Oleh:
Kelompok 7
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Ulkus Peptikum”. Shalawat beriringkan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia
yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan telah
mengarahkan tujuan diskusi sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan makalah hasil diskusi ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah hasil diskusi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan masukan dari tutor ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk kesempurnaan
pembuatan makalah hasil diskusi ini.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tukak peptik yaitu tukak lambung dan tukak duodenum merupakan
penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur
di atas 45 tahun. (1)
Karel Schwarz pada tahun 1910 membuat suatu dictum yang terkenal berkenaan
dengan tukak peptik yaitu No acid peptic activity, no ulcer dan sampai saat ini masih
tetap relevan perannya dalam patogenesis tukak duodenum, walaupun beberapa
etiologi lain telah diketahui seperti Helicobacter pylori dan obat anti inflamasi non-
steroid (OAINS). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik
adala H. pylori sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid H. pylori disease,
namun demikian peranan faktor-faktor lain dalam kejadian tukak peptik jelas ada
sehingga tukak peptik dikatakan sebagai penyakit multifaktor. Sejak penemuan
kuman Helicobacter pylori oleh Marshall dan Warren pada tahun 1983, kemudian
terbukti bahwa infeksi H. pylori merupakan masalah global, termasuk Indonesia,
sampai saat ini belum jelas betul proses penularan serta patomekanisme infeksi
kuman ini pada berbagai keadaan patologis saluran cerna bagian atas. (1)
Pathogenesis terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara faktor
agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensive yang memelihara kebutuhan
mukosa lambung dan duodenum. (1)
1
1.2.10 Memberi informasi tentang diagnosis banding ulkus peptikum: nyeri ulu
hati dan bab hitam
1.2.11 Memberi informasi tentang pencegahan ulkus peptikum
1.2.12 Memberi informasi tentang komplikasi ulkus peptikum
1.2.13 Memberi informasi tentang prognosis ulkus peptikum
Trigger 1
Laki-laki 60 tahun datang kedokter dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 2 minggu
yang lalu. Keluhan lain adalah BAB berwarna hitam. Nyeri yang dirasakan seperti
rasa terbakar, muncul sekitar 2 sampai 3 hari setelah makan. Beliau juga sering
terbangun di tengah malam karena nyeri. Nyeri ulu hati sudah lama diderita pasien
tapi BAB hitam baru kali ini. Pasien mengonsumsi jamu pegal linu sejak 3 minggu
yang lain. Dokter menyarankan agar pasien di rawat inap dan dilakukan pemeriksaan
endoskopi serta pemeriksaan ureum breath test.
Step 1: Terminologi
1. Endoskopi : Suatu alat untuk melihat isi dalam tubuh atau abdomen dengan
selang fleksibel yang diujungnya terdapat kamera dimasukkan lewat mulut
atau anus dan dihubungkan lewat monitor.
2. Ureum Breath Test : Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
H.pylori merupakan bakteri yang menginfeksi lambung dan menyebabkan
ulkus pada gaster dan duodenum.
Keyword
2
Step 2: Pertanyaan
1. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan nyeri ulu hati ?
2. Mengapa BAB berwarna hitam dan bagaimana mekanisme?
3. Mengapa nyeri terasa seperti terbakar ?
4. Mengapa nyeri muncul setiap 2-3 jam setelah makan ?
5. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus ?
6. Mengapa beliau sering terbangun dimalam hari karena nyeri ?
7. Apa faktor risiko dari kasus ?
8. Apa hubungan mengonsumsi jamu pegal linu dengan keluhan?
9. Apa etiologi dari kasus?
10. Apa DD BAB berwarna hitam?
11. Apa indikasi dilakukannya pemeriksaan UBT dan endoskopi?
12. Apa saja tatalaksana pada kasus?
13. Apa saja komplikasi dari kasus?
14. Bagaimana mekanisme nyeri ulu hati pada kasus?
15. Apa kriteria diagnosis dari kasus?
16. Apa DD dari nyeri ulu hati?
17. Apa prognosis dari kasus?
18. Bagaimana cara pemeriksaan UBT?
3
Step 4: Spider Web
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.3 Faktor Risiko Ulkus Peptikum(1)
merokok ( tembakau, sigaret )
faktor stress,
malnutrisi,
makanan tinggi garam,
defisiensi vitamin
Penyakit tertentu seperti : sindrom zollinger elison, mastositosis sistemik,
penyakit chron dan hiperparatiroidisme
Faktor genetik
6
faktor agresif yang menyebabkan terjadinya TD/TR. Ada 3 faktor pertahanan
yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal, yaitu: (2)
b. Faktor epitel(2)
Sel epitel permukaan adalah pertahanan kedua dengan kemampuan :
Menghasilkan mukus
Transportasi ionic sel epitel serta produksi bikarbonat yang dapat
mempertahankan pH intraselular.
