Anda di halaman 1dari 48

PENYUSUNAN MASTERPLAN BIDANG PERHUBUNGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana dan prasarana yang
didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia. Dalam interaksi kesisteman
tersebut, transportasi membentuk suatu jaringan pelayanan dan jaringan prasarana.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, transportasi merupakan aspek vital yang
mempunyai fungsi penggerak, pendorong, dan penunjang pembangunan sebagaimana
telah digariskan dalam program pembangunan nasional.

Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi.


Karenanya sistem transportasi harus didesain agar mampu memberikan jasa
transportasi yang handal, berkemampuan tinggi, dan diselenggarakan secara terpadu,
tertib, lancar, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus menggerakan
dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang, serta jasa,
mendukung pengembangan wilayah dan meningkatkan hubungan antar intra wilayah.
Dalam kostelasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik dan hankam, sektor transportasi
memegang peran penting sebagai katalisator perhubungan ekonomi (economic
development agent) dan media pemerataan pembangunan antar wilayah (reducing the
regional disparity). Kedua fungsi ini menempatkan sektor transportasi pada posisi
dilematis, apalagi dimasa kritis ekonomi ini kemampuan pandangan pemerintah
semakin terbatas.

Keterbatasan dana pembangunan sarana dan prasarana transportasi harus disikapi


secara arif, pada kenyataannya sarana dan prasarana transportasi yang ada belum
dikelola secara optimum. Untuk mampu mengelola sarana dan prasarana transportasi
diperlukan pemahaman dan keterampilan yang lebih dari aparat, dibandingkan hanya
sekedar membangun. Orientasi pada upaya optimalisasi sarana dan prasarana
transportasi dalam kondisi perekonomian seperti saat ini sangat diperlukan.

Salah satu isu penting dalam perekonomian wilayah adalah perlunya dukungan sarana
dan prasarana yang memadai. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto secara nasional
secara signifikan dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur dan sebaliknya. Perlu
dipahami, bahwa dukungan sarana dan prasarana transportasi tidak saja dalam bentuk
pembangunan jalan baru, jembatan atau terminal, tetapi juga peningkatan
pelayanannya.

Provinsi Banten di dalam melakukan pengembangan dan pembangunan transportasi,


baik pemerintahan provinsi, maupun pemerintahan kabupaten/kota mempunyai peran
sesuai cakupan kewenangannya masing-masing, yaitu berkewajiban untuk menyusun
rencana dan merumuskan kebijakan, mengendalikan dan mengawasi perwujudan
transportasi. Salah satu kewajiban yang dimaksud adalah menetapkan jaringan
prasarana transportasi dan jaringan pelayanan diwilayahnya masing-masing.
Disamping itu juga berkewajiban untuk melaksanakan penyediaan dan pembangunan
sarana dan prasarana transportasi yang tidak diusahakan, dengan daerah-daerah yang
kurang berkembang.

Kabupaten Tangerang dengan luas wilayah 77.764,122 hektar atau sekitar 2,9 persen
dari luas wilayah provinsi Banten ( 3.254 ribu hektar), dengan jumlah penduduk
871.840 jiwa. Batas administrasi wilayah adalah sisi utara adalah Laut Jawa, sisi timur
dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sisi selatan dengan Kabupaten
Bogor dan Kota Tangerang Selatan serta sisi barat berbatasan dengan Kabupaten
Serang dan Kabupaten Lebak. Kabupaten Tangerang merupakan salah satu daerah
strategis, karena berada pada jalur transportasi yang menjadi daerah penghubung jalur
pantai utara. Posisi ini sangat menguntungkan bagi pendistribusian barang maupun
jasa ke berbagai wilayah Pulau Jawa.

Kabupaten Tangerang merupakan wilayah yang memiliki potensi untuk berkembang


cepat. Hal itu disebabkan potensi sumber daya alam yang melimpah, baik dari sektor
tanaman pangan holtikultura, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan,
perindustrian, pariwisata. Selain memiliki potensi-potensi diatas, Kabupaten
Tangerang juga memiliki keunggulan dari segi tata letak wilayah yang strategis.
Wilayah ini terletak pada titik yang memiliki aksesibilitas yang tinggi. Untuk
menunjang potensi yang ada disaat ini, Pemerintah Kabupaten Tangerang telah
berupaya dalam pembangunan dibidang transportasi. Namun dukungan prasarana dan
sarana transportasi yang ada, dirasa belum cukup untuk menata suatu jaringan
transportasi yang handal dengan didukung potensi serta pengembangan wilayah
dimasa mendatang.

Tidak efektif dan tidak efisiennya sistem transportasi pada dasarnya lebih disebabkan
karena tidak adanya keterpaduan antara perencanaan wilayah dan perencanaan
transportasi. Ketidakterpaduan dimaksud diungkapkan dengan berbagai kenyataan
empiris berikut ini:

1. Banyak dijumpai perubahan pola dan intensitas tata guna lahan (misalnya
pembangunan pemukiman pada lahan-lahan konversi atau menjamurnya
kantor dan ritel di daerah pemukiman) yang tidak diikuti dengan pembangunan
prasarana transportasi yang memadai, sehingga terjadi kesenjangan antara
sediaan transportasi (transport supply) dan kebutuhan transportasi (transport
demand)
2. Terdapat kenyataan, pembangunan prasarana dan sarana transportasi tidak
diikuti dengan pengelolaan dan pembinaan kawasan di sekitarnya (koridor),
sehingga pembangunan lalu lintas pada prasarana transportasi dimaksud
melampaui pembebanan lalu lintas direncanakan sebelumnya.
3. Ditemukan kondisi prasarana transportasi difungsikan tidak sesuai dengan apa
yang direncanakan (misalnya jalan arteri difungsikan sebagai jalan kolektor).

Perubahan fungsi ini salah satunya disebabkan karena tidak adanya pembinaan dan
pengawasan pola dan intensitas tata guna lahan disekitar prasarana transportasi
dimaksud. Hal-hal diatas terjadi, karena belum dimilikinya pedoman arahan
pengaturan dan pengendalian lalu lintas angkutan jalan yang termasuk dalam
Masterplan Transportasi Kabupaten Tangerang.
Dengan adanya hal itu, maka perlu adanya Penyusunan Masterplan Transportasi
Kabupaten Tangerang yang wajib dipatuhi oleh pemerintah, pengelola transportasi
(operator) serta masyarakat penggunaan jasa transportasi.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun maksud dari kegiatan Kegiatan Masterplan Perhubungan Kabupaten


Tangerang adalah membuat rencana pengembangan jaringan lalu lintas dan angkutan
jalan guna mendukung sistem transpotasi jalan yang lebih memadai di Kabupaten
Tangerang, dengan tujuan utama adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi permintaan dan moda angkutan orang dan barang di


Kabupaten Tangerang
2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi sediaan layanan transportasi jalan untuk
angkutan orang dan barang di Kabupaten Tangerang;
3. Mengidentifikasi titik simpul perpindahan orang dan/atau barang di Kabupaten
Tangerang;
4. Mengevaluasi kinerja sistem transportasi dan angkutan jalan di Kabupaten
Tangerang Tahun Dasar;
5. Pemodelan dan Perkiraan permintaan dan moda angkutan orang dan barang
untuk masa 20 tahun mendatang di Kabupaten Tangerang;
6. Perencanaan lokasi dan kebutuhan simpul transportasi di Kabupaten
Tangerang;
7. Menyusun rencana pengembangan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang
terintegrasi dengan sistem transportasi nasional dan pengembangan wilayah;
8. Sebagai acuan atau pedoman baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam
implementasi kebijakan di lapangan dalam rangka pengembangan dan
pembangunan Kabupaten Tangerang;

3. SASARAN

Sasaran dan Manfaat dari kegiatan Masterplan Perhubungan Kabupaten Tangerang:


1. Tersusunnya jaringan pelayanan seluruh moda yang terintegrasi dan
berkelanjutan;
2. Tersusunnya kebutuhan sarana dan prasarana sistem pelayanan sesuai potensi
wilayah;
3. Tersusunnya program Transportasi untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang yang terintegrasi dalam keseluruhan moda transportasi;
4. Tersusunnya acuan atau pedoman baik dalam perumusan kebijakan maupun
dalam implementasi kebijakan di lapangan dalam rangka pengembangan dan
pembangunan Kabupaten Tangerang.

4. REFERENSI HUKUM
1. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan
Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu
Lalu Lintas;
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun 2014 tentang Marka
Jalan;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2014 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 96 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 132 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 11 Tahun 2017, Perubahan ketiga
atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Tangerang Tahun 2016 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Tangerang Tahun 2016 Nomor 1611);
14. Peraturan Bupati Tangerang Nomor 93 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perhubungan;
15. Peraturan Bupati Tangerang Nomor 35 Tahun 2018 Tentang Standar Biaya
Kegiatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran
2019;
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PROFIL WILAYAH KABUPATEN TANGERANG

Kabupaten Tangerang adalah kabupaten yang berada di wilayah Tatar Pasundan,


Provinsi Banten, Indonesia. Ibu kotanya adalah Tigaraksa. Kabupaten ini terletak tepat
di sebelah barat Jakarta.

Sejarah

Dalam riwayat diceritakan, bahwa saat Kesultanan Banten terdesak oleh Agresi
Militer Belanda pada pertengahan abad ke-16, diutuslah tiga maulana yang berpangkat
Tumenggung untuk membuat perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan
dengan Batavia. Ketiga Tumenggung itu adalah, Tumenggung Aria Yudhanegara,
Aria Wangsakara, dan Aria Jaya Santika. Mereka segera membangun basis pertahanan
dan pemerintahan di wilayah yang kini dikenal sebagai kawasan Tigaraksa.

Jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-bakal Kabupaten
Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu
Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga
Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu. Seorang putra Sultan Ageng
Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai
Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng. Waktu itu, tugu yang
dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda
berarti tanda. Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab ”gundul”
berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah pget Ingkang Gusti/Diningsun juput
parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang netek
Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun
Parahyang”. Yang berarti ”Dengan nama Allah Yang Maha Kuasa/Dari Kami
mengambil kesempatan pada hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar Tahun Wau/Sesudah perang
kita memancangkan tugu/untuk mempertahankan batas Timur Cipamungas
(Cisadane) dan Barat Cidurian/Semua menjaga tanah kaum Parahyang. Sebutan
”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi
Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.

Dikisahkan, bahwa kemudian pemerintahan ”Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau


”Tilu Tanglu” tersebut tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian
antara Pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Perjanjian
tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda.
Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan
Banten di bawah pimpinan seorang bupati. Para bupati yang pernah memimpin
Kabupaten Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809
adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.

Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten
Tangerang, Belanda menghapus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia.
Kemudian Belanda membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada
orang-orang kaya di Batavia, yang merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk
membantu usaha pertahanannya, terutama sejak kekalahan armadanya di dekat
Kepulauan Midway dan Kepulauan Solomon. Kemudian pada tanggal 29 April 1943
dibentuklah beberapa organisasi militer, di antaranya yang terpenting ialah Keibodan
(barisan bantu polisi) dan Seinendan (barisan pemuda). Disusul pemindahan
kedudukan Pemerintahan Jakarta ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M. Atik Soeardi
dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera.

Seiring dengan status daerah Tangerang ditingkatkan menjadi Daerah Kabupaten,


maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibu Kota. Di wilayah Pulau
Jawa pengelolaan pemerintahan didasarkan pada Undang-undang nomor 1 tahun 1942
yang dikeluarkan setelah Jepang berkuasa. Undang-undang ini menjadi landasan
pelaksanaan tata Negara yang asas pemerintahannya militer. Panglima Tentara
Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, diserahi tugas untuk membentuk
pemerintahan militer di Jawa, yang kemudian diangkat sebagai gunseibu. Seiring
dengan hal itu, pada bulan Agustus 1942 dikeluarkan Undang-undang nomor 27 dan
28 yang mengakhiri keberadaan gunseibu. Berdasarkan Undang-undang nomor 27,
struktur pemerintahan militer di Jawa dan Madura terdiri atas Gunsyreikan
(pemerintahan pusat) yang membawahi Syucokan (residen) dan dua Kotico (kepala
daerah istimewa). Syucokan membawahi Syico (wali kota) dan Kenco (bupati).

Secara hirarkis, pejabat di bawah Kenco adalah Gunco (wedana), Sonco (camat) dan
Kuco (kepala desa). Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan peringatan Hari
Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi
Jakarta. Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari
18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah
status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten. Perubahan status ini
didasarkan pada dua hal:

 Kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kotapraja)


 Pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang
yang wilayahnya luas.

Atas dasar hal tersebut, Gunseikanbu mengeluarkan keputusan tanggal 9 November


1943 yang isinya:

"Menoeroet kepoetoesan Gunseikan tanggal 9 boelan 11 hoen syoowa 18 (2603)


Osamu Sienaishi 1834 tentang pemindahan Djakarta Ken Yakusyo ke Tangerang,
maka dipermakloemkan seperti di bawah ini:

 Pasal 1: Tangerang Ken Yakusyo bertempat di Kota Tangerang, Tangerang


Son, Tangerang Gun, Tangerang Ken.
 Pasal 2: Nama Djakarta Ken diganti menjadi Tangerang Ken.
 Atoeran tambahan Oendang-Oendang ini dimulai diberlakukan tanggal 27
boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta, tanggal 27 boelan 12 tahoen
Syouwa 18 (2603). Djakarta Syuutyookan."

Sejalan dengan keluarnya surat keputusan tersebut, Atik Soeardi yang menjabat
sebagai pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat,
diangkat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944). Semasa Bupati Kabupaten
Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988-1993) bersama DPRD
Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang
tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25
Oktober 1984). Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah
Kota Tangerang tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2
Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa.
Pemindahan ibu kota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-
cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan
masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan
ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.

Geografi

Wilayah Kabupaten Tangerang berbatasan dengan:


Topografi

Sebagian besar wilayah Tangerang merupakan dataran rendah. Sungai Cisadane


merupakan sungai terpanjang di Tangerang yang mengalir dari selatan dan bermuara
di Laut Jawa. Tangerang merupakan wilayah perkembangan Jakarta. Secara umum,
Kabupaten Tangerang dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah pertumbuhan, yakni:

 Pusat Pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa, berada di bagian barat, difokuskan


sebagai daerah sentra industri, permukiman, dan pusat pemerintahan.
 Pusat Pertumbuhan Teluknaga, berada di wilayah pesisir, mengedepankan
industri pariwisata alam dan bahari, industri maritim, perikanan, pertambakan,
dan pelabuhan.
 Pusat Pertumbuhan Curug, Kelapa Dua, Legok dan Pagedangan, berada di
bagian timur dekat perbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, difokuskan
sebagai pusat pemukiman, dan kawasan bisnis.

Sistem Pemerintahan

Kabupaten Tangerang mempunyai pemerintahan yang sama dengan kabupaten


lainnya. Unit pemerintahan di bawah kabupaten adalah kecamatan, masing-masing
kecamatan terdiri atas beberapa kelurahan dan desa.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini, terhitung sejak Kota Tangerang Selatan
memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang, jumlah kecamatan, kelurahan maupun
desa di Kabupaten Tangerang tetap yaitu 29 kecamatan, 28 kelurahan, dan 246 desa.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Tangerang selama periode tahun 2009-2011
cukup berfluktuasi. Meningkat pada tahun 2010 dan menurun cukup signifikan pada
tahun 2011.
Bila diperhatikan komposisi pegawai menurut jenis kelamin, jumlah pegawai laki-laki
lebih banyak dibandingkan pegawai perempuan. Terakhir pada tahun 2011 proporsi
pegawai laki-laki mencapai 53,53 persen.

Komposisi Anggota DPRD Kabupaten Tangerang sedikit mengalami perubahan


dibanding tahun sebelumnya, yaitu terdiri dari 9 fraksi dengan anggota sebanyak 50
orang (45 orang laki-laki dan 5 orang perempuan) yang sebagian besar berumur antara
40-49 tahun sebanyak 30 orang (60 persen) dan mayoritas berpendidikan S-1 sebanyak
30 orang (60 persen).

Jumlah anggaran yang dibelanjakan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk


membiayai pembangunan di wilayahnya pada tahun 2011 mencapai 2,027 triliun
rupiah, terdiri dari:

 Belanja pegawai 915 miliar rupiah.


 Belanja barang dan jasa 499 miliar rupiah.
 Belanja modal 480 miliar rupiah.
 Belanja lain-lain 136 miliar.

Total realisasi pendapatan daerah Kabupaten Tangerang pada tahun 2011 mencapai
2,224 triliun rupiah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyumbang 29,9 persen atau
tepatnya 665 miliar rupiah.

Sedangkan, dana perimbangan mencapai 1,288 triliun rupiah atau sekitar 57,93 persen
yang terdiri dari:

 Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 720,5 miliar rupiah.


 Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 51,52 miliar rupiah.
 Dana bagi hasil pajak/bukan pajak yang mencapai 217 miliar rupiah.
 Transfer pemerintah pusat lainnya sebesar 299 miliar rupiah.

Dan yang ketiga adalah lain-lain pendapatan daerah yang sah yang menyumbang
sebesar 270,6 miliar rupiah atau sekitar 12,17 persen terhadap pendapatan daerah
wilayah ini. Sementara itu, belanja daerah dalam APBD Kabupaten Tangerang tahun
2012, direncanakan mencapai 2,4 triliun rupiah atau lebih besar dibandingkan dengan
realisasi tahun 2011, sedangkan pendapatan daerah tahun 2012 oleh Pemerintah
Kabupaten Tangerang ditargetkan hanya sebesar 2,2 triliun rupiah.

2. MASTERPLAN ATAU RENCANA INDUK, PENTINGNYA DALAM


PENERAPAN ANGGARAN BELANJA DAERAH

Master Plan atau Rencana Induk merupakan suatu urutan proses yang merupakan
syarat pembangunan di lingkungan perencanaan Kementrian Perhubungan Republik
Indonesia sesuai dengan arahan dari Menteri Perhubungan Rl, Keputusan Menteri
Perhubungan KM 31 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Proses Perencanaan di
Lingkungan Kementerian Perhubungan.

Proses perencanaan Rencana Induk (Master Plan) mempunyai manfaat sebagai


berikut:

1. Arah pembangunan menjadi jelas, ber-sinergi dan terpadu dengan Tata Ruang
Wilayah;
2. Tahapan pembangunan menjadi lebih terukur, dengan demikian tahapan
pembangunan/pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan;
3. Penggunaan anggaran unruk pembangunan menjadi lebih efisien;
4. Kebutuhan lahan dapat diantisipasi lebih awal.

Sebuah masterplan di institusi negara adalah peta perjalanan menuju masa depan. Ia
merupakan dokumen panjang nan komprehensif yang menjadi panduan
pengembangan dan pembangunan yang berdampak pada fasilitas publik di rentang
lebih dari 10 hingga 20 tahun mendatang. (Baca : Proyek Smart City, Bisa jadi
Inspirasi dikembangkan di Indonesia )

Perencanaan jangka panjang ini mempermudah pembuat kebijakan untuk menjaga


keseimbangan antara perlindungan dan konservasi serta pertumbuhan dan
pengembangan lingkungan. Informasi yang termaktub di dalam masterplan tersebut
ditujukan sebagai penunjuk keputusan yang jangkauannya bersifat publik sekaligus
privat. Jangkauan itu akan berperan dalam hal pemanfaatan bentang alam (tanah, air,
udara) serta penyediaan infrastruktur publik. Di situ pun ada bagian penyesuaian
masterplan dengan karakter lokasi dan sifat adaptifnya serta penggunaan sumber
dayanya yang bertanggung jawab.

Hal yang lebih penting, masterplan sebenarnya hanyalah dokumen kebijakan. Ia tidak
mengatur tentang penggunaan tanah, zonasi, maupun properti. Lagi pula, masterplan
juga tidak punya otoritas. Akan tetapi secara formal dokumen ini diakui oleh
pemerintah terkait sebagai bentuk panduan yang disepakati.

Di Pemerintahan Daerah misalnya, masterplan anggaran belanja daerah akan menjadi


panduan bagi otoritas dalam memetakan penerapan anggaran yang telah disusun
dengan target bertahap dan berjangka panjang.

Penerapan anggaran belanja daerah (atau kebijakan lainnya) yang didasari oleh
masterplan umumnya akan menghasilkan keuntungan operasional antara lain:

 Menjadi referensi utama yang akan mengontrol pembuat kebijakan


 Memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang lebih informatif
 Budgeting dan perencanaan menjadi lebih prediktif
 Potensi untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya
 Pembangunan tetap mampu memelihara karakter komunitas masyarakat
 Potensial menghasilkan pengembangan ekonomi yang berdampak positif

Di konteks Pemerintah Daerah, masterplan penerapan anggaran di kawasan pariwisata


contohnya, keberadaannya sangat penting sebagai acuan pembangunan sarana dan
prasarana pendukung wisata yang berwawasan lingkungan. Di sejumlah daerah,
berkat adanya masterplan, dalam tahun-tahun ke depan realisasi dari rencana strategis
maupun rencana aksi detinasi wisata dapat dieksekusi dengan lebih tertata. Di sini
masterplan penerapan anggaran belanja mampu menjadi pengendali pelaksanaan
APBD.

Implementasi masteplan tentu saja akan terus berkembang ke depannya. Alasan


utamanya tidak lain karena daerah-daerah banyak yang menghadapi masalah
keterbatasan pendapatan. Masterplan akan memastikan bahwa keterbatasan yang ada
bisa tidak akan menjadi penghalang pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai data pembanding, di kota-kota di dunia sudah banyak pembahasan yang
menyatukan konsep tata kelola kota, pemrosesan budgeting, serta masterplan dalam
satu wadah. Tiga kebutuhan pokok suatu kota itu menunjukkan bahwa pemerintahan
yang berhasil dalam hal pengelolaan budgeting haruslah memasukkan pendekatan
target yang terencana. Pengeluaran yang dilakukan merupakan proyek jangka panjang,
adanya prioritas, dan perspektifnya harus lebih komprehensif. Tata kelola anggaran
berdasarkan masterplan nantinya menjadi kerangka kerja di otoritas lain di bawahnya.

Pengembangan masterplan umumnya dimulai dengan penemuan masalah dan analisis


kondisi, serta masukan dari publik. Tujuan dari objektif adalah ditentukan; sedangkan
perencanaan merupakan bentuk pengembangan.

Di prosesnya, haruslah muncul pertanyaan antara lain: Apa saja yang kita punya? Apa
saja yang kita inginkan? Bagaimana kita mencapainya? Kesemua pertanyaan tersebut
harus sudah ada jawabannya. Jadi di sini jelas bahwa masterplan bukan hanya sebuah
solusi instan. Di dalamnya terdiri dari target, kebijakan, tata kelola penggunaan lahan,
pembangunan hunian masyarakat, pengembangan ekonomi, sumber daya alam, ruang
terbuka, rekreasi, fasilitas publik, pelayanan publik, hingga transportasi. (Baca :
Mengapa Kelola TIK Harus diterapkan di Daerah Anda)

Dengan beragam tujuan penerapan anggaran daerah yang telah ditentukan, masterplan
tetap memungkinkan adanya penyesuaian perubahan berkala. Perubahan itu
ditentukan berdasarkan hasil evaluasi yang tetap berpegang pada “inti” perencanaan
semula.

3. INFRASTRUKTUR PERHUBUNGAN

Pengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi. Pengertian


Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam
Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau
dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam
penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-
pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi.
Definisi infrastruktur dalam kamus besar bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai
sarana dan prasarana umum. Sarana secara umum diketahui sebagai fasilitas publik
seperti rumah sakit, jalan, jembatan, sanitasi, telpon, dan sebagainya. Dalam ilmu
ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari publik capital (modal publik) yang
dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah. Infrastruktur dalam penelitian ini
meliputi jalan, jembatan, dan sistem saluran pembuangan (Mankiw, 2003).

Menurut Grigg (1998) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan


transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas publik lainnya, yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun
kebutuhan ekonomi. Dalam hal ini, hal-hal yang terkait dengan infrastruktur tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sistem lingkungan dapat terhubung karena adanya
infrastruktur yang menopang antara sistem sosial dan sistem ekonomi. Ketersediaan
infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang
ada di masyarakat.

Mankiw (2003) menyatakan pekerja akan lebih produktif jika mereka mempunyai
alat-alat untuk bekerja. Peralatan dan infrastruktur yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa disebut modal fisik. Hal serupa juga dijelaskan dalam
Todaro (2006) bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor
penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.

Infrastruktur merupakan suatu wadah untuk menopang kegiatan-kegiatan dalam satu


ruang. Ketersediaan infrastruktur memberikan akses mudah bagi masyarakat terhadap
sumber daya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam
melakukan kegiatan sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya efisiensi otomatis
secara tidak langsung meningkatkan perkembangan ekonomi dalam suatu wilayah.
Sehingga menjadi sangat penting peran infrastruktur dalam perkembangan ekonomi.

Infrastruktur mengacu pada fasilitas kapital fisik dan termasuk pula dalam kerangka
kerja organisasional, pengetahuan dan teknologi yang penting untuk organisasi
masyarakat dan pembangunan ekonomi mereka. Infrastruktur meliputi undang-
undang, sistem pendidikan dan kesehatan publik, sistem distribusi dan perawatan air,
pengumpulan sampah dan limbah, pengelolaan dan pembuangannya, sistem
keselamatan publik, seperti pemadam kebakaran dan keamanan, sistem komunikasi,
sistem transportasi, dan utilitas publik (Tatom, 1993).

Infrastruktur merupakan barang barang publik yang bersifat non ekslusif (tidak ada
orang yang dapat dikesampingkan), non rival (konsumsi seorang individu tidak
mengurangi konsumsi individu lainnya) serta umumnya biaya produksi marginal
adalah nol. Infrastruktur umumnya juga tidak dapat diperjualbelikan (non tradable)
(Henner, 2000).

Hal serupa pun diungkapkan oleh Stiglizt (2000) yang mengatakan bahwa beberapa
infrastruktur seperti jalan tol merupakan salah satu barang publik yang disediakan oleh
pemerintah meskipun infrastruktur ini bukanlah barang publik murni. Ciri barang
publik dilihat dari segi penggunaannya yaitu non rivalry dan non-excludable rivalry.
Rivalitas dalam mengkonsumsi suatu barang maknanya adalah jika suatu barang
digunakan oleh seseorang, barang tersebut tidak dapat digunakan oleh orang lain. Jika
sebaliknya, ketika barang tersebut digunakan oleh orang lain dan secara bersama-sama
menggunakan barang tersebut, maka barang tersebut dapat dikatakan sebagai barang
publik. Penggunaan infrastruktur bagi pihak penggunanya tidak dikenakan biaya
secara langsung atas penggunaannya, dikarenakan infrastruktur tersebut disediakan
oleh pemerintah sebagain penunjang kegiatan sosial ekonomi.

Infrastruktur memiliki sifat eksternalitas, sesuai dengan sifatnya dimana infrastruktur


disediakan oleh pemerintah dan bagi setiap pihak yang menggunakan infrastruktur
tidak memberikan bayaran langsung atas penggunaan infrastruktur. Infrastruktur
seperti jalan, pendidikan, kesehatan, memiliki sifat eksternalitas positif. Dengan
memberikan dukungan kepada fasilitas tersebut dapat meningkatkan produktivitas
semua input dalam proses produksi (Canning dan Pedroni, 2004). Eksternalitas positif
dalam infrastruktur berupa peningkatan produksi perusahaan-perusahaan dan sektor
pertanian tanpa harus meningkatkan modal input dan tenaga kerja/juga meningkatkan
level teknologi.

Jadi infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi


kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Secara teknik, infrastruktur memiliki arti dan definisi sendiri yaitu merupakan aset
fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang
penting.

Sistem Infrastruktur

Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan,


instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan
sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000 dalam Kodoatie,R.J.,2005). Sistem
infrastruktur merupakan pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam
kehidupan masyarakat.

Disini, infrastruktur berperan penting sebagai mediator antara sistem ekonomi dan
sosial dalam tatanan kehidupan manusia dan lingkungan. Kondisi itu agar harmonisasi
kehidupan tetap terjaga dalam arti infrastruktur tidak kekurangan (berdampak pada
manusia), tapi juga tidak berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan
alam karena akan merusak alam dan pada akhirnya berdampak juga kepada manusia
dan makhluk hidup lainnya.

Dalam hal ini, lingkungan alam merupakan pendukung sistem infrastruktur, dan
sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur, sistem sosial sebagai obyek dan
sasaran didukung oleh sistem ekonomi. Analoginya seperti gambar dibawah ini :

Pengelompokan sistem insfrastruktur dapat dibedakan menjadi (Grigg, 2000 dalam


Kodoatie,R.J.,2005) :

1. Grup keairan
2. Grup distribusi dan produksi energi

3. Grup komunikasi

4. Grup transportasi (jalan, rel)

5. Grup bangunan

6. Grup pelayanan transportasi (stasiun, terminal, bandara, pelabuhan, dll)

7. Grup pengelolaan limbah

Komponen Infrastruktur

Komponen-komponen di dalam infrastruktur menurut APWA (American Public


Works Association)adalah :

1. Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi,


fasilitas pengolahan air (water treatment)

2. Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur


ulang

3. Fasilitas pengelolaan limbah padat

4. Fasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi

5. Fasilitas lintas air dan navigasi

6. Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas
dan fasilitas pengontrol

7. Sistem transit publik

8. Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi

9. Fasilitas gas alam

10. Gedung publik: sekolah, rumah sakit

11. Fasilitas perumahan publik

12. Taman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion
13. Komunikasi

Sedangkan menurut P3KT, komponen-komponen infrastruktur antara lain:

1. Perencanaan kota

2. Peremajaan kota

3. Pembangunan kota baru

4. Jalan kota

5. Air minum

6. Drainase

7. Air limbah

8. Persampahan

9. Pengendalian banjir

10. Perumahan

11. Perbaikan kampung

12. Perbaikan prasarana kawasan pasar

13. Rumah sewa

Dilihat dari input - output bagi penduduk, komponen-komponen tersebut dapat


dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu:

1. Komponen yang memberi input kepada penduduk. Jenis infrastruktur yang


termasuk dalam kategori ini adalah prasarana air minum dan listrik

2. Komponen yang mengambil output dari penduduk. Jenis infrastruktur yang


termasuk dalam kelompok ini adalah prasarana drainase/pengendalian banjir,
pembuangan air kotor/sanitasi, dan pembuangan sampah.

Komponen yang dapat dipakai untuk memberi input maupun mengambil output. Jenis
infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: prasarana jalan dan telepon.
4. INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI

Infrastruktur transportasi adalah teknik dan praktek konstruksi untuk menciptakan


sistem yang memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Infrastruktur transportasi meliputi:

 Jaringan jalan raya dan jalan tol, termasuk jembatan, terowongan, dan
infrastruktur pendukungnya seperti lampu jalan, rambu lalu lintas, saluran air,
trotoar, dan sebagainya.
 Jalur sepeda
 Transportasi publik massa seperti kereta api, trem
 Kanal sebagai transportasi air dalam pulau
 Pelabuhan laut sebagai transportasi air antar pulau
 Bandar udara
 jalan raya, rel kereta api, landasan pesawat, saluran air, kanal, jaringan pipa
dan terminal seperti bandara, stasiun kereta api, halte bus dan pelabuhan.

5. PERAN INFRASTRUKTUR PERHUBUNGAN

Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global
pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami
pertumbuhan GDP sebesar 4,5 persen, sementara banyak negaranegara lain yang
mengalami kontraksi ekonomi.

Untuk memberikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional dan perluasan


lapangan kerja maka ditargetkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2010 – 2014
rata-rata berkisar antara 6,30% - 6,8% pertahun (sumber : RPJMN 2010-2014) dan
untuk itu dibutuhkan total investasi kumulatif selama lima tahun berkisar antara Rp
11.913,2-Rp 12.462,6 triliun atau rata-rata berkisar antara Rp. 2.382 – Rp. 2.492 triliun
per tahun. Dalam upaya pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional tersebut
maka sektor transportasi ditargetkan tumbuh rata-rata sekitar 9,5% pertahun sehingga
kebutuhan pembiayaan operasional dan pembangunan (investasi) di sektor
transportasi di luar jalan selama kurun waktu 2010-2014 rata-rata sebesar Rp. 325,26
triliun per tahun, dengan alokasi sumber pendanaan dari: APBN (rupiah murni dan
pinjaman luar negeri) rata-rata sebesar Rp. 30,67 triliun pertahun, investasi BUMN
rata-rata sebesar Rp. 2,681 triliun pertahun, sehingga gap pembiayaan sebesar rata-
rata sebesar Rp. 291,91 triliun pertahun diharapkan dapat diperoleh melalui investasi
swasta. Pemerintah telah menyadari peran penting sektor swasta untuk memenuhi
kebutuhan ini dan karenanya telah menyediakan suatu sarana bagi pihak swasta agar
dapat ikut berperan serta dalam pembangunan infrastruktur melalui Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS). Program KPS milik pemerintah ini mencakup rentang
infrastruktur yang luas, termasuk diantaranya adalah infrastruktur sektor transportasi.
Transportasi sebagai salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan mobilitas
penumpang berkembang sangat dinamis, serta berperan di dalam mendukung,
mendorong, dan menunjang segala aspek kehidupan baik dalam pembangunan politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor transportasi
akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi
mempunyai peranan yang penting dan strategis, baik secara makro maupun mikro.
Keberhasilan sektor transportasi secara makro dapat terlihat dari sumbangan nilai
tambahnya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dampak ganda
(multiplier effect) yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dan
kemampuannya meredam laju inflasi melalui kelancaran distribusi barang dan jasa ke
seluruh pelosok tanah air. Oleh karenanya ketersediaan infrastruktur transportasi yang
handal dan memadai merupakan hal yang sangat penting untuk diupayakan, dan KPS
tentunya diharapkan dapat menjadi bagian utama guna mewujudkan ketersediaan
infrastruktur transportasi yang handal dan memadai tersebut.

Pihak-Pihak Utama Dalam Kerangka KPS

Mengacu pada Buku Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) ”Panduan Bagi
Investor Dalam Investasi Di Bidang Infrastruktur” yang dikeluarkan oleh Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, berikut dijelaskan tentang pihak-pihak utama
yang secara umum terlibat dalam proyek infrastruktur KPS dan hubungan yang ada
diantara mereka yang disesuaikan dengan sektor transportasi. Pihak-pihak tersebut
adalah:
1. Badan Usaha yang merupakan badan hukum Indonesia yang dimiliki oleh
para Sponsor Proyek, yang menandatangani Perjanjian Kerjasama (PK)
atau Cooperation Agreement dengan Badan Kontrak Pemerintah atau
Government Contracting Agency (GCA). Badan usaha dalam Panduan ini
dan didalam peraturan-peraturan pemerintah disebut juga sebagai “Badan
Usaha”.

2. Bank-bank Komersial Asing dan Domestik menyediakan pendanaan


berupa kredit untuk Proyek. Bank domestik tersebut dapat menyediakan
pendanaan berupa kredit untuk proyek proyek kecil, namun untuk proyek-
proyek yang besar pada umumnya diperlukan pendanaan dari pihak asing.

3. Bank Pembangunan Multilateral termasuk Bank Dunia, Bank


Pembangunan Asia (ADB), dan afiliasinya seperti Asosiasi Penjamin
Investasi Multilateral atau Multirateral Investment Guarantee Association
(MIGA). Pada situasi tertentu, badan ini dapat menyediakan penambahan
fasilitas kredit antara lain dalam bentuk jaminan risiko parsial atau partial
risk guarantees (PRGs) kepada perusahaan-perusahaan ataupun para
kreditur proyek.

4. Para Sponsor Proyek merupakan para pemegang saham dari Badan usaha.
Sponsor Proyek ini dapat terdiri dari investor lokal ataupun asing dan pada
umumnya mereka bertanggung jawab untuk melakukan pengembangan
proyek selain dari penempatan modal. Mereka biasa disebut juga dalam
Panduan ini sebagai “pelaksana pembangunan” atau disebut “developers.”

5. Penjaminan Infrastruktur, yang dikenal sebagai PT Penjaminan


Infrastruktur Indonesia (PII), telah didirikan oleh Pemerintah Indonesia
untuk menyediakan penjaminan-penjaminan atas kewajiban-kewajiban
pemerintah yang timbul berdasarkan perjanjian-perjanjian KPS.

6. Dana Infrastruktur, yang dikenal sebagai Indonesian Infrastructure Fund


(IIF), didanai oleh Pemerintah Indonesia (melalui PT. Sarana Multi
Infrastruktur), bank pembangunan multilateral, Korporasi Keuangan
Internasional atau the International Finance Corporation (IFC) dan
Pemerintah Jerman untuk memberikan kredit bagi kegiatan infrastruktur di
Indonesia. Pihak-pihak tersebut dapat menyediakan fasilitas kredit
sebagian dari jumlah pinjaman uang dibutuhkan oleh debitur.

7. Pihak Ketiga Pemberi Jasa, kemungkinan akan diikutsertakan oleh Badan


Usaha untuk berbagai macam kepentingan pembangunan dan pelaksanaan
proyek, termasuk perekayasaan teknik, pengadaan dan konstruksi (EPC),
kegiatan operasional dan perawatan atau Operation and Maintenance
(O&M) dan lain-lain. Jasa-jasa ini akan dituangkan dalam perjanjian-
perjanjian tersendiri yang dibuat antara Badan usaha dan pemberi jasa
tertentu tersebut.

8. Para Pengguna, adalah pembeli akan jasa penyelenggaraan transportasi


yang disediakan oleh Badan Usaha yang dapat merupakan masyarakat.

9. Badan Yang Mengeluarkan Lisensi dan Perizinan merupakan badan-badan


Pemerintah diluar Kementerian Perhubungan yang bertanggung jawab
untuk melakukan pengelolaan lingkungan, investasi asing dan pendirian
perusahaan, sebagai contoh: Badan Koordinasi Penanaman Modal,
(BKPM), Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Tenaga Kerja,
Imigrasi, dan badan-badan lainnya yang diperlukan oleh Badan usaha
untuk memperoleh berbagai Izin dan persetujuan untuk melaksanakan
kegiatan operasinya.

10. Badan Kontrak Pemerintah atau Government Contracting Agency (GCA)


adalah Kementerian Perhubungan c.q Direktorat Jenderal di lingkungan
Kementerian Perhubungan untuk proyek-proyek KPS Nasional dan Kepala
Pemerintahan Daerah untuk proyek-proyek KPS daerah yang mengadakan
tender-tender dan menjadi mitra investor untuk proyek KPS tersebut. GCA
akan mengadakan kontrak dengan Badan usaha untuk melaksanakan
proyek melalui suatu Perjanjian Kerjasama (PK) atau Cooperation
Agreement atau akan menerbitkan Izin untuk Badan usaha dalam rangka
mengelola proyek KPS.
11. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
merupakan komite antar kementerian yang diketuai oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian yang bertanggung jawab untuk
melakukan koordinasi atas kebijakan yang terkait dengan upaya percepatan
penyediaan infrastrukur termasuk yang akan melibatkan pihak swasta.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, KKPPI diwajibkan untuk
memberikan persetujuan terhadap permintaan atas dukungan pemerintah
(jaminan-jaminan) yang mendasari pertimbangan dan persetujuan Menteri
Keuangan

12. Unit Pusat Kerjasama Pemerintah dan Swasta atau Public Private
Partnership Central Unit (P3CU), merupakan unit dalam Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dikepalai oleh
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta. Unit ini
mempunyai sejumlah fungsi termasuk diantaranya: memberikan bantuan
kepada KKPPI untuk menyusun kebijakan dan melakukan penilaian atas
permintaan dukungan bersyarat dari pemerintah, membantu Pemerintah
untuk mempersiapkan penerbitan buku KPS yang memuat daftar proyek
yang berpeluang bagi penanam modal swasta, yang mendukung GCA
untuk melakukan persiapan proyek-proyeknya dan mengembangkan
kemampuan dari badan-badan pemerintah dalam rangka pelaksanaan KPS.

13. Kementerian Keuangan (Unit Pengelolaan Risiko), Kementerian


Keuangan memberikan persetujuan atas pemberian jaminan pemerintah
dan insentif-insentif pajak yang dapat ditawarkan oleh Pemerintah dalam
proyek KPS. Unit ini merupakan bagian dari Kementerian yang
bertanggung jawab untuk mengkaji setiap permintaan jaminan. Jaminan-
jaminan yang telah disetujui akan dikelola oleh PT PII.

14. Penasehat P3CU dan Kementerian Keuangan, Upaya-upaya dari P3CU dan
Kementerian Keuangan, untuk mengembangkan suatu kerangka KPS yang
baik dan untuk membantu GCA dalam menyiapkan proyekproyek yang
menjanjikan, telah didukung oleh penasehat hukum, keuangan dan
perekayasaan teknik yang pendanaannya dilakukan oleh berbagai badan
multilateral dan bilateral.

Kerangka Hukum

Interaksi antara berbagai pihak diatur oleh tiga perangkat undang-undang dan
beberapa peraturan sebagai berikut dibawah ini: Peraturan dasar KPS, peraturan
khusus sektor transportasi, dan peraturan umum lainnya yang mengatur tentang
berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan sektor transportasi di Indonesia.
Berdasarkan sistem hukum Indonesia, undang-undang mengatur hal-hal yang bersifat
umum. Pelaksanaan dari suatu ketentuan hukum pada umumnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.

Peraturan-peraturan ini pada umumnya mengatur tentang tahapan-tahapan dan


prosedur khusus untuk melaksanakan ketentuan perundangundangan dan peraturan
pemerintah terkait. Sedangkan, Peraturan Presiden (biasa juga disebut sebagai
Perpres), diterbitkan sebagai dasar untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dan
program-program Presiden, yang mana harus sejalan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Peraturan Presiden juga terkadang merupakan panduan atas
pelaksanaan lebih lanjut dari suatu peraturan maupun Peraturan Pemerintah yang
sudah ada.

Sejalan dengan visi modernisasi infrastruktur nasional yang membuka peluang


investasi pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur, telah lahir paket Undang-
Undang sektor transportasi yang baru yang diharapkan dapat meningkatkan peran
serta swasta dalam penyediaan infrastruktur transportasi di Indonesia. Namun
demikian, tidak semua peraturan perundangundangan sektor transportasi yang ada
telah dilengkapi dengan Peraturan Pemerintahnya, ataupun meskipun sudah
diterbitkan Peraturan Pemerintahnya, namun Peraturan Menterinya belum
diselesaikan. Para investor harus mencermati status keberlakuan atas peraturan pada
subsektor yang diminatinya, oleh karena peraturan-peraturan tambahan sering kali
baru diterbitkan kemudian dan untuk peraturan-peraturan yang adapun sering kali
dilakukan beberapa perubahan.

Simpul KPS Kementerian Perhubungan


Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 90 Tahun 2010 Tentang
Pembentukan Simpul Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Kementerian
Perhubungan, bahwa Simpul KPS Kementerian Perhubungan merupakan unit kerja
fungsional yang bertanggung jawab kepada Menteri. Simpul KPS merupakan
pemberdayaan organisasi unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan sesuai
tugas dan fungsinya masing-masing dalam penyediaan dan pembangunan infrastruktur
melalui mekanisme KPS. Simpul KPS mempunyai tugas untuk menyiapkan
perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan dan evaluasi
pembangunan proyek-proyek infrastruktur dengan skema KPS.

Dalam simpul KPS terdapat pengarah dan pelaksana. Pengarah yang diketuai oleh
Menteri Perhubungan dengan anggota para direktur jenderal teknis. Pengarah
memiliki tugas, yaitu:

1. Memberikan petunjuk dan pengarahan kebijakan yang terkait langsung


maupun tidak langsung dengan substansi program dan pelaksanaan
pembangunan KPS sektor transportasi di lingkungan Kementerian
Perhubungan kepada Pelaksana dalam rangka efektifitas pelaksanaan
tugas;

2. Memutuskan dan menetapkan kebijakan dan isu-isu strategis terkait


pelaksanaan KPS sektor transportasi di lingkungan Kementerian
Perhubungan yang dirumuskan oleh Pelaksana;

3. Memantau pelaksanaan tugas Pelaksana dan memberikan petunjuk dalam


mengatasi setiap hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan KPS
sektor transportasi di lingkungan Kementerian Perhubungan;

4. Mengkoordinasikan pelaksanaan KPS infrastruktur sektor transportasi di


lingkungan Kementerian Perhubungan dengan
Kementerian/Lembaga/pihak-pihak lain yang berkepentingan yang
bersifat lintas bidang/sektoral.

Dalam melaksanakan tugasnya pengarah dibantu oleh pelaksana dengan ketua harian
Kepala Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi. Dalam pelaksana
terdapat koordinator proyek kerjasama, koordinator prastudi kelayakan proyek
kerjasama, koordinator transaksi proyek kerjasama, dan koordinator manajemen
pelaksana. Dalam melaksanakan tugasnya pelaksana mempunyai tugas sebagai
berikut:

1. Mengkoordinasikan dan memonitor pelaksanaan KPS sektor transportasi


di lingkungan Kementerian Perhubungan;

2. Menyiapkan perumusan kebijakan pelaksanaan KPS sektor transportasi di


lingkungan Kementerian Perhubungan untuk ditetapkan oleh Pengarah;

3. Membantu Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam penyiapan


dan pelaksanaan kebijakan KPS sektor transportasi di lingkungan
Kementerian Perhubungan;

4. Membantu Pengarah dalam koordinasi dengan


Kementerian/Lembaga/pihak-pihak lain yang berkepentingan berkaitan
dengan hal-hal yang sifatnya lintas sektoral/bidang.

Proses Pelaksanaan KPS Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 90 Tahun 2010 Tentang


Panduan Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur Transportasi, proses pelaksanaan KPS dengan badan usaha adalah
sebagai berikut:

1. Proyek Berdasarkan Inisiasi Pemerintah (Solicited), merupakan proses


investasi penyelenggaraan proyek sektor transportasi yang berdasarkan ide
proyek dari inisiasi Kementerian Perhubungan dengan tahapan sebagai
berikut:

a. Perencanaan Proyek

i. Koordinasi kesesuaian proyek


Koordinator : Biro Perencanaan

Proses perencanaan diawali dari forum Musyawarah


Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) yang
merupakan forum musyawarah implementasi perpaduan
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perhubungan dan
Renstra Pemerintah Daerah bidang Perhubungan, yang
kemudian tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) dijadikan acuan dalam penyusunan
Renstra.

Renstra memuat strategi pembangunan transportasi nasional,


kebijakan umum, program kementerian,kewilayahan dan
kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan
kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penyusunan
Renstra melibatkan proses konsultatif atas bawah (top-down)
dan bawah-atas (bottom-up). Renstra dijabarkan ke dalam
Rencana Kerja (Renja) yang merupakan rencana pembangunan
tahunan Kementerian Perhubungan, yang memuat prioritas
pembangunan transportasi, rancangan kerangka ekonomi
makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program
Kementerian, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan
secara spesifik memuat daftar proyek beserta pendanaan yang
bersifat indikatif. Penyusunan Renja berdasarkan Renstra yang
dilengkapi dengan Prastudi Kelayakan.

b. Menyusun Daftar Usulan Proyek

Koordinator : Biro Perencanaan

Penyusunan daftar Usulan Proyek Kerjasama (PK) Potensial dan


Prioritas berdasarkan identifikasi proyek yang tertuang dalam
Renstra sedangkan daftar usulan proyek yang siap ditawarkan
berdasarkan identifikasi proyek yang tertuang dalam Renja. Daftar
Usulan Proyek Kerjasama (PK) Potensial dan Prioritas serta proyek
yang siap ditawarkan disampaikan kepada Bappenas untuk
dimasukkan ke dalam PPP Book. Perencanaan proyek yang sudah
tertuang dalam Renstra dan Renja tersebut kemudian dibuat Prastudi
Kelayakan.

c. Penyiapan Prastudi Kelayakan Proyek Kerjasama

Penyiapan Prastudi Kelayakan Proyek Kerjasama meliputi kegiatan :

Prastudi Kelayakan Proyek Kerjasama

Koordinator: Pusat Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa


Transportasi dan Subsektor Terkait.

Prastudi Kelayakan merupakan suatu preliminary appraisal/site


reconnaissance/survey studi suatu kawasan (region) terhadap potensi
permintaan (demand) yang berisi kajian :

1) Kajian Hukum

a. Analisis Kelembagaan

b. Analisis Peraturan Perundang-undangan

2) Kajian Teknis

a. Analisis Teknis

b. Penyiapan Tapak

c. Rancang Bangun Awal (Basic Engineering Design)

d. Lingkup dan Keluaran Proyek

3) Kajian Kelayakan Proyek

a. Kajian Kelayakan Proyek dalam Prastudi Kelayakan PK


berisi:

b. Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS)

c. Analisis Pasar
d. Analisis Keuangan

e. Analisis Risiko

4) Kajian Lingkungan dan Sosial

a. Analisis Awal Dampak Lingkungan

b. Analisis Sosial

c. Rencana Pemukiman Kembali

5) Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur

Bentuk kerjasama harus mencerminkan alokasi risiko,


penanggung jawab pembiayaan dan status pengelolaan aset
kerjasama.

6) Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan


Pemerintah

Dukungan pemerintah

Dukungan pemerintah untuk PK bertujuan meningkatkan


kelayakan keuangan PK. Pemberian dukungan pemerintah
antara lain diberikan dalam bentuk Perizinan, pelelangan tanah,
dukungan sebagian konstruksi, dan/atau bentuk lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dukungan
pemerintah untuk PK diberikan dalam bentuk kontribusi fiskal
dan/atau non fiskal. Dukungan pemerintah diberikan kepada PK
yang layak secara ekonomi berdasarkan Analisis Biaya Manfaat
Sosial. Dukungan pemerintah diberikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dukungan pemerintah dalam bentuk fiskal terdiri dari:

 Dukungan Langsung

 Pembebasan Tanah
 Dukungan Bersyarat

 Insentif Pajak

 Kawasan Ekonomi Khusus

Dukungan pemerintah dalam bentuk non fiskal terdiri dari:

 Perizinan Transportasi Perkeretaapian

 Perizinan Transportasi Penyeberangan

 Perizinan Transportasi Laut

 Perizinan Transportasi Udara

Jaminan pemerintah

 Jaminan Pemerintah untuk PK bertujuan untuk


mengurangi risiko Badan Usaha.

 Jaminan Pemerintah diberikan oleh Menteri Keuangan


dan/atau Badan Usaha

 Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

d. Konsultasi publik

Koordinator: Ditjen Perhubungan Darat, Ditjen Perkeretaapian,


Ditjen Perhubungan Laut, Ditje Perhubungan Udara dan Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan.

Konsultasi publik adalah upaya yang dilakukan pemerintah untuk


melibatkan warganegara dalam merumuskan sebuah kebijakan atau
peraturan. Konsultasi publik meliputi kegiatan komunikasi
informasi, identifikasi dan pembahasan terhadap berbagai isu
strategis antara instansi pemberi kontrak dengan pemangku
kepentingan dalam perencanaan dan penyiapan proyek kerjasama.
Konsultasi publik harus dipahami sebagai salah satu bentuk
partisipasi publik yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas
publik. Partisipasi publik tidak dapat terlaksana tanpa adanya
transparansi informasi. Konsultasi publik mencakup isu akuntabilitas
Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah, risiko, dampak lingkungan
dan dampak sosial harus dibahas pada saat tahap seleksi dan
penetapan prioritas proyek dan pada tahap penyiapan Prastudi
kelayakan.

e. Evaluasi Proyek

Koordinator : Tim Kecil (terdiri dari Biro Perencanaan, Pusat Kajian


Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi serta Sub sektor terkait)

Hasil Evaluasi Proyek adalah sebagai berikut :

1) Bentuk Kerjasama

2) Tinjauan Risiko adalah pengidentifikasian berbagai risiko


dalam proyek dan hal-hal yang dapat mengurangi risiko
tersebut, dan usulan pengalihan risiko tersebut oleh berbagai
pihak kepada PK. Pada umumnya, tinjauan risiko ini dilakukan
dan merupakan bagian dari Studi Kelayakan.

Beberapa risiko pokok yang teridentifikasi dalam proyek KPS


di Indonesia dan pengelolaan dan pengurangan risiko pada
umumnya terdiri dari sebagai berikut :

 Pembebasan Tanah

 Tarif

 Permintaan

 Risiko Negara dan Risiko Politik

 Kelayakan Kredit Pembeli Utama (Off-taker)

f. Transaksi Proyek Kerjasama

1) Market sounding
Koordinator : Ditjen Perhubungan Darat, Ditjen
Perkeretaapian, Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen
Perhubungan Udara dan Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Perhubungan.

Usulan proyek yang sudah dinyatakan layak dapat


dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu konsultasi publik dan
market sounding. Proses konsultasi publik dilakukan pada
tahap penyusunan prastudi kelayakan dengan pemangku
kepentingan. Proses konsultasi publik dilakukan dalam
bentuk penyebarluasan informasi pada PPP Book.

Market Sounding dilakukan pada tahap sebelum proses


pelelangan untuk menjaring minat dan masukan calon dari
mitra-mitra swasta tentang bagaimana proyek dapat
distrukturisasi secara optimal. Hasil Market sounding
digunakan sebagai acuan dalam menentukan kelayakan PK
untuk dilelangkan. Jika market sounding tidak menghasilkan
minat calon investor maka perlu dilakukan dokumen
perencanaan PK

2) Pelelangan

Koordinator : Subsektor Terkait / Unit Layanan Pelelangan


(ULP) (apabila ULP telah mendapatkan tambahan penugasan
pengadaan badan usaha). Semua proyek KPS infrastruktur di
Sektor Transportasi harus dilakukan melalui proses
pelelangan yang kompetitif yang didahului proses struktural
pada umumnya termasuk proses pra-kualifikasi meliputi :

 Pembentukan panitia

 Pelelangan Pra-kualifikasi

 Dokumen Pelelangan
 Pembukaan dokumen penawaran

 Evaluasi dokumen penawaran

 Penetapan pemenang lelang.

3) Perjanjian/ Konsesi

Koordinator : Biro Hukum dan KSLN

Anggota : Ditjen Perhubungan Darat, Ditjen Perkeretaapian,


Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen

Perhubungan Udara dan Badan Pengembangan Sumber Daya


Manusia Perhubungan

 Proses Pembentukan Badan Usaha

 Proses Penandatanganan Perjanjian Kerjasama

 Perencanaan manajemen pelaksanaan perjanjian


kerjasama.

4) Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama

Koordinator : Badan Usaha / Swasta

Proses Pelaporan Manajemen Pelaksanaan Perjanjian


Kerjasama dilakukan oleh Badan Usaha / Swasta kepada
Subsektor terkait. Manajemen Pelaksanaan Perjanjian
Kerjasama meliputi kegiatan :

a) Pembangunan

 Pra Konstruksi

 Konstruksi

b) Pengoperasian
2. Proyek Berdasarkan Inisiasi Badan Usaha (Unsolicited, merupakan proses
investasi penyelenggaraan proyek sektor transportasi berdasarkan ide
proyek dari Badan Usaha / Swasta, dengan tahapan sebagai berikut:

1) Perencanaan Proyek

Koordinator : Badan Usaha/Swasta Perencanaan proyek pada


Unsolicited dilakukan oleh Badan Usaha. Badan Usaha dapat
mengembangkan proyek kerjasama berdasarkan inisiasi swasta
apabila proyek tersebut :

a) Belum termasuk/terdaftar dalam rencana pokok (master plan)


di sektor terkait;

b) Dapat secara teknis terintegrasi dengan rencana pokok dari


sektor terkait;

c) Secara ekonomi dan finansial dinilai layak; dan

d) Tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk


kontribusi fiskal, misalnya tidak perlu bantuan secara
langsung.

2) Penyiapan Studi Kelayakan Proyek (FS)

Koordinator : Badan Usaha/Swasta Untuk proyek Unsolicited,


pemrakarsa proyek diwajibkan untuk menyiapkan Pra-Studi
Kelayakan dan berhak untuk meminta agar biaya-biaya Studi
Kelayakan tersebut dibayarkan oleh pemenang tender dalam hal
pemrakarsa proyek tidak berpartisipasi dalam tender proyek tersebut.

Pra-Studi Kelayakan terdiri dari rancangan dasar proyek serta analisa


keuangan dan dokumentasi lainnya sebagaimana diatur dalam
peraturan-peraturan yang berlaku, meliputi bentuk kerja sama yang
diusulkan serta tingkatan dan jenis dukungan pemerintah yang
diperlukan, rencana pelaksanaan, hasil dari konsultasi publik dan lain-
lain, sebagaimana disebutkan dalam panduan ini.
Pra-Studi Kelayakan dilakukan untuk memenuhi peraturan-peraturan
yang berlaku, menyediakan dasar pertimbangan untuk menentukan
keputusan dijalankannya proyek KPS dan menentukan besarnya
dukungan pemerintah yang diperlukan. Namun demikian, Pra-Studi
Kelayakan bukan merupakan pengaturan tentang hal-hal yang perlu
diajukan oleh badan usaha ketika akan mengikuti tender proyek.
Sementara dokumendokumen tender yang terkait harus mengacu
kepada hasil Pra-Studi Kelayakan, peserta tender pada umumnya
mempunyai keleluasaan untuk mengajukan solusi yang inovatif untuk
dapat mengurangi biaya dan/atau meningkatkan kualitas. Apabila
dimungkinkan, dokumen-dokumen tender tersebut memuat hasil yang
diharapkan dari suatu proyek dan tidak sekedar memuat saran saran
yang diperlukan.

a) Pra-Studi Kelayakan Proyek

Pra-Studi Kelayakan Proyek mencakup komponen-komponen


kajian sebagai berikut:

(1) Kajian Hukum

(2) Kajian Teknis

(3) Kajian Kelayakan Proyek

(4) Kajian Lingkungan dan Sosial

(5) Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur

(6) Rancangan Rencana pengadaan badan usaha

(7) Rancangan ketetentuan (termsheet) Perjanjian Kerjasama

b) Konsultasi publik

Koordinator : Badan Usaha/Swasta Konsultasi publik adalah upaya


yang dilakukan pemerintah untuk melibatkan warganegara dalam
merumuskan sebuah kebijakan atau peraturan. Konsultasi publik
meliputi kegiatan komunikasi informasi, identifikasi dan
pembahasan terhadap berbagai isu strategis antara instansi pemberi
kontrak dengan pemangku kepentingan dalam perencanaan dan
penyiapan proyek kerjasama. Konsultasi publik harus dipahami
sebagai salah satu bentuk partisipasi publik yang bertujuan untuk
meningkatkan akuntabilitas publik. Partisipasi publik tidak dapat
terlaksana tanpa adanya transparansi informasi. Konsultasi publik
mencakup isu akuntabilitas Pemerintah/ Pemerintah Daerah, risiko,
dampak lingkungan dan dampak sosial harus dibahas pada saat
tahap seleksi dan penetapan prioritas proyek dan pada tahap
penyiapan Prastudi kelayakan.

c) Evaluasi Proyek

Koordinator : Tim Kecil (terdiri dari Biro Perencanaan, Pusat


Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi serta Sub sektor
terkait)

Hasil Evaluasi Proyek adalah sebagai berikut :

(1) Bentuk Kerjasama

(2) Tinjauan Risiko

d) Persetujuan sebagai Pemrakarsa.

Koordinator : Tim Kecil (terdiri dari Biro Perencanaan, Pusat


Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi serta Sub sektor
terkait)

Tim Kecil memberikan saran dan masukan serta pertimbangan


dalam rangka persetujuan Badan Usaha sebagai Pemkrakarsa
antara lain sebagai berikut :

(1) Evaluasi terhadap badan usaha sebagai pemrakarsa.

(2) Evaluasi terhadap kesesuaian dokumen perencanaan, Rencana


Induk masing – masing su sektor, dan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
(3) Alternatif kompensasi yang ditawarkan.

e) Dukungan Pemerintah (Non Fiskal)

Koordinator : Tim Kecil (terdiri dari Biro Perencanaan, Pusat


Kajian Kemitraan dan Pelayanan Jasa Transportasi serta Sub sektor
terkait)

Dukungan Pemerintah diberikan kepada PK yang layak secara


ekonomi berdasarkan Analisis Biaya Manfaat Sosial. Pemberian
Dukungan Pemerintah antara lain diberikan dalam bentuk
Perizinan, pelelangan tanah, dukungan sebagian konstruksi,
dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dukungan Pemerintah untuk PK diberikan
dalam bentuk kontribusi non fiskal. Dukungan pemerintah non
fiskal dalam bentuk Perizinan, adapun Perizinan Sektor
Transportasi adalah sebagai berikut :

(1) Perizinan Transportasi Perkeretaapian;

-Izin Usaha Sarana

-Persetujuan Spesifikasi Teknis Sarana

-Izin Operasi Sarana

-Izin Usaha Prasarana

-Izin Pembangunan Prasarana

-Izin Operasi Prasarana

(2) Perizinan Transportasi Penyeberangan

-Izin Pembangunan Prasarana

-Izin Operasi Prasarana

(3) Perizinan Transportasi Laut

-Izin Pembangunan Prasarana


-Izin Operasi Prasarana

(4) Perizinan Transportasi Udara

-Izin Pembangunan Prasarana

-Izin Operasi Prasarana

3) Transaksi Proyek

a) Pelelangan

Koordinator : Subsektor Terkait / Unit Layanan Pelelangan (ULP)


(apabila ULP telah mendapatkan tambahan penugasan pengadaan
badan usaha) Semua proyek KPS di Kementerian Perhubungan
harus dilakukan melalui proses pelelangan yang kompetitif yang
didahului oleh proses yang struktural yang pada umumnya
termasuk proses prakualifikasi meliputi :

(1) Pembentukan panitia

(2) Pelelangan Pra-kualifikasi

(3) Dokumen Pelelangan

(4) Pembukaan dokumen penawaran

(5) Evaluasi dokumen penawaran

(6) Penetapan pemenang lelang.

b) Perjanjian/ Konsesi

Koordinator: Biro Hukum & KSLN

(1) Proses Pembentukan Badan Usaha

(2) Proses Penandatanganan Perjanjian Kerjasama

(3) Perencanaan manajemen pelaksanaan perjanjian kerjasama.

c) Manajemen Pelaksanaan Perjanjian


Koordinator : Badan Usaha/Swasta Proses Pelaporan Manajemen
Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama dilakukan oleh Badan Usaha /
Swasta kepada Subsektor terkait.

a) Pembangunan
Pra Konstruksi

Konstruksi

b) Pengoperasian

Kriteria Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dan Peluang Investasi

1. Kriteria Proyek Kerjasama Pemerintah Dan Swasta (KPS)

Berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional No. 3


Tahun 2009 tentang Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, Kriteria Proyek
Kerjasama dikategorikan sebagai berikut :

a. Proyek Kerjasama Potensial, dengan syarat memenuhi :

 Kesesuaian dengan RPJM Nasional/Daerah dan Rencana


Strategis Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah;

 Kesesuaian lokasi dengan Rencana Umum Tata Ruang


Wilayah;

 Keterkaitan antar sektor infranstruktur dan antar wilayah;

 Perkiraan potensi pemulihan biaya (cost recovery) dan ada


studi pendahuluan.

b. Proyek Kerjasama Prioritas, dengan syarat memenuhi :

 Tercantum dalam rencana Kerjasama;


 Potensial/diusulkan oleh penanggungjawab Proyek Kerjasama
untuk unsolicited project sesuai Perpres 67/2005, jo Perpres
13/2010 jo Perpres 56/2011;

 Layak secara teknis, hukum dan financial berdasarkan pra


studi kelayakan;

 Telah dilakukan indentifikasi resiko dan alokasinya;

 Telah dilakukan kajian modalitas/bentuk kerjasama yang akan


digunakan;

 Telah diidentifikasi kebutuhan dukungan Pemerintah (bila


diperlukan).

c. Proyek Kerjasama Siap Ditawarkan, dengan syarat memenuhi :

 Potensi minat badan usaha untuk berpartisipasi;

 Kewajaran jadwal pelelangan dan kesiapan tim pelelangan;

 Kelengkapan dokumen pelelangan;

 Telah ada ketersediaan dan/atau persetujuan prinsip dukungan


pemerintah (bila diperlukan).

2. Peluang Investasi Di Sektor Transportasi


Proyek Usulan Kementerian Perhubungan yang tercantum dalam PPP Book
2011.
BAB III

METODOLOGI

1. LOKASI KEGIATAN

Pekerjaan Penyusunan Masterplan Perhubungan ini dilaksanakan di Kabupaten


Tangerang.

2. RUANG LINGKUP

Pekerjaan Penyusunan Masterplan Perhubungan di Kabupaten Tangerang merupakan


pekerjaan yang besar yang membutuhkan waktu yang cukup lama dengan tenaga yang
cukup banyak, terutama dalam hal pengumpulan datanya. Oleh karenanya pekerjaan
ini dibagi menjadi 2 (dua) tahap pekerjaan, dimana pada tahun 2016 yang telah
dilaksanakan oleh Badan Perencaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tangerang yang
difokuskan pada pengumpulan data dan identifikasi permasalahan berdasarkan hasil
kinerja sistem transportasi dan angkutan jalan di Kabupaten Tangerang pada tahun
dasar yang bersifat mikro, dan pada tahun 2019 yang akan dilaksanakan oleh Dinas
Perhubungan Kabupaten Tangerang difokuskan pada analisis permintaan perjalanan
orang dan barang, perencanaan jaringan dan angkutan jalan serta prioritas program
pengembangannya untuk jangka pendek, menengah dan panjang yang bersifat makro.

Pekerjaan penyusunan Masterplan Perhubungan di Kabupaten Tangerang tahun 2019


ini merupakan kelanjutan dari Masterplan Perhubungan tahun 2016, yang meliputi
kegiatan sebagai berikut :

a. Pemodelan dan Perkiraan permintaan angkutan orang dan barang serta


pemilihan moda angkutan untuk masa 20 tahun mendatang di Kabupaten
Tangerang;
b. Merekomendasikan upaya manajemen dan rekayasa lalu lintas yang
diperlukan dalam mendukung sistem jaringan jalan yang aman, lancar, dan
selamat untuk jangka pendek, menengah dan panjang;
c. Perencanaan lokasi dan kebutuhan simpul transportasi di Kabupaten
Tangerang;
d. Menyusun rencana pengembangan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang
terpadu dengan sistem transportasi nasional berdasarkan rencana tata ruang
dan pengembangan wilayah;
e. Pada akhir analisis konsultan harus memberikan rekomendasi prioritas
program pengembangan jaringan jalan yang disusun berdasarkan urutan
prioritas dan penilaian kelayakan terhadap rencana jaringan jalan, pentahapan
pelaksanaan serta kebutuhan pendanaannya (jangka pendek, menengah dan
panjang). Rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam menentukan arah dan kebijakan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten Tangerang dalam keseluruhan moda
transportasi dalam mendukung pengembangan perekonomian
wilayah/regional;

3. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN

Masterplan Perhubungan pada dasarnya adalah sebuah perencanaan yang mencakup


kebijakan transportasi darat secara umum dan mengakomodasi berbagai aspirasi baik
yang bersifat bottom-up planning (aspirasi daerah) dan top down planning
(SISTRANAS). Perencanaan yang baik merupakan suatu rangkaian proses yang
berkelanjutan dan memiliki gabungan dari sifat intuitif dan sifat analitik. Dalam
kenyataannya, baik intuitif maupun analitis merupakan sesuatu yang diperlukan bagi
perencanaan yang efektif.

Perencanaan dalam jangka waktu tertentu yang juga fleksibel terhadap perubahan
yang terjadi akan memberikan manfaat yang lebih optimal karena hal itu akan menjadi
semacam payung kebijakan yang memberikan arah kemana perencanaan transportasi
darat akan dibawa Paradigma berpikir yang dipergunakan untuk menyusun
Masterplan Perhubungan secara skematis disajikan dalam Gambar di bawah.

Paradigma berpikir yang dipergunakan akan difokuskan pada:


1. visi dan misi pembangunan di Indonesia
2. visi dan misi pembangunan kabupaten Tangerang
3. sistem transportasi nasional
4. system transportasi kabupaten Tangerang
5. hasil pemodelan yang sesuai dengan skenario ekonomi dan rencana
transportasi
6. program transportasi
7. kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan
8. strategi implementasi program transportasi

Pembangunan perhubungan merupakan sebagian dari pembangunan transportasi


secara keseluruhan dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional. Pembangunan transportasi dilaksanakan sebagai dukungan terhadap
pembangunan nasional yang berkelanjutan dengan memperhatikan beberapa aspek
yang meliputi pembangunan ekonomi dan investasi, keadilan (equity) serta keamanan
dan keselamatan. Ketiga aspek tersebut diwujudkan dalam kebijakan dan kerangka
kerja regulasi yang dalam operasionalnya diwujudkan dengan instrumen dan
pendekatan. Sebagai masukan dalam penyusunan instrumen dan pendekatan tersebut
adalah tingkat permintaan untuk mobilitas dan dampak lingkungan yang dihasilkan.

Instrumen dan pendekatan yang digunakan dijabarkan melalui masing-masing


direktorat di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, yang meliputi:

1. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP),


2. Bina Sistem Transportasi Perkotaan,
3. Lalulintas dan Angkutan Jalan,
4. Keselamatan dan,
5. Cross Cutting Instrument.

Dalam penerapan instrumen dan pendekatan tersebut dibutuhkan pemilihan/prioritas


dengan memperhatikan berbagai hambatan yang yang meliputi:

1. birokrasi/kelembagaan,
2. pembiayaan pembangunan,
3. peran serta dan mekanisme partisipasi,
4. kualitas sumber daya manusia, dan,
5. private sector development.

Tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah pemilihan strategi dan tindak lanjut
kegiatan dalam bentuk implementasi di lapangan. Implementasi tersebut dilakukan
monitoring dan evaluasi secara terus menerus sehingga akan menghasilkan keluaran
yang diharapkan.

Gambar Paradigma berpikir penyusunan Materplan Transportasi Darat


4. KELUARAN

Hasil produk yang akan dihasilkan dari pengadaan jasa konsultasi Masterplan
Perhubungan Kabupaten Tangerang ini:

1. Laporan pendahuluan sebanyak 5 buku


Laporan pendahuluan ini sekurang-kurangnya memuat beberapa unsur pokok
dimana dari materi laporan ini dapat memberikan pemahaman kepada pemberi
pekerjaan apa yang akan dilakukan konsultan sehubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan ini. Dari laporan pendahuluan terlihat gambaran umum wilayah
pekerjaan, mekanisme pelaksanaan pekerjaan, metode pengumpulan data,
jadwal pelaksanaan, jadwal penugasan tenaga ahli. Laporan pendahuluan
disusun secara sistematis dan disampaikan dalam suatu forum yang dihadiri
oleh instansi pemberi pekerjaan dengan didampingin tim teknis yang akan
mengkritisi isi laporan tersebut serta memperoleh masukan/tanggapan/koreksi
dari peserta.
2. Laporan Antara sebanyak 5 buku
Laporan antara ini sekurang-kurangnya memuat hasil yang telah dikerjakan
dalam pemahaman isi dari pendahuluan, mekanisme dalam pengambilan data
yang sudah terekapitulasi, pengolahan data, proses data yang akan dianalisis.
Laporan antara juga disusun secara sistematis dan disampaikan dalam forum
diskusi dengan instansi pemberi pekerjaan dan tim teknis.
3. Laporan akhir sebanyak 5 buku
Laporan akhir ini sekurang-kurangnya memuat hasil akhir tentang
pendahuluan dan antara, metedologi, kompilasi data dan analisa dilengkapi
dengan hasil analisis, rekomendasi dan penutup. Laporan akhir juga disusun
secara sistematis dan disampaikan dalam forum diskusi dengan instansi
pemberi pekerjaan dan tim teknis.
4. CD software sebanyak 3 keping
CD software memuat laporan pendahuluan, laporan antara, laporan akhir dan
gambar teknis.
5. Gambar Teknis
Memuat gambar rencana teknis dan prakiraan biaya terkait usulan – usulan
rencana kegiatan yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai