Anda di halaman 1dari 129

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG
STANDAR DAN INSTRUMEN
AKREDITASI PUSKESMAS

BAB 1. Manajemen Puskesmas (MP)

Standar

1.1 Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu dengan lintas


program dan lintas sektor serta sesuai dengan peraturan perundangan.

Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan tata


nilai, analisis peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko
pelayanan, serta analisis kebutuhan masyarakat termasuk umpan
balik dari dinas kesehatan daerah kabupaten/ kota

Kriteria
1.1.1 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi,
misi, tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis
peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan
ketentuan peraturan perundangan yang dituangkan dalam
perencanaan. (lihat juga : 1.4.3 tentang MFK ; PMKP 5.1; dan PMKP
5.2 )

Pokok Pikiran:
• Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang
disediakan meliputi pelayanan upaya kesehatan perseorangan (UKP)
dan pelayanan upaya kesehatan masyarakat (UKM).
• Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang
pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan
peraturan perundangan.
• Untuk merumuskan kebutuhan pelayanan dan pemenuhan harapan
masyarakat perlu dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas
dan status kesehatan masyarakat, analisis masalah dari sisi
masyarakat melalui hasil-hasil survei termasuk data capaian indikator
mutu. ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)
• Data yang dimaksud meliputi:
a) Data dasar
b) Data UKM esensial
c) Data UKM Pengembangan
d) Data UKP
e) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, laboratorium dab data
kefarmasian
f) Kondisi keluarga di wilayah kerja Puskesmas yang diperoleh dari
Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK).
(lihat juga MP-UKM 2.1)
-2-

• Jenis data sampai dengan tahapan analisis dilakukan merujuk pada


ketentuan peraturan perundangan tentang Manajemen Puskesmas.
• Untuk mengetahui capaian dari data-data UKM dan UKP maka harus
ditentukan indikator keberhasilannya yang dituangkan ke dalam
indikator kinerja.
• Dalam menyusun indikator-indikator kinerja tersebut harus mengacu
pada Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota,
Kebijakan/Panduandari Kementerian Kesehatan,
Kebijakan/Panduandari dinas kesehatan provinsi dan
Kebijakan/Panduandari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan
atau referensi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
• Selain data kinerja, juga mempertimbangkan analisis masalah dari sisi
masyarakat melalui hasil-hasil survei kepuasan, Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD), dan kegiatan survei yang lain.
• Berdasarkan hasil penilaian kinerja Puskesmas maka dilakukan
perumusan masalah terhadap indikator yang tidak tercapai sebagai
dasar penentuan indikator mutu. (Lihat juga kriteria 1.1.3; kriteria
1.6.15; kriteria 5.1.3; dan kriteria 5.1.4 )
• Indikator mutu adalah tolok ukur untuk menilai upaya terhadap
prioritas perbaikan mutu dan keselamatan.
• Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan terhadap kepatuhan
penuh pada indikator mutu nasional, dan indikator lainnya yang dapat
dipilih dengan mempertimbangkan :
a) indikator yang diwajibkan daerah
b) indikator keselamatan pasien dan indikator PPI (lihat juga PMKP :
4.4 dan 4.5)
c) prioritas permasalahan kesehatan di wilayah kerja
d) indikator yang tidak mencapai target yang ditetapkan
e) ketersediaan sumberdaya
f) high risk, high volume, high cost dan problem prone (3H 1P)
• Indikator mutu meliputi indikator mutu yang diprioritaskan
berdasarkan permasalahan kesehatan di wilayah kerja dan indikator
mutu yang diprioritaskan pada masing-masing pelayanan baik
manajemen, UKM maupun UKP. (lihat juga PMKP : 5.1 terkait
perbaikan mutu tiap-tiap unit pelayanan)
• Untuk memperoleh masukan dari masyarakat tentang kebutuhan
mereka dapat juga dilakukan dengan melakukan pertemuan langsung
dengan anggota masyarakat, kader, tokoh-tokoh masyarakat, dan
sektor terkait.
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas,
serta perbaikan mutu dan kinerja. (lihat juga PMKP 5.1 tentang
perbaikan mutu tiap-tiap unit pelayanan)
• Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat
maupun upaya kesehatan perseorangan perlu diidentifikasi, dianalisis
dan dikelola agar pelayanan yang disediakan aman bagi masyarakat,
petugas, dan lingkungan.
• Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah
direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai
untuk pencegahan dan mitigasi risiko.
-3-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan. (R)
2. Dilakukan analisis kebutuhan masyarakat sebagai dasar untuk
penetapan jenis-jenis pelayanan dan penyusunan perencanaan
Puskesmas. (D, W)
3. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang pengembangan dalam
penyelenggaraan upaya Puskesmas pada area prioritas sebagai dasar
untuk penetapan jenis-jenis pelayanan dan penyusunan perencanaan
Puskesmas. (D,W)
4. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko dalam penyelenggaraan
pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat, upaya kesehatan
perseorangan, penyelenggaraan manajemen, dan risiko yang terkait
bangunan, prasarana, dan alat kesehatan Puskesmas sebagai dasar
untuk penetapan jenis-jenis pelayanan dan penyusunan perencanaan
Puskesmas. (D,W)

Kriteria
1.1.2 Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan
tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan,
analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan
masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota serta dapat direvisi sesuai dengan
capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.

Pokok Pikiran:
• Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis
kesehatan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan,
dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor
terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang
diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, serta sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai
Puskesmas.
• Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik administrasi
manajemen (Admen), upaya kesehatan masyarakat (UKM), dan upaya
kesehatan perseorangan (UKP).
• Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana
Operasional Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang
merupakan usulan ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan
menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan
berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
• Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui
penetapan Tim Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam
musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian
diusulkan ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
• Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan
berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil
pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
• Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun
dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan
Puskesmas.
-4-

• Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat


sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang perencanaan sesuai dengan yang
dimaksud dalam pokok pikiran.(R)
2. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota. (D)
3. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, Rencana Lima Tahunan
Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D)
4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara
lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota. (D)
5. Ada kesesuaian antara Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) dengan
Rencana Usulan kegiatan (RUK) dan rencana lima tahunan Puskesmas.
(D,O,W)
6. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan serta hasil perbaikan dan
capaian kinerja bulanan. (D)
7. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria
1.1.3 Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya
Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam
perencanaan.

Pokok Pikiran:
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas,
serta perbaikan mutu dan kinerja.(Lihat juga PMKP 5.1)
• Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang
terjadi di Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang sama.
• Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai
hasil analisis kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area
prioritas perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus
untuk melakukan inovasi dan perbaikan, yang didukung baik melalui
kegiatan Administrasi dan Manajemen (Admen), Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP).
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan
permasalahan kesehatan di wilayah kerja.
• Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
menyusun indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang
akan melibatkan banyak jenis pelayanan, banyak tenaga, membawa
dampak besar bagi Puskesmas.
• Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
memfokuskan diri pada pengukuran dan aktivitas perbaikan terkait
indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas. (Lihat juga MP pada
kriteria 1.1.1; PMKP pada kriteria ; kriteria 5.1.3; dan kriteria 5.1.4
terkait indikator mutu)
-5-

• Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) berhubungan


dengan kepatuhan penuh pada indikator mutu nasional, masalah
Kesehatan yang ada di wilayah kerja, kepatuhan pada Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP), dan upaya terkait Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI). (lihat juga PMKP : 4.3; 4.4; dan 4.5)
• Untuk menunjang perbaikan prioritas masalah di tingkat Puskesmas
yang ada di wilayah kerja maka ditetapkan indikator mutu prioritas
pelayanan (IMPPel) untuk area prioritas di Admen, UKM, dan UKP.
(Lihat juga PMKP 5.1) .
Contoh masalah prioritas Puskesmas adalah tingginya prevalensi
tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP
yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi
masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan
manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
• Indikator mutu untuk Administrasi dan Manajemen (Admen) dapat
dikaitkan dengan ketersediaan sumber daya yang terdiri atas sarana
prasarana, Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK), sumber daya
manusia, finansial, kepuasan, dan lain-lain (lihat juga PMKP : 5.1)
• Indikator mutu untuk pelayanan upaya kesehatan masyarakat (UKM)
yang terdiri atas UKM esensial dan UKM pengembangan dapat
dikaitkan dengan pelaksanaan berbagai program kesehatan yang
diselenggarakan di tingkat masyarakat (lihat juga MP–UKM dan PMKP :
5.1)
• Indikator mutu untuk pelayanan upaya kesehatan perseorangan (UKP)
dapat dikaitkan dengan penyediaan pelayanan klinis mulai dari
kegiatan penilaian kebutuhan pelayanan, penyusunan rencana
asuhan, pelaksanaan asuhan, tindakan medis, pelayanan anestesi
sederhana, pemberian makanan dan terapi gizi, edukasi, proses
pemulangan, rujukan, manajemen data dan informasi, pengelolaan
rekam medis, layanan laboratorium, layanan radiologi, dan layanan
obat (lihat juga Bab 3 dan PMKP : 5.1)
• Indikator Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) untuk masing-masing
sasaran yang terdiri atas identifikasi pasien, komunikasi efektif,
pengelolaan obat dengan kewaspadaan tinggi, upaya untuk
memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi pada pasien
yang menjalani tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk
mengurangi risiko jatuh. (lihat juga 4.3 dan 4.4 , dan PMKP : 5.1)
• Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengedalian
infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi:
kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan
klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),
Peralatan perawatan pasien, pengelolaan linen, pengelolaan limbah
infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang berisiko infeksi,
pengelolaan makanan secara higienis, penyuntikan yang aman, risiko
infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan renovasi bangunan,
penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI, serta perbaikan
dan penggunaan antimikroba secara bijak. (lihat juga SKP :4.5 dan
PMKP : 5.1)
• Untuk menjaga agar indikator mutu tersebut dapat tercapai maka
Kepala Puskesmas harus menetapkan Penanggung jawab untuk setiap
indikator
-6-

• Jika Indikator Mutu Prioritas Tingkat Puskesmas (IMPP) tidak


mencapai target berdasarkan hasil Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP)
maka harus dimasukkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
Jika IMPP telah mencapai target berdasarkan hasil PKP maka dapat
diganti dengan IMPP lain pada tahun berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas untuk area prioritas
perbaikan dan pengembangan tingkat Puskesmas sesuai dengan
masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja yang terdiri atas
indikator Admen, UKM dan UKP. (R)
2. Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas untuk indikator mutu
nasional (IMN), Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) dan indikator mutu
prioritas Puskesmas untuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
(R)
3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab untuk masing-
masing indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP). (R)
4. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan
pengembangan dalam penyelenggaraan upaya Puskesmas terkait
indikator mutu prioritas Puskesmas. (D, W)
5. Upaya perbaikan dan pengembangan indikator mutu prioritas
Puskesmas dituangkan dalam perencanaan Puskesmas. (D)

Kriteria
1.1.4 Penjadwalan pelaksanaan kegiatan dan pelayanan direncanakan dan
disepakati bersama dengan lintas program, lintas sektor dan
masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Rencana pelaksanaan kegiatan tahunan maupun rencana
pelaksanaan kegiatan bulanan harus memuat kerangka waktu yang
jelas untuk pelaksanaan kegiatan dalam bentuk jadwal pelaksanaan
kegiatan.
• Jadwal pelaksanaan kegiatan yang memuat kegiatan Admen, UKM dan
UKP, sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
• Penetapan jadwal pelaksanaan kegiatan perlu disepakati dengan lintas
program, lintas sektor, dan masyarakat agar dapat dilaksanakan tepat
waktu dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan.
• Rencana pelaksanaan kegiatan disusun melalui tahapan sebagai
berikut :
a) mempelajari alokasi kegiatan dan biaya yang sudah disetujui
b) membandingkan alokasi kegiatan yang disetujui dengan RUK
yang diusulkan dan situasi pada saat penyusunan RPK
c) menyusun rancangan awal, rincian dan volume kegiatan yang
akan dilaksanakan serta sumber daya pendukung menurut bulan
dan lokasi pelaksanaan
d) mengadakan Lokakarya Mini Bulanan Pertama untuk membahas
kesepakatan RPK
e) membuat RPK tahunan yang telah disusun dalam bentuk matriks.
f) RPK tahunan dirinci menjadi RPK bulanan bersama dengan target
pencapaiannya, dan direncanakan kegiatan pengawasan dan
pengendaliannya.
• RPK dimungkinkan untuk dirubah/disesuaikan dengan kebutuhan
saat itu apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian
kegiatan bulanan dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, konflik,
-7-

Kejadian Luar Biasa, perubahan kebijakan mendesak, dll) yang harus


dituangkan kedalam RPK.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan prosedur penjadwalan kegiatan dan pelayanan Puskesmas
(R)
2. Jadwal kegiatan Puskesmas disepakati sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dan dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan
Tahunan dan Bulanan (D, W)
3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan dan Bulanan memuat
kerangka waktu pelaksanaan kegiatan yang direncanakan. (D)

Kriteria
1.1.5 Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dalam rangka
perbaikan kinerja Puskesmas

Pokok Pikiran :
• Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan
kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki
otonomi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan daerah.
• Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan
bagian dari tugas, fungsi dan tanggung jawab dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota.
• Pembinaan yang dilakukan Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas
dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam rangka
pencapaian Program Prioritas Nasional, khususnya yang tercantum
dalam bab 4 dalam standar ini. (Lihat juga kriteria 1.5.2; kriteria 1.6.2 ;
kriteria 2.7.5 ; dan kriteria 2.7.6, serta bab 7 tentang PPN)

Elemen Penilaian :
1. Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menetapkan struktur
organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan. (R)
2. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melaksanakan
pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang
berkesinambungan dengan menggunakan indikator pembinaan
program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada Puskesmas.
(D,W)
3. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas. (D,
W)
4. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan sesuai
dengan anggaran yang sudah ditetapkan. (D, W)
5. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menindaklanjuti
pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas yang menjadi kewenangannya
dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang
tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D, W)
-8-

6. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan


verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas.
(D, W)
7. Terdapat umpan balik dari Puskesmas terhadap pelaksaaan
pembinaan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D, W)

Standar
1.2 Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan
kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat
pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan,
dan untuk menyampaikan umpan balik

Kriteria
1.2.1 Masyarakat sebagai pengguna layanan mendapat informasi tentang
jenis-jenis pelayanan Puskesmas dan memanfaatkan sesuai kebutuhan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama wajib
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan peraturan
perundangan dari Kementerian Kesehatan dengan memperhatikan
kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas perlu diketahui
dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, sebagai wujud
pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan yang dibutuhkan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan baik upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan untuk memudahkan
akses masyarakat terhadap pelayanan. (R)
2. Tersedia pelayanan sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang
ditetapkan. (D, O, W)
3. Tersedia informasi tentang jenis pelayanan dan jadwal pelayanan. (D,O)
4. Masyarakat mengetahui jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh
Puskesmas. (W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi
tentang jenis-jenis pelayanan. (D, W)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pemanfaatan pelayanan.
(D)

Kriteria
1.2.2 Seluruh tenaga Puskesmas dan lintas sektor memperoleh informasi
yang memadai tentang kegiatan-kegiatan Puskesmas sesuai dengan
perencanaan.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya
perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas
program, dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama, saling
memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan
upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.

Elemen Penilaian:
-9-

1. Ditetapkan prosedur untuk menyampaikan informasi tentang tujuan,


sasaran, tugas pokok, fungsi dan kegiatan Puskesmas baik lintas
program maupun lintas sektor. (R)
2. Lintas program dan lintas sektor mendapat informasi yang memadai
tentang tujuan, sasaran, tugas pokok, fungsi dan kegiatan Puskesmas.
(D, W)
3. Dilakukan evaluasi terhadap penyampaian informasi kepada lintas
program dan lintas sektor. (D)

Kriteria
1.2.3 Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai
kebutuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap
pelayanan.

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh
masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk pelayanan
preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai dengan
kemampuan Puskesmas.
• Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain
melalui papan pengumuman, pemberian arah tanda yang jelas, media
cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun
internet.
• Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan
terhadap pelayanan dan penyampaian umpan balik.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur yang jelas untuk menerima keluhan
dan menindaklanjuti umpan balik dari masyarakat tentang pelayanan
dan penyelenggaraan Upaya Puskesmas. (R)
2. Ada upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat. (D, O, W)
3. Dilakukan analisis dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan
balik dari masyarakat. (D, O, W)
4. Dilakukan evaluasi terhadap tindak lanjut keluhan dan umpan balik
dari masyarakat. (D)

Standar
1.3 Pendirian Puskesmas harus memperhatikan persyaratan sesuai
Peraturan Perundangan.
Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, sarana/bangunan,
prasarana,alat kesehatan, dan ketenagaan.

Kriteria
1.3.1. Lokasi pendirian Puskesmas harus sesuai dengan peraturan
perundangan.

Pokok Pikiran:
• Setiap Puskesmas harus memiliki izin sesuai dengan peraturan
perundangan.
-10-

• Pendirian Puskesmas perlu memperhatikan persyaratan lokasi:


dibangun di setiap kecamatan, memperhatikan kebutuhan pelayanan
sesuai rasio ketersediaan pelayanan kesehatan dengan jumlah
penduduk, mudah diakses, dan mematuhi persyaratan kesehatan
lingkungan.
• Dokumen analisis pendirian Puskesmas dibuat oleh Dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan tata ruang
daerah, dan rasio ketersediaan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk dan aksesibilitas (geografis) yang dituangkan dalam
rencana strategis atau rencana pembangunan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ada bukti pendirian Puskesmas didasarkan pada analisis dengan
mempertimbangkan tata ruang daerah, rasio jumlah penduduk,
aksesibilitas (geografis) dan ketersediaan pelayanan kesehatan. (D)
2. Puskesmas memiliki izin yang berlaku. (D)

Kriteria
1.3.2. Sarana/bangunan Puskesmas bersifat permanen, tidak bergabung
dengan tempat tinggal atau unit kerja lain di luar Puskesmas, dan
memenuhi persyaratan peraturan perundangan.

Pokok Pikiran:
• Sarana adalah bangunan yang sebagian atau seluruhnya berada di atas
tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan dan digunakan
untuk penyelenggaraan atau penunjang pelayanan.
• Untuk menghindari gangguan dan dampak keberadaan Puskesmas
terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan, maka
pendirian Puskesmas perlu didirikan di atas bangunan yang permanen
dan tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain.
• Yang dimaksud unit kerja yang lain adalah unit kerja yang tidak ada
kaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Puskesmas.
• Ketersediaan bangunan yang memenuhi persyaratan dan dipelihara
dengan baik akan menjamin kelancaran dan keamanan dalam
pelaksanaan kegiatan (lihat juga 1.41; 1.4.8; dan 1.4.9 terkait
pemeliharaan SPA)

Elemen Penilaian:
1. Puskesmas diselenggarakan di atas bangunan yang permanen, tidak
bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja yang lain, dan
memenuhi persyaratan lingkungan sehat. (D,O)
2. Disusun rencana pemeliharaan bangunan. (D, O, W)

Kriteria
1.3.3. Bangunan Puskesmas memperhatikan fungsi, keamanan, kebersihan,
kenyamanan, perlindungan keselamatan, dan kemudahan dalam
pelayanan kesehatan, dengan ketersediaan ruang sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan yang disediakan, dan dipelihara dengan baik.

Pokok Pikiran:
• Ketersediaan ruang untuk pelayanan harus bersih dan sesuai dengan
jenis pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Puskesmas.
-11-

• Ruang yang minimal harus tersedia adalah: ruang pendaftaran dan


ruang tunggu, ruang administrasi, ruang pemeriksaan, ruang
konsultasi dokter, ruang tindakan, ruang farmasi, ruang laboratorium,
ruang ASI, kamar mandi dan WC, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
dimanfaatkan untuk Taman Obat Keluarga (TOGA), dan ruang lain
sesuai kebutuhan pelayanan.
• Pengaturan ruang memperhatikan fungsi, keamanan, kebersihan,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan untuk
memudahkan pasien/keluarga pasien untuk akses yang mudah
termasuk memberi kemudahan dengan kebutuhan khusus, antara
lain: disabilitas, anak-anak, ibu hamil dan orang usia lanjut, termasuk
jika ada pasien dengan gaduh gelisah, pasien TB, penyalahgunaan zat,
HIV/AIDS, korban kekerasan/ penelantaran, gawat darurat, demikian
juga memperhatikan keamanan, kebutuhan akan privasi, dan
kemudahan bagi petugas dalam memberikan pelayanan.
• Sebagai upaya pencegahan infeksi, pengaturan ruangan juga harus
memperhatikan zona pemeriksaan bagi orang sehat dan zona
pemeriksaan bagi orang sakit.

Elemen Penilaian:
1. Ketersediaan ruang memenuhi persyaratan minimal dan kebutuhan
pelayanan. (D,O)
2. Penataan ruang memperhatikan akses, keamanan, kebersihan,
kenyamanan dan ruang terbuka hijau. (D,O)
3. Penataan ruang memisahkan zona pemeriksaan orang sehat dari zona
pemeriksaan orang sakit. (D,O)
4. Pengaturan ruang mengakomodasi kepentingan orang dengan
kebutuhan khusus (D,O)
5. Disusun rencana pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara
berkala agar tetap laik fungsi.(D,O,W)

Kriteria
1.3.4 Prasarana dan peralatan Puskesmas tersedia untuk menunjang akses,
keamanan, kelancaran dalam memberikan pelayanan sesuai dengan
pelayanan yang disediakan.

Pokok Pikiran:
• Untuk kelancaran dalam memberikan pelayanan dan menjamin
kesinambungan pelayanan maka Puskesmas harus dilengkapi dengan
prasarana dan peralatan Puskesmas sesuai dengan jenis pelayanan
yang disediakan.
• Prasarana adalah alat, jaringan, dan sistem yang membuat suatu
sarana dapat berfungsi.
• Prasarana yang dipersyaratkan tersebut meliputi: sistem penyediaan
air bersih, sistem penghawaan (ventilasi), sistem pencahayaan, sistem
sanitasi, sistem kelistrikan, sistem komunikasi, sistem gas medik,
sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran, sarana evakuasi,
sistem pengendalian kebisingan, dan kendaraan di Puskemas.
• Untuk menjamin bahwa prasarana dapat berfungsi dengan baik maka
perlu dilakukan hal sebagai berikut:
a) rencana pendataan dan inventarisasi (diperbaharui dan
menunjukkan karakteristik dengan lengkap).( Lihat juga kriteria
1.4.2; kriteria 1.4.8 ; dan kriteria 3.10.5 terkait inventarisasi SPA)
b) rencana pengujian, termasuk kalibrasi, (lihat juga 1.4.8 dan
3.10.5 terkait kalibrasi)
-12-

c) rencana pemeliharaan
d) rencana perbaikan
• Peralatan Puskesmas terdiri dari alat kesehatan, perbekalan
kesehatan lain, bahan habis pakai, dan perlengkapan.
• Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/ atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
• Agar pelayanan diberikan dengan aman dan bermutu alat kesehatan
tersebut terpelihara, terjamin dan berfungsi dengan baik, dan
dikalibrasi untuk alat-alat ukur yang digunakan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
• Alat kesehatan yang memerlukan perizinan harus memiliki izin yang
berlaku.
• Pembelian dan penggunaan alat kesehatan yang mengandung merkuri
tidak diperkenankan sesuai dengan peraturan perundangan.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Pukesmas memahami peraturan perundangan yang terkait
dengan persyaratan sarana, prasarana, alat kesehatan dan
lingkungan Puskesmas. (W)
2. Kepala Puskesmas memastikan penerapan peraturan perundangan
yang terkait dengan persyaratan sarana, prasarana, alat kesehatan
dan lingkungan Puskesmas (D, O, W)
3. Tersedia TPS limbah B3 dan IPAL yang memiliki kelengkapan izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. (D, O) (lihat juga
kriteria 1.4.3; kriteria 1.4.4.; kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria
3.8.1 ; kriteria 5.2.1; kriteria 5.5.7; kriteria 5.5.10; dan kriteria 5.5.14
terkait limbah)
4. Alat kesehatan yang memerlukan izin memiliki kelengkapan izin edar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (D, O)
5. Disusun rencana pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan
prasarana, peralatan puskesmas,termasuk jadwal kalibrasi secara
berkala agar tetap laik fungsi (D, O, W)

Kriteria
1.3.5 Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan
(ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan
terhadap standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

Pokok Pikiran :
• Keterpenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan Puskesmas
sesuai standar di puskesmas adalah faktor penting dalam upaya
menjamin terselenggaranya pelayanan di puskesmas.
• Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus
diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya.
( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)
• Besarnya nilai prosentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat
kesehatan dalam ASPAK memberikan gambaran kondisi pemenuhan
sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas.
• Batas terendah persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat
kesehatan dalam ASPAK adalah 60%.
-13-

• Jika terjadi perubahan peraturan tentang batasan terendah


persentasi pemenuhan sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam
ASPAK, maka batas terendah pemenuhan standar mengikuti
perubahan peraturan perundangan yang berlaku.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkannya petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan
input data sarana, prasarana dan alat Kesehatan dalam aplikasi
ASPAK. (R)
2. Input data sarana, prasarana dan alat kesehatan dalam aplikasi
ASPAK dilakukan sesuai ketentuan Perundangan dan divalidasi oleh
Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dilakukan sesuai ketentuan
Perundangan. (D, O, W)
3. Data sarana, prasarana dan alat kesehatan yang diinput dalam
aplikasi ASPAK sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di Puskesmas
dan divalidasi oleh Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota
dilakukan sesuai ketentuan Perundangan. (D,O, W)
4. Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan dalam ASPAK digunakan
dalam perencanaan Puskesmas. (D, W)

Kriteria

1.3.6. Kepala Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang kompeten sesuai


dengan peraturan perundangan.

Pokok Pikiran:

• Agar Puskesmas dikelola dengan baik, efektif dan efisien, maka harus
dipimpin oleh tenaga kesehatan yang kompeten untuk mengelola
fasilitas tersebut, sesuai dengan peraturan perundangan.
• Uraian tugas sebagai dasar bagi Kepala Puskesmas dalam
melaksanakan tugas sebagai pimpinan.
• Kepala Puskesmas adalah dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan
lainnya paling rendah strata 1 (S1) bidang kesehatan atau Diploma 4
(D4) bidang kesehatan ( Lihat UU 36/2014 tentang tenaga kesehatan,
pasal 8 sampai pasal 11)
• Untuk daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan, Kepala
Puskesmas dapat dijabat oleh tenaga kesehatan minimal D3.

Elemen Penilaian:

1. Kepala Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.


(D)
2. Ada kejelasan persyaratan Kepala Puskesmas. (D)
3. Ada kejelasan uraian tugas Kepala Puskesmas. (D)
4. Terdapat bukti pemenuhan persyaratan Kepala Puskesmas sesuai
dengan yang ditetapkan. (D)

Kriteria

1.3.7. Tersedia dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya, dan tenaga non
kesehatan dengan jumlah, jenis, dan kompetensi sesuai kebutuhan
dan jenis pelayanan yang disediakan.
-14-

Pokok Pikiran:

• Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan aman


bagi pasien dan masyarakat yang dilayani perlu dilakukan analisis
kebutuhan tenaga baik dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan lainnya,
dan tenaga non kesehatan sebagai dasar penyusunan pola ketenagaan
dan rencana pengembangan tenaga,
• Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan
pasien dan masyarakat, dilakukan upaya untuk pemenuhan
ketersedian tenaga baik jenis, jumlah dan persyaratan kompetensi.
• Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai
dengan struktur organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis
tenaga yang dibutuhkan.(R)
2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai
dengan pelayanan yang disediakan.(D, W)
3. Ada rencana pengembangan tenaga sesuai dengan hasil analisis
kebutuhan tenaga. (D)
4. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai dengan
rencana pengembangan tenaga yang disusun. (D)

Standar
1.4. Manajemen sarana/bangunan, prasarana, Peralatan Puskesmas,
dan keselamatan lingkungan Puskesmas dilaksanakan sesuai
peraturan perundangan (MSPAKL).
Sarana/bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan
lingkungan harus dikelola sesuai dengan peraturan perundangan dan
dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko. (lihat juga MP : 1.4;
PMKP : 5.1.2 dan PMKP : 5.2)

Kriteria
1.4.1. Sarana/bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas dikelola
sesuai dengan peraturan perundangan

Pokok Pikiran:
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mematuhi peraturan perundangan yang terkait dengan
bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan menyediakan
lingkungan yang aman bagi pasien, pengunjung, petugas, dan
masyarakat.
• Peraturan perundangan dari pemerintah dan pemerintah daerah perlu
disediakan, dipatuhi, dan digunakan sebagai acuan dalam
menyediakan pelayanan yang aman.
• Sarana, prasarana, dan peralatan Puskesmas perlu dipelihara dan
berfungsi dengan baik. (lihat juga kriteria 1.4.8; kriteria 1.4.9; dan
kriteria 3.10.5 terkait pemeliharaan SPA)
• Peralatan Puskesmas terdiri dari alat kesehatan, perbekalan
kesehatan lain, bahan habis pakai, dan perlengkapan.
-15-

• Puskesmas harus menetapkan penanggung jawab sarana/bangunan,


prasarana, dan peralatan Puskesmas untuk memastikan
sarana/bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas dipelihara
dan berfungsi dengan baik.
• Hasil-hasil audit yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
maupun lembaga independen yang lain harus ditindak lanjuti sebagai
wujud upaya menyediakan sarana, prasarana, dan peralatan
Puskesmas yang aman.

Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan penanggung jawab sarana/bangunan, prasarana, dan


peralatan Puskesmas. (R)
2. Dilakukan pemeliharaan yang terjadwal terhadap sarana/bangunan,
prasarana dan peralatan Puskesmas. (D, O, W, S)
3. Dilakukan perbaikan dan tindak lanjut terhadap pemeliharaan
sarana, prasarana , dan alat kesehatan. (D, W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil audit eksternal terhadap
pemenuhan persyaratan sarana, prasarana, dan alat kesehatan (D)

Kriteria

1.4.2. Inventarisasi sarana, prasarana, dan peralatan Puskesmas wajib


dilakukan untuk memastikan kesesuaian dengan persyaratan
peraturan perundangan dan kebutuhan pelayanan.

Pokok Pikiran:
• Ketersediaan sarana, prasarana, dan peralatan Puskesmas diperlukan
untuk menjamin kelancaran dan keamanan dalam penyelenggaraan
pelayanan. Inventarisasi perlu dilakukan untuk mengupayakan dan
memastikan pemenuhan terhadap persyaratan peraturan
perundangan maupun kebutuhan pelayanan.
• Harus ditetapkan penanggung jawab terhadap pelaksanaan
inventarisasi sarana, prasarana, dan peralatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan
inventarisasi sarana, prasarana, dan peralatan Puskesmas. (R)
2. Tersedia daftar inventaris sarana, prasarana, dan peralatan
Puskesmas yang disusun berdasar hasil inventarisasi yang dilakukan
minimal setahun sekali. (D)
3. Dilakukan analisis dan tindak lanjut terhadap kesesuaian
ketersediaan sarana, prasarana, dan peralatan Puskesmas terhadap
kebutuhan dan peraturan perundangan. (D)
4. Dilakukan pelaporan inventaris sarana, prasarana, dan peralatan
Puskesmas ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. (D)

Kriteria
-16-

1.4.3. Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan


Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan keamanan fasilitas,
pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen emergency,
pengamanan kebakaran, peralatan Puskesmas, dan sistem utilisasi

Pokok Pikiran :
• Puskesmas perlu menyusun program manajemen fasilitas dan
keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi
pasien, petugas, dan masyarakat.
• Dalam pelaksanaan program MFK perlu ditetapkan petugas yang
bertanggungjawab terhadap program MFK.
• Untuk melaksanakan MFK maka perlu dilakukan identifikasi dan
pembuatan peta terhadap area - area berisiko yang meliputi :
a) Keselamatan dan keamanan
b) Pengelolaan bahan dan limbah berbahaya (lihat juga kriteria 1.4.4.;
kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria 3.8.1 ; kriteria 5.2.1; kriteria
5.5.7; kriteria 5.5.10; dan kriteria 5.5.14 terkait limbah)
c) Manajemen emergency (kedaruratan)
d) Pengamanan kebakaran
e) Alat kesehatan
f) Sistem utilisasi
g) Pendidikan dan pelatihan petugas
• Sarana/ bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas, dan lingkungan
fisik perlu dikelola untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi
pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat.
• Rencana program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan,
yang meliputi:
a) Keselamatan dan keamanan.
Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana saat gedung,
halaman/ground dan alat kesehatan tidak menimbulkan bahaya
atau risiko bagi pasien, petugas dan pengunjung, dan masyarakat

Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan,


pengrusakan dan kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kode-
kode darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang
tidak berwenang.
b) Pengelolaan bahan dan limbah berbahaya dan beracun (B3), yang
meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya lainnya harus dikendalikan, dan limbah bahan
berbahaya dibuang secara aman.
c) Manajemen emergency/ kedaruratan, yaitu tanggapan terhadap
wabah, bencana dan keadaan emergency direncanakan dan
efektif.
d) Pengamanan kebakaran: Puskesmas wajib melindungi properti
dan penghuni dari kebakaran dan asap.
e) Peralatan Puskesmas:
Peralatan Puskesmas dalam program MFK terdiri dari alat
kesehatan, perbekalan kesehatan lainnya, dan perlengkapan.
Untuk mengurangi risiko, peralatan Puskesmas dipilih, dipelihara
dan digunakan sesuai dengan ketentuan.
f) Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber PLN, sistem air,
sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya seperti generator
(Genset), perpipaan air dipelihara untuk meminimalkan risiko
kegagalan pengoperasian, dan harus dipastikan tersedia 7 (tujuh)
hari 24 ( dua puluh empat ) jam
-17-

g) Pendidikan petugas.
• Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang
merefleksikan keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas yang bertanggungjawab dalam MFK. (R)
2. Ada rencana program MFK, sesuai dengan yang diuraikan dalam
pokok pikiran. (R)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
tersebut. (D)

Kriteria
1.4.4. Puskesmas merencanakan dan melaksanakan program keselamatan
dan keamanan.

Pokok Pikiran:
• Program untuk keselamatan dirancang untuk mencegah terjadinya
cedera akibat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), seperti tertusuk
jarum, tertimpa bangunan, kebakaran, gedung roboh, dan tersengat
listrik.
• Program untuk keamanan dengan menyediakan lingkungan fisik yang
aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung Puskesmas perlu
direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik
maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti
penculikan bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.
• Agar dapat berjalan dengan baik, maka program tersebut juga
didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk
mendukung keamanan dan fasilitas seperti penyediaan Closed Circuit
Television (CCTV), alarm, APAR, jalur evakuasi, titik kumpul, rambu-
rambu mengenai keselamatan dan tanda- tanda pintu darurat.
• Area-area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu
diidentifikasi dan dibuatkan peta, dimonitor untuk meminimalkan
terjadinya insiden dan kekerasan fisik baik bagi pasien, petugas,
maupun pengunjung yang lain.
• Pemberian tanda pengenal pada pasien, pengunjung, karyawan,
termasuk tenaga outsource merupakan upaya untuk menyediakan
lingkungan yang aman.
• Kode-kode darurat perlu ditetapkan dan diterapkan, seperti:
a) kode merah atau alarm untuk pemberitahuan darurat kebakaran
b) kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan
medik
c) kode hijau untuk pemberitahuan segera melakukan evakuasi baik
manusia maupun barang
d) kode coklat untuk pemberitahuan telah terjadi pencurian
e) kode ungu untuk pemberitahuan telah terjadi keributan
f) kode pink untuk pemberitahuan telah tejadi penculikan bayi
g) kode kuning untuk pemberitahuan adanya ancaman bom
h) kode oranye untuk pemberitahuan adanya tumpahan atau
kebocoran limbah B3 (lihat juga kriteria 1.4.3; kriteria 1.4.4.;
kriteria 1.8.1; kriteria 3.8.1 ; kriteria 5.2.1; kriteria 5.5.7; kriteria
5.5.10; dan kriteria 5.5.14 terkait limbah)
i) kode putih untuk pemberitahuan bencana endemik seperti wabah
penyakit menular
j) kode hitam untuk pemberitahuan bahwa UGD menerima pasien
berlebih baik dari segi fasilitas maupun dari segi ketenagaan.
-18-

Elemen Penilaian:
1. Disusun program keselamatan dan keamanan. (R)
2. Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas, dan pegawai
kontrak. (D, O, W)
3. Dilakukan identifikasi area-area berisiko keamanan dan kekerasan
fisik. (D)
4. Dilaksanakan program keselamatan dan keamanan sesuai dengan
rencana. (D, O, W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
keselamatan dan keamanan. (D, O, W)
6. Dilakukan pelaporan, tindak lanjut dan dokumentasi terhadap
kejadian, kekerasan fisik, dan cedera terkait dengan keamanan
lingkungan fisik. (D)

Kriteria
1.4.5. Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya beracun serta pengendalian dan pembuangan limbah
bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang
memadai dan ketentuan perundangan.

Pokok Pikiran:
• Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan
dikendalikan secara aman. (lihat juga kriteria 1.4.3; kriteria 1.4.4;
kriteria 1.8.1; kriteria 3.8.1 ; kriteria 5.2.1; kriteria 5.5.7; kriteria
5.5.10; dan kriteria 5.5.14 terkait limbah)
• WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta
limbahnya dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan
anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat; kontainer bertekanan;
benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif.
• Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan
jumlah serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu
mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.
• Harus disusun program pengendalian bahan berbahaya beracun dan
limbah B3 dan ditetapkan kebijakan dan proses untuk inventarisasi
yang meliputi:
a) Penetapan jenis, area/lokasi penyimpanan B3 sesuai ketentuan
perundangan
b) Pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai ketentuan
perundangan
c) Penggunaan APD yang sesuai untuk penggunaan dan penaganan
tumpahan dan paparan yang sesuai ketentuan perundangan
d) Sistem pelabelan yang sesuai ketentuan perundangan
e) Sistem pendokumentasian dan perijinan
f) Sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan atau
paparan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian bahan berbahaya
beracun dan limbah B3.(R)
2. Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan
pengendalian bahan berbahaya beracun dan limbah B3. (R)
3. Disusun program pengendalian bahan berbahaya beracun dan limbah
B3. (R)
-19-

4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan


terhadap B3 dan atau limbah B3. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pengendalian bahan berbahaya beracun dan limbah B3. (D)

Kriteria
1.4.6. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi
program tanggap darurat bencana internal dan eksternal

Pokok Pikiran:
• Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu
dan yang lain.
• Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama ikut
bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun eksternal.
• Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun
sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability
Assesment), dalam bentuk program tanggap darurat bencana internal
dan eksternal yang meliputi:
1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang
mungkin terjadi,
2) menentukan peran Puskesmas jika terjadi bencana dengan tetap
memperhatikan keberlangsungan layanan dan tindak lanjut
terhadap bencana,
3) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
4) manajemen sumber daya,
5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan
7) manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana.
• Program persiapan bencana disimulasikan (disaster drill) setiap tahun
secara internal atau melibatkan komunitas secara luas, terutama
ditujukan untuk menilai kesiapan sistem 3 sd 7 yang telah diuraikan
di atas.
• Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi
dalam pelaksanaan program tanggap darurat agar siap jika sewaktu-
waktu terjadi bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali.
• Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi
bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi.
• Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Disusun program penanggulangan bencana baik bencana internal
maupun eksternal. (R)
2. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal
sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap
pelayanan. (D)
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program
penanggulangan bencana yang disusun, yang dilanjutkan dengan
debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4. Dilakukan perbaikan terhadap program penanggulangan bencana
sesuai hasil simulai dan evaluasi tahunan. (D)
-20-

Kriteria
1.4.7. Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi program pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
termasuk sarana evakuasi.

Pokok Pikiran:
• Setiap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai
risiko terhadap terjadinya kebakaran. Program pencegahan dan
penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan
Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran,
pasien, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga
keselamatannya.
• Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi
kebakaran baik aktif mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya
APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan
proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu
darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
• Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara umum
meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan melakukan
identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan,
penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang mudah terbakar,
penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus,
program penanggulangan akan berisi:
a) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi
dan penanggulangan kebakaran secara periodik (minimal satu
kali dalam satu tahun)
b) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan.
c) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran
dilakukan selama kurun waktu 12 bulan
d) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi pasien
yang efektif pada situasi emergency.
• Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi
sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan
larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas, pasien,
dan pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh petugas,
pasien dan pengunjung, dan dilakukan perbaikan terhadap
pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Disusun program pengamanan kebakaran. (R)
2. Dilakukan identifikasi risiko kebakaran. (D)
3. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi
dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian alat
pemadam api. (D, O, W)
4. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program
pengamanan kebakaran. (D, W)
5. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pasien, dan
pengunjung di area Puskesmas. (R)
6. Kebijakan larangan merokok dilaksanakan, dimonitor, dievaluasi dan
ditindaklanjuti terhadap hasil pelaksanaan larangan merokok (D, O,
W)
-21-

Kriteria
1.4.8. Puskesmas menyusun dan melaksanakan program pemeriksaan dan
pemeliharaan alat kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan
pasien, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap
digunakan setiap saat diperlukan. Program pemeriksaan dan
pemeliharaan alat kesehatan harus disusun, yang meliputi:
inventarisasi alat kesehatan, inspeksi, uji, pemeliharaan dan kalibrasi
secara berkala, sesuai dengan panduan produk tiap alat kesehatan.
Program pengelolaan fasilitas ditujukan untuk: (lihat juga 1.41; dan
1.4.9 terkait pemeliharaan SPA)
a) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan berfungsi
dengan baik
b) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan
memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten
c) menunjukkan kemampuan pengelolaan alat medis baru
• Program dapat meliputi: inspeksi, uji, pemeliharaan dan kalibrasi
secara berkala, pengujian sesuai kapasitas penggunaan sesuai dengan
panduan produk tiap alat kesehatan, pelaksanaan kalibrasi atau
pemeliharaan preventif.
e) Pelaksanaan pemeriksaan dan pemeliharaan dilakukan oleh
petugas yang kompeten. Dalam melakukan pemeriksaan alat
kesehatan, petugas memeriksa antara lain: kondisi, ada tidaknya
kerusakan, kebersihan, status kalibrasi, dan fungsi alat. (lihat
juga 1.3.4 dan 3.10.5 tentang kalibrasi))
• Alat kesehatan dapat dilakukan recall oleh pemerintah dan/atau
produsen dan/atau distributor akibat adanya risiko keselamatan
• Jika ada alat kesehatan yang dilakukan recall, harus dilaksanakan
penarikan agar tidak digunakan dan dipandu oleh prosedur yang
baku.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas yang bertanggung jawab dan kompeten untuk
melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan alat kesehatan. (R)
2. Disusun program pemeriksaan dan pemeliharaan alat kesehatan. (R)
3. Ditetapkan prosedur penarikan alat kesehatan. (R).
4. Petugas memahami cara melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan
alat kesehatan (W)
5. Alat kesehatan diperiksa dan dipelihara sesuai dengan program
pemeriksaan dan pemeliharaan dan panduan produk. (D,W)
6. Dilakukan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (D.O.W)
7. Dilakukann inventarisasi (list) alat kesehatan yang perlu dilakukan
penarikan (recall) (D, W)

Kriteria
1.4.9. Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk memastikan
semua prasarana berfungsi dan mencegah terjadinya ketidak
tersediaan, kegagalan, atau kontaminasi.

Pokok Pikiran:
-22-

• Sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan sistem penunjang
lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air dan lainnya.
• Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien, dibutuhkan
ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana lain, seperti
Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan
teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai dengan
kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program pengelolaan sistem
utilitas perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan
dalam menunjang kegiatan pelayanan Puskesmas.
• Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
• Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika
terjadi kegagalan air dan/ atau listrik.
• Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset,
perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk
menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan
pasien.
• Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan sumber air dan
alirannya, termasuk pemeriksaan uji kualitas air secara periodik. Uji
kualitas tersebut meliputi : uji bakteri minimal dilakukan setiap bulan,
untuk air limbah minimal tiap tiga bulan dan untuk pemeriksaan
kimia air minilal tiap enam bulan.

Elemen Penilaian:
1. Disusun program pengelolaan sistem utilitas. (R)
2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk
pelayanan di Puskesmas. (D)
3. Dilakukan identifikasi area yang berisiko kegagalan air dan listrik. (D)
4. Disediakan dan dilakukan ujicoba kualitas dan ketersediaan sumber
air dan listrik cadangan sebagai upaya untuk meminimalkan risiko
kegagalan air dan listrik (D, O, W)
5. Dilakukan identifikasi penyediaan, pemeriksaan, dan pemeliharaan
secara periodik prasarana yang digunakan di Puskesmas.

Kriteria
1.4.10. Puskesmas menyusun dan melaksanakan pendidikan manajemen
fasilitas dan keselamatan bagi petugas.

Pokok Pikiran:
• Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan
keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan
keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan petugas agar dapat
menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang
aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
• Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house
training/workshop/lokakarya.
• Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam rencana
program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan.

Elemen Penilaian:
1. Ada rencana program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas. (R)
2. Dilaksanakan program pendidikan manajemen fasilitas dan
keselamatan bagi petugas sesuai rencana. (D, W)
-23-

3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan dalam pelaksanaan


program pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi
petugas. (D, W)

Standar
1.5. Manajemen ketenagaan Puskesmas dilakukan sesuai dengan
peraturan perundangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan
perundangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan dan
kesehatan kerja.

Kriteria
1.5.1. Setiap karyawan mempunyai file kepegawaian yang lengkap dan
mutakhir.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang
bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya
pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
• Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
• File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan,
bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi (STR)
dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga kesehatan, bukti
pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang
dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau rincian kewenangan
klinis bagi tenaga klinis, hasil penilaian kinerja karyawan, dan bukti
evaluasi penerapan hasil pelatihan termasuk bukti orientasi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Pukesmas. (R)
2. File kepegawaian dipelihara dan berisi kelengkapan sesuai dengan
yang ditetapkan. (D)
3. Dilakukan evaluasi secara periodik terhadap kelengkapan dan
pemutakhiran data kepegawaian. (D)
4. Dilakukan tindaklanjut terhadap hasil evaluasi. (D)

Kriteria
1.5.2. Dilakukan kredensial dan rekredensial untuk tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan perseorangan sebagai dasar untuk
menetapkan rincian kewenangan klinis.

Pokok Pikiran:
• Dalam memberikan pelayanan kesehatan perseorangan, tenaga
kesehatan harus memiliki kewenangan klinis yang diperoleh melalui
proses kredensial.
• Kredensial dan rekredensial sebagaimana dimaksud ditujukan untuk
memastikan bahwa setiap pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien dilakukan oleh tenaga profesional yang kompeten agar
-24-

mutu pelayanan kesehatan berorientasi pada keselamatan pasien di


Puskesmas lebih terjamin dan terlindungi
• Proses kredensial dilaksanakan oleh dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, berdasarkan permintaan dari Kepala Puskesmas.
• Kredensial dan rekredensial dilakukan untuk menetapkan rincian
kewenangan dalam memberikan asuhan pelayanan.
• Proses kredensial dan rekredensial dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Perundangan.

Elemen Penilaian:
1. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menetapkan
kebijakan dan prosedur kredensial dan rekredensial tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan sesuai
ketentuan Perundangan. (R)
2. Ada bukti dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menetapkan
petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk melakukan
kredensial dan re-kredensial tenaga klinis yang bekerja di Puskesmas.
(R)
3. Kepala Puskesmas telah mengirimkan permintaan kepada dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota untuk dilakukan kredensial dan
re-kredensial untuk setiap tenaga klinis yang bekerja di Puskesmas.
(D, W)
4. Ada bukti penetapan rincian kewenangan klinis oleh Tim kredensial
dan rekredensial untuk tiap tenaga kesehatan di Puskesmas sesuai
dengan hasil kredensial dan re-kredensial. (D)

Kriteria
1.5.3. Asuhan klinis dilakukan secara legal dan profesional sesuai dengan
rincian kewenangan klinis dan peraturan perundangan.

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin bahwa asuhan dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang tepat dan kompeten, maka harus ada kejelasan tugas dan
wewenang untuk tiap tenaga kesehatan yang memberikan asuhan
klinis di Puskesmas.
• Kewenangan klinis diberikan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
berdasar pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
• Dalam kondisi tertentu, jika tenaga kesehatan yang memenuhi
persyaratan tidak tersedia, maka dapat ditetapkan tenaga kesehatan
dengan pemberian kewenangan khusus untuk menjalankan asuhan
klinis tertentu oleh pejabat yang berwenang. Pemberian kewenangan
khusus diberikan sesuai dengan persyaratan pengetahuan dan
keterampilan bagi petugas,serta sesuai peraturan perundangan.

Elemen Penilaian:
1. Setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perseorangan mempunyai rincian kewenangan klinis sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki berdasarkan pengetahuan dan keterampilan.
(R)
2. Jika tidak tersedia tenaga kesehatan yang memenuhi persyaratan
untuk menjalankan kewenangan dalam pelayanan pelayanan
kesehatan perseorangan, ditetapkan petugas kesehatan dengan
persyaratan tertentu untuk diberi kewenangan khusus. (R)
-25-

3. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan pelayanan kesehatan


perseorangan melaksanakan asuhan sesuai dengan rincian
kewenangan klinis dan/atau kewenangan khusus yang diberikan. (D,
O, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan uraian
tugas dan wewenang bagi setiap tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan perseorangan. (D, W)

Kriteria
1.5.4. Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar
memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.

Pokok Pikiran:
• Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru
dan alih tugas, baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan,
maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
• Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
• Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis
besar visi, misi, tata nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur
organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan
pasien, serta program pengendalian infeksi. (lihat juga 4.3; 4.4 ; dan
4.5)
• Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas
yang menjadi tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan. Pada
kegiatan orientasi ini karyawan baru diberi/dijelaskan terkait apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan dengan
aman sesui dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya
dan panduanprogram lainnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta kerangka acuan Pimpinan
Puskesmas, Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan
Pelaksana kegiatan yang baru maupun alih tugas wajib mengikuti
orientasi. (R, D)

2. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun.


(D, W)

Kriteria
1.5.5. Dilakukan penilaian kinerja untuk tiap karyawan yang bekerja di
Puskesmas berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.

Pokok Pikiran:
• Setiap karyawan wajib memahami uraian tugas masing-masing
sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan agar dapat
menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang
diemban.
• Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan
terhadap sistem, mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan
kepuasan pengguna jasa
-26-

• Setiap karyawan baik tenaga klinis maupun tenaga non klinis,


dilakukan penilaian kinerja berdasarkan uraian tugas yang menjadi
tanggung jawabnya, tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya
profesionalisme, keterampilan komunikasi dan hubungan antar dan
interpersonal.
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
• Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja
masing-masing karyawan.
• Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian kinerja
karyawan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja karyawan.(R)
2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan (R)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali. (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil penilaian kinerja
karyawan untuk perbaikan. (D)

Kriteria
1.5.6. Karyawan wajib mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan Puskesmas baik upaya kesehatan masyarakat maupun
upaya kesehatan perseorangan harus dilayani oleh tenaga yang
profesional dan kompeten.
• Untuk memenuhi persyaratan kompetensi tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan.
• Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan harus direncanakan sesuai
dengan hasil analisis kebutuhan Pendidikan dan pelatihan.

Elemen Penilaian:
1. Ada usulan mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi karyawan
berdasarkan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan. (D, W)
2. Ada bukti pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
rencana yang diusulkan. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut penerapan hasil pelatihan
terhadap karyawan yang mengikuti pendidikan atau pelatihan. (D, W)

Kriteria
1.5.7. Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).

Pokok Pikiran:
• Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar
infeksi terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan
pasien baik langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu
karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dan perlindungan terhadap kesehatannya.
• Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian
-27-

juga pemberian imunisasi bagi karyawan sesuai dengan hasil


identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses
pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan,
dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
• Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan
yang dilakukan oleh pasien, keluarga pasien, maupun oleh sesama
karyawan. Program perlindungan karyawan terhadap kekerasan fisik
termasuk proses pelaporan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan
konseling, perlu disusun dan diterapkan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)bagi karyawan. (R)
2. Disusun dan ditetapkan proggram K3 bagi karyawan (R, D, W)
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk
menjaga kesehatan karyawan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
4. Dilakukan identifikasi area berpotensi risiko dan ada bukti dilakukan
upaya terukur untuk mengurangi risiko tersebut. (D, O) (lihat juga
1.4.4)
5. Dilakukan program imunisasi bagi karyawan sesuai dengan tingkat
risiko dalam pelayanan. (D, W)
6. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang
terpapar penyakit infeksi atau cedera akibat kekerasan di tempat kerja.
(D, W)

Standar
1.6 Penggerakan dan Pelaksanaan (Tata Kelola) Puskesmas harus
mengacu pada visi, misi, tujuan dan tata nilai, sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi Puskesmas yang ditetapkan.
Kegiatan Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan
tata nilai, tugas pokok dan fungsi Puskesmas secara efektif dan efisien

Kriteria
1.6.1. Kepala Puskesmas menetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai dalam
penyelenggaraan Puskesmas yang dikomunikasikan kepada semua
pihak yang terkait dan kepada pengguna pelayanan dan masyarakat.

Pokok Pikiran :
• Kegiatan penyelenggaraan Puskesmas harus dipandu oleh visi, misi,
tujuan dan tata nilai yang ditetapkan oleh Pimpinan Puskesmas agar
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
• Setiap karyawan diharapkan memahami visi, misi, tujuan dan tata
nilai, dan diterapkan dalam kegiatan penyelenggaraan Puskesmas.
Tata nilai yang disusun mencerminkan diterapkannya budaya mutu
dan keselamatan pasien/masyarakat.

Elemen Penilaian:
-28-

1. Ada kejelasan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang
menjadi acuan dalam penyelenggaraan pelayanan, upaya/kegiatan
Puskesmas. (R)
2. Petugas memahami visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas. (D,W)
3. Ada prosedur untuk menyusun dan meninjau ulang visi, misi, tujuan,
dan tata nilai yang menjamin bahwa visi, misi, tujuan dan tata nilai
relevan dengan kebutuhan dan harapan pengguna pelayanan. (R)
4. Tata nilai dan tujuan disusun dan ditinjau ulang sesuai dengan
prosedur yang disusun. (D)

Kriteria
1.6.2. Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan tata hubungan kerja.

Pokok Pikiran:
• Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu
disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota.
• Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah
ditetapkan oleh Kepala Dins Kesehatan daerah Kabupaten/Kota, perlu
ada kejelasan tugas, wewenang, tanggungjawab dan persyaratan
jabatan.
• Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam
struktur organisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan daerah
Kabupaten /Kota.
• Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan
berdasarkan persyaratan jabatan.
• Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara
periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada
dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan.

Elemen Penilaian:
1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dengan kejelasan alur komunikasi
dan koordinasi antar posisi dalam struktur (R)
2. Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat
uraian tugas, tanggung jawab, kewenangan, dan persyaratan jabatan.
(R)
3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya Puskesmas.
(R)
4. Dilakukan kajian secara periodik terhadap struktur dan/ atau
pengisian jabatan. (D, W)
5. Hasil kajian ditindak lanjuti dengan usulan perbaikan struktur ke
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pengisian jabatan.
(D)
Kriteria
1.6.3. Adanya peraturan internal yang mengatur tata tertib dan perilaku
dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai Puskesmas.

Pokok Pikiran :
-29-

• Perlu disusun peraturan internal yang mengatur tata tertib dan


perilaku Pimpinan Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan Puskesmas yang
sesuai dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas termasuk
budaya mutu dan keselamatan pasien.
• Ada indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku pemberi
pelayanan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan peraturan internal yang disepakati bersama oleh Pimpinan
Puskesmas, penanggungjawab upaya Puskesmas, koordinator
pelayanan dan pelaksana dalam melaksanakan upaya Puskesmas dan
kegiatan pelayanan Puskesmas. (R)
2. Peraturan internal tersebut disusun sesuai dengan visi, misi, tujuan
dan tata nilai Puskesmas termasuk budaya mutu dan keselamatan,
mencakup indikator yang digunakan untuk mengukur perilaku
pemberi pelayanan. (D)

Kriteria
1.6.4. Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja.

