroduodenal, seperti
vacuolating cytotoxin (Vac A gen) yang menyebabkan vakuolisasi sel-sel
epitel, cytotoxin associated gen A [CagA gen]. Di samping itu, HPjuga
melepaskan bermacam-macam enzim yang dapat merusak sel-sel epitel,
seperti urease, protease, lipase dan fosfolipase. Sitotoksin dan enzim-
enzim ini paling bertanggung-jawab terhadap kerusakan sel-sel epitel.
CagA gen merupakan petanda virulensi HP dan hampir selalu ditemukan
pada TP. (2)
Urease memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik
terhadap sel sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan
sekresi mukus menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak
lapisan yang kaya lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel-
sel ini, asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih
luas sehingga terbentuk tukak peptik. (2)
HP yang terkonsentrasi terutama dalam antrum menyebabkan antrum
predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada D sel yang
mengeluarkan somatostatin, yang fungsinya mengerem produksi gastrin.
Akibat kerusakan sel-sel D, produksi somatostatin menurun sehingga
produksi gastrin akan meningkat yang merangsang sel-sel parietal
mengeluarkan asam lambung yang berlebihan sehingga keasaman
meningkat menyebabkan duodenitis (kronik aktif) yang dapat berlanjut
menjadi tukak duodenum. (2)
Defek/inflamasi pada mukosa yang terjadi pada infeksi HP atau akibat
OAINS akan memudahkan difusi balik asam/pepsin ke dalam
mukosa/jaringan sehingga memperberat kerusakan jaringan. Pada
patogenesis TD, maka asam lambung yang berlebihan merupakan faktor
utama terjadinya tukak sedangkan faktor lainnya merupakan faktor
pencetus. (2)

b. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)


Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal
penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada
mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga

9
terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama
adalah efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim
siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin. Prostaglandin endogen sangat
berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur
aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan
bikorbanat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam
lambung. (2)

Sampai saat ini dikenal 2 jenis isoenzim siklooksigenase (COX) yaitu


COX-1 dan COX-2.

 COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, juga dalam ginjal,


endotelin, otak dan trombosit; dan berperan penting dalam
pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-1 merupakan
housekeeping dalam saluran cerna gastrointestinal.
 COX-2 ditemukan dalam otak dan ginjal, yang juga bertanggung
jawab dalam respons inflamasi/injuri.

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada


penggunaan OAINS/ASA melalui 4 tahap, yaitu: menurunnya sekresi
mukus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel
mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler
yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi. (2)
Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan
(COX-1 ) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun yang
menyebabkan nekrosis epitel. (2)
Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit
PMN pada endotel vaskular gastroduodenal dan mesenterik, dimulai
dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat
kerusakan epitel dan endotel. Perlekatan leukosit PMN menimbulkan
statis aliran mikrovaskular, iskemia dan berakhir dengan kerusakan
mukosa/tukak peptik. Titik sentral kerusakan mukosa gastroduodenal
pada penggunaan OAINS/ASA berada pada kerusakan mikrovaskular
yang merupakan kerja sama antara COX-1 dan COX-2. (2)
Penting untuk diketahui bahwa tukak peptik yang terjadi pada
penggunaan OAINS, sering tidak bergejala dan baru dapat diketahui
setelah terjadi komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran cerna.
(2)

10
Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang dapat merupakan
faktor risiko terjadinya tukak duodenum, yaitu: a), merokok (tembakau,
sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HP dengan
menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk
HR b). faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin,
c). beberapa penyakit tertentu di mana prevalensi tukak duodenum
meningkat seperti sindrom Zollinger Elison, mastositosis sistemik,
penyakit Chron dan hiperparatiroidisme. d). Faktor genetik. (2)

c. Faktor gaya hidup


Merokok berasal dari temuan bahwa merokok dapat mempercepat
pengosongan lambung dan menurunkan produksi bikarbonat
pankreas. Namun, penelitian telah menghasilkan temuan yang saling
bertentangan. Dalam satu penelitian prospektif terhadap lebih dari 47.000
pria dengan ulkus duodenum, merokok tidak muncul sebagai faktor
risiko. Namun, merokok di lingkungan infeksi H pylori dapat
meningkatkan risiko kekambuhan . Merokok berbahaya bagi mukosa
gastroduodenal, dan infiltrasi H pylori lebih padat di antrum lambung
perokok. (6)

d. Stres fisiologis yang parah


Kondisi stres termasuk luka bakar, trauma sistem saraf pusat (SSP),
pembedahan, dan penyakit medis yang parah. Penyakit sistemik yang
serius, sepsis, hipotensi, gagal pernapasan, dan cedera traumatis multipel
meningkatkan risiko ulserasi sekunder (stres). (6)

e. Status Hipersekresi tidak umum (6)


