MODUL DASAR-3 Penghapusan Stigma Dan Diskriminasi-Draft Final-2703
MODUL DASAR-3 Penghapusan Stigma Dan Diskriminasi-Draft Final-2703
I. DESKRIPSI SINGKAT
Penghapusan stigma dan diskriminasi dalam rangka pengendalian HIV AIDS dan IMS di fasyankes
merupakan salah satu bentuk upaya menuju tercapainya tujuan “Three zeroes”. Karena itu penting
bagi petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dapat melayani tanpa stigma dan
diskriminasi.
Kegiatan tersebut haruslah merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
berkesinambungan, melalui berbagai kegiatan rutin yang sudah ada di fasyankes. Upaya
pengurangan stigma dan diskriminasi di fasyankes disusun dalam suatu rencana yang tertata dan
terarah sesuai dengan hasil identifikasi dan analisis, serta dilaksanakan dengan sepenuh hati.
Mengingat sebagian besar sasaran program pencegahan dan penanggulangan IMS dan HIV adalah
kelompok masyarakat yang terpinggirkan yang memiliki permasalahan jender mulai dari bias jender
hingga diskriminasi yang terkait dengan identitas dan ekspresi jender, maka perlu diberi informasi
secara benar tentang seks, seksualitas, jender dan ketubuhan.
Apa dan bagaimana sebenarnya Seksualitas, Orientasi seksual, Identitas dan Ekspresi Jender serta
Otoritas atas tubuh (Sexual Orientation Gender Identity and Expression and Bodily /SOGIEB). Apa
kaitannya dengan IMS, HIV dan AIDS? Modul ini akan menjawab banyak sekali pertanyaan mendasar
tentang hal-hal tersebut sehingga diharapkan akan memberikan wawasan yang benar kepada
petugas kesehatan, agar dapat memberi informasi yang benar pula kepada masyarakat.
Modul ini akan membahas tentang: SOGIEB (Pengertian SOGIEB; Hubungan seksualitas terkait IMS,
HIV dan AIDS; pemahaman tentang SOGIEB dalam menghadapi pasien), Pemahaman stigma dan
diskriminasi serta analisis stigma dan diskriminasi di lingkungan fasyankes.
1
2. Menjelaskan tentang Stigma dan Diskriminasi
3. Menjelaskan pentingnya penghapusan stigma dan diskriminasi
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Sampaikan topik materi yang akan
dibahas.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan dibahas, dengan
menggunakan bahan tayang.
1. Fasilitator memulai dengan menanyakan kepada peserta siapa yang merasa diri laki-laki dan apa
alasannya, kemudian menanyakan siapa yang merasa diri perempuan dan apa alasannya.
Kemudian tanyakan kepada peserta lainnya. Fasilitator memandu diskusi singkat, dan mencatat
poin-poin penting.
2. Fasilitator melanjutkan dengan meminta peserta melakukan curah pendapat dalam
kelompok untuk menggali pengetahuan peserta tentang SOGIEB. Kepada setiap kelompok
dibagikan metaplan yang telah diberi tulisan berkaitan dengan istilah: bencong; transeksual, gay,
LSL, gender; waria, transgender, banci. Kelompok diminta menuliskan hasilnya pada kertas
flipchart. Fasilitator memandu peserta untuk membacakan hasilnya.
3. Fasilitator menanyakan pandangan/persepsi peserta tentang keberadaan komunitas Gay, Waria
dan LSL . Tuliskan poin penyampaian peserta pada kertas flipchart.
4. Fasilitator melanjutkan dengan menyampaikan paparan materi, dengan menggunakan
bahan tayang. Kaitkan dengan hasil kelompok agar merasa dihargai.
5. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi kesempatan
peserta untuk tanya jawab .
6. Fasilitator menyampaikan bahwa selanjutnya akan membahas tentang bagaimana hubungan
seksualitas terkait IMS HIV dan AIDS. Kemudian melakukan curah pendapat, mengapa hal
tersebut penting? Tuliskan poin-poin penyampaian dari peserta pada kertas flipchart.
7. Fasilitator menyampaikan paparan materi tersebut, meliputi: . Hubungan seksualitas
dengan IMS dan HIV AIDS dan Hubungan pilihan seksualitas dengan kesehatan seksualitas.
Paparan dengan menggunakan bahan tayang.Kaitkan dengan pendapat peserta agar merasa
dihargai, dan disadari apabila ada kekeliruan persepsi.
2
8. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi kesempatan
peserta untuk tanya jawab .
9. Pada akhir sesi ini menyampaikan rangkuman singkat tentang hal-hal penting dari sub pokok
1.
1. Fasilitator menggali pendapat/ pengetahuan peserta tentang stigma dan diskriminasi secara
umum. Mintalah peserta menyampaikan contoh yang ada di lingkungan mereka sehari-hari
Apakah mereka juga melihat adanya stigma dan diskriminasi di lingkungan fasyankes? Tuliskan
pendapat peserta pada kertas flipchart.
2. Tanyakan kepada peserta bagaimana mereka memberikan pelayanan kepada pasien, contohnya
kepada LSL dan atau waria? Bagaimana sikap dan perlakuan petugas fasyankes lainnya?
Bagaimana memanggil mereka? Bagaimana berkomunikasi dengan mereka? Bagaimana
memeriksa mereka? Adakah stigma dan atau diskriminasi disitu? Tuliskan jawaban peserta pada
kertas flipchart. Katakan bahwa kita akan melihat lagi jawaban tersebut, dan tidak
mendiskusikannya sekarang.
3. Sampaikan penjelasan tentang stigma dan diskriminasi dengan menggunakan bahan ta- yang.
Berikan contoh-contoh atau mintalah peserta untuk memberikan contohnya. Kaitkan juga
dengan jawaban peserta sebelumnya yang ditulis pada kertas flipchart, agar peserta merasa
dihargai.
4. Sampaikan bahwa penting bagi fasyankes untuk mengidentifikasi dan menganalisis ada tidaknya
stigma dan diskriminasi kepada LSL dan waria di lingkungan fasyankes.
5. Fasilitator menyampaikan rangkuman singkat.
1. Tanyakan pendapat peserta mengetahui tentang pentingnya penghapusan stigma dan diskrimi
nasi di fasyankes atau di lingkungan pekerjaan peserta? Tanyakan apakah ada diantara peserta
yang sudah melakukan upaya tersebut di fasyankes? Bagaimana caranya? Tuliskan poin-poin
pengalaman peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menjelaskan tentang pentingnya melakukan upaya penghapusan stigma dan
diskriminasi, dengan menggunakan bahan tayang, secara interaktif. Kaitkan dengan pendapat
peserta agar merasa dihargai.
3. Apabila memungkinkan fasilitator dapat menayangkan video tentang stigma dan diskriminasi
yang terjadi pada kehidupan sehari-hari di fasyankes atau di tempat lainnya. Mintalah pendapat
peserta. Apakah tayangan tersebut mempengaruhi perasaan/pendapat peserta tentang
pentingnya penghapusan stigma dan diskriminasi kepada pasien atau populasi kunci?
4. Menyampaikan rangkuman singkat pokok bahasan 3.
3
2. Sampaikan bahwa dengan mempelajari materi ini, diharapkan memberikan bekal pengalaman
belajar kepada peserta dalam memahami serta pentingnya penghapusan stigma dan
diskriminasi pada pelayanan HIV AIDS dan IMS bagi populasi kunci maupun pasien lainnya di fas
yankes, serta dapat menerapkannya di fasyankes masing-masing.
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam
4
V. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1: SEKSUALITAS, ORIENTASI SEKSUAL, IDENTITAS DAN EKSPRESI GENDER SERTA
OTORITAS ATAS TUBUH (SOGIEB)
Seksualitas
Untuk memahami seksualitas kita harus memahami pengertian seks.
Pengertian seks
Seks adalah alat kelamin, mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat mata berbentuk fisik
yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki.
Istilah seks seringkali diartikan sebagai kegiatan seksual tetapi dalam konteks perbincangan tentang
seksualitas, seks diartikan sebagai jenis kelamin.
Penggolongan jenis kelamin:
a. Laki-laki.
b. Perempuan.
c. Interseks (seseorang memiliki karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
Sebelum abad 20 jenis kelamin seseorang hanya ditentukan dari penampilan alat kelaminnya,
tetapi sejalan dengan pemahaman orang akan kromosom dan gen, maka kromosom dan gen
digunakan untuk membantu menentukan jenis kelamin seseorang. Mereka yang digolongkan
sebagai perempuan mempunyai kelamin perempuan dan kromosom XX, sedangkan mereka yang
dimasukkan ke dalam kategori laki-laki mempunyai alat kelamin laki-laki serta kromosom X dan Y.
Mereka yang memiliki gabungan kromosom, hormon dan alat kelamin laki-laki dan perempuan
(secara kovensional) tidak dapat dikategorikan ke dalam jenis kelamin laki-laki atau
perempuan.Kecanggihan teknologi saat ini bisa mengetahui bahwa ada manusia berkromosom XXY
yang dikenal dengan jenis kelamin interseks.Penelitian terbaru di Amerika mengatakan bahwa ada
satu diantara ratusan individual mempunyai karakteristik interseks. Bukan berarti bahwa kedua alat
kelaminnya akan bisa digunakan.
Individu yang transeksual, yaitu mereka yang menjalani operasi untuk mengubah karakteristik
kelamin baik primer maupun sekunder.Biasanya operasi dilakukan untuk mengubah bentuk penis,
testikel atau membentuk vagina dan payudara.Menurut catatan yang ada, pernah dilakukan operasi
pengubahan alat kelamin pada bayi yang mempunyai alat kelamin ganda. Saat ini banyak praktisi
medis yang menentang prosedur semacam ini untuk berbagai alasan, diantaranya masalah etika,
siapa sesungguhnya yang mempunyai hak untuk menentukan tubuhnya apakah dirinya sendiri atau
pihak ketiga, misalnya orang tua, ahli bedah, sejumlah pakar di bidang hormon dan sebagainya.
Dengan kata lain: Seks adalah karakteristik biologis, anatomis seperti jantan/male (penis, testis) dan
betina/female (vagina, payudara) dan berhubungan dengan fisiologis (menstruasi dan
spermatogenesis) dan secara genetis (XX dan XY).
5
Pengertian seksualitas
Pengertian seksualitas tidak bisa begitu saja diwakili oleh sebuah kalimat yang bisa langsung
menjelaskan tentang makna dari seksualitas tersebut. Berikut ini bisa membantu kita memaknai
seksualitas:
a. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat
kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah,
kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan.
b. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan siapa.
c. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan keseluruhannya.
2. Orientasi Seksual
Pengertian Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah ketertarikan secara seksual dan emosional terhadap jenis kelamin
tertentu.Disebutkan bahwa ketertarikan yang ada adalah kombinasi antara ketertarikan secara
emosional dan ketertarikan secara seksual secara bersamaan yang dimiliki oleh seseorang.
6
Mengapa seseorang bisa menjadi gay atau menjadi lesbian atau waria? Sebenarnya banyak teori
ataupun pendapat yang berkembang dan sampai saat inipun masih menjadi perdebatan.Tidak
seorangpun yang benar-benar tahu mengapa seseorang menjadi homoseksual atau
biseksual.Perdebatan tentang penentu orientasi seksual seseorang bisa amat panjang.Sejumlah
teori menyebutkan kondisi biologis yang menentukan. Teori lain menyatakan lingkungan atau
pengalaman waktu kecil yang memegang peranan penting. Walau begitu, kebanyakan ahli percaya
bahwa orientasi seksual seseorang sebenarnya telah ditentukan sejak kecil.Dalam kehidupan
selanjutnya ia bisa memilih apakah akan menjalani sesuai orientasi seksual atau tuntutan
lingkungan.
Dengan kata lain: Orientasi seksual adalah keadaan ketertarikan secara romantis dan erotis kepada
siapa seseorang ingin melakukan hubungan ekspressi secara seksual (heteroseks, homoseks ,
biseksual dan selibat).
3. Gender (jender)
Secara sederhana gender bisa dimaknai sebagai berikut: peranan, perilaku dan kegiatan yang
dikonstruksikan secara sosial, yang dianggap oleh masyarakat sesuai untuk laki-laki atau
perempuan.
Penggolongan jender :
a. Maskulin : karakter yang macho.
b. Feminin : karakter yang lemah lembut.
c. Androgini : karakter terletak diantara feminin dan maskulin.
Catatan : Saat ini belum ada terminologi yang disepakati bersama untuk menjelaskan gender ketiga
ini, androgini, apakah gabungan keduanya atau tidak ada gender disebabkan setiap orang merasa
harus mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu dari kategori yang ada yaitu feminin atau
maskulin. Meskipun ada banyak orang yang merasa bahwa mereka memiliki aspek feminin dan
maskulin di dalam dirinya danbeberapa mereka yang merasa tidak nyaman dengan keadaan ini
akan mempresentasikan dirinya secara berlebihan sesuai dengan identitas gender tertentu,
misalnya berlaku secara ekstrim feminin atau ekstrim maskulin.
Dengan kata lain: Gender adalah peran atau fungsi seseorang: maskulin, feminin dan androgin.
Tercipta berdasarkan pendapat dari masyarakat yang dapat berubah sesuai jaman. Contoh:
memasak identik dengan peran seorang perempuan yang feminin. Keadaan saat ini peran
memasak tidak didominasi lagi oleh perempuan sehingga pria yang menyukai memasak dikatakan
peran/ gendernya feminin tanpa meninggalkan jenis kelaminnya yang pria.
7
Gambar 1. Boneka Jender (Gender Bread Person)
Pengertian
Pengertian Identitas Seksual
Identitas seksual adalah bagaimana seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan dirinya di
masyarakat mengacu pada orientasi seksual tertentu.
8
Umumnya, kita cenderung berpikir bahwa ada batas yang pasti antara homoseksualitas dan
heteroseksualitas. Kalau seseorang mengaku bahwa dia homoseksual, kita percaya bahwa dia tidak
akan tertarik pada lawan jenisnya. Namun, sebetulnya orientasi seksual bukanlah dikotomi seperti
utara-selatan atau hitam-putih.Memang ada orang yang seratus persen homoseksual, begitu juga
ada orang yang seratus persen heteroseksual.Orang-orang tersebut mewakili sisi-sisi paling
berlawanan dari spektrum orientasi seksual.Ada pula individu yang berada di antara kedua ujung
spektrum tersebut, yang orientasi dan pengalamannya bercampur dan bisa berubah seiring waktu,
sehingga orientasi seksual tidak dapat ditentukan pada satu waktu tertentu, tetapi mesti
mengamati polanya sepanjang hidup.
Dari hasil analisis pada subjek orang Amerika, seksolog Alfred Kinsey merumuskan suatu kontinum
orientasi seksual yang terdiri dari tujuh titik sebagai berikut :
0 1 2 3 4 5 6
Menurut penelitian, ada variasi pola di mana pria dan wanita berkedudukan dalam skala Kinsey di
atas. Pria, baik homoseksual maupun heteroseksual, cenderung berada di ujung skala (lebih
eksklusif), sedangkan wanita juga berada di ujung skala, tapi kemungkinan untuk berada di antara
kategori 2 sampai 5 lebih besar pada pria.
Skala di atas dapat membantu orang untuk dapat memahami orientasi seksualnya dan tidak bingung
atau panik jika sesekali bergeser dari orientasi yang dominan, sebab orientasi seksual memang tidak
kaku terkotak-kotak.Jika anda seorang heteroseksual dan suatu kali terbayang fantasi homoseksual,
misalnya, ini tidak secara otomatis menjadikan anda seorang homoseksual, melainkan menunjukkan
bahwa anda bukan heteroseksual murni seperti yang dikira sebelumnya.
Sebuah pertanyaan yang kerap muncul ketika kita membicarakan perihal orientasi seksual ini
adalah, bagaimana kita bisa tahu orientasi seksual seseorang?Terutama tentang apakah seseorang
itu gay maupun lesbian.Karena banyak orang yang mengaku bahwa dia adalah heteroseksual, tapi
sering diketahui, secara tidak sengaja atau tersembunyi bahwa dia adalah homoseksual, mungkin
dia merasa malu maka dia mengaku heteroseksual.Dari mana kita mengetahui bahwa dia adalah
seorang gay ataupun lesbian?
Kecuali orang yang bersangkutan terang-terangan menyatakan dirinya.Barangkali kalau orang itu
konsultasi ke psikolog maka dapat diperkirakan di titik mana keberadaannya dalam kontinum.
9
Homoseksualitas belakangan ini tampaknya sudah bukan merupakan isu yang tabu dibicarakan
secara terbuka. Namun, saat ini masih ada orang yang homofobia. Homofobia berasal dari kata
“homos” (sama) dan “phobos” (takut) yaitu ketakutan atau kebencian pada homoseksual dan
homoseksualitas. Fenomena ini akan langgeng selama belum ada toleransi akan perbedaan orientasi
seksual di antara manusia.
Istilah homofobia yang dicetuskan oleh psikolog klinis George Weinberg pertama kali digunakan di
majalah Times tahun 1969. Dalam prakteknya, homofobia dimanifestasikan antara lain dalam
perasaan lain, seperti menghindar, ketidaksetujuan, diskriminasi, penghinaan atau pencelaan kaum
homoseksual, gaya hidup mereka, perilaku seks mereka, atau kulturnya dan sering dipakai untuk
menekankan fanatisme. Penentangan terhadap seks sesama jenis dalam bidang politik, agama atau
moral juga sering dilabel sebagai homofobia. Homofobia bergerak dari sikap dan perilaku seperti
menghindari menyebutkan keterlibatan teman dengan organisasi homoseksual dan merasa jijik jika
melihat tindakan afeksi antar pria atau wanita homoseksual di depan umum. Manifestasi buruknya
adalah pemukulan atau pembunuhan pada kaum homoseksual.
10
Macam-macam Identitas Seksual
Identitas seksual mengacu pada penggolongan orientasi seksual:
a. Homoseksual (gay, lesbian, waria).
b. Heteroseksual.
c. Biseksual.
Identitas seksual merupakan “pengakuan” seseorang kepada masyarakat tentang status orientasi
seksualnya. Identitas seksual seseorang bisa sama dengan orientasi seksualnya, bisa pula berbeda.
Identitas seksual merupakan pilihan.Maksud pilihan disini adalah bahwa setiap orang memiliki
kesempatan dan kebebasan untuk menentukan identitas seksualnya berdasarkan pilihannya sendiri.
Identitas seksual yang dipilihnya tidak harus sama dengan orientasi seksualnya.Orang yang orientasi
seksualnya homoseksual bisa saja mengidentifikasi diri sebagai heteroseksual.
Tiga komponen seksualitas ini, yaitu orientasi seksual, perilaku seksual dan identitas seksual ada di
dalam diri setiap orang dengan komposisi yang sangat beragam.
Setiap orang akan mengetahui dan menyadari orientasi seksualnya dengan pasti. Dikarenakan
beberapa hal tidak semua orang akan langsung mengekspresikan orientasi seksual yang ada dalam
dirinya tersebut, terutama apabila memiliki orientasi seksual homoseksual. Berdasarkan beberapa
pertimbangan tertentu, misalnya aspek sosial, ekonomi, politik dan aspek lainnya setiap orang akan
memikirkan dan memilih sebagai siapakah dia akan mengenalkan dirinya kepada masyarakat umum
yang mengacu pada penggolongan orientasi seksual. Apakah sebagai homoseksual, biseksual atau
heteroseksual.Pilihan yang kemudian diperkenalkan pada masyarakat ini yang kita kenal dengan
identitas seksual.Sehingga sangat mungkin identitas seksual seseorang sangat berbeda dengan
orientasi seksualnya.
Bersamaan dengan orientasi seksual yang ada dalam diri dan identitas seksual yang dikenalkan pada
masyarakat, seseorang akan menentukan dan memilih perilaku seksualnya dengan pertimbangan
yang sudah dipikirkan. Beberapa perilaku seksual yang dilakukan seseorang bisa jadi adalah perilaku
tetap yang dipilihnya, beberapa perilaku seksual lainnya bisa jadi hanya merupakan variasi. Kita
tidak bisa memastikan perilaku seksual seseorang hanya dari identitas seksualnya karena ada faktor
lain yang memiliki pengaruh kuat yaitu orientasi seksual. Perilaku seksual seseorang bisa mengacu
pada orientasi seksualnya saja atau identitas seksualnya saja atau keduanya dengan kemungkinan
11
ragam yang banyak sekali.Seksualitas bersifat cair, tidak memiliki bentuk yang pasti dan selalu
menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.
Keterkaitan Risiko Penularan IMS dan HIV dengan Orientasi dan Perilaku Seksual.
Sampai saat ini masih banyak pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat tentang risiko
penularan IMS atau HIV. Pandangan populer yang keliru yang masih dianut banyak orang dan
terkesan tidak mau ditinggalkan, antara lain: adanya anggapan bahwa kelompok homoseksuallah
pihak yang paling rentan tertular PIMS atau HIV karena perilaku mereka yang ”menyimpang”.
Apakah benar demikian?Jelas tidak. Karena perilakulah (perilaku seksual dan non seksual) yang
mempengaruhi apakah seseorang itu berisiko atau tidak berisiko. Risiko seseorang tidak ditentukan
oleh orientasi seksualnya, tetapi oleh perilakunya.
Kita tidak bisa menentukan risiko seseorang berdasarkan orientasi seksualnya. Misalnya, contoh
berikut ini: Andi adalah seorang gay yang memiliki dua pasangan seks. Andi selalu memakai
kondom saat melakukan anal seks dengan kedua pasangannya tersebut. Hery adalah seorang
heteroseksual, bujangan yang paling sedikit satu bulan sekali mengunjungi lokalisasi dan membeli
seks disana.Apabila dia bertemu dengan penjaja seks yang muda dan cantik, Hery tidak pakai
kondom saat berhubungan seksual.Nah, diantara Andi dan Hery, siapa yang lebih berisiko?
Jawabannya adalah Hery. Dari contoh di atas kita bisa memahami dengan jelas bahwa risiko yang
dihadapi seseorang bukanlah karena orientasi seksualnya tetapi karena perilakunya, apakah dia
melakukan perilaku aman atau perilaku berisiko.
Jadi LSL bisa termasuk laki – laki homoseksual, biseksual, waria.Namun demikian LSL
tidak terbatas pada tiga kelompok tersebut, laki–laki heteroseksual bisa saja melakukan
perilaku LSL.Oleh karena itu LSL tidak terbatas pada orientasi seksual tertentu.
12
Gambar 2. Keragaman Seksualitas
13
POKOK BAHASAN 2: PEMAHAMAN STIGMA DAN DISKRIMINASI
1. Stigma
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh
lingkungannya. (Ref. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, halaman 1091)
Para ahli psikologi social sepakat bahwa stigma adalah :
Labeling : yaitu pemberian cap pada seseorang
Stereotyping : tindakan menyamaratakan seseorang dalam satu kelompok setelah hanya
mengenal satu atau beberapa diantaranya
Cognitive separation : Yaitu anggapan bahwa seseorang berbeda secara kognitif
Emotional reaction :Reaksi emosional
Pada kenyataan sehari-hari,stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan
untuk memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau
pandangan buruk. Dalam praktiknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi, yaitu
tindakan tidak mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan hak-hak dasar indvidu atau
kelompok sebagaimana layaknya manusia yang bermartabat.
Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap sebagai
“musuh”, “penyakit”, “elemen masyarakat yang memalukan”, atau “mereka yang tidak taat
tehadap norma masyarakat dan agama yang berlaku”. Implikasi dari stigma dan diskriminasi
bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak
yang terkait dengan kehidupan mereka.
Tindakan menstigma atau stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-beda
seperti:
Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced): jika ada orang atau
masyarakat yang melakukan tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang
menyebabkan orang lain dibedakan dan disingkirkan.
Stigma potensial atau yang dirasakan (felt): jika tindakan stigma belum terjadi tetapi ada
tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung tidak mengakses layanan
kesehatan.
Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah seseorang menghakimi dirinya sendiri sebagai
“tidak berhak”, “tidak disukai masyarakat”
14
Proses stigma tidak bersifat tunggal, beberapa proses tersebut dapat terjadi secara bersamaan
dan dapat bersifat stigmatisasi ganda (misalnya menstigma seseorang dengan sebutan: “kalau
PSK biasanya suka minum (padahal tidak semua PSK suka mabuk-mabukan).
Penyebab Stigma
Kurangnya pengetahuan, kesalahpahaman dan ketakutan
Penilaian moral tentang orang lain (terkait dengan nilai dan norma yang berlaku)
Ketakutan akan kematian
Kurangnya pengenalan/pemahaman akan stigma
Stigma yang terkait dengan HIV AIDS adalah semua sikap yang tidak menyenangkan dan
ditujukan kepada mereka yang hidup dengan HIV AIDS (ODHA) atau mereka yang merasa
mengidap HIV AIDS.
Perilaku yang stigmatis sering ditujukan tidak hanya pada mereka yang mengidap HIV, tapi
juga perilaku yang diyakini telah menyebabkan infeksi tersebut. Stigma dinyatakan secara
jelas bila perilaku tersebut terkait dengan sumber penyakit tertentu yang dianggap berada di
bawah kontrol seseorang, seperti prostitusi atau penggunaan narkoba suntik.
Disamping itu perlu diketahui juga tentang adanya anggapan yang salah seputar HIV AIDS yang
ada di masyarakat, seperti:
Masih banyak lagi anggapan yang salah seputar HIV AIDS sehingga menambah stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA.
2. Diskriminasi
Pengertiannya adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan
warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama dan sebagainya – kamus besar Bhs Indonesia).
UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif yang
diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan tidak adil
terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya.
Contoh-contoh diskriminasi meliputi:
Keluarga yang tega mengusir anaknya karena menganggapnya sebagai aib.
15
Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menolak untuk menerima ODHA atau
menempatkan ODHA di kamar tersendiri karena takut tertular.
Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status HIV mereka.
Keluarga/masyarakat yang menolak ODHA.
Mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV AIDS adalah penyakit kutukan atau
hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa.
Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan ketakutan.
Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.
Istri dan anak-anak dari seorang laik-laki yang meninggal baru-baru ini akibat AIDS,
diasingkan dari rumah keluarga suaminya atau desa mereka setelah kematian suaminya.
Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Stigma dan diskriminasi telah dicatat dalam kaitannya dengan penyakit menular lain yang
tercela atau dianggap tidak dapat disembuhkan, termasuk TBC, sífilis dan lepra. Namun stigma
yang terkait dengan HIV AIDS tampak lebih berat dari pada stigma yang terkait dengan penyakit
menular lain yang mematikan.
Bentuk Diskriminasi
Bentuk Akibat
Isolasi dan kekerasan fisik dari keluarga, Diusir dari keluarga, rumah, pekerjaan,
teman dan komunitas organisasi, depresi, menyendiri, melarikan
diri.
Gossip, olok-olok, sebutan negatif, Pencemaran nama baik, tidak percaya pada
pengucilan, pengutukan, penghinaan, diri sendiri dan orang lain, merasa dibedakan,
penghakiman merasa ditolak
Tidak memberikan layanan terkait Remaja putri tersebut tidak kembali ke
kesehatan reproduksi kepada remaja putri layanan dan menjadi rentan tdhp
kemungkinan infeksi yang lebih serius
Memberikan layanan tanpa melakukan Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
analisa mendalam khususnya kepada pengobatan yang komprehensif sesuai
populasi tertentu kebutuhan
HIV AIDS dapat mengenai siapapun, tanpa membedakan status sosial, pendidikan, agama,
warna kulit, latar belakang seseorang.
HIV AIDS dapat mengenai orang yang tidak berdosa yaitu bayi dan anak.
HIV AIDS sudah ada obatnya dan dapat mengembalikan kualitas hidup penderitanya.
Penularan HIV AIDS ke bayi/anak dapat dicegah
16
Kepatuhan berobat dan minum obat adalah kunci utama pencegahan dan pengendalian HIV
AIDS.
Setiap orang memiliki hak yang sama untuk akses pelayanan kesehatan paripurna yang
komprehensif.
Ketidaktahuan seseorang bahwa ia menderita penyakit termasuk HIV AIDS dan PIMS yang
membuat orang menularkan penyakitnya.
17
POKOK BAHASAN 3: PENTINGNYA PENGHAPUSAN STIGMA AN DISKRIMINASI
Kelompok populasi tertentu seperti WPS, waria, gay dan penasun sering menjadi subyek stigma dan
diskriminasi serta sikap negatif yang berkaitan dengan perilaku mereka, yang dilakukan oleh keluarga
mereka, masyarakat dan petugas kesehatan. Stigma seperti itu juga sering terjadi di berbagai fasilitas
pelayanan kesehatan dan pelayanan penegakan hukum.Pengaruh stigma dan diskriminasi terkait dengan
HIV adalah dapat memperlambat tes HIV, menyembunyikan status hasil tes reaktif, dan kurangnya
mencari layanan HIV. Semua itu dapat menghambat upaya program kesehatan nasional untuk
mengefektifkan keterhubungan pasien ke layanan HIV dan mempertahankan mereka pada perawatan
jangka panjang.
Salah satu upaya untuk menurunkan sampai menghapus stigma dan diskriminasi dikalangan petugas
kesehatan, adalah melakukan pelatihan dan sensitisasi petugas, yang meliputi dua hal, yaitu perbaikan
sikap (attitudes) dan keterampilan (skills). Petugas kesehatan dalam menghadapi populasi kunci,
seharusnya tidak bersikap menghakimi, memberi dukungan, tanggap, sepenuhnya respek, dan
memahami isu-isu yang dihadapi populasi kunci. Pelatihan untuk sensitisasi dan pendidikan petugas
kesehatan tentang isu-isu spesifik pada populasi kunci, sikap dan praktik yang tidak diskriminatif, hak
populasi kunci akan kesehatan, kerahasiaan, pelayanan yang tidak memaksa (coercive) dan informed
consent, dapat dikembangkan dengan melibatkan perwakilan atau kelompok populasi kunci.
Keterampilan petugas kesehatan juga penting, harus mampu memberi respon terhadap kebutuhan
spesifik populasi kunci, dan menyediakan pelayanan yang berkualitas, mampu memberikan informasi dan
nasihat yang jelas dan benar tentang macam-macam intervensi , peralatan dan bahan (material)
berkaitan dengan strategi penurunan risiko HIV, serta memberi dukungan terhadap keberlanjutan
pengobatan dan retensi dalam perawatan.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk penghapusan Stigma dan
Diskriminasi:
Jadilah contoh yang baik. Terapkan apa yang sudah kita ketahui.
Doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang tersedia seperti konseling,
test HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka pada siapa pun yang dapat
menolong.
Berbagilah pada orang lain mengenai hal-hal yang sudah kita ketahui dan ajaklah
mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana mengubahnya.
Atasilah masalah stigma ketika Anda melihatnya di rumah, tempat kerja maupun
masyarakat. buatlah orang paham bahwa stigma itu melukai.
Lawanlah stigma melalui kelompok.
Mengatakan stigma sebagai sesuatu yang “salah” atau “buruk” tidaklah cukup.
Berpikir besar. Mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.
18
DAFTAR KEPUSTAKAAN
19