Pokok Pikiran:
• Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap karyawan wajib memahami
uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
• Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
• Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.
• Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
• Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan yang
diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan tugas
sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut adalah Bidan,
dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara.
• Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas
tambahan untuk setiap karyawan. (R)
2. Setiap karyawan memahami uraian tugas yang diberikan kepadanya.
(W)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan berdasarkan uraian tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. (D)

Kriteria
-30-

1.6.5. Kepala Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan,


kualitas kinerja, dan penggunaan sumber daya melalui komunikasi
internal, pengarahan, kordinasi, perbaikan dan umpan balik dalam
pelaksanaan kegiatan dan upaya pencapaian indikator kinerja.

Pokok Pikiran:
• Untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
pelayanan dan kegiatan manajerial perlu dilakukan komunikasi
internal. Komunikasi internal dilakukan dalam rangka melakukan
pengarahan, koordinasi internal, perbaikan dan penyampaian umpan
balik.
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator
pelayanan mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Arahan dan dukungan dapat diberikan dalam bentuk kebijakan
lokal, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dan pembimbingan
oleh pimpinan.
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab upaya, dan koordinator
pelayanan mempunyai kewajiban memonitor pelaksanaan kegiatan
apakah sesuai dengan rencana yang disusun dan capaian kinerja yang
didukung oleh sistem pencatatan dan pelaporan yang baku, baik
melalui perbaikan terhadap capaian kinerja dari laporan yang disusun,
pembahasan dalam pertemuan, lokakarya mini, maupun perbaikan
langsung terhadap pelaksanaan kegiatan.
• Koordinator pelayanan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
laporan dan/atau umpan balik terkait dengan capaian kinerja dan
pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan laporan dan umpan balik
tersebut dilakukan upaya perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Ada regulasi tentang komunikasi internal dengan lintas program
dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas. (R)
2. Ada prosedur yang jelas tentang pengarahan dan koordinasi oleh
Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya, koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab mereka. (R)
3. Ada prosedur perbaikan pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerja
pelayanan baik oleh Kepala Puskesmas maupun Penanggung jawab
upaya dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (R)
4. Ada prosedur penyampaian laporan dan umpan balik dari pelaksana
kepada penanggung jawab upaya, dan dari penanggung jawab upaya
kepada Kepala Pukesmas (R)
5. Dilaksanakan pengarahan dan koordinasi oleh Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dalam pelaksanaan
kegiatan
6. Dilaksanakan perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan dan capaian
kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (D, W)
7. Dilakukan pelaporan dan umpan balik pelaksanaan kegiatan dan
capaian kinerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (D, W)
-31-

Kriteria
1.6.6. Penanggung jawab upaya Puskesmas menunjukkan akuntabilitas
dalam pelaksanaan kegiatan.

Pokok Pikiran:
• Akuntabilitas merupakan bentuk tanggung jawab dalam
melaksanakan Upaya Puskesmas baik UKM maupun UKP sesuai
dengan rencana yang disusun.
• Akuntabilitas ditunjukkan dalam pencapaian kinerja dengan
menggunakan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
• Penanggungjawab Upaya Puskesmas mempunyai kewajiban
menunjukkan akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan dan
mempertanggungjawabkan pencapaian kinerja Upaya Puskesmas
kepada Pimpinan Puskesmas dan melakukan tindak lanjut untuk
perbaikan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan instrumen evaluasi akuntabilitas
penanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab (R)
2. Dilakukan evaluasi secara periodik terhadap akuntabilitas
Penanggung jawab upaya oleh Kepala Puskesmas sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan instrumen evaluasi yang disusun (D)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi akuntabilitas
penanggung jawab upaya (D)

Kriteria
1.6.7. Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab upaya mendelegasikan
wewenang apabila meninggalkan tugas.

Pokok Pikiran:
• Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab
upaya Puskesmas wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada
pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
• Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian
wewenang terkait dengan besarnya beban dalam pelaksanaan
kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab upaya,
agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang yang
tepat (pendelegasian kewenangan yang dimaksud adalah
pendelegasian manajerial)

Elemen Penilaian:
1. Ada kriteria yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dan dari Penanggung
jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas (R)
2. Ada prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang dari Kepala
Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya, dari Penanggung jawab
upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan
kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas (R)
3. Terdapat bukti pelaksanaan pendelegasian wewenang sesuai dengan
kriteria dan prosedur yang ditetapkan (D)
-32-

Kriteria
1.6.8. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya membina tata
hubungan kerja dengan pihak terkait lintas sektoral.

Pokok Pikiran:
• Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat tidak dapat
dilakukan oleh sektor kesehatan sendiri, program kesehatan perlu
didukung oleh sektor di luar kesehatan, demikian juga pembangunan
berwawasan kesehatan harus dipahami oleh sektor terkait.
• Mekanisme pembinaan, komunikasi, dan koordinasi perlu ditetapkan
dengan prosedur yang jelas, misalnya melalui pertemuan/lokakarya
lintas sektoral

Elemen Penilaian:
1. Dietatapkan kebijakan dan prosedur komunikasi dan koordinasi
eksternal dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Pukesmas
(R)
2. Dilakukan identifikasi dan penetapan peran lintas sektor dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan (D, W)
3. Dilakukan komunikasi dan koordinasi lintas sektor sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun (D, W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi peran
lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas minimal
setahun sekali (D, W)

Kriteria
1.6.9. Jadwal pelaksanaan kegiatan dan pelayanan disepakati bersama dan
dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan yang direncanakan.

Pokok Pikiran:
• Kegiatan pelayanan baik di dalam gedung maupun di luar gedung
Puskesmas harus dijadwalkan dan dilaksanakan sesuai dengan jadwal
yang direncanakan dalam rangka mewujudkan efektivitas dan efisiensi
dalam penyelenggaraan pelayanan.

Elemen Penilaian:
1. Ada jadwal pelaksanaan kegiatan Puskesmas (D)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan disepakati bersama (D,W)
3. Dilakukan evaluasi kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan jadwal
yang disusun (D, W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan jadwal (D)

Kriteria
1.6.10. Regulasi terkait pelaksanaan kegiatan disusun, didokumentasikan,
dan dikendalikan, serta dokumen bukti pelaksanaan kegiatan
dikendalikan.

Pokok Pikiran:
• Panduantata naskah perlu disusun sebagai acuan dalam penyusunan
dokumen regulasi yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan,
-33-

kerangka acuan, dan prosedur, maupun dalam pengendalian


dokumen dan dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
• Panduantata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan,
pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang
yang ditunjuk
b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan
c. pengendalikan dokumen
d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan
e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundangan
yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut
tidak digunakan secara salah.
• Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara
konsisten dan reliabel, perlu disusun panduankerja dan prosedur
kerja.
• Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan,
demikian juga dokumen bukti rekaman sebagai bentuk pelaksanaan
prosedur juga harus dikendalikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
• Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja harus
ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tata naskah Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan administrasi dan
manajemen. (R)
3. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan penyelenggaraan
pelayanan UKM. (R)
4. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan penyelenggaraan
pelayanan UKP. (R)

Kriteria
1.6.11. Pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas dipandu dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan.

Pokok Pikiran:
• Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya
Kesehatan Perseorangan maupun Upaya Kesehatan Masyarakat dapat
terlaksana secara efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan
harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/panduan, kerangka
acuan dan prosedur yang jelas untuk pelaksanaan kegiatan tiap upaya
kesehatan masyarakat.
• Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun
panduanpelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam
proses pemberian pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam
memberikan pelayanan kepada pasien, tenaga klinis wajib bekerja
sesuai dengan rincian kewenangan klinis dan berdasarkan pada
panduan praktik klinis dan/atau prosedur yang jelas dalam
pelaksanaan pelayanan klinis

Elemen Penilaian:
-34-

1. Kegiatan Administrasi Manajemen (Admen), UKM, dan UKP


dilaksanakan mengacu pada kebijakan, prosedur dan kerangka acuan
yang ditetapkan (R, D)
2. Pimpinan Puskesmas memastikan pelaksanaan kegiatan Admen,
UKM, dan UKP dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan,
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang disusun (D, O, W)

Kriteria
1.6.12. Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan di wilayah kerja dikelola dan dioptimalkan untuk
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di
wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau
rujukan di bidang upaya kesehatan
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab Upaya Puskesmas
mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja
Puskesmas. Agar jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan
kontribusi implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM
dan UKP yang mudah diakses oleh masyarakat.
• Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi : Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
• Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerjanya
seperti klinik, Puskesmas, apotek, laboratorium, praktik mandiri
tenaga kesehatan, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
• Program pembinaan meliputi aspek Admen, UKM, UKP, termasuk
pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam
upaya pemberian pelayanan yang bermutu

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas (D)
2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan
penanggung jawab yang jelas (D)
3. Program pembinaan dilaksanakan dan ditindak-lanjuti sesuai dengan
rencana dan jadwal yang disusun (D)

Kriteria
1.6.13. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab upaya menunjukkan
profesionalisme dalam manajemen keuangan.

Pokok Pikiran:
• Anggaran yang tersedia di Puskesmas harus dikelola secara
transparan akuntabel, efektif dan efisien sesuai dengan prinsip-
prinsip manajemen keuangan.
• Agar pengelolaan anggaran dapat dilakukan secara transparan,
akuntabel, efektif dan efisien, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur manajemen keuangan yang mengacu pada ketentuan
peraturan perundangan.
-35-

• Untuk Puskesmas yang menerapkan PPK BLUD harus mengikuti


peraturan perundangan dalam manajemen keuangan BLUD dan
menerapkan Standar Akuntansi Profesi (SAP).
• Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan pendampingan
penilaian kinerja keuangan secara periodik.

Elemen Penilaian:
1. Pimpinan Puskesmas mengikutsertakan Penanggungjawab Upaya
Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan dalam
pengelolaan anggaran Puskesmas mulai dari perencanaan anggaran,
penggunaan anggaran maupun perbaikan penggunaan anggaran (R)
2. Ditetapkan Petugas Pengelola Keuangan Puskesmas dengan kejelasan
tugas, tanggung jawab dan wewenang (R)
3. Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam
pelaksanaan pelayanan Puskesmas (R)
4. Manajemen keuangan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan, rencana anggaran, dan peraturan yang
berlaku (D)
5. Dilaksanakan penilaian kinerja keuangan dan tindak lanjut terhadap
hasil penilaian kinerja keuangan dengan pendampingan oleh Dinas
Kesehatan. (D)
6. Laporan dan Pertanggungjawaban keuangan dilaksanakan sesuai
ketentuan yang berlaku (D)

Kriteria
1.6.14. Tersedia data dan informasi melalui terselenggaranya Sistem Informasi
Puskesmas yang digunakan untuk manajemen Puskesmas dan
penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak terkait.

Pokok Pikiran:
• Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status kesehatan
masyarakat perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi.
Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan
keputusan di Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun
pengembangan program-program kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada
tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota.
• Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja,
demografi, budaya dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit
terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi dan pencapaian kinerja
pelayanan, evaluasi dan pencapaian kinerja, PIS-PK, data dan
informasi lain yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan . ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan
informasi)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen data dan informasi di
Puskesmas (R)
2. Tersedia prosedur pelaporan dan distribusi informasi kepada pihak-
pihak yang membutuhkan dan berhak memperoleh informasi (R)
3. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di
Puskesmas (D)
4. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan
pelaporan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D)
-36-

5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap manajemen data dan


informasi (D, W)

Kriteria
1.6.15. Sistem manajemen data dan informasi mendukung ketersediaan data
untuk penilaian kinerja Puskesmas, upaya perbaikan mutu,
keselamatan pasien, pencegahan dan pengendalian infeksi, dan untuk
penilaian kinerja karyawan.

Pokok Pikiran:
• Sistem manajemen data perlu direncanakan agar dapat menyediakan
data untuk kebutuhan kegiatan penilaian kinerja Puskesmas,
Peningkatan Mutu Puskesmas, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi. Adanya sistem pengeloaan data yang
mendukung ketersediaan data untuk peningkatan akan memudahkan
Tim peningkatan mutu, para penanggung jawab upaya pelayanan, dan
masing-masing pelaksana pelayanan baik UKM maupun UKP di
masing-masing unit kerja dalam merencanakan, melaksanakan,
memonitor, dan mengevaluasi upaya kegiatan peningkatan mutu yang
dilakukan. ( Lihat juga MP pada kriteria 1.1.1 dan .1.3.5; MP – UKM
pada kriteria 2.1.1; 2.6.1 ; dan 2.7.5 ; LKBP pada kriteria 3.1.2 ; 3.2.1 ;
dan 3.7.1, dan PMKP pada kriteria 5.1.3)
• Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien, dan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi:
a) Hasil pengukuran indikator mutu dan kinerja Admen, UKM, UKP
(layanan klinis). (lihat juga PMKP : 5.1)
b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pasien (lihat juga 4.3
dan 4.4)
c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) . (Lihat juga 4.5)
d) Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan
kinerja Admen, UKM dan UKP. (Lihat juga kriteria 1.1.3; kriteria ;
kriteria 5.1.3; dan kriteria 5.1.4 terkait indikator mutu)
e) Hasil perbaikan mutu dan kinerja Puskesmas Admen, UKM dan
UKP (lihat juga PMKP : 5.1)
• Sistem manajemen data juga diperlukan untuk dapat menyediakan
data untuk mendukung penilaian kinerja karyawan, baik tenaga medis
dan tenaga klinis pemberi asuhan, tenaga kesehatan, maupun tenaga
non kesehatan.
• Data penilaian kinerja karyawan mengacu pada kebijakan dan
prosedur penilaian kinerja karyawan yang ditetapkan oleh Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kebutuhan data untuk Peningkatan Mutu,
Keselamatan Pasien dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
termasuk penilaian kinerja karyawan . (D)
2. Tersedia data dalam sistem manajemen data dan informasi yang dapat
diakses oleh para penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan untuk peningkatan mutu dan Keselamatan
Pasien, PPI, serta penilaian kinerja karyawan (D)
3. Penanggung jawab, koordinator pelayanan, dan pelaksana kegiatan
memanfaatkan data dari sistem manajemen data dan informasi untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, PPI, dan penilaian kinerja
karyawan (D, W)
-37-

4. Dilakukan perbaikan dan evaluasi terhadap sistem manajmen data


dan informasi untuk menjamin ketersediaan data dalam rangka untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, dan penilaian kinerja
karyawan (D, W)

Standar
1.7 Pelayanan Puskesmas harus memperhatikan hak dan kewajiban
Pasien, dan Sasaran.
Ada kejelasan hak dan kewajiban pasien dan sasaran pelayanan UKM
yang diinformasikan sesuai dengan media informasi yang telah
ditetapkan

Kriteria
1.7.1 Hak dan kewajiban pasien dan sasaran ditetapkan dan diperhatikan
dalam penyelenggaraan pelayanan Puskesmas

Pokok Pikiran :
• Keberadaan Puskesmas dalam mengemban misi meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat harus berfokus pada pelanggan.
• Hak dan kewajiban pasien dan sasaran pelayanan UKM Puskesmas
ditetapkan dan disosialisasikan kepada masyarakat dan semua pihak
yang terkait, dan tercermin dalam kebijakan dan prosedur
penyelenggaraan Puskesmas
• Pengelola dan Pelaksana Puskesmas perlu memahami dan
memperhatikan hak dan kewajiban pasien dan sasaran pelayanan
UKM Puskesmas, dalam penyelenggaraan pelayanan dan pelaksanaan
Upaya/Kegiatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Ada kebijakan tentang hak dan kewajiban pasien, dan hak
dan kewajiban sasaran pelayanan UKM Puskesmas (R)
2. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyelenggaraan pelayanan
Puskesmas mencerminkan pemenuhan terhadap hak dan kewajiban
pasien dan sasaran pelayanan UKM (R)
3. Ada sosialisasi kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait
tentang hak dan kewajiban mereka (D)

Standar
1.8 Kerjasama/Kontrak Pihak Ketiga Dilaksanakan Sesuai Dengan
Peraturan Perundangan.
Jika sebagian kegiatan dikerjasamakan/dikontrakkan kepada pihak
ketiga, Kepala Puskesmas memastikan bahwa pihak ketiga memenuhi
standar yang ditetapkan

Kriteria
1.8.1 Adanya dokumen kerjasama/kontrak yang jelas dengan pihak ketiga
yang ditandatangani oleh para pihak dengan spesifikasi pekerjaan
yang jelas dan memenuhi standar yang berlaku

Pokok Pikiran :
• Jika ada kewenangan pada pengelola Puskesmas untuk
mengontrakkan sebagian kegiatan kepada pihak ketiga, maka proses
-38-

kontrak harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, dan


menjamin bahwa kegiatan yang dikontrakkan pada pihak ketiga
tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana dan menaati peraturan
perundangan yang berlaku.
• Isi dokumen kontrak/perjanjian kerja sama meliputi kejelasan ruang
lingkup kontrak kegiatan yang harus dilakukan, misal Manajemen,
Klinis, Obat dan BMHP, Alat Kesehatan, SDM, Gizi, Kebersihan,
pengolahan limbah termasuk B3, dan IT, peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak, personil yang melaksanakan kegiatan,
kualifikasi, indikator dan standar kinerja, masa berlakunya
Kontrak/Perjanjian Kerja Sama, proses kalau terjadi perbedaan
pendapat, termasuk bila terjadi pemutusan hubungan kerja.

Elemen Penilaian:
1. Ada penunjukkan secara jelas petugas pengelola Kontrak/Perjanjian
Kerja Sama (R)
2. Ada dokumen Kontrak/Perjanjian Kerja Sama yang memuat
sebagaimana diminta dalam pokok pikiran, dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku (D)

Kriteria
1.8.2 Perbaikan dan evaluasi kinerja pihak ketiga merupakan salah satu
kegiatan program mutu, yang dilakukan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan dalam dokumen kontrak dan ditindaklanjuti.

Pokok Pikiran :
• Kinerja pihak ketiga harus dimonitor untuk menilai kesesuaian
terhadap Kontrak/Perjanjian Kerja Sama dan rencana kegiatan yang
ditetapkan dengan menggunakan indikator evaluasi yang jelas.
• Hasil evaluasi harus ditindaklanjuti untuk menjamin tujuan tercapai
secara efektif dan efisien.

Elemen Penilaian:
1. Ada kejelasan indikator dan standar kinerja pada pihak ketiga dalam
melaksanakan kegiatan (D)
2. Dilakukan perbaikan dan evaluasi oleh pengelola pelayanan terhadap
pihak ketiga berdasarkan indikator dan standar kinerja (D)
3. Ada tindak lanjut terhadap hasil perbaikan dan evaluasi (D)
-39-

Standar
1.9 Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilaksanakan
dengan menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan.
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk
menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat

Kriteria
1.9.1 Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan
menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah.

Pokok Pikiran:
• Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas sebagai dasar
perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode
berikutnya.
• Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk
perbaikan .
• Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu
disusun, dimonitor dan dianalisis secara periodik sebagai bahan
untuk perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya
• Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:
a) Indikator kinerja Admen,
b) Indikator kinerja pelayanan UKM
c) Indikator kinerja pelayanan UKP
• Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada
Standar Pelayanan Minimal Kabupaten, Kebijakan/Panduandari
Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Panduandari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kebijakan/Panduandari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk melakukan pengawasan,
pengendalian dan penilaian kinerja yang dilakukan oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggungjawab jenis layanan (R)
2. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah (R)
3. Kepala Puskesmas bersama dengan penanggung jawab, koordinator
dan pelaksana menetapkan tahapan pencapaian kinerja untuk tiap
indikator yang ditetapkan (D, W)
4. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara
periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D)
5. Dilakukan analisis terhadap hasil pemantauan dan penilaian kinerja
terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan
Puskesmas lain (D)

Kriteria
1.9.2 Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja diumpan
balikkan kepada lintas program dan lintas sektor, serta dilaporkan ke
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
-40-

Pokok Pikiran:
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan
sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan
Puskesmas serta perencanaan tahunan dan perencanaan lima
tahunan.
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja
Admen, UKM, dan UKP diumpan balikkan pada lintas program dan
lintas sektor untuk mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan
kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode
berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyampaian umpan balik hasil
pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja (R)
2. Hasil pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja diumpan-
balikkan pada lintas program dan lintas sektor (D)
3. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan
masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan
Puskesmas (D)
4. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja
disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan
bulanan (D, W)
5. Hasil penilaian kinerja disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk
perencanaan tahunan dan perencanaan lima tahunan (D, W)
6. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk
Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan
kinerja dilaporkan kepada Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D)
-41-

BAB 2. Manajemen Pelayanan UKM

Standar
2.1. Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu.
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan
analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, data analisis kebutuhan
masyarakat, data hasil penilaian kinerja Puskesmas serta data Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK). (lihat juga MP :
1.1.2 terkait perencanaan dan MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan
informasi)

Kriteria
2.1.1. Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun berdasarkan hasil
analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, analisis data pencapaian
kinerja pelayanan UKM serta analisis data PIS PK. (lihat juga MP : 1.1.1
terkait PISPK)

Pokok Pikiran:
• Hasil analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dan data PIS PK
dibahas bersama lintas program dan lintas sektor sebagai dasar dalam
penyusunan rencana usulan kegiatan UKM. ( Lihat juga MP : 1.6.15
tentang manajemen data dan informasi)
• Kegiatan-kegiatan dalam setiap UKM di Puskesmas disusun oleh Kepala
Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas mengacu pada
analisis data kinerja, analisis data PIS PK, panduanatau acuan yang
sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, dengan
mengutamakan program prioritas nasional (antara lain penurunan
Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi, eliminasi TB, pengendalian
Penyakit Tidak Menular, penurunan Angka Kematian Ibu/ AKI dan
Angka Kematian Neonatus/ AKN), serta memperhatikan kebutuhan dan
harapan masyarakat.
• Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan
UKM adalah proses pengidentifikasian terhadap hal-hal yang
dibutuhkan dan diharapkan masyarakat terhadap program – program
yang ada di UKM yang diperoleh dengan memanfaatkan media
komunikasi yang ditetapkan seperti jajak pendapat, temu muka, survei
mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya.
• Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat mengacu
pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
• Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah
dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor,
selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan
kegiatan UKM.
• Kata “pelayanan” menggantikan kata “program”, contoh: Program
Promkes menjadi Pelayanan Promkes.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan sebagai dasar
dalam melakukan Identifikasi Kebutuhan dan Harapan Masyarakat (R)
2. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok
masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran pelayanan
UKM. (D, W)
-42-

3. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis


bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk
pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
4. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dan Data PIS PK
dianalisis bersama lintas program dan lintas sektor sebagai bahan
untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
5. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data
capaian kinerja pelayanan UKM dan analisis data PIS PK(D,W)

Kriteria
2.1.2. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan
dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. ( lihat juga
MP :1.1.2 dan MP-UKM 2.1)

Pokok Pikiran:
• Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap
pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan,dan penanggung jawab
UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi pembangunan yang
berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
• Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses membangun
manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan
masyarakat sampai terjadinya perubahan perilaku dan
pengorganisasian masyarakat untuk peningkatan kemampuan kolektif
masyarakat dalam upaya menolong dirinya sendiri untuk mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi.
• Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan untuk perubahan
perilaku adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga
atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan
dengan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien
agar klien berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap
atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice).
• Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization)
dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan
fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari kegiatan
pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan membahas
bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan
prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
• Bentuk pemberdayaan/pengorganisasian masyarakat dapat berupa:
SMD-MMD, Komunitas Peduli Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli
HIV/AIDS, Peduli TB, Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan
seterusnya.
• Kegiatan fasilitasi berupa penyampaian informasi dan konsultasi
tentang kesehatan dan masalah kesehatan, fasilitasi kepada
masyarakat untuk mengenal permasalahan kesehatan, fasilitasi untuk
melakukan pengorganisasian masyarakat sebagai upaya untuk
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada dalam bentuk Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), Desa/Kelurahan Siaga dan
perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
-43-

• Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan,


pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan pemberdayaan
masyarakat tersebut.
• Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam
Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana Kerja setiap coordinator dan
pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur yang mewajibkan Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk
memfasilitasi pembangunan berwawasan kesehatan dan proses
pemberdayaan masyarakat. (R)
2. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang
dituangkan dalam RUK Puskesmas dan sudah disepakati bersama
masyarakat. (D, W)
3. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan
evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan diwilayahnya. (D.W)
4. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat
dan atau kontribusi swasta. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan berwawasan kesehatan (D)

Kriteria
2.1.3. Rencana pelaksanaan pelayanan UKM terintegrasi lintas program dan
mengacu pada rencana usulan kegiatan Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi
lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan
perencanaan Puskesmas. (lihat juga MP : 1.1.2 dan MP _UKM: 2.1)
• RPK harus mengacu pada RUK
• Dalam hal sebagian dari kegiatan yang direncanakan dalam RUK tidak
dapat dilaksanakan karena keterbatasn sumber daya maka
dimungkinkan sebagian kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak
direncanakan dalam RPK.
• RPK pelayanan UKM menggambarkan pelaksanaan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan
dijabarkan dalam perencanaan pelaksanaan kegiatan setiap bulannya.
• RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk dirubah/disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan hasil perbaikan dan evaluasi kegiatan,
kebijakan dan kondisi – kondisi tertentu.
• RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing
pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.
-44-

Elemen Penilaian:
1. Tersedia rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) UKM yang terintegrasi
dalam rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan disusun dalam
satu tahun dengan kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap
pelaksananya untuk setiap kegiatan. (R)
2. Tersedia RPK untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun
setiap bulannya dengan kejelasan penanggung jawab pelaksanaan tiap
kegiatan. (R)
3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari
masing-masing Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (D)
4. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil perbaikan dan evaluasi, kebijakan atau kondisi
tertentu maka dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan
(D

Standar
2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM
Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan
masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta penyampaian
umpan balik dan keluhan.

Kriteria
2.2.1. Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati
bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang
dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana.

Pokok Pikiran:
• Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari
sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat,lintas program dan lintas
sektor terkait sesuai dengan prosedur.
• Jadwal pelaksanaan kegiatan yang disepakati dengan sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor
memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan.
• Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM disampaikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor
terkait dengan memanfaatkan media komunikasi yang sudah
ditetapkan.
• Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan UKM disepakati dan diinformasikan
dengan jelas dan mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM,
masyarakat dan kelompok masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM disusun berdasarkan
hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat,
lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor
melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W).
-45-

3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi


perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W)

Kriteria
2.2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap
informasi, kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan
balik dan keluhan.

Pokok Pikiran:
• Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, alur/pentahapan,
dan jadwal kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan
lintas sektor terkait agar mereka dapat optimal berkontribusi dalam
pencapaian tujuan.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, individu yang menjadi sasaran
perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan, sehingga
dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan mereka, dan
menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat waktu.
• Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi
terhadap penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian informasi
yang dilaksanakan puskesmas.
• Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pada
peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu
yang menjadi sasaran.
• Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan
kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai
budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan
teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
• Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti
untuk perbaikan dalam mempermudah akses dan penyediaan
kegiatan UKM.
• Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan
dan tidak berbelit-belit dalam kegiatan UKM.
• Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
Contoh: Ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain
sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: lembar balik, model, LCD, film
dan lain sebagainya.
• Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran
kegiatan diperlukan umpan balik dari masyarakat dan sasaran
kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan
dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
• Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung
dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat
menyampaikan keluhan secara langsung maupun tidak langsung
kepada Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
• Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau
pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok
masyarakat atau individu yang merupakan sasaran melalui forum-
forum yang ada, misalnya badan penyantun Puskesmas, konsil
kesehatan masyarakat dan forum-forum komunikasi yang lain.
-46-

• Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan


dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan
sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan UKM.
Elemen Penilaian:
1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan
jadwal kegiatan disampaikan pada Lintas program dan lintas sektor
terkait masyarakat dan sasaran. (D,W)
2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang
dikenal oleh masyarakat atau sasaran. (D,W)
3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan
sasaran diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi terhadap kejelasan akses informasi, akses kegiatan
UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik dan keluhan
terhadap kegiatan UKM.(D,W)
5. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi akses kegiatan UKM
Puskesmas. (D,W)

Standar
2.3. Pelayanan UKM dilaksanakan secara professional.
Pelayanan UKM dilaksanakan secara profesional dengan
memperhatikan hak dan kewajiban sasaran, sesuai dengan
peraturan/kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur yang disusun
berdasar acuan yang jelas, dan peraturan perundangan.

Kriteria
2.3.1. Peraturan, kebijakan, kerangka acuan, prosedur pengelolaan
pelayanan UKM Puskesmas yang menjadi acuan dalam pengelolaan
dan pelaksanaan ditetapkan, dikendalikan dan didokumentasikan.

Pokok Pikiran:
• Regulasi yang menjadi acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan
kegiatan UKM Puskesmas berupa peraturan/kebijakan,
pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan tersedia di
Puskesmas.
• Penyusunan regulasi mengacu pada peraturan perundangan dan
pedoman-panduanyang merupakan dokumen eksternal yang harus
tersedia.
• Format-format dokumen yang digunakan dalam pengelolaan dan
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas harus ditetapkan.
• Kegiatan pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas mengacu
pada rencana pelaksanaan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam
rangka mencapai indikator kinerja dan indikator mutu yang telah
ditetapkan termasuk upaya dalam rangka mendukung Program
Prioritas Nasional seperti AKI dan AKN, stunting, imunisasi, eliminasi
TB, dan Penyakit Tidak Menular.
• Kegiatan pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
harus dicatat. Catatan hasil pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas harus dikendalikan. Pengendalian dokumen meliputi:
penomoran, tanggal terbit, catatan tentang revisi, pemberlakuan, dan
tanda tangan Kepala Puskesmas.
• Regulasi yang disusun, dapat dikaji ulang dan direvisi bila diperlukan
sesuai dengan kebutuhan dan bila terjadi perubahan kebijakan
pemerintah.
-47-

• Panduan adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah


langkah-langkah yang harus dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan yang menjadi
acuan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas.(R)
2. Tersedia Peraturan Perundangan dan PanduanEskternal yang menjadi
acuan dalam pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas sebagai
dokumen eksternal yang dikendalikan. (D)
3. Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM memahami peraturan perundangan dan
panduanyang menjadi acuan. (W)
4. Peraturan, kebijakan, prosedur, dan format-format dokumen
pelayanan UKM yang digunakan dan dikendalikan sesuai dengan
panduanpengendalian dokumen yang sudah ditetapkan. (D)

Standar
2.4. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan
dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan sesuai
kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang
disusun dan dikoordinasikan melalui lokakarya mini bulanan dan
triwulan.

Kriteria
2.4.1. Dilakukan komunikasi dan koordinasi yang jelas dalam pengelolaan
pelayanan UKM Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika
dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun
lintas sektor mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, perbaikan
dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
• Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan
antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan
penggunaan media/tekhnologi informasi.
• Kebijakan, prosedur dan kerangka acuan komunikasi dan koordinasi
dalam penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan
dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan.
• Evaluasi komunikasi & koordinasi dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme komunikasi & koordinasi yang ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan komunikasi dan
koordinasi. (R)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi
kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap komunikasi dan
koordinasi yang sudah dilaksanakan.
-48-

Kriteria
2.4.2. Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor
dilakukan untuk komunikasi dan koordinasi dalam penggerakan
pelaksanaan pelayanan UKM.

Pokok Pikiran :
• Proses maupun hasil pengelolaan pelayanan perlu dikomunikasikan
oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM serta lintas program dan lintas sektor terkait agar ada
kesamaan persepsi untuk efektivitas pelaksanaan pelayanan UKM.
• Komunikasi dan koordinasi pelayanan UKM Puskesmas melalui
Lokakarya mini bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan
lintas sektor dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
• Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih
terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu)
bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran,
pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang
diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan; menggalang
kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas.
• Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara
konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga)
bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor
(antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan; menggalang kerjasama,
komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan-
kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan; meningkatkan motivasi
dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan
masyarakat kecamatan

Elemen Penilaian
1. Dilakukan lokakarya mini bulanan secara konsisten untuk
mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan mengintegrasikan
kegiatan-kegiatan UKM (D,W)
2. Dilakukan lokakarya mini triwulan bersama lintas sektor terkait
secara konsisten untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan UKM (D,W)
3. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini
bulanan dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan.
(D,W)

Standar
2.5. Pelayanan UKM dilaksanakan melalui pembinaan secara
berjenjang agar efisien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan melalui pembinaan secara berjenjang
melalui komunikasi dan koordinasi yang efektif untuk mengidentifikasi
masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut.

Kriteria
2.5.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian
tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan, dan penggunaan sumber
daya, melalui komunikasi dan koordinasi yang efektif.
-49-

Pokok Pikiran:
• Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi pelaksana dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan,
pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam
pelaksanaan kegiatan.
• Pembinaan penanggungjawab UKM Puskesmas kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman
pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
kegiatan.
• Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan.
• Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan,
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi masalah dan hambatan,
menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut.
• Komunikasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor sesuai
dengan peran dari Lintas Program dan Lintas Sektor yang sudah
ditetapkan dalam kerangka acuan dianalisis pada masalah dan
hambatan yang terjadi dan dijadikan solusi dalam melaksanakan
rencana tindak lanjut.

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan pembinaan kepada koordinator
dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal
yang disepakati.(D,W)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan, (D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan analisis penyebab dan
merencanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan
dalam pelaksanaan kegiatan.(D,W)
4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan.(D,W)

Standar
2.6. Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya
mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui
pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya
kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dan Germas.

Kriteria
2.6.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM bersama dengan Tim Pembina Keluarga melaksanakan
pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan
keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.
-50-

Pokok Pikiran:
• Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina
Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan
Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan
didokumentasikan.
• Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry
pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat
(Prokesga).
• Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan
hasil intervensi lanjut.
• Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi
(pemutakhiran/update) dokumentasi dilakukan oleh tim data
Puskesmas (admin dan surveior). ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang
manajemen data dan informasi)
• Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil
kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab
UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar
dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut
• Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang
dibentuk oleh Kepala Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala
Puskesmas.
• Kegiatan UKM melalui PISPK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang
menjadi sasaran.

Elemen Penilaian :
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga admin dan surveyor dengan
uraian tugas yang jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi
awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan,
didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga
sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan
Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi
Keluarga Sehat). (D)
4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan
kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama
melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut
kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat
keluarga.(D,W)
6. Penanggungjawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut.
(D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan
intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan
kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan
pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)

Kriteria
-51-

2.6.2. Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas


berdasarkan permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan
terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan
penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja puskesmas,
baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang
secara wilayah kerja Puskesmas.
• Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas
program dan dapat melibatkan lintas sektor, didasarkan pada analisis
IKS awal.
• Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain
dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif),
pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM dan Germas.
• Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi
lanjutan oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.
• Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan
pelayanan UKM Puskesmas.
• Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan
mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan
keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis indeks keluarga
sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis
perubahan IKS.
• Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan
kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
• Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang
bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan
PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi
kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi dapat
dipertanggungjawabkan.

Elemen Penilaian :
1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM
melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan
wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut
secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor
(D, W)
2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan
dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulan
puskesmas.(D,W)
3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang
disusun (D,W)
4. Penanggungjawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan
Penanggungjawab Jaringan dan Jejaring Pelayanan Puskesmas
melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan yang
dilakukan (D,W)
5. Dilakukan perbaikan dan evaluasi pada setiap tahapan PIS PK antara
lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-
pertemuan penilaian kinerja.(D,W)
-52-

Kriteria
2.6.3. Pelaksanaan Germas sebagai bagian dari intervensi lanjut terhadap
masalah-masalah kesehatan

Pokok pikiran
• Germas adalah suatu tindakan sistematis dan terencana yang
dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa
dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat
untuk meningkatkan kualitas hidup.
• Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut
terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat dilihat dari
perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik.
• Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif,
hidup dalam lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut : peningkatan edukasi hidup sehat,
peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan
aktivitas fisik.
• Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan
Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu,
keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat
sehari-hari.
• Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain
melalui kegiatan-kegiatan: kampanye Germas, kampanye kawasan
tanpa rokok, konseling menyusui, kampanye ASI eksklusif, sosialisasi
gemar beraktivitas fisik, deteksi dini kanker payudara dan kanker
leher rahim, dan kegiatan-kegiatan lain untuk mendukung suksesnya
Germas.
• Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis
kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam
kegiatan UKM Puskesmas.

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan
UKM Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan Germas yang melibatkan lintas
program dan lintas sektor untuk mewujudkan perubahan perilaku
sasaran Germas. (D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam
mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan
semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan gerakan
masyarakat hidup sehat. (D,W)

Standar
2.7. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM
Puskesmas dilaksanakan dalam rangka perbaikan kinerja.

Pengawasan, Pengendalian,dan Penilaian kinerja dilakukan dalam


bentuk perbaikan dan supervisi pelaksanaan pelayanan UKM
-53-

Puskesmas dan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang


ditetapkan dan ditindak lanjuti untuk perbaikan proses pelaksanaan
pelayanan UKM

Kriteria
2.7.1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan
dan pengendalian terhadap perbaikan pelaksanaan kegiatan

Pokok Pikiran:
• Pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk
perbaikan secara rutin.
• Perbaikan dalam proses pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
perlu dilakukan secara periodik oleh Kepala Puskesmas dan
Penanggung jawab UKM Puskesmas untuk menjaga agar pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang sudah
ditetapkan.
• Agar sasaran dan tujuan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dicapai dengan optimal, maka perlu ditetapkan kebijakan yang
mengatur perbaikan dari pelaksanaan kegiatan sampai dengan
pelaporannya.
• Perbaikan pelaksanaan kegiatan meliputi sasaran, waktu, tempat,
dan metode.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian
perbaikan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas. (R)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas memahami kebijakan dan prosedur
pengawasan dan pengendalian terhadap perbaikan . (W)
3. Dilakukan evaluasi terhadap pemahaman kebijakan dan prosedur
pengawasan dan pengendalian perbaikan pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi pemahaman
kebijakan dan prosedur pengawasan dan pengendalian perbaikan
pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas

Kriteria
2.7.2. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi untuk mengendalikan pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas secara periodik.

Pokok Pikiran:
• Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu
dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik
dengan jadwal yang jelas
• Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada
koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas, sehingga
pelaksana dapat mempersiapkan diri.
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas
melaksanakan kegiatan supervisi dan bersama koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut
perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas.
-54-

• Kepala Puskesmas dan PJ UKM memberitahukan kepada Koordinator


Pelayanan terhadap rencana pelaksnaan kegiatan pengawasan dan
pengendalian
• Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan
pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
• Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada
koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat
menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas
yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama PJ UKM
yang dilaksanakan secara langsung di tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan,
maka tindaklanjut perbaikan dilakukan pada saat selesai
supervisi.

Elemen Penilaian:
1. PJ UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas yang diinformasikan kepada koordinator
dan pelaksana UKM . (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan
UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan. (D,W)
3. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan dan jadwal yang
disusun. (D,W)
4. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti
hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan
permasalahan yang ditemukan. (D,W)

Kriteria
2.7.3. Penanggung jawab UKM wajib melakukan perbaikan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan jadwal yang sudah disusun agar dapat mengambil langkah
tindak lanjut untuk perbaikan.

Pokok Pikiran:
• Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan terkait dengan waktu, tempat, akses sasaran,
pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan
jadwal pelaksanaan kegiatan.
• Perbaikan terhadap pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal yang disusun
pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang disusun.
• Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya
Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk
memonitor peran lintas sektor dalam pelaksanaan pelayanan UKM.
• Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat
direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah
dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta
usulan-usulan perbaikan yang rasional.
-55-

• Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap


bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini
Puskesmas.
• Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan
perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran
kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.
• Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila
terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan
kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan
pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan
usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor
terkait.
• Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan
yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan perbaikan
pelaksanaan pelayanan UKM untuk memonitor kesesuaian
pelaksanaan kegiatan dengan kerangka acuan dan jadwal kegiatan. (R)
2. Penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan perbaikan sesuai
dengan kerangka acuan yang disusun. (D,W)
3. Dilakukan pembahasan terhadap hasil perbaikan oleh Kepala
Puskesmas, Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini
bulanan dan lokakarya mini triwulan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan PJ UKM bersama Lintas Program dan Lintas
Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan
hasil perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan
harapan masyarakat atau sasaran.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian
rencana kegiatan kepada koordinator, pelaksanan kegiatan, sasaran
kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)

Kriteria
2.7.4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan uraian tugas.

Pokok Pikiran:
• Penanggungjawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan uraian
tugas yang telah ditetapkan.
• Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya,
Penanggungjawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan
UKM berpanduanpada kebijakan dan prosedur agar dapat mencapai
hasil kinerja yang diharapkan.
• Pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugas memberikan jaminan
hukum bagi Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
• Uraian Tugas yang dimaksud adalah uraian tugas pelaksanaan
pelayanan UKM
-56-

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas melakukan perbaikan terhadap Penanggung jawab
UKM dalam melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W)
2. Penanggung jawabUKM Puskesmas melakukan perbaikan terhadap
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM dalam
melaksanakan tugas berdasarkan uraian tugas.(D,W)
3. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas, Kepala Puskesmas melakukan tindak
lanjut terhadap hasil perbaikan .(D,W)
4. Jika terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan uraian tugas oleh
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan, Penanggung jawab
UKM Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil
perbaikan .(D,W)

Kriteria
2.7.5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya
perbaikan terhadap capaian kinerja

Pokok Pikiran :
• Adanya ketetapan tentang data capaian kinerja pelayanan UKM yang
memuat Standar Pelayanan Minimal, Kebijakan/Panduandari
Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Panduandari Dinas Kesehatan
Provinsi, dan Kebijakan/Panduandari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan kebijakan Puskesmas untuk masing- masing
kegiatan UKM. ( lihat juga MP : 1.9.1)
• Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM
yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM
disampaikan kepada penanggungjawab UKM secara periodik. ( Lihat
juga MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)
• Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja
berdasarkan indikator kinerja dan indikator mutu pelayanan UKM
untuk melihat pencapaian kinerja secara periodik. (Lihat juga MP pada
kriteria 1.1.1 dan 1.1.3; dan PMKP 5.1.1; 5.1.2 dan 5.1.3. terkait
indikator mutu)
• Hasil analisis capaian kinerja pelayanan UKM dibahas bersama
dengan sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penetapan indikator kinerja dan
indikator mutu pelayanan UKM. (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan mlakukan
pengumpulan data capaian indikator kinerja dan indikator mutu
pelayanan UKM yang disertai dengan analisinya secara periodik. (D,W)
3. PJ UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana kegiatan
melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja (D,W)
4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian
kinerja pelayanan UKM . (D,W)
5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta analisis dan
rencana tindaklanjut kegiatan UKM ke dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota secara periodik. (D)
6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinkes Kab/kota laporan upaya
perbaikan terhadap capaian kinerja pelayanan UKM
-57-

7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik laporan pelayanan


UKM dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (D)

Kriteria
2.7.6. Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM
dilaksanakan secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam
pengelolaan pelayanan UKM.

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM bertanggungjawab dalam
membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan,
konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.
• Kepala Puskesmas bersama PJ UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan prosedur
penilaian kinerja pelayanan UKM
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan
penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik.
• Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukan akuntabilitas
dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan
perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang
diharapkan.
• Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama
dengan Penanggungjawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur tentang penilaian kinerja dalam
penyelenggaraan pelayanan UKM secara berkesinambungan (R).
2. Kepala Puskesmas, PJ UKM , Koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan melakukan pembahasan penilaian kinerja paling sedikit dua
kali setahun (D,W)
3. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian
kinerja pelayanan UKM (D,W).
4. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
5. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinkes Kab/kota terhadap
laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM
6. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D)
-58-

Bab 3 . Asuhan UKP/Layanan Klinis yang berorientasi Pasien (LKBP)

Standar
3.1. Proses Pendaftaran Pasien dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan pelanggan dan keselamatan pasien.
Proses pendaftaran pasien memenuhi kebutuhan pelanggan dan
didukung oleh sarana dan lingkungan yang memadai.

Kriteria
3.1.1. Pendaftaran dilaksanakan dengan efektif dan efisiensesuai dengan
kebutuhan pelanggan, informasi tentang pendaftaran dan fasilitas
rujukan tersedia pada waktu pendaftaran.

Pokok Pikiran:
• Kebutuhan pasien perlu diperhatikan, diupayakan dan dipenuhi
sesuai dengan misi dan sumber daya yang tersedia di Puskesmas.
Keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dapat diperoleh
pada saat pendaftaran. Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi,
maka dapat dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
• Keselamatan pasien dan petugas sudah harus diperhatikan sejak
pertama pasien kontak dengan Puskesmas, dengan demikian prosedur
pendaftaran sudah mencerminkan penerapan upaya keselamatan
pasien, terutama dalam hal identifikasi pasien minimal dengan 2
identitas yang relatif tidak berubah: nama lengkap pasien, tanggal
lahir atau nomor rekam media.
• Regulasi pendaftaran memuat:
a) proses pendaftaran
b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c) keselamatan pasien
d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain
• Pasien dan masyarakat membutuhkan informasi tentang sarana
pelayanan, antara lain: tarif, jenis pelayanan, alur dan proses
pendaftaran, alur dan proses pelayanan, rujukan, dan ketersediaan
tempat tidur untuk Puskesmas perawatan/rawat inap. Oleh karena itu
informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah
diakses, dan dipahami oleh pasien dan masyarakat. Latar belakang
budaya dan bahasa yang dimiliki oleh pasien dan masyarkat perlu
dipertimbangkan dalam penyediaan informasi.
• Pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang tahapan
pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses kajian sampai
pemulangan. Informasi tentang tahapan pelayanan yang ada di
Puskesmas perlu diinformasikan kepada pasien untuk menjamin
kesinambungan pelayanan. Informasi tersebut termasuk apabila
pasien perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dalam upaya
menjamin kesinambungan pelayanan. Tahapan pelayanan klinis
adalah tahapan pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan
meninggalkan tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika
diperlukan.
• Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk
ketersediaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan fasilitas kesehatan
rujukan yang memuat jenis pelayanan yang disediakan.
• Panduanpendaftaran adalah acuan bagi petugas dalam melaksanakan
pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam melaksanakan
pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan tentang alur pendaftaran,
-59-

kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang diperlukan pada saat


pendaftaran serta tetap memperhatikan prinsip sasaran keselamatan
pasien . (lihat juga PMKP : 4.4)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduandan prosedur pendaftaran (R)
2. Tersedia bagan alur pendaftaran yang dapat diakses oleh pelanggan.
(D, O, W)
3. Tersedia informasi tentang pendaftaran, jenis pelayanan, prosedur
dan alur pelayanan yang efisien, serta jadwal pelayanan dan informasi
lain tentang sarana pelayanan yang dapat diakses oleh pelanggan (D,
O, W)
4. Tersedia informasi tentang kerjasama dengan fasilitas rujukan untuk
menjamin kesinambungan pelayanan klinis (D,O)
5. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
dengan memperhatikan keselamatan pasien (O,W,S)

Kriteria
3.1.2. Hak dan kewajiban pasien, keluarga, dan petugas dipertimbangkan
dan diinformasikan pada saat pendaftaran

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan pemberian pelayanan kepada pasien yang
melindungi hak pasien dan keluarga. Seluruh karyawan harus
mengetahui dan mengerti hak dan kewajiban pasien dan keluarga,
serta hak dan kewajiban sebagai karyawan Puskesmas dalam
memberikan pelayanan sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku. Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan
klinis wajib mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh petugas
bertanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak dan
pemenuhan kewajiban dalam pelayanan pasien. Untuk melindungi
secara efektif dan mengedepankan hak pasien, Kepala Puskesmas dan
penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan berusaha
memahami tanggung jawab mereka dalam hubungannya dengan
komunitas yang dilayani, sedangkan petugas yang melayani dijamin
akan memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagaimana
ditetapkan.
• Hak pasien dan keluarga merupakan salah satu elemen dasar dari
proses pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas pasien dan
keluarga. Kebijakan dan prosedur harus ditetapkan dan dilaksanakan
untuk menjamin bahwa petugas Puskesmas yang terkait dalam
pelayanan pasien memberi respons terhadap hak pasien dan keluarga,
ketika mereka melayani pasien. Hak pasien tersebut perlu dipahami
baik oleh pasien maupun oleh petugas yang memberikan pelayanan,
oleh karena itu pasien perlu mendapatkan informasi tentang hak dan
kewajiban pasien sejak proses pendaftaran.
• Hak dan kewajiban meliputi :
Kewajiban Pasien:
(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(2) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(3) menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak
Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di
Puskesmas ;
-60-

(4) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat


sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya;
(5) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
(6) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh Pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(7) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit
atau masalah kesehatannya; dan
(8) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Hak-hak pasien meliputi:


(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Puskesmas;
(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter dan dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;
(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya; ( Lihat juga MP : 1.6.15
tentang manajemen data dan informasi)
(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya perkiraan
biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pasien
lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Puskesmas terhadap dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran
termasuk kerahasiaan rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian
dalam suatu penelitian kesehatan;
-61-

(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan


yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila
Puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyampaian hak dan kewajiban
pasien/keluarga selama proses pendaftaran dengan cara dan bahasa
yang dipahami oleh pasien dan/keluarga (R)
2. Hak dan kewajiban pasien diinformasikan selama proses pendaftaran
dengan cara dan bahasa yang dipahami oleh pasien dan/keluarga
sesuai regulasi. (D, O, W, S)

Kriteria
3.1.3. Pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus diidentifikasi
dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis yang optimal.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk
diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus,
antara lain: disabilitas,lanjut usia, kendala bahasa, budaya, atau
kendala lain yang dapat berakibat terjadinya hambatan atau tidak
optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan klinis.
Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat
dilakukan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan kesulitan
atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran, pemberian asuhan,
sampai dengan pemulangan.

Elemen penilaian:
1. Pimpinan dan staf Puskesmas melakukan identifikasi jenis-jenis
pasien dengan kendala dan/atau berkebutuhan khusus (D)
2. Disusun rencana tindak lanjut untuk mengatasi keterbatasan,
kendala, dan kebutuhan khusus yang lain pada pasien dengan
kebutuhan khusus (D)
3. Dilakukan fasilitasi kepada pasien dengan kendala dan atau
berkebutuhan khusus dalam proses pelayanan (O,S)

Standar
3.2. Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pelaksanaan Asuhan
dilaksanakan secara paripurna.
Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana
dan pelaksanaan pelayananoleh petugas kesehatan profesional
dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan untuk menyusun
keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan
pasien/keluarga dilaksanakan sesuai rencana yang disusun, dipandu
oleh kebijakan dan prosedur, sesuai peraturan yang berlaku.

Kriteria
3.2.1. Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pasien/keluarga.
-62-

Pokok Pikiran:
• Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan
dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan
dilakukan.
• Kajian pasien meliputi tigas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik,
psikologi, status sosial, riwayat penyakit. Untuk mendapatkan
data dan informasi tersebut dilakukan melalui anamnesis (data
Subjektif = S), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
(data Objektif = O). ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen
data dan informasi)
b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan
masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien (asesmen atau analisis = A)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi
kebutuhan pasien. ( lihat juga MP : 1.1.2 dan MP -UKM 2.1 terkait
perencanaan)
• Pada saat pasien pertama kali diterima dilakukan kajian awal, untuk
selanjutnya dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik
pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan
perkembangan kondisi kesehatannya.
• Ketika pasien diterima di Puskesmas untuk memperoleh pelayanan
klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh tenaga medis,
keperawatan/kebidanan dan disiplin yang lain meliputi : status
fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat
kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh,
asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko nutrisi,
kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
• Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, perawat, bidan, dan
tenaga klinis yang lain sesuai dengan rincian kewenangan klinis.
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian harus
dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam medis
harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan pada
saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan keselamatan
pasien. Rekam medis pasien adalah catatan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan pelayanan medis, penunjang medis dan
keperawatan/kebidanan.
• Kajian awal sampai pada penegakan diagnosa dan
penetapanpelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana
tindak lanjut dan evaluasinya.
• Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu
atau tidaknya dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang
meragukan,dengankajian medis, kajian penunjang medis, kajian
keperawatan/kebidanan dan kajian lain wajib didokumentasikan
dengan baik. Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan
mudah ditemukan kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain
yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani
pasien.
• Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pasien memerlukan
rencana pemulangan (discharge planning) berdasar kriteria yang
ditetapkan sesuai dengan keragamankan kebutuhan pasien, misalnya
-63-

dengan menggunakan BRASS (Blaylock Risk Assessment Screening


Score).

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara
kolaboratif antar praktisi klinis (R)
2. Terdapat prosedur kajian awal untuk mengidentifikasi berbagai
kebutuhan dan harapan pasien dan keluarga pasien, mencakup
pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan/kebidanan, dan
pelayanan klinis yang lain. (R)
3. Dilakukan kajian awal oleh tenaga yang kompeten mengacu pada
standar profesi, dicatat dalam rekam medis, digunakan untuk
penyusunan rencana asuhan, koordinasi dalam pemberian asuhan,
dan rencana pemulangan. (D, O, W)

Kriteria
3.2.2. Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diberikan
prioritas untuk asesmen dan pengobatan.

Pokok Pikiran:
• Pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera,
diidentifikasi dengan proses triase mengacu pada panduantata
laksana triase yang berlaku. Bila telah diidentifikasi sebagai keadaan
dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera, pasien ini
sesegera mungkin diperiksa dan mendapat asuhan. Pasien-pasien
tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang lain,
mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan
pengobatan sesuai dengan kebutuhan.
• Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila
tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan
pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
• Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak,
atau segera, prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan
untuk pasien dengan risiko penularan infeksi, misalnya infeksi melalui
udara/airborne.
• Kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan
kewaspadaan transmisi

Elemen penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduandan prosedur tentang pelaksanaan
proses triase dalam memprioritaskan pasien dengan kebutuhan
emergensi. (R)
2. Pasien diprioritaskan atas dasar urgensi kebutuhan. (D,O,S)
3. Kewaspadaan isolasi diterapkan pada penanganan pasien dengan
risiko penularan infeksi sejak saat kajian awal (O, W, S)
4. Pasien emergensi yang perlu dirujuk ke fasilitas layanan yang lebih
tinggi, diperiksa dan dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan
Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di fasilitas kesehatan
rujukan(D,O)

Kriteria
3.2.3. Tenaga Klinis dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang profesional
melakukan kajian pasien untuk menetapkan diagnosis medis dan
diagnosis keperawatan/kebidanan.
-64-

Pokok Pikiran:
• Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh
tenaga professional yang kompeten. Proses kajian tersebut dapat
dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh tim kesehatan
antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan
tenaga kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien.
• Kajian pasien baik kajian awal maupun kajian ulang harus dicatat
dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan perkembangan
kondisi pasien.
• Yang dimaksud dengan tenaga professional yang kompeten adalah
tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh
standar dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai
dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan
dengan adanya sertifikat kompetensi.

Elemen Penilaian:
1. Kajian pasien dan penetapan diagnosis dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang profesional dan kompeten, dan dicatat dalam rekam
medis. (R,D,O)
2. Tersedia tim kesehatan antar profesi untuk melakukan kajian jika
diperlukan penanganan secara tim. (R,D,O)
3. Kajian medis dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan. (D)
4. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat
dilakukan pelimpahan kewenangan tertulis kepada perawat dan/atau
bidan untuk melakukan kajian awal medis. (R,D)
5. Perawat atau bidan yang diberi kewenangan telah mengikuti pelatihan
untuk melakukan kajian medis dan pemberian asuhan medis sesuai
dengan kewenangan delegatif yang diberikan (D)

Kriteria
3.2.4. Terdapat prosedur yang efektif untuk menyusun rencana asuhan baik
asuhan klinis maupun asuhan terpadu jika pasien membutuhkan
penanganan oleh tim kesehatan yang terkoordinasi.