 Gastrinoma (sindrom Zollinger-Ellison) atau multiple endocrine
neoplasia tipe I (MEN-I)
 Hiperplasia sel Antral G
 Mastocytosis sistemik
 Leukemia basofilik
 Cystic fibrosis
 Sindrom usus pendek
 Hiperparatiroidisme

f. Faktor genetik
Lebih dari 20% pasien memiliki riwayat keluarga ulkus duodenum. (6)

11
g. Etiologi yang lain
 Sirosis hati
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Gastritis alergi dan gastritis eosinofilik
 Infeksi sitomegalovirus
 Penyakit graft versus host
 Gastropati uremik
 Dll. (6)

2.5 Patofisiologi Ulkus Peptikum

Skema Patofisiologi Ulkus Peptikum (18)

Ulkus peptikum berkaitan dengan perdarahan saluran cerna atas, karena


terjadi ulkus pada bagian yang lebih dalam pada mukosa gastroduodenal, proses ini
menyebabkan melemahnya dan nekrosis dinding arteri, yang mengarah pada
pseudoaneurisma. Dinding arteri yang melemah akan pecah menyebabkan perdarahan
pada saluran cerna atas. Perdarahan ini sering menyebabkan hematemesis, melena
dan juga coffe ground emesis. Warna muntah tergantung pada waktu bercampurnya

12
dengan HCl di lambung. Jika muntah terjadi lebih awal setelah perdarahan, maka
akan berwarna merah. Tetapi jika muntahnya terjadi lebih lama setelah perdarahan
makan warnanya merah tua, coklat, atau hitam. Coffe-ground emesis merupakan hasil
dari presipitasi gumpalan darah di muntah. (4,5)
Nyeri biasanya merupakan gejala awal ulkus peptikum, tetapi mekanismenya
masih kontroversial. Iritasi kimia oleh HCl dan aktivitas motorik yang terganggu. (17)
Beberapa teori tentang timbulnya nyeri pada ulkus peptikum, yaitu: (14)
a. Teori Keasaman (acid theory)
Pada abad ke-19 telah ditemukan bahwa pemberian asam kedalam lambung
pada penderita dispepsia dapat menyebabkan nyeri. Berdasarkan penelitian
ternyata ada peranan asam HCl dan getah lambung pada dinding lambung, dan
asam HCl dapat menyebabkan terjadinya iritasi untuk timbulnya rasa nyeri.
b. Teori motilitas atau ketegangan
Nyeri pada ulkus peptikum disebabkan karena bertambahnya kontraksi dari
lambung atau duodenum. Pada ulkus duodenum, nyeri disebabkan karena
kontraksi dari pilorus.
c. Teori inflamasi (the inflammatory theory)
Sebab primer dari nyeri pada ulkus peptikum adalah reaksi inflamasi. Dapat
disimpulkan bahwa aktivitas motorik termasuk spasme, bukan sebab primer dari
nyeri pada ulkus, tetapi bila aktivitas motorik tersebut berlebihan maka mungkin
menyebabkan nyeri. Begitu juga asam, bila asam cukup tinggi maka dapat
menyebabkan nyeri pada lambung

2.6 Manifestasi Klinis Ulkus Peptikum


a. Ulkus Gaster(1)
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia
adalah suatu sindrom klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna
seperti mual, muntah, kembug, nyeri uluh hati, sendawa/ terapan, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispepsia secara klinis dibagi
atas: 1). Dispepsia akibat gangguan motilitas; 2). Dispepsia akibat tukak; 3).
Dispepsia akibat refluks; 4). Dispepsia tidak spesifik. (1)
Pada dispepsia akibat gangguan motilitas kleuhan yang paling menonjol
adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa
kenyang disertai sendawa. Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol
berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar. (1)
Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah
kiri garis tengah perut. Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat
menegakkan diagnosis tukak gaster karena dispepsia non ulkus juga bisa

13
menimbulkan rasa sakit yang sama dan juga tidak dapat digunakan lokasi sakit.
(1)

b. Ulkus Duodenum(1)
Gambaran klinik ulkus duodenum sebagai salah satu bentuk dispepsia organik
adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman (discomfort)
pada epigastrium. Gejala-gejala ulkus duodenum memiliki periode remisi dan
eksaserbasi yang merupakan gejala khas. Nyeri epigastrium merupakan gejala
yang paling dominan walaupun sensitifitas dan spesifitasnya sebagai marker
adanya ulserasi mukosa rendah. (1)
Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak nyaman yang
mengganggu dan tidak terlokalisasi; bisanya terjadi setelah 90 menit-3 jam post
prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan. Nyeri yang
spesifik pada 75% pasien ulkus duodenum adalah nyeri yang timbul dini hari,
antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien.
Gejala lain yaitu tinja berwarna ter (melena) harus diwaspadai perdarahan ulkus.
(1)

Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dispepsia


fungsional dan dispepsia organik seperti ulkus duodenum, yaitu pada ulkus
duodenum dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom) anatara lain
berupa: (1)
 Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali
 Adanya perdarahan hematemesis/ melena
 BB menurun > 10%
 Anoreksia/ rasa cepat kenyang
 Riwayat ulkus peptikum sebelumnya
 Muntah yang persisten
 Anemia yang tidak diketahui sebabnya

2.7 Diagnosis Ulkus Peptikum(14,1)


Pasien ulkus peptikum memberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman/discomfort disertai muntah.

14
Diagnosis Ulkus Gaster Ulkus Duodenum
 Rasa nyeri di perut kiri atas  Timbul nyeri, pedih dan
atau di epigastrium. panas di perut kanan atas.
Anamnesis  Mulut merasa masam.  Ritme nyeri : makan –
 Ritme nyeri : makan – enak enak – nyeri.
- nyeri – enak Setelah makan merasa
Setelah makan kemudian perutnya enak sekitar 2-4
diikuti dengan rasa enak jam, kemudian timbul
yang berakhir 30-90 menit, rasa nyeri sampai waktu
kemudian akan diikuti makan lagi. Jadi
dengan periode nyeri yaitu timbulnya nyeri di antara
sampai lambung kosong 90 waktu makan atau waktu
menit. lambung kosong.
 Perasaan nyeri tersebut  Nyeri yang spesifik pada
kadang-kadang menjalar ke 75% pasien adalah nyeri
punggung kiri. timbul dini hari, antara
tengah malam dan jam 3
dini hari yang dapat
membangunkan pasien.
 Rasa nyeri kadang-
kadang menjalar ke perut
kri dan pinggang kanan.
 Terjadi penurunan berat  Ditemukan nyeri tekan di
badan. perut kanan atas dekat
Pemeriksaan  Ditemukan nyeri tekan di umbilikus.
Fisik epigastrium antara
umbilikus dan prosesus
sifodeus.
 Takikardi, syok hipovolemik
 tanda perdarahan
 Radiologi  dengan barium  Pemeriksaan endoskopi
meal kontras ganda. saluran cerna bagian atas.
 Pemeriksaan endoskopi  Biopsi lambung untuk
Pemeriksaan saluran cerna bagian atas. deteksi H.pylori.
Penunjang  Pemeriksaan foto barium
kontras ganda.

15
2.8 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
2.8.1 Histopatologi ulkus peptikum
Keluhan-keluhan seperti nyeri panas, pedih ulu hati disertai mual dan
muntah tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Pemeriksaan fisis juga
tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis. Diagnosis ulkus peptikum juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
histopatologi. (3)
Gambaran histopatologi dapat menjelaskan perubahan morfologi dan
proses mendasar seperti respon adaptif mukosa lambung. Gambaran yang
tampak seperti degradasi epitel, infiltrasi neutrofil, inflamasi sel mononuklear,
atrofi dan kerusakan sel parietal. (15)

Keterangan gambar: Kerusakan pada mukosa (panah biru) dan submukosa


(panah hijau) yang di induksi oleh OAINS. Preparat dengan pewarnaan
hematoxylin dan eosin serta pembesaran 40X

Keterangan gambar: Tampak atrofi epitel permukaan mukosa dan sel-sel


radang. Terdapat beberapa sel regenerasi (Panah hitam: artofi; Panah merah: sel-
sel radang; Panah kuning: sel regenerasi)(3)

16
A B

Keterangan gambar: (3)


Gambar A: tampak bakteri Helicobacter pylori berbentuk spiral pada pewarnaan
perak Warthin-Starry
Gambar B: tampak neutrophil pada intraepitel dan lamina propria pada
pewarnaan hematoxylin dan eosin

2.8.2 Pemeriksaan Radiologis (Barium meal)(16)


Gambaran : - Berupa crater/kawah dengan batas jelas disertai lipatan
mukosa yang teratur keluar dari pinggiran tukak dan niche.
- Suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai filling defect.

a benign duodenal ulcer a benign gastic ulcer

17
2.8.3 Pemeriksaan endoskopi(2,16)
Endoskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ
di dalam tubuh manusia visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut
(rigid/fiber-skop), sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat dilihat
dengan jelas. (2)
a. Indikasi: (2)
 Untuk melihat langsung abnormalitas yang didapatkan pada
pemeriksaan radiologis yang meragukan atau tidak jelas atau untuk
menentukan dengan lebih tepat/pasti kelainan radiologis yang
didapatkan pada esofagus atau duodenum.
 Pasien dengan gejala menetap (disfagia, nyeri epigastrium, muntah-
muntah) yang pada pemeriksaan radiologis tidak didapatkan kelainan.
 Bila pemeriksaan radiologis mencurigai suatu kelainan misalnya tukak,
keganasan atau obstruksi pada esofagus, indkasi endoskopi untuk
memastikan lebih lanjut lesi tersebut dan membuat pemeriksaan
fotografi, biopsi atau sitologi.
 Perdarahan akut saluran cerna bagian atas memerlukan pemeriksaan
endoskopi secepatnya dalam waktu 24 jam untuk mendapatkan
diagnosis sumber perdarahan yang paling tepat.
 Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang diperlukan untuk
memantau penyembuhan tukak yang jinak dan pada pasein-pasien
dengan tukak yang dicurigai kemungkinan adanya keganasan (deteksi
karsinoma lambung).
 Pada pasien pascagastrektomi dengan gejala/keluhan saluran cerna
bagian atas diperlukan pemeriksaan endoskopi karena interpretasi
radiologis biasanya sulit, iregularitas dari lambung dapat dievaluasi
paling baik dengan visualisasi langsung melalui endoskopi.
 Pasien sindrom dispepsia dengan usia lebih dari 45 tahun atau dibawah
45 tahun dengan “tanda bahaya” pemakaian NSAID dan riwayat kanker
pada keluarga. Yang dimaksud dengan tanda bahaya yaitu muntah-
muntah hebat, demam, hematemesis, anemia, ikterus dan penurunan
berat badan.

b. Kontraindikasi: (2)
Kontraindikasi absolut :
 Pasien tidak kooperatif atau menolak prosedur pemeriksaan tersebut
setelah indikasinya dijelaskan secara penuh.
 Renjatan berat karena perdarahan dan sebab lain.

18
 Oklusi koroner akut
 Gagal jantung berat
 Koma

Pada keadaan tersebut, pemeriksaan endoskopi harus ditunda dulu sampai


keadaan penyakitnya membaik.

Kontraindikasi relatif :

 Luka korosif akut pada esofagus, anuerisma aorta, dan aritmia jantung
berat.
 Kifolisosis berat, divertikulum zenker dll, pemeriksaan endoskopi harus
dilakukan dengan hati-hati dan “halus”
 Pasien gagal jantung
 Penyakit infeksi akut (misalnya perionitis dan pneumonia)
 Gangguan kesadaran
 Tumor mediastinum, dll.

c. Gambaran endoskopi (16)

19
2.8.4 Pemeriksaan Ureum Breath Test. (2)
Merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendeteksi Helicobacter pylori
secara non invasif.
Cara pemeriksaan: (2)
 Menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop carbon, baik 13C
ataupun 14C.
 Bila ada aktivasi urease dari kuman H.pylori akan dihasilkan isotop CO2
yang diserap dan dikeluarkan melalui pernapasan.
 Bila hasil positif  Terdapat infeksi Helicobacter pylori.
 13C  Isotop radioaktif, ditemukan pada 1,11% CO2 yang keluar melalui
udara normal.
 Dianggap positif apabila terjadi kenaikan minimal 0,11% kadar isotop
sehingga dibutuhkan mass spectrometer.
 Hasil (+) palsu  Bila diduga ada mikroorganisme lain yang juga
menghasilkan urease.
 Hasil (-) palsu  Bila pasien mendapat antibiotik, antasida, bismuth, atau
anti sekresi asam. Karena itu dianjurkan untuk menghentikan obat tersebut
2 minggu sebelum pemeriksaan.

2.9 Penatalaksanaan Ulkus Peptikum


Tujuan penatalaksanaan pada ulkus peptikum adalah:
1. Menghilangkan keluhan atau symptom (sakit atau dyspepsia)
2. Menyembuhkan atau memperbaiki kesembuhan tukak
3. Mencegah kekambuhan atau rekurensi tukak
4. Mencegah komplikasi

Tatalaksana pada ukus peptikum meliputi terapi non-farmakologi dan


farmakologi.
a. Terapi Non-farmakologi(1)
1. Istirahat
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang
berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap dirumah sakit.
Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun mekanismenya
belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam istirahat berkurangnya refluks
empedu, stres dan penggunaan analgetik. Stres dan kecemasan memegang peran
dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak. Walaupun masih ada

20
silang pendapat mengenai hubungan stres dengan asam lambung, sebaiknya
pasien hidup tenang dan menerima stres dengan wajar. (1)

2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak
lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang
pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung
asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien tukak dan dispepsia
non tukak, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya. Pasien kemungkinan
mengalami intoleransi terhadap beberapa jenis makanan tertentu atau makanan
tersebut mempengaruhi motilitas gaster, dalam hal ini dianjurkan pemberian
makanan dalam jumlah yang moderat atau menghindari makanan
tersebut.pandangan masa kini makanan tidak mempengaruhi kesembuhan tukak.
Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan
diet seimbang. (1)
Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah
refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pirolus sekaligus meningkatkan
kekambuhan tukak. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam
lambung tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak. (1)
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang
asam, coca cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa
lambung tetapi dapat menambha sekresi asam lambung dan belum jelas dapat
menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan sewaktu perut
kosong. (1)

3. Obat-obatan
OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara perenteral (supositoria dan
injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS diturunkan atau
dikombinasi dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX
2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan
keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk pasien kardiovaskular belum
menjamin tidak terjadi kerusakan mukosa lambung. Penggunaan parasetamol
atau kodein sebagai analgetik dapat dipertimbangkan. (1)
Garis besar pengobatan tukak gaster saat ini dengan melakukan eradikasi HP
dan pencegahan/pengobatan OAINS. (1)

b. Terapi Farmakologi(2,7)
1. Terapi Umum Ulkus peptikum

21
 Antasida (2)
Obat jenis ini sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk
menghilangkan keluhan rasa sakit/dyspepsia. Preparat yang mengandung
magnesium dapat menyebabkan BAB/tidak terbentuk, tidak dianjurkan pada
gagal ginjal karena dapat menyebabkan hipermagnesemia dan kehilangan
fosfat. Preparat yang mengandung alumunium menyebabkan konstipasi dan
neurotoksik, bila kedua preparat dikombinasikan akan menghilangkan efek
samping sehingga tidak menyebabkan diare atau konstipasi. Dosis: 4x30 cc (3
kali sehari pada sebelum tidur atau 3 jam setelah makan). (2)

2. Obat Penangkal Kerusakan Mukus


 Koloid Bismuth
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH 2.
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein dan melindungi pengaruh asam-pepsin, merangsang sekresi
PG, bikarbonat dan mukus. Dosis: 2x2 tablet sehari. (2)

 Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul membentuk lapisan
fisikokemikal, sehingga melindungi tukak dari pengaruh agresif asam-pepsin,
membantu sintesis PG bersama dengan EGF, menambah sekresi bikarbonat
dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mucosal. Dosis:
4x1 gr sehari. (2)

 Prostaglandin
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus, bikarbonat dan peningkatan aliran darah mukosa serta pertahanan dan
perbaikan mukosa. Dosis: 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. (2)

 Antagonist reseptor H2
Mekanisme kerjanya memblokir efek histamine pada sel parietal sehingga
sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.
Pengurangan sekresi asam post prandial dan nocturnal berperan dalam
penyembuhan dan kekambuhan tukak. Dosis terapeutik: (2)
o Simetidin 2x400 mg atau 800 gr malam hari
o Ranitidin 300 mg malam hari
o Nizatidine 1x300 mg malam hari
o Famoditin 1x40 mg malam hari

22
o Roksatidin 2x75 mg atau 150 mg malam hari

 Proton Pump Inhibitor


Mekanisme kerjanya memblokir kerja enzim K+H+ATPase yang
menghasilkan energy yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari sel
parietal kedalam lumen lambung. Dosis: (2)
o Omeprazole 2x20 mg atau standart dosis atau 1x40 mg atau double
dosis.
o Lansoprazole/Pantoprazole 2x40 mg atau standart dosis atau 1x60 mg
atau double dosis.

3. Terapi Eradikasi Helicobacter pylori


Terapi ini terdiri kombinasi dari golongan obat proton pump inhibitor dengan
2 jenis antibiotic yang merupakan cara terapi terbaik. (7)

Obat Dosis Durasi


Lini pertama
PPI* 2x1 7-14 hari
Amoksisilin 1000 mg (2x1)
Klaritromisin 500 mg (2x1)
Bila Alergi Penisilin
PPI* 2x1 7-14 hari
Metronidazole 500 mg (3x1)
Klaritromisin 500 mg (2x1)
Didaerah yang diketahui resistensi klaritromisin >20%
PPI* 2x1 7-14 hari
Bismut subsalisilat 2x2 tablet
Metronidazole 500 mg (3x1)
Tetrasiklin 250 mg (4x1)
Jika bismut tidak ada:
PPI* 2x1 7-14 hari
Amoksisilin 1000 mg (2x1)
Klaritromisin 500 mg (2x1)
Metronidazole 500 mg (3x1)
Lini kedua: Golongan obat ini dipakai bila gagal dengan rejimen yang
mengandung klaritromisin
PPI* 2x1 7-14 hari
Bismut subsalisilat 2x2 tablet
Metronidazole 500 mg (3x1)
Tetrasiklin 250 mg (4x1)
PPI* 2x1 7-14 hari
Amoksisilin 1000 mg (2x1)

23
Levofloksasin 500 mg (2x1)
Lini ketiga: Jika gagal dengan rejimen lini kedua. Bila memungkinkan,
pilihan ditentukan berdasarkan uji resistensi dan/atau perubahan klinis
PPI* 2x1 7-14 hari
Amoksisilin 1000 mg (2x1)
Levofloksasin 500 mg (2x1)
Rifabutin
150 mg (2x1)
*PPI yang digunakan antara lain rabeprazole 20 mg, lansoprazole 30
mg,omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg, esomeprazole 40 mg

Pada daerah dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk


melakukan kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum
memberikan terapi. Tes molekular juga dapat dilakukan untuk mendeteksi Hp
dan resistensi klaritromisin dan/atau fluorokuinolon secara langsung melalui
biopsi lambung. Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan
konfirmasi harus dilakukan dengan menggunakan UBT atau H. pylori stool
antigen monoclonal test. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak
4 minggu setelah akhir dari terapi yang diberikan. Untuk HpSA, ada
kemungkinan hasil false positive. (7)

4. H.pylori disertai penggunaan OAINS


 Eradikasi HP sebagai tindakan utama tetap dilakukan
 bila mungkin OAINS dihentikan, atau diganti dengan OAINS spesifik
COX-2 inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih kecil pada
gastroduodenal. (2)
Penyembuhan akan tetap sama pada TP kausa HP sendiri atau bersama-sama
dengan OAINS yaitu dengan menggunakan PPI untuk meningkatkan pH
lambung diatas 4. Penggunaan OAINS terus-menerus setelah eradikasi HP
diperlukan PPI sebagai upaya pencegahan terjadinya komplikasi. (2)

5. TD akibat OAINS
Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja COX-1 akan
meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan
OAINS pada pasien-pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang lama harus
disertai dengan obat-obat yang dapat menekan produksi asam lambung seperti
reseptor antagonis H2 (H2RA) atau PPI dan diupayakan pH lambung diatas 4
atau dengan mengggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol 200µg/hari)
sebagai sitoprotektif apabila penggunaan OAINS tidak dapat dihentikan. (2)

24
Pencegahan/meminimalkan efek samping OAINS, yaitu: (2)
 Jika mungkin menghentikan pemakaian OAINS, walaupun biasanya tidak
memungkinkan pada penyakit osteoartritis (OA), rematoid artritis(RA).
 Penggunaan preparat OAINS (prodrug, OAINS terikat pada bahan lain
seperti Nitrit Oxide.
 Pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal ini tidak 100%
mencegah efek samping pada gastroduodenal.
 Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti
H2RA, PPI atau prostaglandin.

6. TD non-H.pylori dan non-OAINS


Pada tukak duodenum yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam
lambung, maka terapi yang dilakukan dengan memberikan obat yang dapat
menetralisir asam lambung dalam lumen atau yang menekan produksi asam
lambung dan terbaik adalah PPI. (2)
 Antasida(2)
 obat ini dapat menyembuhkan tukak namun dosisnya biasanya lebih
tinggi dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih sering
(7x/hari dengan dosis total 1008 mEq/hari). (2)
 Untuk menetralisir asam lambung, cukup diberikan 120-240
mEq/hari dalam dosis terbagi. (2)
 H2 Reseptor Antagonist (H2RA)
 Obat ini menghambat pengaru histamine sebagai mediator untuk
sekresi asam melalui reseptor histamin2 pada sel parietal, tetapi
kurang berpengaruh pada rangsangan kolinergik atau gastrin
postprandial. Jenis preparat yang dapat diberikan: (2)
 Cimetidine 2x400 mg/hari atau 1x800 mg malam hari
 Ranitidine 300mg sebelum tidur malam atau 2x150 mg/hari
 Famotidine 40 mg sebelum tidur malam atau 2x20 mg/hari

Masing-masing diberikan 8-12 minggu dengan penyembuhan sekitar


90%.(2)

 Proton Pump Inhibitor


 Obat pilihan untuk penyakit tukak peptic, diberikan sekali sehari
sebelum sarapan atau jika perlu sehari sebelum makan pagi dan
makan malam, selama 4 minggu dengan tingkat penyembuhan diatas
90%.(2)

25
 Sukralfat 2x2 gr sehari atau 4x1 gr sehari berfungsi menutup permukaan
tukak sehingga menghindari iritasi atau asam-pepsin dan garam empedu.
(2)

2.10 Diagnosis Banding Ulkus Peptikum


a. Diagnosis Banding Berdasarkan Nyeri Ulu Hati(2,12):

Penyakit Gastritis GERD Gastroenteritis Cholesistitis Kolik bilier Angina pectoris


Definisi Proses Suatu keadaan Peradangan Peradangan Nyeri pada Hasil dari iskemia
inflamasi patologis mukosa kantung kuadran kanan miokard yang
pada sebagai akibat lambung dan empedu yang atas (nyeri kolik) disebabkan oleh
mukosa refluks usus halus yang paling sering yang sering ketidakseimbangan
dan kandungan ditandai dengan terjadi diakibatkan oleh antara suplai darah
submuko lambung diare dengan obstruksi sumbatan batu miokard dan
sa kedalam frekuensi 3 kali duktus empedu kebutuhan oksigen
lambung esofagus atau lebih dalam sistikus oleh
24 jam batu empedu
yang timbul
dari kantong
empedu
Etiologi Infeksi Terjadi kontak Infeksi bakteri, Obstruksi Cariran empedu Penurunan suplai
kuman dalam waktu virus dan parasit duktus yang darah miokard
H.pylori yang cukup sistikus, yang mengandung karena
lama antara menyebabka kolestrol tinggi peningkatan
bahan refluksat n distensi Cairan empedu resistensi
dengan kandung yang koroner diarteri
mukosa empedu mengandung koroner besar
esofagus terlalu banyak dan kecil
Terjadi bilirubin
penurunan Gangguan
resistensi pengosongan
jaringan kantong empedu
mukosa
esofagus
Menifest Nyeri Nyeri/rasa Nyeri perut atau Dispepsia, Nyeri paling Ketidak
asi klinis panas tidak enak di kembung, mual, Nyeri perut sering di nyamanan dada
dan epigastrium muntah bagian atas di epigastrium/ retrosternal
pedih atau epigastrium kuadran kanan seperti terbakar
pada ulu retrosternal dan nausea atas berlangsung atau sensasi
hati bagian bawah, khususnya selama 1-5 jam tersedak, Nyeri
disertai kadang-kadang setelah bisa menjalar ke terlokalisasi
mual bercampur makan daerah scapular terutama di
kadang- dengan makanan kanan atau epigastrium,
kadang disfagia, mual yang belakang, timbul punggung, leher,

26
sampai atau berlemak rasa sakit rahang, atau
muntah regurgitasi dan tinggi, yang berkembang bahu
rasa pahit kadang- beberapa jam
dilidah kadang setelah makan,
hilang sering terjadi di
setelah malam hari, mual,
sendawa muntah, demam

b. Diagnosis Banding Berdasarkan BAB Hitam: (8,9,10,11,12,13)

Penyakit Varices Esophagus Gastroenteritis Eosinofilik Sindrom Zollinger


Esophagitis Ellison
Definisi Dilatasi pembuluh Peradangan Peradangan pada Endokrinopati yang
darah kolateral yang pada mukosa esophagus ditandai dengan sel
berkembang sebagai gastrointestinal dimana terjadi tumor yang
komplikasi dari infiltrasi mensekresikan
hipertensi system eosinophil pada hormone gastrin
porta akibat mukosa yang berlebihan
terjadinya sirosis superficial
hepatis esophagus
Etiologi Thrombosis vena Infeksi: virus Alergi Genetic disorder:
porta dan bakteri (MEN-1)
Schistosomiasis Non-infeksi:
Sirosis virus malabsorpsi,
hepatitis B alergi susu,
Sirosis virus imunodefisiensi
hepatitis C
Thrombosis vena
cava inferior
Manisfestasi Tidak memberikan Mual Gejala alergi Nyeri seperti rasa
klinis gejala bila belum Muntah Muntah terbakar
terjadi perdarahan Diare Disfagia Diare
Gejala sirosis Tanda-tanda Hematemesis Mual
hepatis dehidrasi Melena Muntah
Hematemesis sedang sampai BB menurun
Melena berat Perdarahan
Syok Demam (bila gastrointestinal
Tekanan darah infeksi)
rendah Melena

2.11 Pencegahan Ulkus Peptikum


Pasien yang menderita ulkus peptikum harus mengetahui agen penyebab
munculnya ulkus peptikum, beberapa contoh seperti: (1)

27
1. NSAID
2. Alcohol
3. Rokok
4. Cafein
5. Dan beberapa makanan serta kondisi seperti stress yang memicu
peningkatan produksi asam lambung.

2.12 Komplikasi Ulkus Peptikum(1)


a. Perdarahan : hematemesis/ melena dengan tanda syok apabila perdarahan
massif dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia
defesiensi Fe
b. Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis.
c. Penetrasi tukak yang mengenai pancreas : timbul nyeri tiba-tiba menembus
belakang
d. Gastric outlet obstruction bila ditemukan gejala mual dan muntah, perut
kemmbung dan adanya sura deburan rebagai tanda rentensi cairan dan
udara dan berat badan yang mnurun.
e. Keganasan dalam duodenum jarang dijumpai
Tingkat kematian untuk penyakit ulkus peptikum telah menurun dalam
beberapa dekade terakhir, dengan perbandingan 1 kematian per 100.000
kasus.

2.13 Prognosis Ulkus Peptikum


Prognosis dari ulkus peptikum baik ketika penyebab yang mendasarinya diatasi.
Sebagian besar pasien berhasil diobati dengan pemberantasan infeksi H pylori,
menghindari NSAID, dan penggunaan antisekresi yang tepat. Pemberantasan H
pylori dapat menurunkan kekambuhan yang awalnya 60-90% menjadi 10-20%.
Berkenaan ulkus yang terkait NSAID, tingkat komplikasi pada semua kelompok
umur sekitar 1-2% ulkus pertahun. (6)

28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Ulkus peptikum yaitu tukak lambung (TL) dan tukak duodenum (TD)
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama
kelompok umur di atas 45 tahun.
3.1.2 Pathogenesis terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara
faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensive yang
memelihara kebutuhan mukosa lambung dan duodenum.
3.1.3 Penegakan diagnosis ulkus peptikum meliputi beberapa tanda dan gejala
yang ditemukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
3.1.4 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi, barium meal, pemeriksaan endoskopi dan ureum breath test.
3.1.5 Tujuan Penatalaksanaan ulkus peptikum adalah menghilangkan keluhan
atau symptom (sakit atau dyspepsia), menyembuhkan atau memperbaiki
kesembuhan tukak, mencegah kekambuhan atau rekurensi tukak dan
mencegah komplikasi.
3.1.6 Penatalaksanaan ulkus peptikum meliputi terapi non-farmakologi yaitu
istirahat, diet dan penggunaan obat OAINS secara tepat dan farmakologi
dengan kombinasi proton pum inhibitor dengan 2 antibiotik.
3.1.7 Diagnosis banding ulkus peptikum berdasarkan nyeri ulu hati adalah
gastritis, GERD, gastroenteritis, dll serta berdasarkan bab hitam adalah
varices esophagus, gastroenteritis, eosinofilik esophagitis dan sindrom
zollinger ellison.

3.2 Saran
3.2.1 Dengan adanya makalah ini diharapakan mahasiswa/i mampu memahami
definisi ulkus peptikum
3.2.2 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
epidemiologi (penyebaran) ulkus peptikum
3.2.3 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
etio-patogenesis dan patofisiologi, serta manifestasi klinis ulkus peptikum
3.2.4 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
kriteria diagnosis dan penatalaksanaan ulkus peptikum
3.2.5 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
diagnosis banding, penceghan, komplikasi dan prognosis ulkus peptikum

29
Daftar Pustaka

1. Sudoyo, W., Setiyohadi B., dkk. 2009 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, Jilid
I. Jakarta Pusat. Penerbit: Interna Publishing
2. Sudoyo, W., Setiyohadi B., dkk. 2017 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6, Jilid
II. Jakarta Pusat. Penerbit: Interna Publishing
3. Robbin, Stanley, L., Vinay, K. 2015. Buku Ajar Patologi Robbin Edisi 9. Penerbit:
Elsevier
4. Cerulli, A., Anand, BS.2016. Upper Gastrointestinal Bleeding.
http://emedicine.medscape.com/article/187857-overview#a4 diakses pada Senin, 24
Desember 2018.
5. Varma, K., Cho, Kyung. 2018. Upper Gastrointestinal Bleeding Imaging.
http://emedicine.medscape.com/article/417980-overview#a1 diakses pada Senin, 24
Desember 2018.
6. Anand, BS., Katz, O., dkk. 2018. Peptic Ulcer Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview diakses pada Rabu, 26
Desember 2018.
7. Simadibrata, M., Makmum, D., dkk. 2014. Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori – Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.
Jakarta: PGI
8. Elfatma, Y., Arnelis, dkk. 2017. Gambaran Derajat Esofagus Berdasarkan Beratnya
Sirosis Hepatis. Padang: Bagian Penyakit Dalam FK Unand
9. Mulyo, Sostro. 2016. Profilaksis Primer Perdarahan Varises Gastroesofagus Pada Si
rosis Hati: Peranan Penghambat Beta. Selawesi Selatan: SMF Penyakit Dalam
10. Jurnalis, D., Yusri, Sayoeti, Yorva, dkk. 2013. Eosinofilik Esofangitis. Padang:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unand
11. Wadayanti, PK, Desak. 2017. Gastroenteritis Akut. Bali: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UDAYANA
12. Roy, K. Praveen. 2015. Zollinger-Ellison Syndrome. American Gastroenterological
Assosiation , http://emedicine.medscape.com/article/183555-overview#a4 diakses
pada Senin, 24 Desember 2018.
13. Epelboym, I., Mazeh, H. 2013. Zollinger-Ellison Syndrome: Classical Considerations
and Current Controversies. Columbia: Department of Surgery Columbia University
and Department of Surgery Hadassah-Hebrew University Medical Center,
http://ncbi/nlm.nih.gov/pmc/article/PM3903066 diakses pada Senin, 24 Desember
2018.
14. Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Ed 7. Bandung: P.T. ALUMNI

30
15. A., Chatterjee, S., Chattopadhyay, dkk. 2010. Biphasic Effect of Phyllanthus emblica
L. Extract on NSAID-Induced Ulcer: An Antioxidative Trail Weaved with
Immunomodulatory Effect. Publisher: PubMed
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC2976071_ECAM2011-
146808.001&req=4 diakses pada Senin, 24 Desember 2018.
16. Fauci, K., Longo, H., et al.2014 . Harrison’s Principles of Internal Medicine Edition
19th. Publisher: Mc-Graw Hall
17. EC Jr, Texter. 1987. Ulcer Pain Mechanism. Publisher: PubMed sumber:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/3310199/ (akses 29 Desember 2018)
18. http://calgaryguide.ucalgary.ca/peptic-ulcer-disease/ (akses 29 Desember 2018)

31

Anda mungkin juga menyukai