Intracellular tight Junction
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, di mana terjadi migrasi sel-
sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan
Pertahanan selular, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel.
Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke
dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong
asam keluar jaringan.
Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.
Bila pertahanan pre epitel dapat ditembus oleh faktor agresif maka sel
epitel yang berbatasan dengan daerah yang rusak berpindah/migrasi
memperbaiki kerusakan/restitusi. Proses ini bukan pembelahan sel,
memerlukan sirkulasi darah yang baik dan mileualkali. Beberapa faktor
pertumbuhan memegang peran seperti: EGF, FGF, TGFa dalam membantu
proses restitusi. (2)
7
Kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki melalui proses restitusi
dilaksanakan melalui proliferasi sel. Regenerasi sel epitel diatur oleh PG,
FGF dan TGFa. Berurutan dengan pembaruan sel epitel, terjadi
pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) dalam area
kerusakan.FGF dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)
memegang peran penting dalam proses angiogenesis ini. (2)
c. Faktor subepitel(2)
Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bikarbonat ke epitel sel.
Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit
yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.
8
dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-
sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namun tidak berhasil
mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik. (2)
9
terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama
adalah efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim
siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin. Prostaglandin endogen sangat
berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur
aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan
bikorbanat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam
lambung. (2)
10
Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang dapat merupakan
faktor risiko terjadinya tukak duodenum, yaitu: a), merokok (tembakau,
sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HP dengan
menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk
HR b). faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin,
c). beberapa penyakit tertentu di mana prevalensi tukak duodenum
meningkat seperti sindrom Zollinger Elison, mastositosis sistemik,
penyakit Chron dan hiperparatiroidisme. d). Faktor genetik. (2)
f. Faktor genetik
Lebih dari 20% pasien memiliki riwayat keluarga ulkus duodenum. (6)
11
g. Etiologi yang lain
Sirosis hati
Penyakit paru obstruktif kronis
Gastritis alergi dan gastritis eosinofilik
Infeksi sitomegalovirus
Penyakit graft versus host
Gastropati uremik
Dll. (6)
12
dengan HCl di lambung. Jika muntah terjadi lebih awal setelah perdarahan, maka
akan berwarna merah. Tetapi jika muntahnya terjadi lebih lama setelah perdarahan
makan warnanya merah tua, coklat, atau hitam. Coffe-ground emesis merupakan hasil
dari presipitasi gumpalan darah di muntah. (4,5)
Nyeri biasanya merupakan gejala awal ulkus peptikum, tetapi mekanismenya
masih kontroversial. Iritasi kimia oleh HCl dan aktivitas motorik yang terganggu. (17)
Beberapa teori tentang timbulnya nyeri pada ulkus peptikum, yaitu: (14)
a. Teori Keasaman (acid theory)
Pada abad ke-19 telah ditemukan bahwa pemberian asam kedalam lambung
pada penderita dispepsia dapat menyebabkan nyeri. Berdasarkan penelitian
ternyata ada peranan asam HCl dan getah lambung pada dinding lambung, dan
asam HCl dapat menyebabkan terjadinya iritasi untuk timbulnya rasa nyeri.
b. Teori motilitas atau ketegangan
Nyeri pada ulkus peptikum disebabkan karena bertambahnya kontraksi dari
lambung atau duodenum. Pada ulkus duodenum, nyeri disebabkan karena
kontraksi dari pilorus.
c. Teori inflamasi (the inflammatory theory)
Sebab primer dari nyeri pada ulkus peptikum adalah reaksi inflamasi. Dapat
disimpulkan bahwa aktivitas motorik termasuk spasme, bukan sebab primer dari
nyeri pada ulkus, tetapi bila aktivitas motorik tersebut berlebihan maka mungkin
menyebabkan nyeri. Begitu juga asam, bila asam cukup tinggi maka dapat
menyebabkan nyeri pada lambung
13
menimbulkan rasa sakit yang sama dan juga tidak dapat digunakan lokasi sakit.
(1)
b. Ulkus Duodenum(1)
Gambaran klinik ulkus duodenum sebagai salah satu bentuk dispepsia organik
adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman (discomfort)
pada epigastrium. Gejala-gejala ulkus duodenum memiliki periode remisi dan
eksaserbasi yang merupakan gejala khas. Nyeri epigastrium merupakan gejala
yang paling dominan walaupun sensitifitas dan spesifitasnya sebagai marker
adanya ulserasi mukosa rendah. (1)
Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak nyaman yang
mengganggu dan tidak terlokalisasi; bisanya terjadi setelah 90 menit-3 jam post
prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan. Nyeri yang
spesifik pada 75% pasien ulkus duodenum adalah nyeri yang timbul dini hari,
antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien.
Gejala lain yaitu tinja berwarna ter (melena) harus diwaspadai perdarahan ulkus.
(1)
14
Diagnosis Ulkus Gaster Ulkus Duodenum
Rasa nyeri di perut kiri atas Timbul nyeri, pedih dan
atau di epigastrium. panas di perut kanan atas.
Anamnesis Mulut merasa masam. Ritme nyeri : makan –
Ritme nyeri : makan – enak enak – nyeri.
- nyeri – enak Setelah makan merasa
Setelah makan kemudian perutnya enak sekitar 2-4
diikuti dengan rasa enak jam, kemudian timbul
yang berakhir 30-90 menit, rasa nyeri sampai waktu
kemudian akan diikuti makan lagi. Jadi
dengan periode nyeri yaitu timbulnya nyeri di antara
sampai lambung kosong 90 waktu makan atau waktu
menit. lambung kosong.
Perasaan nyeri tersebut Nyeri yang spesifik pada
kadang-kadang menjalar ke 75% pasien adalah nyeri
punggung kiri. timbul dini hari, antara
tengah malam dan jam 3
dini hari yang dapat
membangunkan pasien.
Rasa nyeri kadang-
kadang menjalar ke perut
kri dan pinggang kanan.
Terjadi penurunan berat Ditemukan nyeri tekan di
badan. perut kanan atas dekat
Pemeriksaan Ditemukan nyeri tekan di umbilikus.
Fisik epigastrium antara
umbilikus dan prosesus
sifodeus.
Takikardi, syok hipovolemik
tanda perdarahan
Radiologi dengan barium Pemeriksaan endoskopi
meal kontras ganda. saluran cerna bagian atas.
Pemeriksaan endoskopi Biopsi lambung untuk
Pemeriksaan saluran cerna bagian atas. deteksi H.pylori.
Penunjang Pemeriksaan foto barium
kontras ganda.
15
2.8 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
2.8.1 Histopatologi ulkus peptikum
Keluhan-keluhan seperti nyeri panas, pedih ulu hati disertai mual dan
muntah tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Pemeriksaan fisis juga
tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis. Diagnosis ulkus peptikum juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan
histopatologi. (3)
Gambaran histopatologi dapat menjelaskan perubahan morfologi dan
proses mendasar seperti respon adaptif mukosa lambung. Gambaran yang
tampak seperti degradasi epitel, infiltrasi neutrofil, inflamasi sel mononuklear,
atrofi dan kerusakan sel parietal. (15)
16
A B
17
2.8.3 Pemeriksaan endoskopi(2,16)
Endoskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ
di dalam tubuh manusia visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut
(rigid/fiber-skop), sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat dilihat
dengan jelas. (2)
a. Indikasi: (2)
Untuk melihat langsung abnormalitas yang didapatkan pada
pemeriksaan radiologis yang meragukan atau tidak jelas atau untuk
menentukan dengan lebih tepat/pasti kelainan radiologis yang
didapatkan pada esofagus atau duodenum.
Pasien dengan gejala menetap (disfagia, nyeri epigastrium, muntah-
muntah) yang pada pemeriksaan radiologis tidak didapatkan kelainan.
Bila pemeriksaan radiologis mencurigai suatu kelainan misalnya tukak,
keganasan atau obstruksi pada esofagus, indkasi endoskopi untuk
memastikan lebih lanjut lesi tersebut dan membuat pemeriksaan
fotografi, biopsi atau sitologi.
Perdarahan akut saluran cerna bagian atas memerlukan pemeriksaan
endoskopi secepatnya dalam waktu 24 jam untuk mendapatkan
diagnosis sumber perdarahan yang paling tepat.
Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang diperlukan untuk
memantau penyembuhan tukak yang jinak dan pada pasein-pasien
dengan tukak yang dicurigai kemungkinan adanya keganasan (deteksi
karsinoma lambung).
Pada pasien pascagastrektomi dengan gejala/keluhan saluran cerna
bagian atas diperlukan pemeriksaan endoskopi karena interpretasi
radiologis biasanya sulit, iregularitas dari lambung dapat dievaluasi
paling baik dengan visualisasi langsung melalui endoskopi.
Pasien sindrom dispepsia dengan usia lebih dari 45 tahun atau dibawah
45 tahun dengan “tanda bahaya” pemakaian NSAID dan riwayat kanker
pada keluarga. Yang dimaksud dengan tanda bahaya yaitu muntah-
muntah hebat, demam, hematemesis, anemia, ikterus dan penurunan
berat badan.
b. Kontraindikasi: (2)
Kontraindikasi absolut :
Pasien tidak kooperatif atau menolak prosedur pemeriksaan tersebut
setelah indikasinya dijelaskan secara penuh.
Renjatan berat karena perdarahan dan sebab lain.
18
Oklusi koroner akut
Gagal jantung berat
Koma
Kontraindikasi relatif :
Luka korosif akut pada esofagus, anuerisma aorta, dan aritmia jantung
berat.
Kifolisosis berat, divertikulum zenker dll, pemeriksaan endoskopi harus
dilakukan dengan hati-hati dan “halus”
Pasien gagal jantung
Penyakit infeksi akut (misalnya perionitis dan pneumonia)
Gangguan kesadaran
Tumor mediastinum, dll.
19
2.8.4 Pemeriksaan Ureum Breath Test. (2)
Merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendeteksi Helicobacter pylori
secara non invasif.
Cara pemeriksaan: (2)
Menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop carbon, baik 13C
ataupun 14C.
Bila ada aktivasi urease dari kuman H.pylori akan dihasilkan isotop CO2
yang diserap dan dikeluarkan melalui pernapasan.
Bila hasil positif Terdapat infeksi Helicobacter pylori.
13C Isotop radioaktif, ditemukan pada 1,11% CO2 yang keluar melalui
udara normal.
Dianggap positif apabila terjadi kenaikan minimal 0,11% kadar isotop
sehingga dibutuhkan mass spectrometer.
Hasil (+) palsu Bila diduga ada mikroorganisme lain yang juga
menghasilkan urease.
Hasil (-) palsu Bila pasien mendapat antibiotik, antasida, bismuth, atau
anti sekresi asam. Karena itu dianjurkan untuk menghentikan obat tersebut
2 minggu sebelum pemeriksaan.
20
silang pendapat mengenai hubungan stres dengan asam lambung, sebaiknya
pasien hidup tenang dan menerima stres dengan wajar. (1)
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak
lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang
pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung
asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien tukak dan dispepsia
non tukak, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya. Pasien kemungkinan
mengalami intoleransi terhadap beberapa jenis makanan tertentu atau makanan
tersebut mempengaruhi motilitas gaster, dalam hal ini dianjurkan pemberian
makanan dalam jumlah yang moderat atau menghindari makanan
tersebut.pandangan masa kini makanan tidak mempengaruhi kesembuhan tukak.
Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan
diet seimbang. (1)
Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah
refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pirolus sekaligus meningkatkan
kekambuhan tukak. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam
lambung tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak. (1)
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang
asam, coca cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa
lambung tetapi dapat menambha sekresi asam lambung dan belum jelas dapat
menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan sewaktu perut
kosong. (1)
3. Obat-obatan
OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara perenteral (supositoria dan
injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS diturunkan atau
dikombinasi dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX
2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan
keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk pasien kardiovaskular belum
menjamin tidak terjadi kerusakan mukosa lambung. Penggunaan parasetamol
atau kodein sebagai analgetik dapat dipertimbangkan. (1)
Garis besar pengobatan tukak gaster saat ini dengan melakukan eradikasi HP
dan pencegahan/pengobatan OAINS. (1)
b. Terapi Farmakologi(2,7)
1. Terapi Umum Ulkus peptikum
21
Antasida (2)
Obat jenis ini sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk
menghilangkan keluhan rasa sakit/dyspepsia. Preparat yang mengandung
magnesium dapat menyebabkan BAB/tidak terbentuk, tidak dianjurkan pada
gagal ginjal karena dapat menyebabkan hipermagnesemia dan kehilangan
fosfat. Preparat yang mengandung alumunium menyebabkan konstipasi dan
neurotoksik, bila kedua preparat dikombinasikan akan menghilangkan efek
samping sehingga tidak menyebabkan diare atau konstipasi. Dosis: 4x30 cc (3
kali sehari pada sebelum tidur atau 3 jam setelah makan). (2)
Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul membentuk lapisan
fisikokemikal, sehingga melindungi tukak dari pengaruh agresif asam-pepsin,
membantu sintesis PG bersama dengan EGF, menambah sekresi bikarbonat
dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mucosal. Dosis:
4x1 gr sehari. (2)
Prostaglandin
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus, bikarbonat dan peningkatan aliran darah mukosa serta pertahanan dan
perbaikan mukosa. Dosis: 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. (2)
Antagonist reseptor H2
Mekanisme kerjanya memblokir efek histamine pada sel parietal sehingga
sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.
Pengurangan sekresi asam post prandial dan nocturnal berperan dalam
penyembuhan dan kekambuhan tukak. Dosis terapeutik: (2)
o Simetidin 2x400 mg atau 800 gr malam hari
o Ranitidin 300 mg malam hari
o Nizatidine 1x300 mg malam hari
o Famoditin 1x40 mg malam hari
22
o Roksatidin 2x75 mg atau 150 mg malam hari
23
Levofloksasin 500 mg (2x1)
Lini ketiga: Jika gagal dengan rejimen lini kedua. Bila memungkinkan,
pilihan ditentukan berdasarkan uji resistensi dan/atau perubahan klinis
PPI* 2x1 7-14 hari
Amoksisilin 1000 mg (2x1)
Levofloksasin 500 mg (2x1)
Rifabutin
150 mg (2x1)
*PPI yang digunakan antara lain rabeprazole 20 mg, lansoprazole 30
mg,omeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg, esomeprazole 40 mg
5. TD akibat OAINS
Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja COX-1 akan
meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan
OAINS pada pasien-pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang lama harus
disertai dengan obat-obat yang dapat menekan produksi asam lambung seperti
reseptor antagonis H2 (H2RA) atau PPI dan diupayakan pH lambung diatas 4
atau dengan mengggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol 200µg/hari)
sebagai sitoprotektif apabila penggunaan OAINS tidak dapat dihentikan. (2)
24
Pencegahan/meminimalkan efek samping OAINS, yaitu: (2)
Jika mungkin menghentikan pemakaian OAINS, walaupun biasanya tidak
memungkinkan pada penyakit osteoartritis (OA), rematoid artritis(RA).
Penggunaan preparat OAINS (prodrug, OAINS terikat pada bahan lain
seperti Nitrit Oxide.
Pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal ini tidak 100%
mencegah efek samping pada gastroduodenal.
Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti
H2RA, PPI atau prostaglandin.
25
Sukralfat 2x2 gr sehari atau 4x1 gr sehari berfungsi menutup permukaan
tukak sehingga menghindari iritasi atau asam-pepsin dan garam empedu.
(2)
26
sampai atau berlemak rasa sakit rahang, atau
muntah regurgitasi dan tinggi, yang berkembang bahu
rasa pahit kadang- beberapa jam
dilidah kadang setelah makan,
hilang sering terjadi di
setelah malam hari, mual,
sendawa muntah, demam
27
1. NSAID
2. Alcohol
3. Rokok
4. Cafein
5. Dan beberapa makanan serta kondisi seperti stress yang memicu
peningkatan produksi asam lambung.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Ulkus peptikum yaitu tukak lambung (TL) dan tukak duodenum (TD)
merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama
kelompok umur di atas 45 tahun.
3.1.2 Pathogenesis terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara
faktor agresif yang dapat merusak mukosa dan faktor defensive yang
memelihara kebutuhan mukosa lambung dan duodenum.
3.1.3 Penegakan diagnosis ulkus peptikum meliputi beberapa tanda dan gejala
yang ditemukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
3.1.4 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi, barium meal, pemeriksaan endoskopi dan ureum breath test.
3.1.5 Tujuan Penatalaksanaan ulkus peptikum adalah menghilangkan keluhan
atau symptom (sakit atau dyspepsia), menyembuhkan atau memperbaiki
kesembuhan tukak, mencegah kekambuhan atau rekurensi tukak dan
mencegah komplikasi.
3.1.6 Penatalaksanaan ulkus peptikum meliputi terapi non-farmakologi yaitu
istirahat, diet dan penggunaan obat OAINS secara tepat dan farmakologi
dengan kombinasi proton pum inhibitor dengan 2 antibiotik.
3.1.7 Diagnosis banding ulkus peptikum berdasarkan nyeri ulu hati adalah
gastritis, GERD, gastroenteritis, dll serta berdasarkan bab hitam adalah
varices esophagus, gastroenteritis, eosinofilik esophagitis dan sindrom
zollinger ellison.
3.2 Saran
3.2.1 Dengan adanya makalah ini diharapakan mahasiswa/i mampu memahami
definisi ulkus peptikum
3.2.2 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
epidemiologi (penyebaran) ulkus peptikum
3.2.3 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
etio-patogenesis dan patofisiologi, serta manifestasi klinis ulkus peptikum
3.2.4 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
kriteria diagnosis dan penatalaksanaan ulkus peptikum
3.2.5 Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa/I mampu memahami
diagnosis banding, penceghan, komplikasi dan prognosis ulkus peptikum
29
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, W., Setiyohadi B., dkk. 2009 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5, Jilid
I. Jakarta Pusat. Penerbit: Interna Publishing
2. Sudoyo, W., Setiyohadi B., dkk. 2017 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6, Jilid
II. Jakarta Pusat. Penerbit: Interna Publishing
3. Robbin, Stanley, L., Vinay, K. 2015. Buku Ajar Patologi Robbin Edisi 9. Penerbit:
Elsevier
4. Cerulli, A., Anand, BS.2016. Upper Gastrointestinal Bleeding.
http://emedicine.medscape.com/article/187857-overview#a4 diakses pada Senin, 24
Desember 2018.
5. Varma, K., Cho, Kyung. 2018. Upper Gastrointestinal Bleeding Imaging.
http://emedicine.medscape.com/article/417980-overview#a1 diakses pada Senin, 24
Desember 2018.
6. Anand, BS., Katz, O., dkk. 2018. Peptic Ulcer Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview diakses pada Rabu, 26
Desember 2018.
7. Simadibrata, M., Makmum, D., dkk. 2014. Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Dispepsia dan Infeksi Helicobacter pylori – Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.
Jakarta: PGI
8. Elfatma, Y., Arnelis, dkk. 2017. Gambaran Derajat Esofagus Berdasarkan Beratnya
Sirosis Hepatis. Padang: Bagian Penyakit Dalam FK Unand
9. Mulyo, Sostro. 2016. Profilaksis Primer Perdarahan Varises Gastroesofagus Pada Si
rosis Hati: Peranan Penghambat Beta. Selawesi Selatan: SMF Penyakit Dalam
10. Jurnalis, D., Yusri, Sayoeti, Yorva, dkk. 2013. Eosinofilik Esofangitis. Padang:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unand
11. Wadayanti, PK, Desak. 2017. Gastroenteritis Akut. Bali: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UDAYANA
12. Roy, K. Praveen. 2015. Zollinger-Ellison Syndrome. American Gastroenterological
Assosiation , http://emedicine.medscape.com/article/183555-overview#a4 diakses
pada Senin, 24 Desember 2018.
13. Epelboym, I., Mazeh, H. 2013. Zollinger-Ellison Syndrome: Classical Considerations
and Current Controversies. Columbia: Department of Surgery Columbia University
and Department of Surgery Hadassah-Hebrew University Medical Center,
http://ncbi/nlm.nih.gov/pmc/article/PM3903066 diakses pada Senin, 24 Desember
2018.
14. Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Ed 7. Bandung: P.T. ALUMNI
30
15. A., Chatterjee, S., Chattopadhyay, dkk. 2010. Biphasic Effect of Phyllanthus emblica
L. Extract on NSAID-Induced Ulcer: An Antioxidative Trail Weaved with
Immunomodulatory Effect. Publisher: PubMed
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC2976071_ECAM2011-
146808.001&req=4 diakses pada Senin, 24 Desember 2018.
16. Fauci, K., Longo, H., et al.2014 . Harrison’s Principles of Internal Medicine Edition
19th. Publisher: Mc-Graw Hall
17. EC Jr, Texter. 1987. Ulcer Pain Mechanism. Publisher: PubMed sumber:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/3310199/ (akses 29 Desember 2018)
18. http://calgaryguide.ucalgary.ca/peptic-ulcer-disease/ (akses 29 Desember 2018)
31