Pokok Pikiran:
• Rencana asuhan ditetapkan berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan
dalam bentuk diagnosis dan asuhan klinis yang akan diberikan.
Dalam menyusun rencana asuhanperlu dipandu oleh kebijakan dan
prosedur yang jelas sesuai dengan kebutuhan pasien dan sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Luaran klinis tergantung
dari ketepatan dalam penyusunan rencana asuhan yang sesuai
dengan kondisi pasien dan standar pelayanan klinis.
• Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus
dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyusunan rencana asuhan
klinis dan rencana asuhan terpadu (R)
2. Rencana asuhan klinis dan/atau rencana asuhan terpadu disusun
sesuai dengan kebutuhan pasien dan kebijakan serta prosedur yang
ditetapkan (D)
3. Dilakukan perbaikan, evaluasi dan tindak lanjut kepatuhan tenaga
klinis terhadap kebijakan dan prosedur penyusunan rencana asuhan
klinis dan/atau rencana asuhan terpadu. (D)
-65-

Kriteria
3.2.5. Rencana asuhan klinis disusun bersama pasien dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
tata nilai budaya pasien.

Pokok Pikiran:
• Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan
yang akan diperoleh. Pasien/keluarga diberi peluang untuk
bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan
dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan tersebut harus
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
memperhatikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh pasien.
• Resiko yang mungkin terjadi pada pasien antara lain resiko alergi,
infeksi, jatuh dan efek samping asuhan serta obat
• Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan
edukasi pada pasien dan keluarga

Elemen Penilaian:
1. Petugas kesehatan dan/atau tim kesehatan melibatkan setiap pasien
dalam menyusun rencana asuhan termasuk pendidikan/penyuluhan
pasien (D,O)
2. Risiko dan efek samping yang mungkin terjadi pada pasien
dipertimbangkan sejak awal dalam menyusun rencana asuhan dan
diinformasikan kepada pasien. (D)

Kriteria
3.2.6. Persetujuan tindakan medik diminta sebelum pelaksanaan tindakan
bagi yang membutuhkan persetujuan tindakan medik.

Pokok Pikiran:
• Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan
tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan
informed consent/informed choice. Setiap tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien, harus mendapatkan persetujuan.
Untuk menyetujui/memilih tindakan, pasien harus diberi
penjelasan/konseling tentang hal yang berhubungan dengan
pelayanan yang direncanakan, karena diperlukan untuk suatu
keputusan persetujuan.
• Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) perkiraan pembiayaan
• lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam
proses pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika pasien
masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau pengobatan
tertentu yang berisiko. Proses persetujuan ditetapkan dengan jelas
oleh Puskesmas dalam kebijakan dan prosedur, yang mengacu kepada
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
• Pasien dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan, prosedur, dan
pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana
-66-

mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan secara


lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan cara
lain). Pasien dan keluarga memahami siapa yang dapat memberikan
persetujuan selain pasien. Petugas pelaksana tindakan yang diberi
kewenangan telah terlatih untuk memberikan penjelasan kepada
pasien dan mendokumentasikan persetujuan tersebut.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur informed consent (R)
2. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan
medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan
sebelum memberikan persetujuan. (D)
3. Pelaksanaan informed consent didokumentasikan.(D)

Kriteria
3.2.7. Panduan Praktik klinis dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
asuhan klinis

Pokok Pikiran:
• Sebelum asuhan dilaksanakan, pasien/keluarga perlu memperoleh
informasi yang jelas tentang rencana asuhan, dan memberikan
persetujuan tentang rencana asuhan yang akan diberikan, dan
Pelaksanaan asuhan harus dipandu dengan standar asuhan/panduan
praktik klinis yang berlaku di Puskesmas, sesuai dengan kemampuan
Puskesmas dengan referensi yang jelas, dan bila memungkinkan
berbasis evidens terkini yang tersedia untuk memperoleh outcome
klinis yang optimal. Untuk menjamin kesinambungan pelayanan,
pelaksanaannya harus dicatat dalam rekam medis pasien.
• Pelaksanaan asuhan klinis dilakukan sesuai rencana asuhan dengan
menggunakan panduanatau standar dan algoritme yang berlaku.
contoh: tata laksana balita sakit dengan pendekatan MTBS.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis (R)
2. Panduan/prosedur asuhan klinis disusun dengan acuan yang jelas.(D)
3. Panduan praktik klinis dan prosedur asuhan klinis digunakan sebagai
acuan dalam penyusunan rencana asuhan dan pelaksanaan asuhan
pasien (D, O, W)

Kriteria
3.2.8. Pelaksanaan layanan bagi pasien gawat darurat dan/atau berisiko
tinggi dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang berlaku.

Pokok Pikiran:
• Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/atau berisiko tinggi
perlu diidentifikasi, dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam
pelayanan pasien gawat darurat 24 jam
• Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisisko tinggi
terjadinya kematian atau cedera termasuk kasus gawat darurat pada
ibu hamil/melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan
kasus yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas,
pasien dan masyarakat.
-67-

• Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar


panduan praktik klinis untuk penanganan pasien gawat darurat
dengan referensi yang dapat dipertanggung jawabkan.
• Penanganan pasien gawat darurat di Puskesmas Non Rawat Inap
dilakukan di ruang tindakan untuk pelayanan pasien gawat darurat.
• Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan
terjadinya penularan baik bagi petugas maupun pasien yang lain perlu
diperhatikan sesuai dengan prinsip pencegahan dan pengendalian
infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan pasien gawat darurat
(emergensi), pasien berisiko tinggiyang mudah diakses oleh petugas.
(R)
2. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/atau berisiko
tinggi yang sering terjadi.(D)
3. Pemberian asuhan pada pasien gawat darurat dan/atau berisiko tinggi
dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan dan prosedur yang
ditetapkan (O, W)

Kriteria
3.2.9. Asuhan medis diberikan oleh tenaga medis yang kompeten dengan
kejelasan rincian kewenangan klinis yang sesuai dengan kewenangan
klinis yang dimiliki.

Pokok Pikiran:
• Setiap pasien dilayani oleh dokter atau dokter gigi penanggung jawab
pelayanan yang mempunyai rincian kewenangan klinis sesuai
kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis dilaksanakan berdasarkan
panduan pelayanan medis dan/atau prosedur pelayanan medis sesuai
dengan rencana asuhan yang disusun. Dalam keadaan dokter atau
dokter gigi tidak tersedia atau tidak berada di tempat, dapat dilakukan
pemberian kewenangan delegatif kepada perawat atau bidan atau
dengan pemberian kewenangan khusus sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
• Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya harus menghindari
pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan upaya
pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan
dipadukan sebagai hasil kajian dalam merencanakan dan
melaksanakan layananklinis bagi pasien.
• Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa permintaan pemeriksaan
penunjang yang sebelumnya sudah dilakukan, pemberian obat sejenis
atau dengan tujuan yang sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
• Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, semua pemeriksaan
penunjang, pemberian obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat
dalam rekam medis sehingga petugas pemberi asuhan dapat
menggunakannya sebagai pertimbangan sebelum membuat
keputusan asuhan ataupun permintaan pemeriksaan penunjang.

Elemen Penilaian:
1. Asuhan medis diberikan oleh dokter atau dokter gigi penanggung
jawab pelayanan (D, W)
-68-

2. Asuhan medis dilakukan berdasar rencana asuhan dan panduan


praktik klinis dan/atau prosedur pelayanan medis (D, W)
3. Asuhan medis dan pelayanan penunjang yang dibutuhkan dicatat dan
dipadukan dengan baik, untuk menjamin kesinambungan pelayanan
dan tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu. (D)
4. Asuhan medis, perkembangan kondisi pasien dan perbaikan
kemajuan pemberian asuhan dicatat dalam rekam medis pasien (D)

Kriteria
3.2.10. Asuhan keperawatan/kebidanan dan asuhan praktisi klinis yang lain
diberikan oleh tenaga klinis yang kompeten dengan kejelasan rincian
kewenangan klinis yang sesuai dengan kewenangan klinis yang
dimiliki.

Pokok Pikiran:
• Setiap pasien dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi klinis lain yang
mempunyai rincian kewenangan klinis sesuai kompetensi yang
dimiliki. Asuhan dilaksanakan berdasarkan panduan pelayanan
keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur pelayanan klinis lain
sesuai dengan rencana asuhan yang disusun.

Elemen Penilaian:
1. Asuhan keperawatan/kebidanan dan asuhan praktisi klinis lain
diberikan oleh petugas yang kompeten (D)
2. Asuhan keperawatan/kebidanan dan asuhan praktisi klinis lain
dilakukan berdasar rencana asuhan sesuai panduan praktik
klinis/prosedur pelayanan klinis (D, W)
3. Asuhan keperawatan/kebidanan dan asuhan praktisi klinis lain serta
perkembangan kondisi pasien, perbaikan terhadap kemajuan
pemberian asuhan dicatat dalam rekam medis (D)

Kriteria
3.2.11. Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, yang disusun
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan.

Pokok Pikiran:
• Pada kondisi tertentu pasien memerlukan asuhan terpadu yang
meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan, asuhan nutrisi, dan
asuhan kesehatan yang lain, sesuai dengan kebutuhan pasien. Dokter
berkewajiban mengkoordinasikan pelaksanaan asuhan terpadu untuk
mencapai luaran klinis yang diharapkan, dan upaya promotive
maupun preventif bagi keluarga dan masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Dokter yang bertanggungjawab terhadap pasien melakukan koordinasi
pelaksanaan asuhan terpadu (D)
2. Asuhan terpadu dilaksanakan secara kolaboratif oleh pemberi asuhan
sesuai dengan rencana asuhan terpadu dan prosedur pelayanan
klinis(D)
3. Dilakukan perbaikan dan evaluasi terhadap pelaksanaan asuhan
terpadu dan kemajuan kondisi pasien (D)
-69-

4. Asuhan terpadu dicatat dalam rekam medis secara terintegrasi (D)

Kriteria
3.2.12. Penanganan, penggunaan, dan pemberian obat dan/atau cairan
intravena dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

Pokok Pikiran:
• Penggunaan dan pemberian obat dan/atau cairan intravena
merupakan kegiatan yang berisiko terhadap terjadinya infeksi, oleh
karena itu perlu dipandu dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
• Prinsip-prinsip aseptik digunakan dalam pemberian obat dan/atau
cairan intravena.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur Penanganan, penggunaan dan
pemberian obat/cairan intravena (R)
2. Obat/cairan intravena diberikan sesuai kebijakan dan prosedur (D)

Kriteria
3.2.13. Seluruh petugas kesehatan memperhatikan dan menghargai
kebutuhan dan hak pasien selama pelaksanaan layanan

Pokok Pikiran:
• Selama proses pelaksanaan layanan pasien, petugas kesehatan harus
memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak pasien.
Kebutuhan dan keluhan pasien diidentifikasi selama proses
pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan keluhan pasien/keluarga pasien,
menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut untuk
perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Pemberi asuhan memperhatikan hak pasien/keluarga termasuk tata
nilai dan kepercayaan pasien selama proses asuhan. (O,W)
2. Privasi pasien dan kebutuhan pasien akan privasi diidentifikasi dan
diperhatikan pada waktu melakukan anamnesis, pemeriksaan,
pelaksanaan asuhan, pemberian tindakan, dan
transportasi/pemindahan pasien. (D, O,W)
3. Pasien di motivasi untuk berpartisipasi dalam proses asuhan. (O,W)
4. Pemberi asuhan melakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W)
5. Pasien diberi informasi tentang proses untuk menyampaikan keluhan
pasien/keluarga pasien (D,O,W)
6. Keluhan pasien diidentifikasi, dianalisis dan ditindaklanjuti. (D,O,W)

Kriteria
3.2.14. Pasien dan Keluarga pasien memperoleh penjelasan tentang hak dan
tanggung jawab mereka, manakala mereka menolak dan tidak
bersedia melanjutkan pengobatan

Pokok Pikiran:
• Pasien atau mereka yang membuat keputusan atas nama pasien,
dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau
pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau
-70-

pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk


dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
• Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari
keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan
keputusan tersebut. Pasien dan keluarganya diberitahu tentang
alternatif pelayanan dan pengobatan.
• Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah
alternatif lain dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan
misalnya pasien diare menolak di infus maka pasien diedukasi agar
minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien

Elemen Penilaian:
1. Petugas pemberi pelayanan memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang hak mereka untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan jika terjadi penolakan (D,W)
2. Petugas pemberi pelayanan memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang konsekuensi dari keputusan mereka. (D, W)
3. Petugas pemberi pelayanan memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang tanggung jawab mereka berkaitan dengan keputusan
tersebut. (D, W)
4. Petugas pemberi pelayanan memberitahukan pasien dan keluarganya
tentang tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan. (D, W)

3.2.15. Pasien/keluarga memperoleh penyuluhan kesehatan dengan


pendekatan yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami

Pokok Pikiran:
• Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama
antara petugas kesehatan dan pasien/keluarga. Pasien/keluarga
perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait
dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien, oleh karena itu
penyuluhan dan pendidikan pasien/keluarga perlu dipadukan dalam
pelayanan klinis. Pendidikan dan penyuluhan kepada pasien
termasuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Agar penyuluhan
dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan dengan efektif maka
dilakukan dengan pendekatan komunikasi interpersonal antara
pasien dan petugas kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh pasien/keluarga.
• Dalam proses memberikan penyuluhan/Pendidikan pada pasien,
didorong agar pasien/keluarga pasien untuk berbicara/bertanya
terkait dengan masalah kesehatan, pengobatan, dan pemenuhan
kebutuhan pasien.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyuluhan/ pendidikan
kesehatan bagi pasien dan keluarga. (R)
2. Dilakukan penyuluhan/pendidikan kesehatan bagi pasien dan
keluarga dengan metoda yang dapat dipahami oleh pasien dan
keluarga. (D,O)
3. Dilakukan penilaian terhadap efektivitas penyampaian informasi
kepada pasien/keluarga pasien agar mereka dapat berperan aktif
-71-

dalam proses layanandan memahami konsekuensi layananyang


diberikan.(D)

Standar
3.3. Pelayanan anastesi sederhana dan pembedahan minor di
Puskesmas dilaksanakan sesuai standar.
Tersedia pelayanan anestesi sederhana dan pembedahan minor untuk
memenuhi kebutuhan pasien

Kriteria
3.3.1 Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan memenuhi
standar di Puskesmas, standar nasional, undang-undang, dan
peraturan serta standar profesi sesuai dengan kebutuhan pasien

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang
membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut
harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan
dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
dewasa dan anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) frekuensi dan jenis perbaikan pasien yang diperlukan
e) kualifikasi dan keterampilan petugas pelaksana
f) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
g) persyaratan kompetensi:
h) teknik melakukan lokal anestesi
i) melaksanakan perbaikan yang tepat
j) penanganan terhadap komplikasi
k) bantuan hidup dasar

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan anestesi lokal sesuai
kebutuhan di Puskesmas (R)
2. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten sesuai dengan kebijakan. (D, O, W)
3. Selama pemberian anestesi lokal petugas melakukan perbaikan
status fisiologi pasien.(D)
4. Anestesi lokal, teknik anestesi lokal ditulis dalam rekam medis
pasien.(D)

Kriteria
3.3.2 Pelayanan bedah di Puskesmas direncanakan dan dilaksanakan
memenuhi standar di Puskesmas, standar nasional, undang-undang,
dan peraturan serta standar profesi sesuai dengan kebutuhan pasien

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan bedah minor yang
-72-

membutuhkan anestesi. Pelaksanaan bedah minor tersebut harus


memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Dokter yang melakukan pembedahan wajib :
a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pasien
b. menyusun rencana pembedahan berdasar kajian pasien
c. edukasi pada pasien/keluarga terkait pembedahan yang akan
dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin terjadi dan hasil
yang tidak diharapkan
d. melaksanakan prosedur pembedahan yang aman
e. menyusun laporan operasi yang meliputi: diagnosis sesudah
pembedahan, nama dokter yang melakukan pembedahan,
prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian temuan, ada
tidaknya komplikasi, specimen yang dikirim untuk diperiksa (jika
ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang bertanggung
jawab.
f. melakukan perbaikan pasien pada saat pemulihan
g. melakukan perbaikan pasca pembedahan termasuk memberikan
instruksi pemulangan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan pembedahan sesuai
kebutuhan di Puskesmas (R)
2. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor
membuat kajian sebagai dasar untuk menyusun rencana asuhan
pembedahan.(D)
3. Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan pembedahan minor
menjelaskan risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan alternatif
kepada pasien/keluarga pasien.(D)
4. Laporan/catatan operasi dituliskan dalam rekam medis.(D)
5. Status fisiologi pasien dimonitor terus menerus selama dan segera
setelah pembedahan dan dituliskan dalam rekam medis. (D,O)

Standar
3.4 Pemberian makanan dan terapi gizi sesuai dengan kebutuhan
pasien dan ketentuan yang berlaku
Pemberian makanan dan terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi
pasien secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
budayadan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan
serta dalam perencanaan dan seleksi makanan

Kriteria
3.4.1 Pemberian makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten
dengan asuhan klinis tersedia secara reguler.

Pokok Pikiran
• Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien membutuhkan
asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena itu makanan
perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien
berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
• Pemesanan dan pemberian makanan hanya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten.
-73-

• Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan


bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan
rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan.
• Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien,
mereka diberikan edukasi tentang makanan yang dilarang/kontra
indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk
informasi tentang interaksi obat dengan makanan.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur asuhan gizi. (R)
2. Makanan yang sesuai untuk pasien berdasarkan status gizi dan
kebutuhan pasien, tersedia secara reguler. (R,D)
3. Sebelum makanan diberikan pada pasien, makanan telah dipesan dan
dicatat untuk semua pasien rawat inap. (D)
4. Distribusi makanan dilakukan secara tepat waktu, dan memenuhi
permintaan dan/atau kebutuhan khusus. (D,O,W)
5. Diberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang kebutuhan gizi,
risiko gizi sesuai dengan status gizi, dan keamanan/kebersihan
makanan, bila keluarga ikut menyediakan makanan bagi pasien. (D)

Standar
3.5 Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur
yang tepat
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur yang
tepat.Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain,
rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana
pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

Kriteria
3.5.1 Pemulangan dan tindak lanjut pasien yang bertujuan untuk
kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur pemulangan pasien dan tindak lanjut.
• Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain
menyusun rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/atau
dukungan yang perlu diberikan baik oleh puskesmas maupun
keluarga pasien pada saat pemulangan maupun tindak lanjut di
rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
• Pemulangan dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang
bertanggungjawab terhadap pasien.
• Pemulangan pasien dilakukan berdasar kriteria yang ditetapkan oleh
dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk
memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan akan
memperoleh tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya
pasien rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap,
pasien rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di
Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan rujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut, pasien yang karena
kondisinya dapat dirawat di rumah atau rumah perawatan, pasien
-74-

yang menolak untuk perawatan rawat inap, pasien/keluarga yang


meminta pulang atas permintaan sendiri.
• Resume medis berisikan :
a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pasien rawat inap, diagnosis dan kormobiditas lain
c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pasien
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pasien

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan dan/tindak lanjut
oleh dokter/dokter gigi dengan kriteria pemulangan dan/tindak lanjut
yang jelas. (R)
2. Dokter/dokter gigi menyusun rencana pemulangan dan rencana
tindak lanjut pasien. (D)
3. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain
melaksanakan pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan
rencana tindak lanjut yang disusun. (D)

Kriteria
3.5.2 Pasien/keluarga pasien memperoleh penjelasan yang memadai
tentang tindak lanjut layanan saat pemulangan.

Pokok Pikiran:
• Informasi yang diberikan kepada pasien/keluarga pada saat
pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan
agar pasien/keluarga memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan
untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.

Elemen Penilaian:
1. Pasien dan/atau keluarga pasien mendapat penjelasan tentang
rencana pemulangan dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. (R)
2. Petugas mengetahui bahwa informasi yang disampaikan dipahami
oleh pasien/keluarga pasien. (D,W)

Kriteria
3.5.3 Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas

Pokok Pikiran:
• Jika kebutuhan pasien tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, maka
pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. Proses rujukan harus diatur
dengan kebijakan dan prosedur yang jelas sehingga pasien dijamin
memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat
yang tepat.
• Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan
untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di
fasilitas kesehatan rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas. (R)
-75-

2. Proses rujukan dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dan kriteria


rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan.(D)
3. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi
tujuan rujukan untuk memastikan kesiapan fasilitas tersebut untuk
menerima rujukan.(D)

Kriteria
3.5.4 Rencana rujukan dan kewajiban masing-masing dipahami oleh tenaga
kesehatan dan pasien/keluarga pasien

Pokok Pikiran:
• Pasien/keluarga pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi
tentang rencana rujukan. Informasi tentang rencana rujukan harus
disampaikan dengan cara yang mudah dipahami oleh pasien/keluarga
pasien. Informasi tentang rencana rujukan diberikan kepada
pasien/keluarga pasien untuk menjamin kesinambungan pelayanan.
Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien meliputi: alasan
rujukan, fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas
kesehatan lainnya, jika ada, sehingga pasien/keluarga dapat
memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan
harus dilakukan.
• Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memberikan alternatif
dalam mengatasi hal tersebut, jika tindak lanjut yang dibutuhkan
tidak dapat dilaksanakan. Bentuk layanan tindak lanjut dilakukan
dengan memperhatikan lingkaran dinamis proses keperawatan, dan
kemandirian pasien/keluarga.
• Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib
diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan
pilihan pasien agar pasien memperoleh kepastian mendapat
pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan
konsekuensinya. Untuk itu perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur
pelaksanaan rujukan

Elemen Penilaian:
1. Pasien/keluarga pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi
persetujuan untuk dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lain (D)
2. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya
kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi,
sarana medis dan keluarga yang menemani termasuk pilihan
fasyankes rujukan) selama proses rujukan. (D)
3. Resume klinis pasien dikirim ke fasilitas kesehatan penerima rujukan
bersama pasien yang memuat antara lain kondisi pasien, prosedur dan
tindakan-tindakan lain yang telah dilakukan, dan kebutuhan pasien
akan pelayanan lebih lanjut
4. Jika pasien/keluarga pasien menolak untuk dilakukan rujukan,
pasien/keluarga pasien harus menyatakan secara tertulis penolakan
rujukan setelah mendapat informasi tentang konsekuensi jika
menolak rujukan, dan tanggung jawab mereka akibat menolak
rujukan, dan alternatif pelayanan yang mungkin dilakukan (D)

Kriteria
3.5.5 Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi asuhan yang
kompeten terus memonitor kondisi pasien.
-76-

Pokok Pikiran:
• Merujuk pasien secara langsung ke fasilitas kesehatan lain dapat
merupakan proses yang singkat dengan pasien yang sadar dan dapat
berbicara, atau merujuk pasien koma yang membutuhkan
pengawasan keperawatan atau medis yang terus menerus. Pada kedua
kasus tersebut pasien perlu dimonitor oleh petugas yang kompeten.
Kompetensi pemberi asuhan yang mendampingi selama transfer
ditentukan oleh kondisi pasien.
• Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan pihak Puskemas dengan menggunakan fasilitas
transportasi yang disediakan oleh pihak puskesmas, dilakukan
perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan
kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah
dihubungi sebelumnya.
• Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan dengan proses pelaksanaannya diserahkan kepada pasien.

Elemen penilaian
1. Tersedia fasilitas transportasi untuk merujuk pasien sesuai standar.
(O)
2. Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu
dimonitor dan dicatat oleh pemberi asuhaan yang kompeten dengan
memperhatikan kondisi pasien. (D)
3. Dilakukan serah terima pasien kepada petugas di fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjut. (D)

Kriteria
3.5.6 Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan

Pokok Pikiran:
• Pasien yang dirujuk balik dari fasilitas kesehatan rujukan
ditindaklanjuti sesuai dengan umpan balik rujukan dan dicatat dalam
rekam medis.
• Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi atau fasilitas kesehatan lain, maka perlu
dilakukan tindak lanjut terhadap pasien sesuai prosedur yang berlaku
melalui proses kajiandengan memperhatikan rekomendasi tindak
lanjut dari sarana kesehatan yang memberikan umpan balik rujukan.

Elemen Penilaian:

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemberian asuhan pasien rujuk


balik dari fasilitas rujukan tingkat lanjut. (R)
2. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian
ulang kondisi medis sebelum menindak lanjuti umpan balik dari
fasilitas rujukan tingkat lanjut sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan. (D,O)
3. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak
lanjut terhadap umpan balik sesuai dengan rekomendasi dari fasilitas
kesehatan tingkat lanjut sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan. (D,O,W)
4. Dokter/dokter gigi penanggung jawab melakukan evaluasi kemajuan
-77-

tindak lanjut yang dilakukan. (D)

Standar
3.6 Manajemen Data dan Informasi Asuhan dilaksanakan untuk
memenuhi kebutuhan organisasi
Kebutuhan Data dan Informasi Asuhan bagi Petugas Kesehatan,
Pengelola Sarana, dan Pihak Terkait di Luar Organisasi Dapat Dipenuhi
Melalui Proses yang Baku. ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen
data dan informasi)

Kriteria
3.6.1 Ada pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode prosedur, simbol, dan
istilah yang dipakai

Pokok Pikiran:
• Standarisasi terminologi, definisi, kosakata dan penamaan
memfasilitasi pembandingan data dan informasi di dalam maupun di
luar Puskesmas (fasilitas kesehatan rujukan). Keseragaman
penggunaan kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung
pengumpulan dan analisis data.
• Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang
tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan
standar lokal, nasional, dan internasional.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode
klasifikasi tindakan, terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh
dan tidak boleh digunakan dalam pelayanan klinis. (R)
2. Kode klasifikasi diagnosis, kode klasifikasi tindakan, terminologi lain,
dan singkatan digunakan dalam pelayanan klinis sesuai dengan yang
ditetapkan. (D)

Kriteria
3.6.2 Petugas memiliki akses informasi sesuai dengan kebutuhan dan
tanggung jawab pekerjaan

Pokok Pikiran:
• Berkas rekam medis pasien adalah suatu sumber informasi utama
mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien, sehingga
merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna
dan mendukung asuhan pasien keberlanjutan, maka perlu tersedia
selama pelaksanaan asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan, serta
dijaga selalu diperbaharui (up to date).
• Catatan medis keperawatan dan catatan pelayanan pasien lainnya
tersedia untuk semua praktisi kesehatan pasien tersebut. Kebijakan
Puskesmas mengidentifikasi praktisi kesehatan mana saja yang
mempunyai akses ke berkas rekam medis pasien untuk menjamin
kerahasiaan informasi pasien.
• Privasi dan kerahasiaan data serta informasi wajib dijaga, terutama
data dan informasi yang sensitif. Penggunaan data rekam medis untuk
keperluan selain pelayanan pasien, misalnya untuk penelitian perlu
diatur untuk menjaga kerahasian informasi rekam medis. ( Lihat juga
MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)
-78-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan hak akses petugas terhadap
informasi medis dengan mempertimbangkan tugas, tanggung jawab
petugas, kerahasiaan dan keamanan informasi (R)
2. Akses petugas terhadap informasi dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D, O, W)

Kriteria
3.6.3 Adanya sistem yang memandu penyimpanan dan pemrosesan rekam
medis

Pokok Pikiran:
• Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang
menjadi panduanretensi berkas rekam medis pasien dan data serta
informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pasien, serta data dan
informasi lainnya disimpan (retensi) untuk suatu jangka waktu yang
cukup dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi
yang sah secara hukum, riset dan pendidikan. Kebijakan tentang
penyimpanan (retensi) konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan
informasi tersebut. Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi,
maka berkas rekam medis klinis pasien dan catatan lain pasien, data
serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali
ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka
waktu tertentu sesuai peraturan yang berlaku.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penyimpanan berkas rekam medis
dengan kejelasan masa retensi sesuai peraturan perundangan yang
berlaku. (R)
2. Puskesmas mempunyai rekam medis bagi setiap pasien dengan
metode identifikasi yang baku. (D, W)
3. Sistem pengkodean, penyimpanan, dan dokumentasi memudahkan
petugas untuk menemukan rekam pasien tepat waktu maupun untuk
mencatat pelayanan yang diberikan kepada pasien. (D, O, W)

Kriteria
3.6.4 Rekam medis berisi informasi yang memadai dan dijaga
kerahasiaannya tentang identifikasi pasien, dokumentasi prosedur
kajian, masalah, kemajuan pasien dan hasil asuhan.

Pokok Pikiran:
• Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin
kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respons pasien
terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan kebijakan
dan prosedur kelengkapan rekam medis.
• Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain
bersama-sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan
kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan
pasien.

Elemen Penilaian:
-79-

1. Ditetapkan kebijakan tentang standar isi rekam medis yang mencakup


diagnosis, pengobatan, hasil pengobatan, dan kontinuitas asuhan
yang diberikan (R)
2. Dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang
lain dilibatkan dalam penetapan isi rekam medis (D, W)
3. Dilakukan penilaian dan tindak lanjut terhadap kelengkapan isi rekam
medis (D, W)

Standar
3.7 Pelayanan Laboratorium dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Pelayanan Laboratorium Tersedia Tepat Waktu untuk Memenuhi
Kebutuhan Pengkajian Pasien, serta Mematuhi Standar, Peraturan
Perundangan yang Berlaku.

Kriteria
3.7.1 Ditetapkan Kebijakan jenis pemeriksaan laboratorium yang ditetapkan
dan terdapat prosedur untuk setiap jenis pemeriksaan laboratorium

Pokok Pikiran:
• Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di
Puskesmas
• Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil
pemeriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan,
penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan
reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil
pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan
limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3). (lihat juga
kriteria 1.4.3; kriteria 1.4.4.; kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria 5.2.1;
kriteria 5.5.7; kriteria 5.5.10; dan kriteria 5.5.14 terkait limbah)
• Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap specimen
yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan
kecurigaan tuberculosis, darah dari pasien dengan kecurigaan
hepatitis B, HIV/AIDS.
• Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang
meliputi kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan
laboratorium yang mengatur tentang:
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen,
pengambilan, dan penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada puskesmas rawat
inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam
kerja
f) proses pemeriksaan laboratorium
g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
• Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas
karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan
pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas
-80-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduandan prosedur pelayanan laboratorium
di Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan kemampuan
Puskesmas (R)
2. Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh analis/petugas yang
kompeten dan dilaksanakan sesuai prosedur (D, O)
3. Terdapat mekanisme rujukan spesimen dan pasien bila pemeriksaan
laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas. (D, W)

Kriteria:
3.7.2 Hasil pemeriksaan laboratorium selesai dan tersedia dalam waktu
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

Pokok Pikiran:
• Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang
dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil
dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pasien,
pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi
pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam
kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.
• Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat
darurat diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila
pelayanan laboratorium dilakukan bekerja sama dengan pihak luar,
laporan hasil pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.

Elemen Penilaian:
1. Pimpinan Puskesmas menetapkan waktu pelaporan hasil pemeriksaan
laboratorium. (R)
2. Dilakukan pengukuran dan analisis terhadap ketepatan waktu
pelaporan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil permintaan segera
(urgent) . (D)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil pengukuran dan analisis
ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan. (D, W)

Kriteria:
3.7.3 Ada prosedur melaporkan hasil laboratorium yang kritis

Pokok Pikiran:
• Pelaporan dari hasil laboratorium yang kritis adalah bagian penting
dalam upaya keselamatan pasien terkait dengan penegakan diagnosis
dan asuhan klinis.
• Nilai kritis adalah hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal dan
mengindikasikan kelainan atau gangguan yang dapat mengancam jiwa
dan memerlukan perhatian/tindakan segera.
• Sangat penting bagi Puskesmas untuk mengembangkan suatu sistem
pelaporan formal yang jelas menggambarkan bagaimana praktisi klinis
pemberi asuhan mewaspadai hasil kritis dan bagaimana
mendokumentasikan komunikasi pelaporan hasil kritis tersebut. Hasil
dari pengembangan ini dituangkan dalam kebijakan dan prosedur bagi
para praktisi untuk meminta dan menerima hasil tes pada keadaan
gawat darurat.
-81-

• Ditetapkan nilai kritis dan ambang nilai kritis bagi setiap jenis
pemeriksaan, oleh siapa dan kepada siapa hasil tersebut harus
dilaporkan, dan menetapkan metode perbaikan yang memenuhi
ketentuan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penetapan nilai kritis dan nilai ambang kritis untuk setiap
pemeriksaan laboratorium yang disusun secara kolaboratif. (R)
2. Disusun secara kolaboratif dan ditetapkan prosedur pelaporan hasil
laboratorium yang kritis. (R)
3. Hasil pemeriksaan laboratorium yang kritis, hasil komunikasi
pelaporannya dicatat di dalam rekam medis pasien. (R,D)

Kriteria:
3.7.4 Reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan sehari-hari selalu
tersedia dan dievaluasi untuk memastikan akurasi dan presisi hasil.

Pokok Pikiran
• Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk
pelayanan laboratorium bagi pasien harus diidentifikasi dan
ditetapkan. Suatu proses yang efektif untuk pemesanan atau
menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yang
diperlukan.
• Semua reagensia disimpan sesuai panduandari produsen atau
instruksi penyimpanan yang ada pada kemasan. Evaluasi periodik
dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia
untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
• Panduantertulis disusun untuk memastikan pemberian label yang
lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan reagensia esensial dan bahan lain yang harus tersedia,
termasuk proses untuk menyatakan jika regen tidak tersedia. (R)
2. Reagensia tersedia, diberi label, dan disimpan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan. (D, O,W)

Kriteria:
3.7.5 Ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan yang
digunakan untuk interpertasi dan pelaporan hasil laboratorium

Pokok Pikiran:
• Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di
laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai
rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
• Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan
klinis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah
• Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil
pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi
perubahan metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan, atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan
tehnologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu terhadap
ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium.
-82-

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal dan rentang nilai rujukan
untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan. (R)
2. Rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan harus disertakan
dalam laporan hasil pemeriksaan laboratorium. (D)
3. Pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium luar harus
mencantumkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan. (D,O)
4. Rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan dievaluasi secara
berkala dan direvisi jika diperlukan. (D,W)

Kriteria
3.7.6 Pemantapan mutu dilakukan, ditindaklanjuti dan didokumentasi
untuk setiap pemeriksaan laboratorium

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan
upaya pemantapan mutu internal maupun eksternal di Puskesmas.
Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan
peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
• Puskesmas wajib mengikuti PME secara periodik yang
diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah
• Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil
pemeriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan
mengirimkan sampel yang sama ke laboratorium lain/rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pemantapan mutu pelayanan
laboratorium (R)
2. Terdapat bukti dilakukan pemantapan mutu internal (D,O,W)
3. Terapat bukti dilakukan pemantapan mutu eksternal terhadap
pelayanan laboratorium oleh pihak yang kompeten. (D, W)
4. Apabila ditemukan penyimpangan dilakukan tindak lanjut
perbaikan.(D,W)

Standar
3.8 Manajemen obat dan bahan medis habis pakai dikelola sesuai
kebijakan dan prosedur.
Obat, dan bahan medis habis pakaitersedia dandikelola sesuai
ketentuan untuk memenuhi kebutuhan pasien

Kriteria
3.8.1 Berbagai jenis obat dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan
kebutuhan tersedia dalam jumlah yang memadai

Pokok Pikiran:
• Puskesmas menetapkan jenis dan jumlah obat, dan bahan medis
habis pakai berdasarkan kebutuhan.
• Puskesmas dalam menyusun daftar obat (formularium) mengacu
formularium yang ditetapkan. Contoh: formularium nasional,
formularium kabupaten/kota
• Formularium Puskesmas merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas.
-83-

• Dalam hal ruang farmasi Puskesmas belum dapat melakukan


pelayanan obat Program Rujuk Balik (PRB), maka obatnya disediakan
oleh Apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
• Pemilihan obat adalah suatu proses kerja sama/kolaboratif yang
mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien maupun
kondisi ekonomisnya. Kadang-kadang terjadi kehabisan obat karena
terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau sebab lain
yang tidak diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal.
Ada suatu proses untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang
kekurangan obat tersebut dan saran untuk penggantinya.
• Rantai manajemen pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi prosespemilihan dan perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan
penggunaan obat. ( lihat juga MP : 1.1.2 dan MP -UKM 2.1 terkait
perencanaan)
• Kebijakan, pedoman, dan prosedur-prosedur pelayanan farmasi harus
disusun sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi:
a) kebijakan dan panduanpelayanan farmasi
b) kebijakan dan prosedur pengadaan, penyediaan dan penggunaan
obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
d. kebijakan dan prosedur perencanaan kebutuhan obat dan bahan
medis habis pakai ( lihat juga MP : 1.1.2 dan MP -UKM 2.1 terkait
perencanaan)
c) kebijakan dan prosedur yang mengatur: proses peresepan,
pemesanan, dan pengelolaan obat
d) kebijakan dan prosedur penggunaan obat-obatan pasien rawat
inap, yang dibawa sendiri oleh pasien/ keluarga pasien
e) kebijakan dan prosedur untuk menjaga tidak terjadinya
pemberian obat yang kedaluwarsa kepada pasien
f) kebijakan dan prosedur jika terjadi kekosongan obat
g) perbaikan dan pengendalian pengadaan, penyediaan dan
penggunaan obat
h) pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
i) ketersediaan formularium obat

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Kebijakan dan prosedur Pelayanan Farmasi di Puskesmas.
(R)
2. Disusun rencana kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
berdasarkan kebutuhan pelayanan. (R)
3. Dilakukan pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat sesuai
dengan peraturan perundangan. (D,O,W)
4. Tersedia pelayanan farmasi selama tujuh hari dalam seminggu dan 24
jam pada Puskesmas yang memberikan pelayanan gawat darurat. (O)
5. Tersedia daftar formularium obat Puskesmas.(D)
6. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kesesuaian peresepan dan
ketersediaan obat dibandingkan dengan formularium nasional. (D,W)

Kriteria
3.8.2 Peresepan, pemesanan dan pengelolaan obat dipandu kebijakan dan
prosedur yang efektif.

Pokok Pikiran:
• Pemberian obat untuk mengobati seorang pasien membutuhkan
pengetahuan dan pengalaman yang spesifik. Puskesmas bertanggung
-84-

jawab untuk mengidentifikasi petugas dengan pengetahuan dan


pengalaman sesuai persyaratan dan yang juga diizinkan berdasarkan
lisensi, sertifikasi, undang-undang atau peraturan untuk pemberian
obat. Dalam situasi emergensi, perlu diidentifikasi petugas tambahan
yang diizinkan untuk memberikan obat. Untuk menjamin agar obat
tersedia dengan cukup dan dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak
kedaluwarsa, maka perlu ditetapkan dan diterapkan kebijakan
pengelolaan obat mulai dari proses analisis kebutuhan, pemesanan,
pengadaan, pendistribusian, pelayanan peresepan, pencatatan dan
pelaporan.
• Apabila persyaratan petugas yang diberi kewenangan dalam
penyediaan obat tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat
pelatihan khusus tentang penyediaan obat.
• Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh
pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau yang
diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat dalam
status pasien. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat,
terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang petugas yang berhak memberikan resep
dan petugas yang berhak memberikan obat. (R)
2. Ditetapkan kebijakan tentang penulisan resep untuk obat-obat
psikotropika, narkotika, dan obat-obat lain yang perlu diwaspadai
(high alert). (R)
3. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penggunaan obat pasien rawat
inap yang dibawa sendiri oleh pasien. (R)
4. Peresepan dan pemberian obat dilakukan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan. (D, O, W)
5. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai
(high alert). (R)
6. Penggunaan obat pasien rawat inap yang dibawa sendiri oleh pasien
dilaksanakan sesuai prosedur. (D, O, W)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi pengawasan
penggunaan dan pengelolaan obat yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota. (D, W)

Kriteria
3.8.3 Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam penyimpanan,
penyiapan, dan penyampaian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa/rusak

Pokok Pikiran:
• Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, maka kebersihan dan
keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari
proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian
obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa
dan/atau rusak. Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur
dalam penyampaian obat kepada pasien agar pasien memahami
indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek samping yang
mungkin terjadi.
-85-

Elemen Penilaian:
1. Terdapat persyaratan penyimpanan obat dan pelaksanaan
penyimpanan sesuai dengan persyaratan. (R,O,W)
2. Pemberian obat kepada pasien disertai dengan label obat yang jelas:
nama, dosis, waktu, cara pemakaian obat, dan tanggal
kadaluwarsa.(O,W)
3. Pemberian obat disertai dengan informasi penggunaan obat,
kemungkinan efek samping dan efek yang tidak diharapkan, dengan
bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien/keluarga pasien.(O,W)
4. Petugas menjelaskan petunjuk tentang penyimpanan obat di rumah.
(O,W)
5. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan obat yang
kadaluarsa/rusak/ditarik dari peredaran. (R)
6. Obat kadaluarsa/rusak/ditarik dari peredaran dikelola sesuai
kebijakan dan prosedur.(D,W)

Kriteria
3.8.4 Efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang
diresepkan atau riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu harus
didokumentasikan dalam rekam medis pasien

Pokok Pikiran:
• Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja
bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan
pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap
gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien
terhadap kejadian efek samping obat.
• Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat
disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons
pasien terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan kepada
pasien. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons
terapetik yang diantisipasi maupun reaksi alergik, interaksi obat yang
tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau efek
obat termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap
kejadian salah obat (medication error).
• Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan
pelaporan semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait
dengan penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah
penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute
pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mencatat, memantau efek
obat, dan melaporkan bila terjadi efek samping penggunaan obat (R)
2. Efek obat, efek samping obat dan kejadian alergi didokumentasikan
dalam rekam medis. (D)
3. Kejadian efek samping obat dan alergi ditindaklanjuti dan
didokumentasikan. (D)

Kriteria
3.8.5 Kesalahan obat (medication errors) dilaporkan melalui proses dan
dalam kerangka waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas

Pokok Pikiran:
-86-

• Puskesmas mempunyai proses untuk mengidentifikasi dan


melaporkan kesalahan obat dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC). Proses
termasuk mendefinisikan suatu kesalahan obat dan KNC,
menggunakan format pelaporan yang ditentukan serta mengedukasi
staf tentang proses dan pentingnya pelaporan. Definisi-definisi dan
proses-proses dikembangkan melalui proses kerjasama yang
mengikutsertakan semua yang terlibat di berbagai langkah dalam
manajemen obat. Proses pelaporan adalah bagian dari program mutu
dan program keselamatan pasien di Puskesmas. Perbaikan dalam
proses pengobatan dan pelatihan staf digunakan untuk mencegah
kesalahan di kemudian hari.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi dan
melaporkan kesalahan obat dan KNC. (R)
2. Ditetapkan petugas kesehatan yang bertanggung jawab mengambil
tindakan terhadap pelaporan kesalahan obat dan KNC. (R)
3. Kesalahan obat dan KNC dilaporkan tepat waktu menggunakan
prosedur baku. (D)
4. Kejadian kesalahan obat dan KNC ditindaklanjuti, dan digunakan
untuk memperbaiki proses pengelolaan dan pelayanan obat. (D, W)

Kriteria
3.8.6 Obat-obatan emergensi tersedia, dimonitor dan aman bilamana
disimpan di luar farmasi.

Pokok Pikiran:
• Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat
emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi
penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan dan obat-obat
emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut. Untuk memastikan
akses ke obat emergensi bilamana diperlukan, perlu tersedia prosedur
untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan
terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti
bilamana digunakan, rusak atau kedaluwarsa. Keseimbangan antara
akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat penyimpanan obat
emergensi perlu dipenuhi.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan kebijakan yang menetapkan bagaimana obat emergensi
disimpan, dijaga dan dilindungi dari kehilangan atau pencurian. (R)
2. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana akan diperlukan atau
dapat terakses segera untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat
emergensi. (O)
3. Obat emergensi dimonitor dan diganti secara tepat waktu sesuai
kebijakan Puskesmas setelah digunakan atau bila kadaluwarsa atau
rusak atau ditarik dari peredaran. (D,W)

Standar
3.9 Pelayanan Radiodiagnostik dilaksanakan sesuai peraturan
perundangan.
Pelayanan radiodiagnostik disediakan sesuai kebutuhan pasien,
dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten, dan mematuhi persyaratan
perundangan yang berlaku
-87-

Kriteria
3.9.1 Pelayanan radiodiagnostik disediakan untuk memenuhi kebutuhan
pasien, dan memenuhi standar nasional, peraturan perundangan yang
berlaku.

Pokok Pikiran:
• Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pada masyarakat di wilayah
kerja, dan kebutuhan pemberi pelayanan klinis, dapat disediakan
pelayanan radiodiagnostik sebagai upaya untuk meningkatkan
ketepatan dalam menetapkan diagnosis.
• Pelayanan radiodiagnostik tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk menjaga
keselamatan pasien, masyarakat dan petugas.

Elemen Penilaian:
1. Pelayanan radiodiagnostik memenuhi standar nasional dan peraturan
perundangan yang berlaku. (D, O, W)
2. Pelayanan radiodiagnostik dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pasien sesuai dengan ketersediaan sumber daya di Puskesmas. (D, O,
W)

Kriteria
3.9.2 Ada program pengamanan radiasi, dilaksanakan dan didokumentasi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas memiliki suatu program aktif dalam manajemen risiko
dankeamanan radiasi yang meliputi semua komponen pelayanan
radiodiagnostik yang mencerminkan antisipasi risiko dan bahaya
yang dihadapi dan upaya untuk mencegah dan meminimalkan risiko.
Program tersebut dikoordinasikan dengan program manajemen risiko
dan keamanan lingkungan Puskesmas, yang mengatur praktik yang
aman dan langkah pencegahan bahaya bagi pasien, petugas dan
karyawan yang lain..
• Program manajemen risiko dan keamanan radiasi termasuk :
a. Kebijakan dan prosedur tertulis yang menunjang kesesuaian
dengan standar dan peraturan perundangan yang berlaku.
b. Kebijakan dan prosedur tertulis untuk penanganan dan
pembuangan bahan infeksius dan berbahaya.
c. Ketersediaan alat pelindung diri yang sesuai dengan praktik dan
antisipasi bahaya yang dihadapi.
d. Ada orientasi bagi staf radiologi dan diagnostik imajing untuk
prosedur dan praktik keselamatan kerja.
e. Ada pendidikan/pelatihan inhouse untuk prosedur baru atau
adanya bahan berbahaya yang baru diketahui dan digunakan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduan dan prosedur pengamanan pelayanan
radiodiganostik. (R)
2. Disusun program manajemen risiko dan keamanan radiasi yang
mengatur risiko keamanan dan antisipasi bahaya yang bisa terjadi di
dalam atau di luar unit kerja. (R)
3. Program keamanan merupakan bagian dari program manajemen risiko
dan keselamatan lingkungan di Puskesmas, dan wajib dilaporkan
sekurang-kurangnya sekali setahun atau bila ada kejadian.(R)
-88-

4. Risiko keamanan radiasi yang diidentifikasi diimbangi dengan


prosedur atau peralatan khusus untuk mengurangi risiko (seperti
apron timah, badge radiasi, dan yang sejenis) (D,O,W)
5. Petugas pemberi pelayanan radiodiagnostik diberi orientasi tentang
prosedur dan praktik keselamatan. (D,W)
6. Petugas pemberi pelayanan radiodiagnostik mendapat pendidikan
untuk prosedur baru dan bahan berbahaya. (D, W)

Kriteria
3.9.3 Staf yang kompeten dengan pengalaman memadai, melaksanakan
pemeriksaan radiodiagnostik menginterpretasi hasil, dan melaporkan
hasil pemeriksaan.

Pokok Pikiran:
• Pimpinan Puskesmas menetapkan petugas pemberi pelayanan
radiodiagnostik yang melaksanakan pemeriksaan diagnostik, siapa
yang kompeten menginterpretasi hasil atau memverifikasi dan
membuat laporan hasil.
• Petugas tersebut mendapat latihan yang baik dan memadai,
berpengalaman, dan keterampilan yang memadai.
• Jika tidak tersedia tenaga yang kompeten, maka dapat dilakukan
kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki
kewenangan tersebut.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang petugas yang melakukan pemeriksaan
diagnostik. (R)
2. Interpertasi hasil pemeriksaan dilakukan oleh petugas yang
kompeten(D,W)

Kriteria
3.9.4 Hasil pemeriksaan radiologi tersedia tepat waktu sesuai ketentuan
yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
• Jangka waktu pelaporan hasil pemeriksaan radiologi diagnostik perlu
ditetapkan. Hasil yang dilaporkan dalam kerangka waktu didasarkan
pada kebutuhan pasien, pelayanan yang ditawarkan, dan kebutuhan
pemberi pelayanan klinis. Kebutuhan tes untuk pelayanan gawat
darurat, pemeriksaan diluar jam kerja serta akhir minggu termasuk
dalam ketentuan ini.
• Hasil pemeriksaan radiologi yang cito untuk pasien gawat darurat
harus diberi perhatian khusus dalam proses pengukuran mutu. Hasil
pemeriksaan radiodiagnostik yang dilaksanakan dengan kontrak
pelayanan oleh pihak di luar Puskesmas dilaporkan sesuai dengan
kebijakan atau ketentuan dalam kontrak.

Elemen Penilaian
1. Kepala Puskesmas menetapkan tentang waktu pelaporan hasil
pemeriksaan.(R)
-89-

2. Hasil pemeriksaan radiologi dilaporkan dalam kerangka waktu untuk


memenuhi kebutuhan pasien. (D, O, W)
3. Ketepatan waktu pelaporan hasil pemeriksaan diukur, dimonitor, dan
ditindaklanjuti. (D,W)

Kriteria:
3.9.5 Semua peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan radiodiagnostik
diperiksa, dirawat dan dikalibrasi secara teratur, dan disertai catatan
memadai yang dipelihara dengan baik.

Pokok Pikiran:
• Petugas yang menangani peralatan radiodiagnostik bekerja untuk
menjamin bahwa semua peralatan berfungsi dengan baik pada
tingkatan yang dapat diterima dan aman bagi para operator dan pasien.
Program pengelolaan peralatan radiologi meliputi:
• Identifikasi dan inventarisasi peralatan. (lihat juga POKIR dan EP 1.4.2)
• Asesmen penggunaan peralatan melalui inspeksi, testing, kalibrasi,
perawatan. (lihat juga 1.41; 1.4.8; dan 1.4.9 terkait pemeliharaan SPA)
• Perbaikan dan bertindak terhadap laporan peralatan bila ada
peringatan bahaya, penarikan kembali, laporan insiden, masalah dan
kegagalan.
• Mendokumentasi program pengelolaan
• Frekuensi pengujian (testing), perawatan, dan kalibrasi berhubungan
dengan pemakaian peralatan dan riwayat pelayanannya
didokumentasi /dicatat. ( lihat juga di 1.3.4 ; dan 1.4.8 tentang
kalibrasi)

Elemen Penilaian:
1. Ada program pemeliharaan dan perawatan peralatan radiologi dan
dilaksanakan. (R)
2. Program termasuk inspeksi dan testing peralatan.(R)
3. Program termasuk perbaikan dan tindak lanjut. (R)
4. Ada dokumentasi yang adekuat untuk semua pengujian (testing),
perawatan dan kalibrasi peralatan. (D)

Kriteria:
3.9.6 Film X-ray dan perbekalan lain tersedia secara teratur.

Pokok Pikiran:
• Kebutuhan akan film, reagensia dan perbekalan lain ditetapkan secara
teratur untuk menjamin pelayanan dapat diberikan sesuai kebutuhan
dan tepat waktu. Proses untuk memesan atau menjamin tersedianya
film, reagensia dan perbekalan penting lain perlu dilaksanakan secara
efektif.
• Semua perbekalan disimpan dan distribusi sesuai prosedur yang
ditetapkan yang memasukkan juga rekomendasi perusahaan pembuat.
Evaluasi periodik dari reagen sesuai rekomendasi pembuat menjamin
akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan tentang X-ray film, reagensia dan semua
perbekalan (R)
2. X-ray film, reagensia dan perbekalan penting lain tersedia.(D,O)
-90-

3. Semua perbekalan disimpan dan didistribusi sesuai dengan


pedoman.(O,W)
4. Semua perbekalan dievaluasi secara periodik untuk akurasi dan
hasilnya.(D,W)
5. Semua perbekalan diberi label secara lengkap dan akurat (O,W)

Kriteria:
3.9.7 Ada prosedur kontrol mutu, dilaksanakan dan didokumentasikan.

Pokok Pikiran:
• Sistem kontrol mutu yang baik adalah penting untuk dapat
memberikan pelayanan radiodiagnostik yang unggul.
• Prosedur kontrol mutu termasuk:
• Validasi metode tes yang digunakan untuk akurasi dan presisi
• Pengawasan harian hasil pemeriksaan imajing oleh staf radiologi yang
kompeten
• Langkah perbaikan cepat bila ditemukan kekurangan (deficiency)
teridentifikasi
• Pendokumentasian hasil dan langkah-langkah perbaikan

Elemen Penilaian:
1. Ada program kontrol mutu untuk pelayanan radiodiagnostik. (R)
2. Dilaksanakan program kontrol mutu termasuk validasi metode tes,
pengawasan harian hasil pemeriksanaan, perbaikan cepat bila
ditemukan kekurangan. (D)

BAB 4. Program Prioritas Nasional


-91-

Standar
4.1. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
neonatus (AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan
dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan.
Kriteria
4.1.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Pokok Pikiran:
• Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga melahirkan.
• Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut
persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 (enam)
jam sesudah melahirkan.
• Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu
selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah melahirkan).
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan
kesehatan neonatal esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan
neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28 hari.
• Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah
melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan standar
dalam panduanyang berlaku.
• Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
a) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode
kehamilan (K4) dengan ketentuan:
1. Satu kali pada trimester pertama.
2. Satu kali pada trimester kedua.
3. Dua kali pada trimester ketiga
b) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T,
meliputi:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
5. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
6. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
8. Tes Laboratorium.
9. Tatalaksana/penanganan kasus.
10. Temu wicara (konseling)
• Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1. Persalinan normal.
2. Persalinan dengan komplikasi
• Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN)
sesuai standar.
a) Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
-92-

b) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:


1) Dokter dan bidan,
2) atau 2 orang bidan, atau
3) Bidan dan perawat.
• Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di fasilitas pelayanan kesehatan Dasar dan
Rujukan.
• Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4
kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah
persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah
persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah
persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah
persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:
a) pemeriksaan status mental ibu
b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan
e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
• Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas
dan standar kualitas.
a) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali
selama periode neonatal, dengan ketentuan:
1. Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
2. Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
3. Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
b) Standar kualitas:
1. Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam
kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu
2. Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi
-93-

(1) menjaga bayi tetap hangat


(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku KIA).
(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas
pelayanan kesehatan atau belum mendapatkan injeksi
vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam
yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kangguru bagi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
• Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program kesehatan
keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati
dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA.
• Penyusunan program penurunan AKI dan AKN terintegrasi dengan
penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan kesehatan pada ibu
hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan dan pelayanan
kesehatan pada bayi baru lahir. (R)
2. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN yang disusun
berdasarkan analisis masalah Kesehatan Ibu dan Anak yang dipimpin
oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan
lintas sektor. (D, W)
4. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan
neonatal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur.
(D, O, W)
5. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa sesudah
melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan partograph pada saat
pertolongan persalunan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada kasus
komplikasi. (D, O, W)
6. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan
kesehatan pada masa hamil, persalinan dan bayi baru lahir di
Puskesmas (D, W)
7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan (D).

Kriteria
4.1.2. Puskesmas melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) sesuai dengan peraturan perundangan.

Pokok Pikiran:
• Salah satu upaya yang telah dilaksanakan untuk mempercepat
penurunan AKI dan AKN melalui penanganan obstetri dan neonatal
-94-

emergensi/komplikasi di tingkat pelayanan dasar adalah melalui


Upaya melaksanakan Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED)
• Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang
mampu menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari
seminggu
• Pelaksanaan PONED dilakukan oleh tim inti dan tim pendukung yang
memiliki kompetensi sesuai dengan panduanPONED.
• Pemenuhan sumber daya PONED didukung oleh Dinas Kesehatan
daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan PONED. (R)
2. Terdapat tim PONED terlatih dan tim pendukung yang kompeten. (R,
W)
3. Ditetapkan kebijakan rujukan dari puskesmas non PONED ke
Puskesmas PONED, dan dari Puskesmas PONED ke RS berdasarkan
ketetapan dari Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota.(R,D)
4. Puskesmas melakukan upaya peningkatan kesiapan dalam
melaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan neonatus
emergensi/komplikasi tingkat dasar. (D, W)
5. Petugas melakukan pemantauan status fisiologi pasien dengan
emergensi obsteri dan neonatal selama proses persalinan ataupun
rujukan (D, O, W)
6. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan pelayanan PONED. (D, W)

Standar
4.2. Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai peraturan
perundangan.
Kriteria
4.2.1. Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dimonitor dan
dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu
imunisasi.
Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular
yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib
melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program
prioritas nasional.
• Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu
direncanakan,dilaksanakan, dimonitor dan dievaluasi agar dapat
mencapai cakupan imunisasi secara optimal.
• Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah,
identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM,
penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal dan
mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun untuk
memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik.
Micro planning disusun dengan melibatkan lintas program terkait.
• Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan
pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai vaksin
dan KIPI.
-95-

• Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala,


berkesinambungan, berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana
tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil.
• Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya dalam rangka
penjangkauan sasaran dan meningkatkan cakupan imunisasi melalui:
a) Kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS
(Sustainable Outreach Services) untuk daerah geografis sulit,
defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program dan Catch Up
Campaign;
b) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin
yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman dan
sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data Quality Self
assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk
melakukan validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan
supervisi berkala; serta
c) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan
sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan
pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
• Penyusunan program imunisasi terintegrasi dengan penyusunan RUK
dan RPK pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur imunisasi. (R)
2. Ditetapkan program imunisasi yang disusun secara rinci dan
melibatkan lintas program terkait yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas.(R, D, W)
3. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan
dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
4. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program dan
dikelola sesuai dengan prosedur (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program
imunisasi sesuai hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
4.3. Pencegahan dan Penurunan Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting
beserta pemantauan dan evaluasinya.
Kriteria
4.3.1. Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan,
dimonitor dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas
sektor dan pemberdayaan masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus
Pemerintah yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan
-96-

berkembang secara optimal dan maksimal disertai kemampuan


emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan
oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan
pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola
makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya untuk
meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi spesifik dan
intervensi gizi sensitif sesuai dengan panduanyang berlaku.
• Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a) Perlindungan sosial
b) Penguatan pertanian
c) Perbaikan air dan sanintasi lingkungan
d) Keluarga berencana
• Intervensi gizi spesifik meliputi:
d) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
e) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
f) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK)
g) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping
ASI yang tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak)
h) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
i) tata laksana balita gizi buruk
j) pemberian vitamin A bayi dan balita
k) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai
prosedur terutama pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan perkembangan balita.
• Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur.
• Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur program stunting. (R)
2. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting disusun
berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas
yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W)
3. Pencegahan dan penurunan stunting dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas
program dan lintas sektor (D, W)
4. Dilaksanakan intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan
rencana yang disusun (D, O, W)
5. Dilaksanakan koordinasi dan advokasi intervensi gizi sensitif dan
sensitif bersama lintas sektor sesuai dengan rencana yang disusun (D,
O, W)
6. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pencegahan dan penurunan stunting (D, W).

Standar
4.4. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pasien TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan
-97-

diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana kasus
terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya
untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundangan.
Kriteria
4.4.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TB mulai dari
penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB, penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pasien TB, tata laksana
kasus terdiri dari pengobatan pasien beserta pemantauan dan
evaluasinya.
Pokok Pikiran:
• Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau
kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.
• Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan,
dimonitor dan ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
• Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah
berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
• Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global
maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan
tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional bidang
kesehatan
• Pelayanan pasien TB dilaksanakan melalui
a) Pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari:
1. Penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. Diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes
cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan
3. Pengobatan TB sesuai standar
4. Perbaikan pasien TB dilakukan melalui pemeriksaan
mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir bulan 5 (lima) dan
akhir pengobatan.
b) Pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan
1. Penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO dan
merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pasien TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan
laboratorium, follow up bagi pasien TB RO.
c) Pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) Pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB
dan etika batuk kepada pasien dan keluarga
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat
(PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO
f) Kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional
Penanggulangan TBC
g) Mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC sesuai
ketentuan Program TBC.
• Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan
dikoordinasikan baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di
Puskesmas melalui strategi DOTS.
-98-

• Penyusunan program penanggulangan TB terintegrasi dengan


penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian tuberkulosis serta
target pasien TBC yang harus diobati di Puskesmas sesuai dengan
target penemuan kasus TBC. (R, D, W)
2. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter,
perawat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan
terlatih (R)
3. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis disusun
berdasarkan analisis masalah TB yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas. (R, D, W)
4. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun (D, W)
5. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan
kebutuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)
6. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis,
pengobatan, pemantauan evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan
peraturan perundangan( D, O, W).

4.5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya


Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama
yang melipiti hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher
rahim, Pasien Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular (PTM) dan
penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat primer, serta
penanganan faktor risiko PTM.

Kriteria
4.5.1. Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya
direncanakan, dilaksanakan, dimonitor dan ditindaklanjuti dalam
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.

Pokok Pikiran:
• Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta
komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan
angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak
kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik
tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
• Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui
berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan
tindakan kuratif dan rehabilitatif.
• Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya
kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya.
b) Preventif
1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar
penyelenggaraannya tertib 1 kali/bulan dengan kader
terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir) yang
melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:
1.1. Ukur Tekanan Darah (TD)
-99-

1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)


1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
1.4. Memberikan edukasi sesuai indikasi
1.5. Menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok
(UBM) dengan tenaga terlatih
1.6. Menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
lingkungan Puskesmas. Bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan instansi
terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di
7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat
ibadah, angkutan umum, fasilitas umum, dan tempat
bermain anak)
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim dengan Pemeriksaan
Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
• Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a) Menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan
menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan
PTM dan faktor risiko PTM sesuai kewenangan dan kompetensi di
FKTP.
b) Menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) Menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) Menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai
standar
• Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk
mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM.
• Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada
dokter dan tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
• Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,
antara lain: diabetes, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi
melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
• Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat
menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan
terpadu sesuai ketentuan.
• Penyusunan program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor
resikonya terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan
UKM.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur serta target sasaran pelayanan
program Penyakit Tidak Menular (PTM). (R)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
program promosi kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui
Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit tidak
menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang disusun
berdasarkan analisis masalah PTM yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas.(R, D, W)
3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama
Lintas Program dan Lintas Sektor. (D, O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan
dan tindaklanjut pada pasien dengan penyakit tidak menular sesuai
-100-

dengan panduan praktik klinis oleh tenaga kesehatan yang


berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)

BAB 5. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

Standar
5.1. Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pasien, dan upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meminimalkan risiko bagi
pasien, sasaran UKM, masyarakat, dan lingkungan. (lihat juga MP
1.1.1; 1.1.2; dan 1.1.3 )

Kriteria
5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab pencegahan dan pengendalian infeksi, tim
atau petugas yang diberi tanggung jawab manajemen fasilitas dan
keselamatan, yang harus bertanggung jawab untuk membudayakan,
mengkoordinasikan, serta memonitor kegiatan peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian
infeksi, manajemen fasilitas dan keselamatan.

Pokok Pikiran:
• Agar upaya-upaya peningkatan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
manajemen fasilitas dan keselamatan, dapat dikelola dengan baik,
konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu
-101-

ditetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu,


keselamatan pasien, manajemen risiko, tim atau petugas yang diberi
tanggung jawab pencegahan dan pengendalian infeksi, tim atau
petugas yang diberi tanggung jawab dalam manajemen fasilitas dan
keselamatan.
• Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas.
Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: sarjana
kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pasien;manajemen risiko; pencegahan dan pengendalian
infeksi;manajemen fasilitas dan keselamatan; mempunyai
pengalaman kerja di Puskesmas.
• Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai
tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien,
manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
manajemen fasilitas dan keselamatan, untuk menjamin pelaksanaan
kegiatan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
• Perlu ditetapkan regulasi tentang peningkatan mutu, keselamatan
pasien, manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
manajemen fasilitas dan keselamatan, yang menjadi acuan bagi
Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan Puskesmas
dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, yang memenuhi
persyaratan kompetensi beserta uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab pencegahan dan pengendalian infeksi, yang memenuhi
persyaratan kompetensi beserta uraian tugasnya. (R, D, W)
3. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab manajemen fasilitas dan keselamatan, memenuhi persyaratan
kompetensi beserta uraian tugasnya. (R, D, W)
4. Kepala Puskesmas menetapkan regulasi peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, pencegahan dan pengendalian
infeksi, serta manajemen fasilitas dan keselamatandi Puskesmas. (R)

Kriteria
5.1.2. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program
manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta program manajemen fasilitas dan keselamatandisusun,
dilaksanakan, diawasi, dikendalikan, dan dinilai secara kolaboratif

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen risiko,
pencegahan dan pengendalian infeksi, serta manajemen fasilitas dan
keselamatan sesuai dengan ketersediaan anggaran dan sumber daya
yang ada di Puskesmas
• Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program
manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta programmanajemen fasilitas dan keselamatan disusun secara
-102-

kolaboratif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,


pengendalian, dan penilaian
• Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program
manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi,
serta program manajemen fasilitas dan keselamatan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat, perubahan
regulasi, perkembangan teknologi dan perubahan panduandalam
rangka upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk
memperbaiki perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
• Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi, serta program
manajemen fasilitas dan keselamatan, didokumentasikan,
disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan.
-103-

Elemen Penilaian:
1. Disusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien,
program manajemen risiko, program pencegahan dan pengendalian
infeksi, serta program manajemen fasilitas dan keselamatan. (R)
2. Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen
risiko, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta manajemen
fasilitas dan keselamatan, dilaksanakan sesuai dengan program yang
disusun. (D, W)
3. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan
upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, program manajemen
risiko, program pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
programmanajemen fasilitas dan keselamatan. (D,O,W)

Kriteria
5.1.3. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk membudayakan
peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan
indikator mutu

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pasien,petugas yang diberi tanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, dan
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data, harus
bertanggung jawab dan memerlukan peran serta aktif dalam
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal keterbatasan
tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data
dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indicator. ( Lihat juga
MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan informasi)
• Pemilihan indikator berdasarkan prioritasnya dapat meliputi indicator
mutu prioritas Puskesmas (IMPP) yang menjadi tanggung jawab Kepala
Puskesmas dan indikator mutu prioritas jenis pelayanan (IMPPel) yang
menjadi tanggung jawab penanggung jawab pelayanan. (lihat juga
MP :1.1.1 dan 1.1.3)
• Pemilihan prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko
tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high
volume), melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high
cost), capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung
menimbulkan masalah (problem prone).
• Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan
ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan
yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah
daerah terkait dengan penyelenggaraan Admen, pelayanan UKM, dan
pelayanan UKP Puskesmas
• Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang
indikator tersebut yang antara lain meliputi:
a. judul indikator,
b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c. dimensi mutu,
d. tujuan,
e. definisi operasional,
f. tipe indikator,
g. satuan pengukuran,
-104-

h. numerator,
i. denominator,
j. target pencapaian,
k. kriteria inklusi dan eksklusi,
l. formula pengukuran,
m. desain pengumpulan data,
n. sumber data,
o. populasi atau sampel,
p. frekuensi pengumpulan data,
q. periode waktu pelaporan data,
r. periode analisis data,
s. penyajian data,
t. instrumen pengambilan data
u. penanggung jawab indikator
• Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama
tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu prioritas
baru. Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur
di tahun berikutnya. (Lihat juga MP pada kriteria 1.1.1 dan 1.1.3; dan
PMKP pada kriteria 5.1.4 terkait indikator mutu)
• Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu melakukan koordinasi dalam
pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di
beberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat
jalan dan waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan
data. Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan
kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator, petugas
yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang
diberi tanggung jawab untuk validasi data, mendapatkan peningkatan
kapasitas pengelolaan data. ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang
manajemen data dan informasi)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator mutu prioritas Puskesmas (IMPP) dan indikator
mutu prioritas pelayanan (IMPPel). (R)
2. Setiap indikator yang dilengkapi dengan profil indikator yang meliputi
a) sampai u) di pokok pikiran. (D)
3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi
tanggung jawab untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi
tanggung jawab untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab
indikator (D, W)
4. Puskesmas menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas
pengelolaan data bagi tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pasien,petugas penanggung jawab indikator,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan data,
petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data. (D,W)

Kriteria
5.1.4. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan
penyampaian informasi kepada masyarakat.
-105-

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang
dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan
menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan puskesmas perlu
dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu
pelayanan
b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada
masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara
lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan metode
pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek
pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari indikator.
• Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat
untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan
kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung
kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat. (Lihat juga MP
pada kriteria 1.1.3; kriteria ; dan PMKP pada kriteria 5.1.3 terkait
indikator mutu)
• Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi
operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil
pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau
membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber
data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan. ( Lihat juga MP : 1.6.15 tentang manajemen data dan
informasi)

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk
melakukan validasi data indikator mutu. (R)
2. Ditetapkan prosedur dan metode untuk melakukan validasi data hasil
pengukuran indikator mutu. (R)
3. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana
diminta pada pokok pikiran. (D, W)
4. Hasil validasi data digunakan untuk pengambilan keputusan, upaya
perbaikan mutu, dan untuk penyediaan informasi tentang capaian
mutu kepada masyarakat. (D, O, W)

Kriteria
5.1.5. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
• Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi
perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan.
Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi perbaikan
terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang sudah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan
keselamatan pasien antara lain dapat menggunakan siklus Plan
(merencanakan perbaikan), Do (uji coba perbaikan), Study
(mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan), Action
(menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
• Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan
mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan
dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah
-106-

benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada


perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis
berkelanjutan
• Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk
penetapan kebijakan, perbaikan standar prosedur operasional,
pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja yang
lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh
Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan program perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Puskesmas telah membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan berdasarkan hasil capaian indikator mutu (D,W)
2. Puskesmas telah melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap
mutu dan keselamatan pasien (D,W)
3. Puskesmas telah menerapkan/melaksanakan rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pasien (D,W)
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan
berkesinambungan (D,W)
5. Ada bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam
membuat rencana, melaksanakan dan mempertahankan perbaikan
(D,W)
6. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan dan dijadikan
laporan PMKP (D,W)

Kriteria
5.1.6. Dilakukan kegiatan kaji banding (benchmarking) dengan Puskesmas
lain tentang indikator Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Dilakukan kegiatan kaji banding pengelolaan dan pelaksanaan
pelayanan Puskesmas dengan Puskesmas lain.
• Kegiatan kaji banding merupakan kesempatan untuk belajar dari
pengelolaan dan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas lain, dan akan
memberi manfaat bagi kedua belah pihak untuk perbaikan
pelaksanaan pelayanan Puskesmas.
• Kaji banding kinerja tidak harus dilakukan dengan cara visitasi ke
puskesmas mitra kaji banding, tetapi dapat memanfaatkan tehnologi
informasi.
• Kajibanding dapat difasilitasi oleh Dinas Kesehatan daerah
Kabupaten/Kota melalui pertemuan kajibanding antar Puskesmas,
atau dapat dilakukan atas insiatif beberapa Puskesmas untuk
bersama-sama melakukan kajibanding.
• Instrumen kajibanding yang disusun berisi hal-hal atau informasi
penting terkait yang ingin diketahui dan dipelajari, proses
pelaksanaan kegiatan (best practices), dan kesuksesan kinerja
program tertentu dari Puskesmas sasaran kaji banding.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas bersama dengan Penanggung jawab Pelayanan
Puskesmas menyusun rencana kaji banding dan instrumen kaji
banding. (R,D)
2. Kegiatan kaji banding dilakukan sesuai dengan rencana kaji banding.
(D, W)
-107-

3. Hasil kaji banding dianalisis untuk mengidentifikasi peluang


perbaikan. (D, W)
4. Dilakukan tindak lanjut sesuai peluang perbaikan yang diidentifikasi.
(D,W)
5. Dilakukan penilaian terhadap tindak lanjutperbaikan yang dilakukan.
(D)

Kriteria
5.1.7. Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan,
pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas,
masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan

Pokok Pikiran:
• Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu
dimonitor apakah mencapai target yang ditetapkan.
• Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal
yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
• Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pasien, dan Penanggung jawab atau Tim PPI,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan.
• Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan
Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
2. Disusun rencana program audit internal tahunan dan kerangka acuan
audit sebagai acuan untuk melakukan audit dengan penjadwalan yang
jelas. (R)
3. Kegiatan audit internal dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
kerangka acuan yang disusun. (D, W)
4. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
5. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil
audit internal baik oleh penanggung jawab maupun pelaksana. (D)

Kriteria
5.1.8. Dilakukan tinjauan manajemen secara periodik yang bertujuan untuk
meninjau dan menilai efektivitas sistem manajemen untuk
ditindaklanjuti dengan perbaikan.

Pokok Pikiran:
• Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dimonitor
serta ditindaklanjuti. (lihat juga 1.1.2)
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan
balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil
penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
-108-

Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan


kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan.
• Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur pertemuan
tinjauan manajemen. (R)
2. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen. (D, W)
3. Dilaksanakan Pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil
penilaian kinerja, perubahan proses atau sistem penyelenggaraan
Upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, perubahan
sistem manajemen, maupun perubahan kebijakan mutu jika
diperlukan, serta membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen
sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan (D)
4. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti
dan dievaluasi. (D)

Kriteria
5.1.9. Dilakukan audit klinis secara periodik untuk mengevaluasi
kesesuaian penyelenggaraan asuhan dengan panduan dan prosedur
praktik klinis

Pokok Pikiran
• Audit klinis merupakan suatu upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan klinis yang diberikan kepada pasien dengan
menggunakan rekam medis pasien yang dilaksanakan oleh profesi
pemberi layanan klinis.
• Profesi pemberi layanan klinis adalah tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan kepada pasien terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, apoteker, nutrisionis dan tenaga kesehatan lain.
• Untuk memantau mutu pelayanan klinis yang dilaksanakan di
Puskesmas, tim audit klinis melakukan audit klinis minimal 1 tahun
sekali dengan mengacu panduan dan prosedur praktik klinis yang
telah ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan, prosedur audit klinis. (R)
2. Disusun tim audit klinis. (R)
3. Disusun kerangka acuan dan instrumen audit klinis. (R)
4. Audit klinis dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang
disusun. (D)
5. Dilakukan analisis dan tindak lanjut terhadap hasil audit untuk
perbaikan proses asuhan klinis. (D)

Standar
5.2. Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk
melakukan identifikasi, mengurangi cedera, dan mengurangi
risiko lain terhadap keselamatan pasien dan staf.
-109-

Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah sistem yang


meliputi proses identifikasi, penetapan risk grading, dan pemanfaatan
berbagai model manajemen risiko. (lihat juga MP : 1.4; PMKP : 5.1.2)

Kriteria
5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi
dan dianalisis

Pokok Pikiran:
• Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.
Risiko terhadap pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan
lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau
merugikantersebut
• Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. invesigasi kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian tidak
diharapkan (KTD)
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)
• Pelaksanaan identifikasi risiko sampai dengan terbentuknya rencana
pencegahan risiko dilaksanakan terintegrasi dan dikaji untuk menilai
sejauh mana, probabilitas risiko kerugian atau akibat negatif mungkin
terjadi, dan seberapa besar kemampuan untuk melakukan upaya
pencegahan dan mitigasi
• Register risiko harus disusun untuk membantu petugas Puskesmas
untuk mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya
terhadap sasaran program, pasien, keluarga, masyarakat, petugas,
lingkungan, dan fasilitas
• Kategori risiko akan berhubungan dengan admen, UKP, dan UKM.
Kategori-kategori risiko antara lain dan tidak terbatas berikut ini:
a. strategis (terkait dengan pencapaian visi, misi, nilai, tujuan
organisasi);
b. operasional (rencana pengembangan dan berbagai upaya
pelayanan untuk mencapai tujuan organisasi, seperti sasaran
keselamatan pasien, manajemen pengobatan, pengendalian infeksi,
gizi, risiko sebagai akibat kondisi yang sudah lama berlangsung)
c. finansial (ketersediaan, kecukupan, dan keberfungsian sumber
daya);
d. kepatuhan (kepatuhan terhadap regulasi, standar, prosedur);
e. reputasi (pandangan, stigma, kepuasan, perilaku kolektif menolak
layanan yang dirasakan oleh pasien, keluarga, masyarakat, dan
para pemangku kepentingan)
f. lingkungan meliputi gangguan kondisi fisik, lingkungan, dan
faktor-faktor lain seperti kebisingan, suhu, kelembaban,
pencahayaan, pencemaran bahan beracun/berbahaya, limbah
medis, sampah infeksius, atau cuaca
g. risiko lainnya
• Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan,
sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan
-110-

sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai untuk


pencegahan dan mitigasi risiko.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang mungkin terjadi dalam
area admen, UKM, dan UKP yang dituangkan dalam register
risiko.(D,W)
3. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang mungkin terjadi terkait
kesehatan dan keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi yang
dituangkan dalam register risiko.(D,W)
4. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang mungkin terjadi sesuai
dengan jenis-jenis pelayanan yang dituangkan dalam register
risiko.(D,W)
5. Dilakukan pelaporan, analisis sesuai dengan derajat risiko, dan
rencana tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
6. Hasil analisis risiko dan program manajemen harus dipertimbangkan
dalam proses perencanaan. (D, W)

Kriteria
5.2.3. Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan yang telah
diidentifikasi dan dianalisis selanjutnya ditindak lanjuti

Pokok Pikiran:
• Manajemen risiko dapat berupa satu atau lebih sikap terhadap risiko
seperti menghindari, menerima, mitigasi (berupaya untuk
menurunkan risiko, dan transfer risiko (memindahkan tanggung
jawab manajemen risiko pada pihak lain).
• Satu alat/metode mitigasi yang dapat menyediakan analisis proaktif
terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah failure mode effect
analysis (analisis efek modus kegagalan). Dipilih minimal satu proses
prioritas yang berisiko untuk dilakukan analisis efek modus kegagalan
setiap tahun.
• Untuk menggunakan alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara
efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan mempelajari
pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi
dari segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian menerapkan alat
tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil, pimpinan
Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses-
proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi
risiko dalam proses-proses yang ada.
• Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis
(analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko
tinggi yang diprioritaskan (D,W)
2. Puskesmas telah melaksanakan tindak lanjut hasil analisis modus
dampak kegagalan (FMEA) (D, W)

5.3. Sasaran Keselamatan Pasien diterapkan dalam Upaya Keselamatan


Pasien
-111-

Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan


pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan.(lihat juga MP : 1.1.3; LKBP 3.1.1., dan PMKP : 5.2.1)

Kriteria
5.3.1 Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
• Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun termasuk
identifikasi pasien pada kondisi tertentu.
• Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas baik pada proses
pelayanan pasien sebagai akibat dari kondisi kesadaran pasien,
perpindahan ruang rawat, dan kondisi lain yang menyebabkan
terjadinya salah identitas.
• Pada kondisi tertentu, misalnya pasien tidak mempunyai identitas,
atau mempunyai nama sama, pasien dengan penurunan kesadaran,
tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak memiliki kartu identitas,
dilakukan cara identifikasi yang tepat supaya tidak terjadi salah
pasien.
• Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif
tidak berubah, antara lain: nama pasien, nama lengkap tanggal
lahir,atau nomor rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor
kamar pasien atau lokasi pasien dirawat.
• Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur identifikasi pasien. (R)
2. Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus antara lain
pada pasien yang tidak mempunyai identitas, atau mempunyai nama
sama.(D,O,W)

Kriteria
5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian
asuhan ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan
dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses
asuhan pasien
• Komunikasi yang tidak efektif antara lain terjadi pada saat pemberian
perintah secara verbal, pemberian perintah verbal melalui telpon,
penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis, serah
terima antar shift, dan pemindahan pasien dari unit yang satu ke unit
yang lain.
• Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan
diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat
telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang
diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga maupun serah
terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk
pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pasien ke unit lain.
-112-

• Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telpon


antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik SBAR
(Situation, Background, Asessment, Recommendation)
• Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada
pemberi pesan.
• Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko
tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan
oleh tenaga klinis yang bertanggung jawab dalam pelayanan
penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan
ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk
pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan langsung di
tempat perawatan pasien (point of care testing), misalnya pemeriksaan
gula darat sewaktu yang dilakukan oleh perawat di tempat perawatan
pasien.
• Pelaksanaan serah terima pasien dilakukan dengan tehnik SBAR,
memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan
(readback, repeat back), menggunakan formulir yang baku, dan berisi
informasi kritikal yang harus disampaikan antara lain: tentang
status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan, tindak lanjut
yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pasien yang
signifikan, dan keterbatasan maupun risiko yang mungkin dialami
oleh pasien.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur komunikasi efektif dalam
pemberian asuhan (R)
2. Ditetapkan kebijakan nilai kritis untuk pemeriksaan penunjang
diagnostik (R)
3. Dilakukan pelatihan komunikasiefektif kepada tenaga klinis pemberi
asuhan (D,W)
4. Pesan secara verbal atau lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada pemberi pesan
(D,O,W,S)
5. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnostik
ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi
oleh pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam
rekam medis (D,O,W,S)
6. Diidentifikasi siapa dan kepada siapa hasil kritis tes diagnostik
dilaporkan dan informasi apa yang didokumentasikan dalam rekam
medis.(D, O, W, S)
7. Proses komunikasi serah terima pasien yang memuat hal-hal kritial
dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur, metoda, dan
menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)

Kriteria
5.3.3. Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu
diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya
keselamatan pasien. Kesalahan penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pasien.
-113-

• Obat yang perlu diwaspadai adalah obat-obat yang dalam


penggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan / atau kejadian
sentinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain: obat-
obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, antikoagulan,
kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, dan obat-obatan dengan nama
dan rupa mirip
• Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat
dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
• Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan
rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan,
penyiapan, penggunaan, evaluasipenggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan
nama atau rupa mirip
• Yang dimaksud dengan seragam adalah melakukan penilaian secara
berurutan dan sekuen. Jika penilaian urutan pertama nilai nya nol
(0), maka nilai berikutnya pasti juga nol. Contoh: EP pada 6.4.3

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan obat yang perlu
diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip. (R)
2. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip (D)
3. Dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan
nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun (D,O,W)
4. Dilakukan pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan
nama atau rupa mirip secara seragam meliputi penyimpanan,
penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (D,O,W)

Kriteria
5.3.4. Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, tepat sisi pada
pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan
dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
• Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan
oleh salah pasien, salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan
invasif atau bedah minor pada pasien.
• Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya,
yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan / insisi atau
tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi,
dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur invasif
dilakukan.
• Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan
pasien yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang benar yang
dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum (Universal
Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
• Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk
verifikasi benar pasien, benar prosedur, benar sisi, memastikan semua
-114-

dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil


pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-
obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah yang diperlukan,
peralatan medis atau implant tersedia dan siap digunakan.
• Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur melibatkan
pasien jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda yang
langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus
dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukanpada
semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti
salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ),
beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat
(tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi,
penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau
diagram gigi. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang
akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur
dan tetap bersama pasien selama prosedur berlangsung
• Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai
selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda
tersebut terlihat setelah pasien disiapkan dan dipasang doek steril.
Adakalanya pasien tidak memungkinkan untuk berpartisipasi,
misalnya: pasien anak-anak, atau ketika pasien tidak kompeten
membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.
• Time-out dilaksanakan secara aktif segera sebelum dimulai prosedur
invasif, di tempat tindakan invasif dilakukan dengan tim lengkap yang
akan melakukan tindakan invasif, memastikan benar pasien, benar
prosedur, dan benar sisi tindakan, dan didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur verifikasi sebelum
operasi/tindakan medis dilakukan dan penandaan sisi
operasi/tindakan medis sesuai dengan yang diminta dalam pokok
pikiran. (R)
2. Dilakukan penandaan sisi operasi/tindakan medis secara konsisten
oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
3. Dilakukan time-out oleh tim lengkap sebelum operasi/tindakan medis,
untuk memastikan benar identifikasi pasien, benar prosedur, benar
sisi, persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa proses
verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya.
(D,O,W)
4. Proses yang seragam dilakukan untuk tindakan invasif di Puskesmas
untuk memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi (D,
O, W).

Kriteria
5.3.5. Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta
ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga
-115-

kesehatan, dan karyawan puskesmas perlu diedukasi tentang


kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pasien, keluarga pasien, anak sekolah, dan
masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur kebersihan tangan (R)
2. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga
kesehatan, seluruh karyawan puskesmas, pasien dan keluarga pasien
(D,W)
3. Prosedur mencuci tangan dan desinfeksi tangan diterapkan sesuai
dengan kebijakan kebersihan tangan (O,S)

Kriteria
5.3.6. Proses untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan.
Risiko jatuh pada pasien termasuk adanya riwayat jatuh, penggunaan
obat, minum minuman beralkohol, gangguan keseimbangan,
gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang lain
• Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus
ditetapkan, Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan
Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi
dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pasien, misalnya
apakah pasien pernah jatuh dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
terakhir, apakah pasien mengalami vertigo, apakah pasien
mengkonsumsi obat yang mengganggu keseimbangan, apakah pasien
perlu bantuan ketika berdiri/berjalan,
• Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh di Puskesmas.
• Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan
mempertimbangkan :
a) kondisi pasien, contoh : pasien geriatri, dizziness, vertigo,
gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan
obat, sedasi, status kesadsran dan atau kejiwaan, konsumsi
alkohol
b) diagnosis, contoh pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson
c) situasi : Pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan
riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk
pemeriksaan penunjang dari ambulans, perubahan posisi akan
meningkatkan risiko jatuh
d) lokasi : hasil identifikasi area-area di puskesmas yang berisiko
terjadi pasien jatuh, antara lain lokasi yang dengan kendala
penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang lain,
misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
• Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh pada pasien. Kriteria untuk melakukan penapisan
kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan, dan dilakukan
upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas
kesehatan.

Elemen Penilaian:
-116-

1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penapisan pasien dengan risiko


jatuh berdasarkan kondisi, diagnosis, situasi dan lokasi (R)
2. Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (D,O,W)
3. Dilakukan upaya mengurangi risiko jatuh pada pasien dari hasil
penapisan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh (O,W,S)
4. Dilakukan analisis dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien
jatuh (D, O, W).

Standar
5.4. Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya
keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden
lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang akan membawa
dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas

Kriteria
5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana
penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan insiden
keselamatan pasien

Pokok Pikiran:
• Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden
keselamatan pasien terdiri atas kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera, kejadian tidak cedera, kondisi potensial cedera, dan
kejadian sentinel
• Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu cedera atau hasil yang tidak
sesuai dengan harapan, yang terjadi bukan karena kondisi pasien
tetapi oleh karena penanganan klinis (clinical management).
Penanganan klinis yang tidak sesuai kadang tidak menimbulkan
cedera, maka kejadian ini disebut dengan Kejadian Tidak Cedera (KTC).
• Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi
terkait perawatan pasien yang berisiko pada keselamatan pasien
• Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terjadi jika hampir saja dilakukan
kesalahan dalam manajemen klinis, tetapi kesalahan tersebut tidak
jadi dilakukan.Keadaan-keadaan tertentu dalam pelayanan klinis,
misalnya obat di pelayanan farmasi tidak alfabetical, tidak ada LASA,
tidak ada HIGH ALERT, tidak ada tanda kedaluwarsa, selang yang
sudah digunakan masih terpasang di tabung oksigen, tabung oksigen
yang tidak difiksasi. Keadaan ini disebut kondisi berpotensi
menyebabkan cedera (KPC)
• Sentinel suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius. Kejadian sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pasien atau kondisi pasien (contoh, kematian
akibat proses transfer yang terlambat)
- kematian bayi aterm
-117-

- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit pasien
atau kondisi pasien
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pasien
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim
ke rumah bukan rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen)
atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota staf,
dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada
dalam lingkungan Puskesmas
• Insiden terkait dengan admen di antaranya insiden yang berhubungan
dengan sarana-prasarana (seperti: kegagalan fungsi alat medik, obat
rusak, kekosongan obat, pencahayaan kurang), sumber daya manusia
(seperti: serah terima pasien tidak dilakukan dengan baik, kompetensi
tidak memadai), dan lain-lain
• Insiden terkait dengan UKM adalah insiden yang terjadi saat
penyelenggaraan layanan dengan sasaran kegiatannya adalah
masyarakat
• Insiden terkait dengan UKP adalah insiden yang terjadi akibat
prosedur atau pelayanan klinis (seperti: salah mencabut gigi sehat,
efek samping tindakan anestesi), pengelolaan obat (seperti: penulisan
resep tidak lengkap, pelabelan salah, memberikan obat dengan dosis
yang tidak sesuai, efek samping obat berat), tertular penyakit infeksi
lain, dan lain-lain.
• Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut
pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk
pembelajaran.
• Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat
terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain pelaporan akan
menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
• Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi:
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan,
insiden yang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi, siapa saja yang membuat
laporan, batas waktu pelaporan
• Setiap terjadi insiden harus dilaporkan paling lambat 2 x 24 jam ke
Tim keselamatan pasien dan sesuai dengan ketentuan waktu yang
berlaku kepada Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota.
• Dilakukan penilaian derajat risiko (Risk Grading) dari tiap insiden
yang terjadi, untuk kemudian dilakukan investigasi sederhana atau
Root Cause Analysis (RCA), serta tindak lanjut sesuai dengan derajat
risiko dari insiden yang terjadi.
Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelaporan insiden. (R)
2. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai prosedur yang
ditetapkan. (D)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap setiap insiden. (D,W)
-118-

4. Dilakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota


terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai kerangka waktu
yang ditetapkan (D)

Kriteria
5.4.2 Tenaga klinis pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki
perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya
mutu dan budaya keselamatan.

Pokok Pikiran:
• Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pasien
menjadi tanggung jawab seluruh tenaga klinis yang memberikan
asuhan pasien.
• Tenaga klinis adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain yang bertanggung jawab melaksanakan asuhan pasien.
• Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a. penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
b. bekerja dengan pasien atau klien
c. bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d. bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e. meminimalisir risiko
f. mempertahankan kinerja profesional
g. perilaku profesional dan beretika
h. memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i. upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
• Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan
yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
klinis perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pemberian
pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada sistem
pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan budaya
keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.
• Indikator digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja seseorang
atau kelompok atau organisasi. Indikator adalah variabel ukuran atau
tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan/penyimpangan yang
dikaitkan dengan target/standar/nilai yang telah ditentukan.
Indikator harus Spesific, Measurable, Achievable, Realistic,dan Timely
(SMART).

Elemen Penilaian:
1. Adanya peran aktif tenaga klinis dalam merencanakan dan
mengevaluasi mutu layanan klinis dan upaya peningkatan
keselamatan pasien. (D,O,W)
2. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada
semua tenaga klinis pemberi asuhan. (D,W)
3. Setiap tenaga klinis memahami peran dalam meningkatkan mutu
layanan dan memperbaiki perilaku dalam pemberian layanan.(W)
4. Ditetapkan indikator-indikator untuk melakukan penilaian kinerja
tenaga klinis pemberi asuhan yang mencerminkan budaya
keselamatan pasien dan budaya perbaikan berkelanjutan. (R)
5. Indikator disusun bersama dengan tenaga klinis pemberi asuhan
sebagai dasar dalam melakukan evaluasi kinerja tenaga klinis. (D,W)
-119-

6. Dilakukan evaluasi kinerja tenaga klinis dan perbaikan perilaku dalam


layanan klinis sebagai tindak lanjut terhadap hasil evaluasi kinerja.
(D,W)

Standar
5.5. Program pencegahan dan pengendalian infeksi direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya
infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan. ( lihat juga MP : 1.1 dan 1.6.15)

Kriteria
5.5.1 Program pencegahan dan pengendalian infeksi direncanakan dan
dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif
untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan (lihat Permenkes 27 tahun 2017 tentang
PanduanPPI di Fasyankes)
• Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infkesi
yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga professional
kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelam mahasiswa dan
pengunjunga.
• Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi
yang didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga kesehatan,
tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung.
• Puskesmas menetapkan petugas atau tim yang diberi tanggung jawab
untuk mengelola program pencegahan dan pengendalian infeksi.
• Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pasien, dan jumlah pegawai.
• Kegiatan yang disusun dalam program PPI merupakan bagian
terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu
• PPI dilaksanakan melalui penerapan:
a. prinsip kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan
standar dan berdasarkan transmisi;
b. penggunaan antimikroba secara bijak; dan
c. bundles
• Dalam pelaksanaan PPI Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus
melakukan perbaikan , pendidikan, dan pelatihan PPI
• Disamping itu, dilakukan perbaikan melalui Infection Control Risk
Assesment (ICRA), audit dan cara perbaikan yang lain secara berkala.

Elemen Penilaian:
-120-

1. Disusun Program PPI sesuai dengan peraturan perundangan,


perkembangan ilmu terkini, dan pertimbangan ketersediaan sumber
daya (R)
2. Ditetapkan indikator kinerja program PPI untuk tiap kegiatan yang
direncanakan (R)
3. Setiap karyawan mendapatkan edukasi tentang program PPI yang
direncanakan (W)
4. Dilakukan perbaikan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan dan capaian kinerja Program PPI (D,W)

Kriteria
5.5.2 Dilakukan kajian risiko infeksi pada upaya kesehatan perseorangan
dan penunjang pelayanan klinis untuk meminimalkan terjadinya
risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas dalam melakukan asesmen dan pemberian asuhan
memiliki risiko infeksi terhadap pasien, pengunjung, dan staf. Dalam
hal ini, sangat penting mengukur dan mengkaji proses tersebut untuk
menurunkan infeksi. Asesmen risiko terhadap kegiatan penunjang
juga harus dilakukan sesuai prinsip PPI.
• ICRA merupakan pengkajian risiko infeksi yang dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif terhadap risiko infeksi terkait aktifitas
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali
ancaman/bahaya dari aktifitas tersebut

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi risiko infeksi terkait dengan pelayanan pasien
dan penunjang pelayanan klinis (D,W)
2. Dilakukan upaya untuk meminimalkan risiko infeksi terkait dengan
pelayanan pasien dan penunjang pelayanan klinis (D,W)

Kriteria
5.5.3. Kebersihan tangan menggunakan sabun dan antiseptik diterapkan
untuk mencegah dan mengendalikan infeksi

Pokok Pikiran:
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan.
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
a. Fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
b. Hand rubs berbasis alcohol yang ketersediaannya harus terjamin di
Puskesmas,

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang kebersihan tangan (R)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan (D,O)
-121-

3. Dilakukan edukasi kepada seluruh karyawan tentang kebersihan


tangan (D,W)
4. Kebersihan tangan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
disusun (D,O,W)

Kriteria
5.5.4. Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi

Pokok Pikiran:
• Sarana yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi
adalah alat pelindung diri (APD). Oleh karena itu APD harus tersedia
di setiap tempat asuhan pasien yang membutuhkan.
• Agar penggunaan APD maksimal maka perlu diberikan edukasitentang
cara memasang dan melepas alat pelindung diri.
• APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google
(perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung
digunakan secara tepat dan benar oleh petugas puskesmas, dan
digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penggunaan APD dan tempat yang
harus disediakan APD. (R)
2. APD disediakan sesuai dengan kebutuhan dan indikasi pemakaian (O,
W)
3. Dilakukan edukasi penggunaan APD (D,W)
4. Karyawan menggunakan APD sesuai prosedur, kebutuhan, dan
indikasi pemakaian untuk meminimalkan terjadinya risiko infeksi
(D,O,W)

Kriteria
5.5.5. Peralatan perawatan pasien dibersihkan, didisinfeksi, dan disterilisasi
dengan benar untuk mengurangi risiko infeksi

Pokok Pikiran:
• Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi melalui
proses pembersihan awal(pre cleanning), pembersihan, disinfeksi dan
/atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding meliputi :
a) Kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada
jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan menggunakan
tehnik sterilisasi, seperti instrumen bedah, partus set
b) Semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput mukosa
dan area kecil dikulit yang lecet dengan menggunakan Disinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT) seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel,
penekan lidah, kaca gigi,
c) Non Kritikal peralatan yang dipergunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan
disinfeksi tingkat rendah seperti tensimeter atau termometer
• Pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan
menggunakan APD dengan cara membersihkan dari semua kotoran,
darah dan cairan tubuh dengan air mengalir, untuk kemudian
dilakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi.
-122-

• Pembersihan merupakan proses secara fisik membuang semua


kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan
secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih dengan detergen
atau laruatan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi
atau sterilisasi.
• Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi kritiakl
untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa
endospore bacterial dengan cara merebus, menguapkan atau
menggunakan disinfektan kimiawi
• Sterilisasi merupakan proses menghilangakan semua mikroorganisme
termasuk endospore menggunakan upa bertekanan tinggi (otoklaf),
panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan, prosedur dan alur dekontaminasi, pre-cleaning,
cleaning, disinfeksi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien (R)
2. Peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan dan kategori kritikal, semikritikal, dan non kritikal.
(D,O,W,S)
3. Dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan dekontaminasi,
precleaning, cleaning, disinfeksi dan sterilisasi peralatan perawatan
pasien (D,W)

Kriteria
5.5.6. Pengelolaan linen dilakukan dengan benar untuk mengurangi risiko
infeksi

Pokok Pikiran:
• Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk
menurunkan resiko infeksi.
• Linen terbagi menjadi linen kotor non infeksius dan linen kotor
infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau
cairan tubuh lainnya.
• Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD
petugas yang mengelola linen, dan kebersihan tangan sesuai prinsip
PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas pelayanan kesehatan
harus membuat regulasi pengelolaan.
• Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan,
transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen
di ruang cuci/laundry.
• Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah
selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau
dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan
pada tempat yang terpisah

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penatalaksanaan linen sesuai
dengan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (R)
2. Dilakukan pengelolaan linen sesuai dengan regulasi yang ditetapkan,
mulai dari pemilahan, transportasi, pencucian, pengeringan,
penyimpanan, dan distribusi (R)
3. Diterapkan penggunaan APD pada waktu pengelolaan linen sesuai
dengan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (D,O,W)
-123-

4. Dilakukan perbaikan pelaksanaan pengelolaan linen sesuai prinsip-


prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi (D,W)
5. Bila pengelolaan linen dilaksanakan oleh pihak diluar puskesmas
harus memenuhi standar mutu sesuai peraturan perundangan
(D,O,W)

Kriteria
5.5.7. Pengelolaan limbah infeksius dan limbah benda tajam dilakukan
dengan benar untuk mengurangi risiko infeksi

Pokok Pikiran:
• Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah
infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila pengelolaan
pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko
infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah
cairan tubuh infeksius, darah, dan sampel laboratorium, serta benda
tajam dan jarum dalam safety box (penyimpanan khusus), proses
edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman,
ketersediaan tempat penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan
limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam
• Pengelolaan limbah meliputi :
a) Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan lain-lain,
yang dimasukan kedalam kantong plastik berwarna kuning dan
dilakukan proses sesuai ketentuan peraturan perundangan
b) Limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki
permukaan tajam yang dimasukan kedalam safety box
(penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air)
c) Limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan
limbah cair (spoel hoek)
d) Pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi,
penampungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara,
pengolahan akhir limbah ). (lihat juga kriteria 1.4.3; kriteria 1.4.4.;
kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria 5.2.1; kriteria 5.5.10; dan
kriteria 5.5.14 terkait limbah)
• Pembuagan jarum yang tidak terpakai, pisau bedah, dan benda tajam
lainya yang tidak benar merupakan salah satu penyebab bahaya luka
tusuk jarum bekas pakai yang menyebabkan penularan penyakit
infeksi melalui darah.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan limbah infeksius,
limbah benda tajam, dan jarum sesuai dengan prinsip-prinsip PPI. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, panduan, dan prosedur pelaporan dan
penanganan pajanan. (R)
3. Pengelolaan limbah infeksius, limbah benda tajam, dan jarum
dilakukan sesuai dengan regulasi yang disusun. (D,O,W)
4. Jika terjadi pajanan dilakukan pelaporan dan penanganan sesuai
dengan regulasi yang disusun. (D,W)
5. Dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan pengelolaan limbah
infeksius, limbah benda tajam, dan jarum. (D,W)

Kriteria
-124-

5.5.8. Prosedur dan tindakan asuhan klinis yang berisiko infeksi


diidentifikasi dan dilakukan upaya (bundles) untuk meminimalkan
risiko infeksi

Pokok Pikiran:
• Ilmu pengetahuan yang terhubung dengan pengendalian infeksi
melalui panduanpraktik klinik, program pengawasan antibiotik,
program menurunkan infeksi terkait Puskesmas, langkah untuk
membatasi penggunaan peralatan invasif yang tidak perlu, dapat
menurunkan tingkat infeksi secara signifikan. Pencegahan dan
pengendalian infeksi dirancang untuk menurunkan risiko terkena
infeksi pada pasien, karyawan, dan lainnya.Untuk mencapai sasaran
ini, Puskesmas harus proaktif menelusuri risiko, tingkatan, dan
kecenderungan dari infeksi terkait layanan kesehatan
• Bundles adalah kumpulan intervensi konsep ilmiah yang dapat
dipercaya secara implementatif untuk mencegah infeksi yang didapat
di fasilitas kesehatan (Healthcare Associated Infections - HAI’s), dan
merupakan rekomendasi utama untuk praktik pencegahan infeksi.
Bundles yang dikenal di fasilitas kesehatan adalah bundles infeksi
saluran kencing pada pemasangan kateter, infeksi daerah operasi
pada pembedahan minor, infeksi aliran darah perifer akibat pemberian
cairan atau pengobatan intravena. disusun dan dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan di Puskesmas dengan menyesuaikan kemampuan
dan pelayanan yang tersedia di Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi prosedur dan tindakan asuhan klinis yang
berisiko infeksi. (D,W)
2. Disusun dan dilaksanakan bundles untuk meminimalkan risiko
infeksi terhadap prosedur dan tindakan asuhan klinis yang berisiko
infeksi. (D,W)
3. Dilakukan perbaikan pelaksanaan bundles dalam upaya
meminimalkan risiko infeksi terhadap prosedur yang tindakan asuhan
klinis yang berisiko infeksi. (D,W)

Kriteria
5.5.9. Penyelenggaraan pengelolaan makanan dilakukan secara higienis
untuk mengurangi risiko infeksi

Pokok Pikiran:
• Puskesmas dalam memberikan makanan dan produk nutrisi harus
terjamin keamanannya dengan memperhatikan penyimpanan dan
penyiapan makanan pada suhu tertentu yang dapat mencegah
berkembangnya bakteri.
• Kontaminasi silang dari makanan mentah ke makanan yang sudah
dimasak, tangan yang terkontaminasi,permukaan meja, papan alas
pemotong makanan, kain yang digunakan untuk mengelap
permukaan meja atau mengeringkan piring, permukaan tempat
menyiapkan makanan, alat makan, perlengkapan masak, panci, dan
wajan yang digunakan untuk menyiapkan makanan; dan juga
nampan, piring, serta peralatan makan yang digunakan untuk
menyajikan makanan merupakan salah satu sumber infeksi makanan.
-125-

• Pelayanan makanan di Puskesmas mulai dari pengelolaan, pengadaan,


penyimpanan, pengolahan, pemorsian, dan pendistribusian harus
sesuai prinsip PPI, baik yang dikelola sendiri, atau yang diserahkan
pada pihak ketiga.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan makanan mulai dari
penyimpanan bahan makanan, pengolahan, pemorsian,
pendistribusian sesuai dengan prinsip-prinsip PPI. (R)
2. Pengelolaan makanan dilakukan sesuai dengan regulasi yang disusun.
(D,O,W)
3. Dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaan pengelolaan makanan.
(D,W)

Kriteria
5.5.10. Dilakukan prosedur penyuntikan yang aman untuk mencegah resiko
penularan penyakit infeksi.

Pokok pikiran
• Tindakan penyuntikan perlu memperhatikan kesterilan alat yang
digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum
suntik steril harus sekali pakai, dan berlaku juga pada penggunaan
vial multi dosis untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat
obat dipakai pada pasien.
• Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi
a) menerapkan tehnik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat
injeksi
b) tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan pasien
yang berbeda walaupun jarum suntiknya diganti
c) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk
satu pasien dan satu prosedur
d) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan
pelarut/flushing
e) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku
f) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan
benar sesuai perundangan yang berlaku

Elemen penilaian
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur tentang penyuntikan yang aman
sesuai standar yang berlaku. (R)
2. Tersedia perlengkapan dan alat kesehatan yang dipergunakan untuk
penyuntikan yang aman. (O,W)
3. Terdapat bukti perbaikan dan tindaklanjut terhadap kepatuhan
petugas pada prinsip prinsip PPI (a sampai f )dilaksanakan pada
penyuntikan yang aman. (D,O,W)

Kriteria
5.5.11. Dilakukan pengkajian dan upaya meminimalkan risiko infeksi pada
saat pembongkaran, konstruksi, dan renovasi bangunan

Pokok Pikiran:
-126-

• Pembongkaran, konstruksi, renovasi gedung di area mana saja di


Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Pemaparan debu dan
kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran dan bahaya lain
dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru dan
keamanan karyawan dan pengunjung. Puskesmas menetapkan
kriteria risiko untuk menangani dampak tersebut. Untuk menurunkan
risiko infeksi maka Puskesmas perlu memiliki regulasi tentang
penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk
assessment/ICRA) untuk pembongkaran, konstruksi, renovasi di area
puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penilaian risiko pengendalian
infeksi bila ada renovasi, konstruksi, pembongkaran bangunan. (R)
2. Dilakukan penilaian risiko pengendalian infeksi bila ada renovasi,
konstruksi, pembongkaran bangunan sesuai dengan regulasi yang
disusun. (D,O,W)
3. Dilakukan tindak lanjut dan perbaikan pelaksanaan tindak lanjut
terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai dengan hasil
penilaian risiko pengendalian infeksi bila ada renovasi, konstruksi,
dan pembongkaran bangunan. (D,O,W)

Kriteria
5.5.12. Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses
pelayanan dan transfer pasien dengan penyakit yang dapat ditularkan
melalui transmisi air-borne

Pokok Pikiran:
• Kewaspadaan terhadap udara penting untuk mencegah penularan
mikroba infeksius yang dapat bertahan lama di udara. Pasien dengan
infeksi “airborne” sebaiknya ditempatkan di ruang bertekanan negatif
(negative pressure room). Jika struktur bangunan tidak
memungkinkan membangun ruangan dengan tekanan negatif,
puskesmas dapat mengalirkan udara lewat sistem ventilasi mekanik
dan alamiah. Pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan
pasien, maupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI.
Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan
perlindungan kepada staf, pengunjung serta lingkungan pasien.
Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di
puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus
dilakukan sesuai standar atau panduanpengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pencegahan penularan infeksi
melalui transmisi airborne baik dalam penataan ruang periksa,
penempatan, maupun transfer pasien. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan upaya pencegahan penyakit infeksi yang
ditularkan melalui transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.. (D,W)
3. Dilaksanakan pencegahan penularan infeksi melalui transmisi
airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien, sesuai dengan regulasi
yang disusun. (D,O,W)
-127-

4. Dilakukan perbaikan pelaksanaan pencegahan penularan infeksi


melalui transmisi air-borne melalui penataan ruang periksa,
penempatan pasien, maupun transfer pasien. (D,W)
Kriteria
5.5.13. Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi
baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Apabila terjadi outbreak, Puskesmas menetapkan regulasi tentang
isolasi, pemberian penghalang pengaman, serta penyediaan
fasilitasnya. Regulasi ditetapkan berdasarkan bagaimana penyakit
menular dan cara menangani pasien infeksius. Regulasi isolasi juga
memberikan perlindungan kepada karyawan dan pengunjung serta
lingkungan pasien.
• Kriteria outbreak adalah:
a) terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul
b) kejadian meningkat terus selama 3 kurun waktu
c) peningkatan kejadian 2 kali lipat dibanding periode sebelumnya

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penanganan outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (R)
2. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
3. Dilakukan edukasi kepada karyawan tentang panduan dan prosedur
penanganan outbreak infeksi yang terjadi di Puskesmas atau di
wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
4. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai
dengan regulasi yang disusun. (D,W)

Kriteria
5.5.14. Dilakukan perbaikan pelaksanaan upaya pengendalian infeksi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan

Pokok Pikiran:
• Puskesmas perlu mengumpulkan, menganalisis, dan menindak lanjuti
hasil perbaikan pelaksanaan kebersihan tangan dan penggunaan
APD, proses pembersihan peralatan perawatan pasien, penempatan
pasien, praktik penyuntikan yang aman, pengendalian lingkungan,
pengelolaan limbah, tata laksana linen, tata laksana pajanan, etika
batuk sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi yang terkait
dengan pelayanan kesehatan. (lihat juga kriteria 1.4.3; kriteria 1.4.4.;
kriteria 1.4.5; kriteria 1.8.1; kriteria 5.2.1; kriteria 5.5.7; dan kriteria
5.5.10 terkait limbah)
• Perbaikan dilakukan untuk memastikan kepatuhan petugas dalam
melakukan pencegahan terjadinya infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan, dan menindak lanjuti dengan upaya perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memonitor kebersihan
tangan, penggunaan APD dan penerapan kewaspadaan isolasi yang
lain. (R)
-128-

2. Dilakukan perbaikan dan tindak lanjut terhadap kepatuhan


kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk mengurangi terjadinya
infeksi. (D,W)
3. Dilakukan perbaikan dan tindak lanjut terhadap kepatuhan
penerapan kewaspadaan isolasi yang lain untuk mengurangi
terjadinya infeksi. (D,W)

Kriteria
5.5.15. Dilakukan edukasi PPI pada karyawan, serta penyuluhan PPI kepada
pasien, keluarga, dan pengunjung

Pokok Pikiran:
• Edukasi PPI dapat dilakukan melalui pelatihan atau workshop PPI
yang diikuti oleh semua karyawan agar karyawan dapat melaksanakan
kewaspadaan isolasi, dan terlibat dalam pelaksanaan program PPI.
• Edukasi PPI juga diberikan sebagai bagian dari orientasi kepada
semua karyawan baru dan dilakukan pelatihan kembali secara
berkala, atau paling sedikit jika ada perubahan dari kebijakan,
prosedur, praktik yang menjadi panduan program PPI.
• Penyuluhan PPI dilakukan secara berkala kepada pasien, keluarga,
dan pengunjung. Penyuluhan PPI meliputi antara lain: kebersihan
tangan, penggunaan APD bila diperlukan, pencegahan infeksi sesuai
dengan jenis penyakit, dan etika batuk.
• Pasien dan keluarga didorong untuk berpartisipasi dalam
implementasi program PPI.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur pelatihan karyawan dan
penyuluhan PPI kepada pasien, keluarga, dan pengunjung. (R)
2. Karyawan baru mendapat kegiatan orientasi karyawan baru dan
pelatihan PPI yang terintegrasi. (D,W)
3. Dilakukan edukasi PPI bagi semua karyawan, pasien, keluarga dan
pengunjung. (D,W)

Kriteria
5.5.16. Dilakukan upaya perbaikan dan penggunaan antimikroba secara
bijak untuk mengendalikan resistensi antimikroba

Pokok Pikiran:
• Resistensi terhadap antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) telah
menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak
merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko
pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien.
• Meningkatnya masalah resistensi antimikroba terjadi akibat
penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan bertanggung
jawab,serta penyebaran mikroba resisten dari pasien ke
lingkungannya karena tidak dilaksanakannya praktik pengendalian
dan pencegahan infeksi dengan baik.
• Salah satu upaya untuk menurunkan resistensi terhadap
Antimikroba, maka perlu ditetapkan panduan penggunaan
antrimikroba di Puskesmas, dan dilakukan perbaikan pola
penggunaan antimikroba, untuk menilai kesesuaian terhadap
panduan yang disusun.
-129-

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kebijakan dan prosedur penggunaan antimikroba di
Puskesmas. (R)
2. Dilakukan edukasi penggunaan antimikroba secara bijak pada tenaga
medis yang bekerja di Puskesmas. (D,W)
3. Dilakukan perbaikan pola penggunaan antimikroba di Puskesmas.
(D,W)
4. Dilakukan tindak lanjut terhadap hasil perbaikan pola penggunaan
antimikroba di Puskesmas. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai