Anda di halaman 1dari 32

GALENIKA

Kompetensi Dasar:
3.1 Menerapkan pembuatan sediaan galenika
4.1 Membuat sediaan galenika

Tujuan Pembelajaran:
1. Memahami pengertian dan ruang lingkup galenika
2. Mengkategorikan sediaan galenika dan contohnya
3. Menjelaskan cara pembuatan sediaan galenika

A. Pengertian/Definisi
Istilah galenika di ambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu Claudius Galenos (Galen) yang
membuat sedian obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, sehingga tumbuhlah ilmu
obat-obatan yang disebut ilmu galenika. Ilmu Galenika adalah Ilmu yang mempelajari tentang
pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat dari alam (tumbuhan dan
hewan). Sediaan galenika dibuat dengan cara disari meggunakan cairan penyari yang sesuai.
Sediaan galenik adalah sediaan yang diperoleh dengan cara melakukan penyarian zat-zat
yang bermanfaat bagi manusia. Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dengan
pelarut cair tertentu dimana zat yang tidak diinginkan tidak ikut terlarut. Dalam Permenkes
No246/Menkes/Per/V/1990, sediaan galenik didefinisikan sebagai hasil ekstraksi bahan atau
campuran bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhanatau hewan.
Umumnya mekanisme penyarian bahan alam yang berasal dari tumbuhan atau hewan dalam
keadaan kering (simplisia) adalah sebagai berikut:
1. Cairan penyari masuk ke dalam sel-sel dari simplisia
2. Zat yang tersari larut dalam cairan penyari
3. Setelah itu cairan yang mengandung zat tersari dipisahkan dari ampas simplisia yang
disari.

1
Pembuatan sediaan galenika secara umum dan singkat adalah sebagai berikut:

1. Bagian tumbuhan/hewan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau bahan
obat nabati/hewani
2. Zat berkhasiat dari simplisia kemudian diambil dan diolah dalam bentuk sediaan galenika

B. Tujuan Pembuatan Sediaan Galenika


1. Untuk memisahkan senyawa obat yang terkandung dalam simplisia dari bagian lain yang
dianggap tidak memiliki khasiat obat.
2. Membuat suatu sediaan yang sederhana dan mudah dipakai
3. Agar obat yang terkandung dalam sediaan tersebut stabil dalam penyimpanan yang lama.

C. Hal-hal yang Harus diperhatikan dalam Pembuatan Sediaan Galenika


a. Derajat Kehalusan
Derajat kehalusan ini harus disesuaikan dengan mudah atau tidaknya obat yang
terkandung tersebut di sari. Semakin sukar di sari, simplisia harus dibuat semakin halus, dan
sebaliknya.
b. Konsentrasi / kepekatan
Beberapa obat yang terkandung atau aktif dalam sediaan tersebut harus jelas
konsentrasinya agar kita tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan.
c. Suhu dan lamanya waktu
Harus disesuaikan dengan sifat obat, mudah menguap atau tidak, mudah tersari atau
tidak.
d. Bahan penyari dan cara penyari
Cara ini harus disesuaikan dengan sifat kelarutan obat dan daya serap bahan penyari ke
dalam simplisia.

D. Bentuk-bentuk Sediaan Galenika


Berdasarkan cara pembuatannya, sediaan galenika digolongkan menjadi tiga, yaitu dari hasil
penarikan, hasil penyulingan, dan syrup.
1. Hasil Penarikan/Ekstraksi, antara lain:
a. Extracta: sediaan kering, kental, atau cair dengan konsentrasi pekat yang dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya
matahari langsung.
b. Tinctura: sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia nabati
atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera
pada masing – masing monografi.
c. Infusa: sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu

2
90°C selama 15 menit.
d. Decocta: sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu
90°C selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kandunga senyawa yang lebih
banyak dalam sari.
2. Hasil penyulingan/pemerasan, antara lain:
a. Aqua aromatica: larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang beraroma dalam air.
b. Olea pinguia (minyak lemak): campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan
gliserin (gliserida asam lemak bersuku tinggi).
c. Olea volatilia (minyak atsiri): campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang
diperoleh baik dengan cara penyulingan atau perasan simplisia segar maupun secara
sintetis. Minyak atsiri diperolh dari tumbuh-tumbuhan.
3. Syrup: sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11)
tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.
E. Cara pembuatan Sediaan Galenika
Sediaan galenik adalah sediaan yang diperoleh dengan cara melakukan penyarian zat-zat
yang bermanfaat Proses penyarian terdiri dari peyerbukan, pembasahan, penyarian, dan
pemekatan.
1. Penyerbukan
Proses penyerbukan dilakukan dengan tujuan memperkecil partikel bahan/simplisia.
Semakin kecil suatu partikel, maka semakin luas permukaannya. Apabila suatu serbuk
memiliki permukaan yang luas, maka permukaan yang terkena cairan penyari akan
semakin banyak, sehingga serbuk akan semakin mudah terbasahi oleh cairan penyari dan
proses penyarian berjalan dengan maksimal.

Gambar 1. Luas permukaan kubus yang dibelah-belah akan menjadi lebih luas
daripada luas permukaan sebelumnya.

Namun simplisia yang terlalu halus akan menimbulkan kesulitan pada proses
penyarian. Serbuk yang terlalu halus akan mempersulit proses penyaringan, karena butir-
butir halus tadi membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian.
Dengan demikian, hasil penyarian menjadi tidak murni lagi karen tercampur dengan
partikel-partikel halus tadi. Sehingga untuk mendapatkan hasil penyarian yang baik,

3
maka ditetapkan derajat halus pada masing-masing simplisia.
2. Pembasahan
Pembasahan serbuk dilakukan dengan maksud memberikan kesempatan sebesar-
besarnya kepada cairan penyari untuk memasuki seluruh pori-pori simplisia sehingga
mempermudah prosespenyarian selanjutnya.
3. Penyarian
Penyarian merupakan proses penarikan zat yang dapat larut dengan pelarut cair
tertentu dimana zat yang tidak diinginkan tidak ikut terlarut.
4. Pemekatan
Pemekatan/penguapan dilakukan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih
pekat. Dan tujuan dilakukan pemekatan adalah untuk menghilangkan cairan penyari
yang digunakan.

F. Ekstraksi
Pembuatan sediaan galenika dapat dilakukan dengan cara penyarian atau ekstraksi.
Ekstraksi adalah cara menarik satu atau lebih zat-zat dari bahan asal yang umumnya zat
berkhasiat tersebut tertarik dalam keadaan (khasiatnya) tidak berubah. Istilah ekstraksi hanya
dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari bahan asal dengan menggunakan cairan penarik/
pelarut. Cairan penarik yang dipergunakan disebut menstrum, ampasnya disebut marc atau
faeces. Cairan yang dipisahkan disebut Macerate Liquid, Colatura, Solution, Perkolat.
Tujuan utama extraksi untuk mendapatkan zat-zat berkhasiat pengobatan sebanyak
mungkin dari zat-zat yang tidak berfaedah, supaya lebih mudah digunakan dari pada simplisia
asal. Begitu juga penyimpanan dan tujuan pengobatannya terjamin sebab pada umumnya
simplisia terdapat dalam keadaan tercampur yang memerlukan cara-cara penarikan dan cairan-
cairan penarik tertentu yang nantinya akan menghasilkan sediaan galenik sesuai dengan
pengolahannya.
Suhu penarikan juga sangat mempengaruhi hasil penarikan, suhu penarikan untuk :
Maserasi : 15 – 25 ℃
Digerasi : 35 – 45 ℃
Infundasi : 90 – 98 ℃
Memasak : suhu mendidih
Dalam beberapa hal sebelum sediaan yang dimaksud dibuat, simplisia perlu diolah terlebih
dahulu, misalnya menghilangkan lemaknya seperti: Strychni, Secale cornuti; atau menghilangkan
zat pahitnya seperti : Lichen islandicus, supaya zat-zat yang tidak berguna / merusak tidak ikut
tertarik bersama-sama dengan zat-zat yang berkhasiat.
Cara menghilangkan isi simplisia yang tidak berguna :
1. Dengan memakai bahan pelarut yang tepat dimana bahan berkhasiatnya mudah larut,

4
sedangkan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut dalam cairan penyari tersebut.
2. Dengan menarik / merendam pada suhu tertentu dimana bahan berkhasiat terbanyak
larutnya.
3. Dengan menggunakan jarak waktu menarik yang tertentu dimana bahan berkhasiat dari
simplisia lebih banyak larutnya, sedangkan bahan yang tidak berguna sedikit atau tidak larut.
4. Dengan memurnikan / membersihkan memakai cara-cara tertentu baik secara ilmu alam
maupun ilmu kimia.
Simplisia yang dipergunakan umumnya sudah dikeringkan, kadang-kadang juga yang segar.
Untuk kemudahan simplisia yang kering ini dilembabkan terlebih dahulu / di maserer dalam
batas waktu tertentu. Disamping itu simplisia ini ditentukan derajat halusnya untuk
memperbesar atau memperluas permukaannya, sehingga menyebabkan proses difusi dari zat-
zat berkhasiat lebih cepat dari pada melalui dinding-dinding sel yang utuh (proses osmosis).

G. Cairan Penarik
Menentukan cairan penarik apa yang akan digunakan harus diperhitungkan betul-betul
dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain :
1. Kelarutan zat-zat dalam menstrum
2. Tidak menyebabkan kerusakan zat-zat berkhasiat atau hal-hal yang tidak dikehendaki
(perubahan warna, pengendapan, hidrolisa)
3. Harga yang murah
4. Jenis preparat yang akan dibuat
Macam – macam cairan penyari :
1. Air
Merupakan bahan yang mudah didapat dan murah dengan pemakaian yang luas.
Pada suhu kamar air adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat misalnya :
garam-garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam
mineral.
Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan pengecualian misalnya
pada condurangin, Ca hidrat, garam glauber dll. Kelemahan dari air adalah banyak jenis
zat-zat yang tertarik dimana zat-zat tersebut merupakan makanan yang baik untuk jamur
atau bakteri dan dapat menyebabkan mengembangkan simplisia sedemikian rupa,
sehingga akan menyulitkan penarikan pada perkolasi.
2. Etanol
Etanol lebih selektif dibandingkan air. Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat
tertentu seperti alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk jenis-
jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzym-enzym tidak bekerja
termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri.

5
Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga berguna sebagai pengawet. Campuran
air-etanol (hidroalkoholic menstrum) lebih baik dari pada air sendiri.
3. Hidroalkohol
Hidroalkohol merupakan cairan penyari yang serbaguna dan paling luas
pemakainnya. Hidroalkohol merupakan campuran air-etanol. Karena keduanya mudah
bercampur, memungkinkan kombinasi yang fleksibel, yang merupakan campuran pelarut
paling sesuai untuk mengekstraksi bahan aktif dari simplisia tertentu. Hidroalkohol
memberikan perlindungan terpadu terhadap kontaminasi mikroba dan membantu
mencegah pemisahan bahan yang diekstraksi bila didiamkan.
4. Gycerinum (Gliserin)
Gliserin merupakan pelarut yang baik untuk banyak tumbuhan. Gliserin juga
digunakan sebagai pelarut pendamping dengan menstrum air dan etanol. Gliserin adalah
pelarut yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil oksidanya, jenis-jenis gom dan albumin
juga larut dalam gliserin. Karena cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan
ekstrak-ekstrak kering.
5. Eter
Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk pembuatan sediaan
untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan lama.
6. Solvent Hexane
Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah kasar. Pelarut yang
baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak. Biasanya dipergunakan untuk
menghilangkan lemak dari simplisia yang mengandung lemak-lemak yang tidak
diperlukan, sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan galenik, misalnya strychni, secale
cornutum.
7. Acetonum

Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam, pelarut yang baik untuk
bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Baunya kurang enak dan sukar hilang dari
sediaan. Dipakai misalnya pada pembuatan Capsicum oleoresin

8. Chloroform
Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek farmakologinya. Bahan pelarut
yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemak dan minyak atsiri.

6
CARA-CARA PENARIKAN

1. Maserasi
Adalah cara penarikan sari dari simplisia dengan cara merendam simplisia tersebut dalam
cairan penyari pada suhu biasa yaitu pada suhunya 15-25 0C. Maserasi juga merupakan
proses pendahuluan untuk pembuatan secara perkolasi.

2. Digerasi
Cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia dengan cairan penyari pada suhu 35o –
45o. Cara ini sekarang sudah jarang dilakukan karena disamping membutuhkan alat-alat
tertentu juga pada suhu tersebut beberapa simplisia menjadi rusak.

3. Perkolasi
Perkolasi ialaah suatu cara penarikan, memakai alat yang disebut perkolator, yang
simplisianya terendam dalam cairan penyari dimana zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut
akan menetes secara beraturan keluar sampai memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan.
Cara-cara perkolasi :
1. perkolasi biasa
2. perkolasi bertingkat, reperkolasi, fractional percolation
3. perkolasi dengan tekanan, pressure percolation
4. perkolasi persambungan, continous extraction, memakai alat soxhlet.
Hal-hal yang harus mendapat perhatian pada perkolasi ialah :
1. mempersiapkan simplisianya : derajat halusnya.
2. melembabkan dengan cara penyari : maserasi I
3. jenis perkolator yang dipergunakan dan memper-siapkannya
4. cara memasukkannya ke dalam perkolator dan lamanya di maserer dalam perkolator
: maserasi II
5. pengaturan penetapan cairan keluar dalam jangka waktu yang ditetapkan.

7
A. Perkolasi Biasa
Simplisia yang telah ditentukan derajat halusnya direndam dengan cairan penyari,
masukkan kedalam perkolator dan diperkolasi sampai didapat perkolat tertentu. Untuk
pembuatan tingtur disari sampai diperoleh bagian tertentu, untuk ekstrak cair disari
sampai tersari sempurna. Perkolasi umumnya digunakan untuk pengambilan sari zat-zat
yang berkhasiat keras.
Gambar Perkolator :

perkolator perkolasi biasa perkolasi kontinyu

B. Perkolasi Bertingkat / Reperkolasi


Reperkolasi adalah suatu cara perkolasi biasa, tetapi dipakai beberapa perkolator.
Dengan sendirinya simplisia di bagi-bagi dalam beberapa porsi dan ditarik tersendiri
dalam tiap perkolator. Biasanya simplisia dibagi dalam tiga bagian dalam tiga perkolator,
perkolat-perkolat dari tiap perkolator diambil dalam jumlah yang sudah ditetapkan dan
nantinya dipergunakan sebagai cairan penyari untuk perkolasi berikutnya pada
perkolator yang kedua dan ketiga.
Cara Kerjanya :
a. Isi perkolator pertama–tama dilembabkan, dan ditarik seperti cara memperkoler
biasa, tetapi perkolatnya ditentukan dalam beberapa bagian dan jumlah volume
tertentu, misalnya : 200 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc, 300 cc bagian yang
pertama perkolat A (200 cc) adalah sebagian sediaan yang diminta dan perkolat
selanjutnya disebut susulan pertama.
b. Perkolator kedua dilembabkan simplisianya dengan perkolat A (susulan pertama),
akan diperoleh perkolat-perkolat dalam jumlah-jumlah dan volume tertentu, dengan
catatan perkolat ini nantinya terdapat 300 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc, 200 cc,
bagian pertama perkolat (300 cc) adalah sebagian dari sediaan.
c. Perkolator ketiga diolah seperti kedua, dengan perkolator B bagian kedua 200 cc dan
seterusnya sampai terdapat nantinya sebanyak 500 cc, terlihat disini bahwa perkolat

8
A bagian pertama, lebih kecil volumenya dari perkolat B bagian pertama, tetapi
sebaliknya perkolat A bagian-bagian berikutnya lebih besar volumenya dari perkolat-
perkolat B. Hasilnya ialah:
- perkolat A pertama 200 cc
- perkolat B pertama 300 cc jumlah 1000 cc
- perkolat C pertama 500 cc
Keuntungan pertama pada reperkolasi ialah preparat yang terdapat dalam bentuk
pekat dan berarti penghematan menstrum. Tetapi reperkolasi ini tidak dapat
dipergunakan untuk ekstraksi sampai habis. Secara resmi reperkolasi dipergunakan hanya
untuk pembuatan ekstrak-ekstrak cair yang simplisianya mengandung zat berkhasiat
yang tidak tahan atau rusak oleh pemanasan.

C. Perkolasi Dengan Tekanan


Digunakan jika simplisia mempunyai derajat halus yang sangat kecil sehingga cara
perkolasi biasa tidak dapat dilakukan. Untuk itu perlu ditambah alat penghisap supaya
perkolat dapat turun ke bawah.Alat tersebut dinamakan diacolator.

9
BENTUK-BENTUK SEDIAAN GALENIKA

A. Tingtur (Tinctura)
Tinctura adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia
nabati atau hewani atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera
pada masing – masing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat menggunakan 20%
zat berkhasiat dan 10 % untuk zat berkhasiat keras.
Cara Pembuatan:
1. Maserasi , secara umum dlakukan sebagai berikut :
• Masukkan 20 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana,
tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya sambil sering di aduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
• Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk terlindung dari cahaya,
selama 2 hari, enap, tuangkan atau saring.
2. Perkolasi, secara umum dilakukan sebagai berikut :
• Basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok
dengan 2,5 – 5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-
kurangnya 3 jam. Pindahkan masa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap
kali di tekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai
menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator,
biarkan selama 24 jam.
• Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang
cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas
simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat.
• Peras masa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari
secukupnya hingga diproleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan
selama 2 hari ditempat sejuk terlindung dari cahaya. Enap, tuang atau saring.
Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian
perkolat, tetapkan kadarnya. Atur kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan
dengan cairan penyari secukupnya.
Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Sediaan tingtur harus jernih, untuk bahan dasar yang mengandung harsa digunakan
cairan penyari etanol 90% dan pada umumnya cairan penyari adalah etanol 70%. Tingtur
yang mengandung harsa / damar adalah Mira Tinctura, Asaefoetida Tinctura, Capsici

10
Tinctura, Tingtur Menyan.

 PEMBAGIAN TINCTUR

Pembagian Tinctur
1. Menurut Cara Pembuatan
A. Tingtur Asli
Tingtur asli adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.
Contoh :
Tingtur yang dibuat secara maserasi
1. Opii Tinctura FI III
2. Valerianae Tinctura FI III
3. Capsici Tinctura FI II
4. Myrrhae Tinctura FI II
5. Opii Aromatica Tinctura FI III
6. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974
Tingtur yang dibuat secara perkolasi, contoh :
1. Belladonae Tinctura FI III
2. Cinnamomi Tinctura FI III
3. Digitalis Tinctura FI III
4. Lobeliae Tinctura FI II
5. Strychnini Tinctura FI II
6. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974
B. Tingtur Tidak Asli (Palsu)
Adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan bahan dasar atau bahan kimia dalam
cairan pelarut tertentu.
Contoh :
1. Iodii Tinctura FI III
2. Secalis Cornuti Tinctura FI III

11
2. Menurut Kekerasan (perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari)
A. Tingtur Keras
Adalah tingtur yang dibuat menggunakan 10 % simplisia yang berkhasiat keras. Contoh:
1. Belladonae Tinctura FI III
2. Digitalis Tinctura FI III
3. Opii Tinctura FI III
4. Lobeliae Tinctura FI II
5. Stramonii Tinctura FI II
6. Strychnin Tinctura FI II
7. Ipecacuanhae Tinctura Ext. FI 1974
B. Tingtur Lemah
Adalah tingtur yang dibuat menggunakan 20 % simplisia yang tidak berkhasiat
keras. Contoh :
1. Cinnamomi Tinctura FI III
2. Valerianae Tinctura FI III
3. Polygalae Tinctura Ext. FI 1974
4. Myrrhae Tinctura FI II

3. Berdasarkan Cairan Penariknya


a. Tingtura Aetherea, jika cairan penariknya adalah aether atau campuran aether dengan
aethanol. Contoh : Tingtura Valerianae Aetherea.
b. Tingtura Vinosa, jika cairan yang dipakai adalah campuran anggur dengan aethanol.
Contoh : Tinctura Rhei Vinosa (Vinum Rhei).
c. Tinctura Acida, jika ke dalam aethanol yang dipakai sebagai cairan penarik ditambahkan
suatu asam sulfat. Contoh : pada pembuatan Tinctura Acida Aromatica.
d. Tinctura Aquosa, jika sebagai cairan penarik dipakai air, contoh : Tinctura Rhei Aquosa.
e. Tinctura Composita, adalah tingtur yang didapatkan dari jika penarikan dilakukan dengan
cairan penarik selain aethanol hal ini harus dinyatakan pada nama tingtur tersebut,
misalnya campuran simplisia, contoh : Tinctura Chinae Composita.

Contoh Sediaan Tinctura


1. Tingtur Kina (Chinae Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian kulit kina yang diserbuk agak kasar (22/60) dengan
etanol 70 % hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, jika perlu encerkan
dengan etanol 70% hingga memenuhi syarat.
2. Tingtur Ipeka (Ipecacuanhae Tinctura)

12
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (18/34) akar ipeka dengan etanol encer, hingga
diperoleh 100 bagian tingtur.
3. Tingtur Gambir (Catechu Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 200 g gambir yang telah diremukkan dengan 50 g kulit kayu manis
yang telah dimemarkan dengan 1000 ml etanol 45%, biarkan selama 7 hari, serkai, jernihkan
dengan penyaringan.
4. Tingtur Poligala (Polygalae Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian irisan halus herba poligala dengan etanol 60%
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
5. Tingtur Ratania (Ratanhiae Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (6/8) akar ratania dengan etanol 60 %
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
6. Tingtur Stramonii (Stramonii Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (8/24) herba Stramonium dengan etanol 70%
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, jika perlu encerkan dengan
etanol 70%, hingga memenuhi persyaratan kadar, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam,
saring.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk. Tidak
boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan. Pada etiket harus tertera tanggal
pembuatan.
7. Tingtur Strichni (Strychni Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (24/34) biji strichni yang telah dihilangkan
lemaknya dengan eter minyak tanah, yang menggunakan pelarut penyari etanol 70 % hingga
diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar strichnina, jika perlu dengan etanol 70%
secukupnya hingga memenuhi persyaratan kadar.
8. Tingtur Kemenyan ( Benzoes Tinctura)
Cara pembuatan : Larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam 100 bagian etanol 90 %, saring.
9. Tingtur Lobelia (Lobeliae Tinctura)Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (6/34) herba
lobelia dengan etanol 70% secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
10. Tingtur Mira (Myrrhae Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (24/34) Mira dengan etanol 90% hingga
diperoleh 100 bagian tingtur.
11. Tingtur Jeruk Manis (Aurantii Tinctura)
Cara pembuatan : 8 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong-potong halus, maserasi
dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
12. Tingtur Cabe (Capsici Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 100 g serbuk (10/24) cabe dengan campuran 9 bagian etanol 95 %

13
dan 1 bagian air selama 3 jam. Perkolasi dengan cepat hingga diperoleh 1000 ml tingtur.
13. Tingtur Beladon (Belladonnae Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk beladon dengan etanol encer, hingga diperoleh
100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, atur kadar dengan penambahan etanol encer
hingga memenuhi syarat, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk. Tidak
boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan
14. Tingtur Kayu Manis (Cinnamomi Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian serbuk (44/60) kulit kayu manis dengan etanol encer
hingga diperoleh 100 bagian tingtur.

15. Tingtur Digitalis ( Digitalis Tinctura)


Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk digitalis dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100
bagian tingtur. Tetapkan potensi atur potensi jika perlu encerkan dengan etanol 70 % hingga
memenuhi syarat.
16. Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)
Cara pembuatan : Larutkan Iodum 1,8 – 2,2 %, Natriun Iodida 2,1 – 2,6 % dalam etanol encer.
17. Tingtur Opium (Tinctura Opii)
Cara pembuatan : maserasi 10 bagian serbuk opium dengan etanol 70 % hingga diperoleh 100
bagian tingtur. Tetapkan kadar dan atur hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan
etanol 70 % secukupnya.
18. Tingtur Opium wangi (Opii Tinctura Aromatica)
Cara pembuatan : maserasi campuran 1 bagian kulit kayu manis serbuk (22/60), 1 bagian
serbuk (22/60) cengkeh dan 12 bagian serbuk opium dengan campuran etanol 90 % dan air
volume sama banyak hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
19. Tingtur Sekale Cornutum (Secalis Cornuti Tinctura)
Cara pembuatan : Campur 1 bagian ekstrak sekale kornutum dengan 9 bagian etanol encer.
20. Tingtur Valerian (Valerianae Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar valerian dengan etanol 70 % hingga
diperoleh 100 bagian tingtur.

14
B. Ekstrak (Extracta)
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati
atau hewani menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak
kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang dipakai adalah air, eter dan
campuran etanol dan air
 Cara Pembuatan Ekstrak
Penyarian :
 Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan
dengan air mendidih.
 Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi.
 Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi.

1. Maserasi
Lakukan maserasi menurut cara yang tertera pada tingtur, suling atau uapkan maserat
pada tekanan rendah pada suhu tidak leih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.
2. Perkolasi
 Lakukan perkolasi menurut cara yang tertera pada tinctura. Setelah perkolator ditutup
dan dibiarkan selama 24 jam biarkan cairan menetes, tuangi massa dengan cairan
penyari hingga jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan
sisa. Perkolat disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari
50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki
 Pada pembuatan ekstrak cair 0,8 bagian perkolat pertama dipisahkan, perkolat
selanjutnya diuapkan hingga 0,2 bagian campur dengan perkolat pertama.
 Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dapat juga dilakukan dengan cara
reperkolasi tanpa menggunakan panas.
 Ekstrak yang diperoleh dengan penyari air hangatkan segera pada suhu kurang lebih 90
0C, enapkan, serkai. Uapkan serkaian pada takanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50
0C hingga bobotnya sama dengan bobot simplisia yang digunakan.
 Enapkan di tempat sejuk selama 24 jam, serkai, uapkan pada tekanan rendah pada suhu
tidak lebih dari 50 0C hingga konsentrasi yang dikehendaki.
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
 Untuk ekstrak kering dan kental perkolat disuling atau diupkan dengan tekanan rendah
pada suhu tidak lebih dari 50 0C hingga konsistensi yang dikehendaki.
 Contoh – Contoh Ekstrak
1. Ekstrak Belladonae
Cara pembuatan : perkolasi 100 bagian serbuk belladon (85/100) dengan campuran

15
etanol encer dan larutan dalam air asam asetat 2% v/v volume sama sehingga alkaloida
tersari sempurna yang diperiksa dengan cara sebagai berikut :
Kocok kuat-kuat campuran 3 ml eter, 5 tetes amonia encer dan 2 ml perkolat. Uapkan 2 ml
lapisan eter, larutkan sisa dalam 1 tetes H2SO4 encer, kemudian tambahkan 5 tetes air dan 1
tetes larutan kalium tetraiodida hidrargyrat (II) tidak terjadi kekeruhan. Suling etanol
dengan perkolat, biarkan di tempat sejuk selama 24 jam. Tambahkan talk, saring, cuci sisa
dengan 100 bagian air. Uapkan filtrat menurut cara yang tertera pada extracta hingga
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak ini berkadar 1,3% alkaloida.
Penyimpanan : Ekstrak belladon dapat disimpan dalam persediaan dalam bentuk serbuk
kering yang dibuat sebagai berikut :
Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian pati beras atau laktosa, keringkan pada suhu tidak
lebih dari 30 0C, tambahkan sejumlah pati beras atau laktosa hingga tepat 3 bagian. Sisa
dalam wadah berisi zat pengering.
2. Ekstrak Hiosiami (Hyosyami Extractum)
Cara pembuatan : sama dengan cara pembuatan Belladonae Extractum yang dibuat
dari serbuk hiosiamin
Ekstrak hiosiami kental disimpan dalam persediaan dalam bentuk serbuk yang dibuat
sebagai berikut :
Gerus 1 bagian ekstrak dengan 2 bagian pati atau laktosa keringkan pada suhu tidak lebih
dari 80 0C, tambahkan sejumlah pati atau laktosa kering hingga tapat 3 bagian. Simpan
dalam wadah berisi zat pengering.
3. Ekstrak Akar Manis (Glycyrrhizae Succus Extractum)
Cara pembuatan : penyarian dilakukan dengan air mendidih kemudian diuapkan hingga
kering.
4. Ekstrak Timi (Thymi Extractum)
Cara pembuatan :
 campurkan 500 bagian serbuk (85/100) herba timi dengan campuran 125 bagian air,
50 bagian gliserol dan 75 bagian etanol (90%). Biarkan campuran selama 24 jam dalam
sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan campuran
yang terdiri dari 1 bagian etanol (90%) dan 3 bagian air q.s. hingga diperoleh 175 bagian
cairan, simpan cairan ini sebagai perkolat I
 lanjutkan perkolasi dengan campuran etanol air seperti di atas, sehingga diperoleh
1500 bagian yang dinyatakan sebagai susulan I. Larutkan 30 bagian gliserol dalam 130
bagian susulan I yang mula-mula keluar, campurkan larutan ini dengan 325 bagian
serbuk (85/100) herba timi. Biarkan campuran selama 24 jam dalam sebuah bejana
tertutup, pindahkan ke dalam sebuah perkolator, perkolasi dengan sisa susulan I.
Pisahkan 325 bagian cairan mula-mula keluar yang dinyatakan sebagai hasil perkolasi II.

16
Hasil perkolasi selanjutnya dinyatakan sebagai susulan II.
 Larutkan 20 bagian gliserol dalam 70 bagian susulan II yang mula-mula keluar,
campurkan larutan ini dengan 175 bagian serbuk (85/100) herba timi. Biarkan campuran
selam 24 jam dalam sebuah bejana tertutup, pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi
dengan sisa susulan II q.s. hingga diperoleh campuran 500 bagian campuran yang
dinyatakan sebagai hasil perkolasi III. Campur hasil perkolasi I, II dan III.
5. Ekstrak Strichi (Strychni Extractum)
Cara pembuatan : perkolasi serbuk biji strichni (24/34) yang telah dihilangkan lemaknya
dengan eter minyak tanah, dengan penyari etanol 70% v/v sampai sisa penguapan dari 2
tetes perkolat terakhir dengan penambahan 2 tetes asam nitrat tidak berwarna merah.
Uapkan perkolat menurut cara yang tertera pada ekstrakta hingga diperoleh ekstrak
kering. Tetapkan kadar strichnina dan jika perlu tambahkan laktosa hingga memenuhi
persyaratan kadar.
6. Ekstrak Pulepandak (Rouwolfiae Extractum)
Cara pembuatan : perkolasi 1800 bagian serbuk (8/24) akar pule pandak dengan etanol
90% v/v hingga alkaloida tersari sempurna, suling etanol pada tekanan rendah pada suhu
tidak lebih dari 70 0C hingga diperoleh ekstrak lembek. Tambahkan 50 bagian pati
kering, lanjutkan penguapan hingga diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar
elkaloidanya hingga memenuhi syarat kadar. Ayak melalui pengayak no 12.
7. Ekstrak Kelembak (Rhei Extractum)
Cara pembuatan : perkolasi serbuk (8/24) kelembak dengan campuran yang terdiri dari
etanol 90% dan air volume sama, hingga perkolat terakhir hampir tidak berwarna,
uapkan perkolat hingga diperoleh ekstrak kering.
8. Ekstrak Stramonium (Stramonium Extractum)
Cara pembuatan : perkolasi 1000 g serbuk (8/24) herba stramonium dengan etanol 45%.
Pisahkan 850 ml perkolat pertama, teruskan perkolasi hingga penyarian sempurna.
Suling etanol dari perkolat sisa hingga menjadi ekstrak kental, larutkan ekstrak dalam
perkolat pertama. Tetapkan kadar alkaloidanya, jika perlu tambahkan etanol 45% q.s.
hingga memenuhi persyaratan kadar. Biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, jika perlu
saring.
9. Ekstrak Frangulae (frangulae extractum)
Cara pembuatan : pada 100 bagian serbuk (33/36) kulit frangula, tuangkan air mendidih,
biarkan selama 12 jam, peras. Pada sisa tambahkan 300 bagian air mendidih, biarkan
selama 6 jam, peras lagi. Kumpulkan sari, biarkan mengendap, serkai, uapkan serkaian
hingga diperoleh ekstrak kering.
10.Ekstrak Jadam (Aloes Extractum)
Cara pembuatan : tuangi 100 bagian jadam dengan 500 bagian air mendidih, tuangkan

17
campuran sambil diaduk ke dalam 500 bagian air, biarkan di tempat sejuk selam 24 jam,
serkai, uapkan serkaian hingga kering.
11. Ekstrak Kecambah (Malti Extractum)
Cara pembuatan : panaskan campuran kecambah yang telah dimemarkan dengan air
panas 3 kali bobot kecambah selama 3 jam. Biarkan mengenap, pisahkan cairan, sari sisa
dengan air panas. Campuran sari dipanaskan pada suhu kurang lebih 90 0C selama 1
jam, kemudian aupkan hingga diperoleh massa kental.
12. Ekstrak Hati (Hepatis Extractum)
Cara pembuatan : giling hati sapi segar dengan penggiling daging yang berlubang 3 mm,
maserasi 1000 bagian dengan campuran 1500 bagian volume air dan 2 bagian volume
HCl 4 N selama 12 jam, sambil berulang-ulang diaduk. Hangatkan hingga suhu 80 0C
serkai dan peras. Uapkan serkaian di atas penangas air hingga 100 bagian,
dinginkan,campur dengan 150 bagian volume etanol, kocok selama 10 menit,saring.
Suling etanol, uapkan sisa hingga 30 bagian volume, kocok dengan 300 bagian volume
etanol selama 10 menit, biarkan selama 12 jam. Tuangkan etanol, larutkan sisa dalam air
secukupnya hingga 135 bagian volume, tambahkan 15 bagian volume tingtur kayu manis.
13. Ekstrak Kina (Cinchonae Extractum)
Cara pembuatan : maserasi 100 bagian serbuk (34/40) kulit kina dengan 50 bagian
campuran 35 bagian HCl encer p, 20 bagian gliserol p, 45 bagian air selama 24 jam,
pindahkan ke dalam perkolator. Perkolasi mula-mula dengan 50 bagian sisa campuran di
atas yang diencerkan dengan 450 bagian air, kemudian dengan air secukupnya hingga 2
tetes perkolat terakhir jika di tambah 8 tetes larutan Na2CO3 p tidak keruh. Uapkan
segera perkolat hingga diperoleh 90 bagian, dinginkan, tambahkan 100 bagian etanol.
Ekstrak ini berkadar 6 – 8 % alkaloida.
14. Ekstrak Kola (Colae Extractum)
Cara pembuatan : Perkolasi, serbuk (24/34) biji kola dengan campuran 60 bagian etanol
90% dan 40 bagian volume air hingga perkolat hampir tidak berasa dan tidak berwarna,
kemudian buatlah ekstrak cair.
15. Ekstrak Opium (Opii Extractum)
Cara pembuatan : maserasi 100 bagian opium yang telah dipotong tipis dengan 500
bagian air selama 24 jam sambil berulang-ulang di aduk, peras, campur dengan maserat
I. Uapkan hingga sisa 200 bagian, biarkan selama 24 jam, saring. Uapkan hingga
diperoleh ekstrak kering. Tetapkan kadar morfinanya, atur kadar dengan laktosa atau
ekstrak opium kering lain hingga memenuhi persyaratan kadar. Ekstrak ini mempunyai
kadar morphin 20 %.

18
C. Infus (Infusa)
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90 0C selama 15 menit.
 Cara Pembuatan
Campur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya,
panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 0C sambil
sekali-sekali di aduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya
melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk membuat sediaan infus :
1. Jumlah simplisia
2. Derajat halus simplisia
3. Banyaknya ekstra air
4. Cara menyerkai
5. Penambahan bahan-bahan lain
 untuk menambah kelarutan
 untuk menambah kestabilan
 untuk menghilangkan zat-zat yang menyebabkan efek lain

1. Jumlah Simplisia
 Kecuali dinyatakan lain, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras di buat
dengan menggunakan 10 % simplisia.
 Kecuali untuk simplisia seperti yang tertera di bawah ini, untuk membuat 100 bagian infus,
digunakan sejumlah simplisia seperti tersebut di bawah ini :

Kulit kina 6 bagian

Daun digitalis 0,5 bagian

Akar ipeka 0,5 bagian

Daun kumis kucing 0,5 bagian

Sekale kornutum 3 bagian

Daun sena 4 bagian

Temulawak 4 bagian

2. Derajat Halus Simplisia


Yang digunakan untuk infus harus mempunyai deajat halus sebagai berikut :

19
Serbuk (5/8) Akar manis, daun kumis kucing, daun sirih,
daun sena

Serbuk (8/10) Dringo, kelembak

Serbuk (10/22) Laos, akar valerian, temulawak, jahe

Serbuk Kulit kina, akar ipeka, sekale kornutum


(22/60)
Serbuk Daun digitalis
(85/120)

3. Banyaknya Air Ekstra


Umumnya untuk membuat sediaan infus diperlukan penambahan air sebanyak 2 kali berat
simplisia. Air ekstra ini perlu karena simplisia yang kita gunakan pada umumnya dalam
keadaan kering.
4. Cara Menyerkai
 Pada umumnya infus di serkai selagi panas, kecuali infus simplisia yang mengandung
minyak atsiri, diserkai setelah dingin. Infus daun sena, infus asam jawa dan infus
simplisia lain yang mengandung lendir tidak boleh diperas.
 Untuk decocta Condurango diserkai dingin, karena zat berkhasiatnya larut dalam
keadaan panas, akan mengendap dalam keadaan dingin.
 Infus daun sena harus diserkai setelah dingin karena infus daun sena mengandung zat
yang dapat menyebabkan sakit perut yang larut dalam air panas, tetapi tidak larut
dalam air dingin.
 Untuk asam jawa sebelum dibuat infus di buang bijinya dan diremas dengan air hingga
massa seperti bubur.
 Untuk buah adas manis dan buah adas harus dipecah dahulu.
 Bila sediaan tidak disebutkan derajat kehalusannya, hendaknya diambil derajat
kehalusan suatu bahan dasar yang keketalannya sama / sediaan galenik dengan bahan
yang sama.

5. Penambahan Bahan-Bahan Lain


Pada pembuatan infus kulit kina ditambahkan asam sitrat 10% dari bobot bahan berkhasiat
dan pada pembuatan infus simplisia yang mengandung glikosida antrakinon, ditambahkan
Natrium karbonat 10% dari bobot simplisia.

20
D. Air Aromatik (Aqua Aromatica)
Air aromatic adalah larutan jenuh minyak atsiri atau zat-zat yang beraroma dalam air.
Diantara air aromatika, ada yang mempunyai daya terapi yang lemah, tetapi terutama
digunakan untuk memberi aroma pada obat-obat atau sebagai pengawet.
Air aromatika harus mempunyai bau dan rasa yang menyerupai bahan asal, bebas
bau empirematic atau bau lain, tidak berwarna dan tidak berlendir.
Cara pembuatan :
1. larutkan minyak atsiri sejumlah yang tertera dalam masing-masing monografi dalam 60 ml
etanol 95%.
2. tambahkan air sedikit demi sedikit sampai volume 100 ml sambil dikocok kuat-kuat.
3. tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring.
4. encerkan 1 bagian filtrat dengan 39 bagian air.
Etanol disini berguna untuk menambah kelarutan minyak atsiri dalam air. Talc
berguna untuk membantu terdistribusinya minyak dalam air dan menyempurnakan
pengendapan kotoran sehingga aqua aromatik yang dihasilkan jernih.
Selain cara melarutkan seperti yang tertera dalam FI II, buku lain juga mencantumkan
aqua aromatik adalah hasil samping dari pembuatan olea volatilia secara penyulingan
sesudah diambil minyak atsirinya.
Aqua aromatik yang diperoleh sebagai hasil samping pembuatan minyak atsiri secara
destilasi dapat dicegah pembusukannya dengan cara mendidihkan dalam wadah tertutup
rapat yang tidak terisi penuh di atas penangas air selama 1 jam.
Pemerian aqua aromatika : cairan jernih, atau agak keruh, bau dan rasa tidak boleh
menyimpang dari bau dan rasa minyak atsiri asal.
Syarat untuk resep : jika air aromatik keruh, kocok kuat-kuat sebelum digunakan.
Penyimpanan : dalam wadah terttutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk.
Khasiat : zat tambahan.

Air aromatika yang tertera dalam FI II ada 3 yaitu :


1. Aqua Foeniculi, adalah larutan jenuh minyak adas dalam air. Aqua foeniculi dibuat dengan
melarutkan 4 g oleum foeniculi dalam 60 ml etanol 90%, tambahkan air sampai 100 ml
sambil dikocok kuat-kuat, tambahkan 500 mg talc, kocok, diamkan, saring. Encerkan 1
bagian filtrat dalam 39 bagian air.
Pemerian, penyimpanan sama seperti aqua aromatik.
Syarat untuk resep : seperti aqua aromatik dan sebelum digunakan harus disaring lebih dahulu.

2. Aqua Menthae Piperitae = air permen, adalah larutan jenuh minyak permen dalam air.
Cara pembuatan : lakukan pembuatan menurut cara yang tertera pada aqua aromatika dengan

21
menggunakan 2 g minyak permen.
Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatik.

3. Aqua Rosae = air mawar, adalah larutan jenuh minyak mawar dalam air. Cara pembuatan :
larutkan 1 g minyak mawar dalam 20 ml etanol, saring. Pada filtrat tambahkan air
secukupnya hingga 5000 ml, saring.
Pemerian, penyimpanan dan syarat untuk resep sama seperti aqua aromatika.

Khusus untuk aqua foeniculi jangan disimpan ditempat sejuk karena etanol akan
menghablur, jadi disimpan pada suhu kamar, kalau keruh kocok dulu sebelum digunakan.
Aqua foeniculi bila menghablur harus dipanaskan pada suhu 25 0C dan kemudian dikocok
kuat-kuat, sebelum digunakan harus disaring.

E. Minyak Lemak (Olea Pinguia)


Minyak lemak adalah campuran senyawa asam lemak bersuku tinggi dengan gliserin
(gliserida asam lemak bersuku tinggi).
 Cara-cara mendapatkan minyak lemak
1. diperas pada suhu biasa, misalnya : oleum arachidis, oleum olivae, oleum ricini
2. diperas pada suhu panas, misalnya : oleum cacao, oleum cocos
Syarat-syarat untuk minyak lemak antara lain :
1. harus jernih, yang cair harus jernih, begitupun yang padat sesudah dihangatkan (diatas
suhu leburnya) tidak boleh berbau tengik.
2. kecuali dinyatakan lain harus larut dalam segala perbandingan dalam CHCl3, Eter dan Eter
minyak tanah.
3. Harus memenuhi syarat-syarat minyak mineral, minyak harsa dan minyak-minyak asing
lainnya, senyawa belerang dan logam berat.

 Cara identifikasi minyak lemak :


Pada kertas meninggalkan noda lemak

 Penggunaan minyak lemak :


1. Sebagai zat tambahan
2. Sebagai pelarut, misalnya : sebagai pelarut obat suntik, lotio dan lain-lain, anti racun,
untuk racun yang tidak larut dalam lemak (racunnya dibalut lemak, lalu segera diberi
pencahar atau emetikum) tetapi bila racun yang larut dalam lemak maka dalam bentuk
terlarut absorpsi dipercepat.
3. Sebagai obat, misalnya : oleum ricini, dapat dipakai sebagai pencahar.

22
 Minyak lemak dibagi dalam dua golongan :
1. minyak-minyak yang dapat mengering misalnya : oleum lini, oleum ricini.
2. minyak-minyak yang tidak dapat mengering, misalnya : oleum arachidis, oleum
olivarum, oleum amygdalarum, oleum sesami.
 Penyimpanan minyak lemak :
Kecuali dinyatakan lain, harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terisi penuh,
terlindung dari cahaya.

 Contoh-contoh minyak lemak :


1. Minyak kacang = Oleum Arachidis
Adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh dengan pemerasan biji arachidis
hypogeae L yang telah dikupas.

2. Minyak coklat = Oleum Cacao


Adalah lemak padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobroma cacao L
yang telah dikupas dan dipanggang.

3. Minyak kelapa = Oleum Cocos.


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas endosperm cocos
nucipera L yang telah di keringkan.

4. Minyak ikan = Oleum Iecoris Aselli


Adalah minyak lemak yang di peroleh dari hati segar Gadus calarias L dan species gadus
lainnya, dimurnikan dengan penyaringan pada suhu 0 0C.
Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 SI tiap gram, potensi vitamin D tidak kurang dari
80 SI tiap gram.

5. Minyak Lini = Oleum Lini


Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji masak Linum usitatissinum
L

6. Minyak zaitun = Oleum olivae


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji masak olea
europeae L Jika perlu di murnikan.

23
7. Minyak jarak=Oleum ricini
Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan dingin biji Ricinus communis L
yang telah di kupas.

8. Minyak Wijen = Oleum sesami


Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji Sesamum indicum L.
9. Minyak Kelapa Murni = Oleum Cocos purum
Adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan penyulingan bertingkat ,diperoleh dari
endosperma Cocos nucifera yang telah dikeringkan.

10. Minyak Tengkawang = Oleum Shoreae


Adalah minyak lemak yang di peroleh dengan pemerasan panas keping biji Shorea
stenoptera Burck yang segar atau kering atau dari biji spesies shorea yang lain.

11. Minyak Kaulmogra = Minyak Hidnokarpi


= Oleum Hydnocarpi
Adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji dari buah masak
segar Hidnocarpus wightraria Blume, spesies Hydnocarpus lain dan Taraktogenus kurzii
King.

12. Minyak Jagung = Oleum Maydis


Adalah minyak lemak yang diperoleh dari embrio Zea mays L, kemudian dimurnikan.

13. Minyak Pala = Oleum Myristicae expressum


Adalah campuran minyak lemak dan minyak atsiri, diperoleh dengan pemerasan panas
biji Myristica fragrans Houtt, yang telah dibuang selaput biji dan kulit bijinya.

24
F. Minyak Atsiri (Olea Volatilia)
Minyak atsiri disebut juga minyak menguap atau minyak terbang. Olea Volatilia adalah
campuran bahan-bahan berbau keras yang menguap, yang diperoleh baik dengan cara
penyulingan atau perasan simplisia segar maupun secara sintetis. Minyak atsiri diperoleh
dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : daun, bunga, kulit buah, buah atau dibuat secara sintetis.
 Sifat-sifat minyak atsiri :
1. mudah menguap
2. rasa yang tajam
3. wangi yang khas
4. tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik.
5. minyak atsiri yang segar tidak berwarna, sedikit kuning muda.
Warna coklat, hijau ataupun biru, disebabkan adanya zat-zat asing dalam minyak
atsiri tersebut. Misalnya : Minyak kayu putih (Oleum Cajuputi) yang murni tidak
berwarna. Warna hijau yang ada seperti yang terlihat diperdagangan karena adanya :
klorophyl dan spora-spora Cu (tembaga). Warna kuning atau kuning coklat terjadi
karena adanya penguraian.
 Pemerian :
a. Cairan jernih
b. Bau seperti bau bagian tanaman asal.
c. Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya dan
ditempat sejuk.

 Identifikasi :
1. teteskan 1 tetes minyak di atas air, permukaan air tidak keruh.
2. pada sepotong kertas teteskan 1 tetes minyak yang diperoleh dengan cara penyulingan
uap tidak terjadi noda transparan
3. kocok sejumlah minyak dengan larutan NaCl jenuh volume sama, biarkan memisah,
volume air tidak boleh bertambah.
 Cara-cara memperoleh minyak atsiri :
A. Cara pemerasan yaitu cara yang termudah dan masih dapat dikatakan primitif. Cara
ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan untuk
minyak atsiri yang mempunyai kadar tinggi dan minyak atsiri yang tidak tahan
pemanasan. Contoh : minyak jeruk
B. Cara penyulingan ( destilasi).
Ada 2:
1. Cara langsung ( menggunakan api langsung)

25
Bahan yang akan diolah di masukkan ke dalam sebuah bejana di atas pelat
yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang naik melalui lubang dan melalui
sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar dengan uap air di tampung. Cara
ini hanya dapat digunakan untuk jumlah bahan bakal yang sedikit, karena jumlah air
yang akan menjadi uap dan membawa serta minyak terbatas jumlahnya.
2. Cara tidak langsung ( destilasi uap)
Bahan yang akan di olah di masukkan ke dalam sebuah bejana dan di tambah
dengan air. Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari bejana lain. Cara ini dapat
digunakan untuk bahan bakal dalam jumlah yang besar terutama bahan bakal yang
mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah.
Dari ke dua cara di atas pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan, yaitu
air dan minyak atsiri.
Letak minyak atsiri dan air tergantung pada berat jenisnya. Jika Bj minyak atsiri > Bj
air maka minyak atsiri berada di bawah dan sebaliknya.
Ke dua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah dipisahkan sisa air dapat di
keringkan dengan menggunakan zat - zat pengering, contoh: Na2SO4 exicatus.
Pengeringan sisa air ini perlu di lakukan sebab dengan adanya sisa air tersebut
minyak atsiri cepat rusak / menjadi tengik. Bila lapisan minyak atsiri dan air sukar
dipisahkan dapat di tambahkan NaCl jenuh untuk menarik airnya

3. Cara Enfleurage
 Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang digunakan
untuk kosmetik. Daun bunga disebarkan diatas keping gelas yang lebih dulu dilapisi
dengan lemak atau gemuk. Dibiarkan beberapa lama, tergantung dari jenis daun
yang diolah, contoh:bunga melati 24 jam. Kemudian daun bunga diangkat, diganti
dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai lemak itu benar-benar jenuh
dengan minyak atsiri. Biasanya lemak itu dapat digunakan untuk 30 kali.
 Kemudian lapisan lemak dikerok, dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak
atsiri akan larut, sedangkan lemaknya tidak larut, sehingga lemaknya dapat
dipisahkan dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang ada dalam alkohol disuling secara
vacum (dengan alat evaporator vacum ). Alkohol yang digunakan bukan alkohol
fortior sebab waktu diuapkan, uap air akan membawa minyak atsiri.
Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri yang
rendah dan tidak tahan pemanasan.

26
 Syarat – syarat minyak atsiri
1. Harus jernih, tidak berwarna, kalau perlu setelah pemanasan.Kejernihan dapat
dibuktikan dengan cara meneteskan 1 tetes minyak atsiri keatas permukaan air,
permukaan air tidak keruh.Minyak menguap umumnya tidak berwarna, hanya beberapa
yang sesui dengan warna aslinya. Oleum bergamottae berwarna hijau karena klorofilnya
terlarut kedalamnya. Oleum kajuputi berwarna hijau karena senyawa tembaga dari alat
penyulingnya terlarut kedalamnya. Minyak atsiri akan berwarna kuning atau kuning
kecoklatan karena sudah terurai atau teroksidasi.
2. Mudah larut dalam Chloroform atau Eter.
3. Minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap harus bebas minyak lemak. Hal ini
dibuktikan dengan cara meneteskan keatas kertas perkamen tidak meninggalkan noda
transparan.
4. Harus kering, karena air akan mempercepat reaksi oksidasi sehingga minyak akan
berwarna. Kekeringan dibuktikan dengan cara mengocok sejumlah minyak atsiri dengan
larutan Natrium Klorida jenuh vbolume sama, biarkan memisah, volume air tidak boleh
bertambah.
5. Bau dan rasa seperti simplisia.
Bau diperiksa dengan cara mencampurkan satu tetes minyak atsiri dengan 10 ml air.
Rasa diperiksa dengan mencampur satu tetes minyak atsiri dengan 2 gram gula.
 Contoh-contoh minyak atsiri :
1. Oleum foeniculi (minyak adas)
Cara pembuatan :
Penyulingan uap buah masak Foeniculum vulgaris Mill varietas  vulgare dan -dulce.

2. Oleum Anisi (minyak adas manis)


Cara pembuatan :
Penyulingan uap buah kering Illicium verum Hook dan buah kering Pimpenilla anisum L (fam :
Magnoliaceae)

3. Oleum Caryophylli (minyak cengkeh)


Cara pembuatan :
Penyulingan pucuk berbunga yang telah dikeringkan dari tanaman Eugenia caryophyllata.

4. Oleum Citri (minyak jeruk)


Cara pembuatan :
Pemerasan pericarp (kulit buah bagian luar yang masih segar) dari tanaman Citrus lemon.

27
5. Oleum Aurantii (minyak jeruk manis)
Cara pembuatan :
Pemerasan pericarp (kulit buah luar yang segar dan masak) dari tanamam Citrus sinensis.

6. Oleum Eucalypti (minyak kayu putih)


Adalah minyak atsiri yang mengandung sineol 50-60%. Diperoleh dengan destilasi uap dari daun
segar, ujung cabang segar dari berbagai spesies Eucalyptus atau spesies yang diinginkan (E.
globulus, E. futicerutum, E. polybractea, E. Smithii).

7. Oleum Menthae piperitae (minyak permen)


Adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan destilasi uap dari bagian di atas tanah tanaman
berbunga Mentha piperita yang segar dan telah dimurnikan.

8. Oleum Cinnamommi ( minyak kayu manis)


Pembuatan : Penyukingan uap kulit batang dan kulit cabang Cinnamomum zeylanicum Blume.

9. Oleum Citronellae ( minyak sereh)


Pembuatan : Penyulingan uap daun Cymbopogon Nardus.

10. Oleum Rosae ( minyak mawar)


Pembuatan : Penyulingan uap bunga segar Rosa Galica Alba.

G. Syrup (Sirupi)
Syrup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12
H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%.
Cara pembuatan sirup :
Buat cairan untuk sirup, panaskan, tambahkan gula, jika perlu didihkan hingga larut.
Tambahkan air mendidih secukupnya hingga diperoleh bobot yang dikehendaki, buang busa
yang terjadi, serkai.
Cairan untuk sirup, kedalam mana gulanya akan dilarutkan dapat dibuat dari :
1. aqua destilata : untuk sirupus simplex.
2. hasil-hasil penarikan dari bahan dasar :
a. maserat misalnya sirupus Rhei
b. perkolat misalnya sirupus Cinnamomi
c. colatura misalnya sirupus Senae
d. sari buah misalnya rubi idaei

28
3. larutan atau campuran larutan bahan obat misalnya : methydilazina hydrochloridi sirupus,
sirup-sirup dengan nama patent misalnya yang mengandung campuran vitamin .
 pada pembuatan sirup dari simplisia yang mengandung glikosida antrakinon di tambahkan
Na2CO3 sejumlah 10% bobot simplisia.
 Kecuali dinyatakan lain, pada pembuatan sirup simplisia untuk persediaan ditambahkan
metil paraben 0,25 % b/v atau pengawet lain yang cocok.
 Kadar gula dalam sirup pada suhu kamar maksimum 66 % sakarosa, bila lebih tinggi akan
terjadi pengkristalan, tetapi bila lebih rendah dari 62 % sirup akan membusuk.
 Bj sirup kira-kira 1,3

 Pada penyimpanan dapat terjadi inversi dari sakarosa ( pecah menjadi glukosa dan fruktosa
) dan bila sirup yang bereaksi asam inversi dapat terjadi lebih cepat.
 Pemanasan sebaiknya dihindari karena pemanasan akan menyebabkan terjadinya gula
invert.
 Gula invert adalah gula yang terjadi karena penguraian sakarosa yang memutar bidang
polarisasi kekiri.
 Gula invert tidak dikehendaki dalam sirup karena lebih encer sehingga mudah berjamur
dan berwarna tua ( terbentuk karamel ), tetapi mencegah terjadinya oksidasi dari bahan
obat.
 Pada sirup yang mengandung sakarosa 62 % atau lebih, sirup tidak dapat ditumbuhi jamur,
meskipun jamur tidak mati.
 Bila kadar sakarosa turun karena inversi, maka jamur dapat tumbuh. Bila dalam resep, sirup
diencerkan dengan air dapat pula ditumbuhi jamur.
 Untuk mencegah sirup tidak menjadi busuk, dapat ditambahkan bahan pengawet misalnya
nipagin.
 Kadang-kadang gula invert dikehendaki adanya misalnya dalam pembuatan sirupus Iodeti
ferrosi.
Hal ini disebabkan karena sirup merupakan media yang mereduksi, mencegah bentuk ferro
menjadi bentuk ferri.
Gula invert disini dipercepat pembuatannya dengan memanaskan larutan gula dengan
asam sitrat.
 Bila cairan hasil sarian mengandung zat yang mudah menguap maka sakarosa dilarutkan
dengan pemanasan lemah dan dalam botol yang tertutup, seperti pada pembuatan Thymi
sirupus dan Thymi compositus sirupus, aurantii corticis sirupus. Untuk cinnamomi sirupus
sakarosa dilarutkan tanpa pemanasan.
 Maksud menyerkai pada sirup adalah untuk memperoleh sirup yang jernih.

29
Ada beberapa cara menjernihkan sirup :
1. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil diaduk, zat putih
telur akan menggumpal karena panas.
2 Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup akan melekat ke
kertas saring.
Cara memasukkan sirup ke dalam botol.
Penting untuk kestabilan sirup dalam penyimpanan, supaya awet (tidak berjamur ) sebaiknya
sirup disimpan dengan cara :
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada pendinginan ada
kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga penjamuran.
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas ( karena sterilisasi ) sampai penuh
sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian gabusnya, lalu
sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang menyebabkan sirup terlindung
dari pengotoran udara luar.
3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah tidak berakibat
terjadinya gula invert.
Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang panambahan metil paraben 0,25%
atau pengawet lain yang cocok.
Dari ketiga cara memasukkan sirup ke dalam botol ini yang terbaik adalah cara ketiga.
Dalam ilmu farmasi sirup banyak digunakan karena dapat berfungsi sebagai :
1. Obat, misalnya : chlorfeniramini maleatis sirupus.
2. Corigensia saporis, misalnya : sirupus simplex
Corigensia odoris, misalnya : sirupus aurantii
Corigensia coloris, misalnya : sirupus Rhoedos, sirupus rubi idaei
3. Pengawet, misalnya sediaan dengan bahan pembawa sirup karena konsentrasi gula yang
tinggi mencegah pertumbuhan bakteri.

 Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat sejuk.

 Contoh-contoh Sediaan Sirup


1. Ferrosi Iodidi Sirupus
Cara pembuatan : 20 bagian ferrum pulveratum dicampur dengan 60 bagian air,
tambahkan 41 bagian Iodium sedikit demi sedikit sambil digerus. Setelah warna
coklat hilang maka larutan disaring, dimasukkan kedalam larutan ½ bagian acidum
citricum dan 600 bagian sakarosa dalam 200 bagian air panas.

30
Untuk mencegah terjadinya oksidasi dari ferro Iodida maka ujung corong masuk
kedalam larutan sakarosa. Sisa serbuk besi pada kertas saring dicuci dengan air
sampai diperoleh 1000 bagian sirup.
 Penggunaan acidum citricum adalah untuk mempercepat inversi sakarosa, menjadi
glukosa dan fruktosa yang merupakan reduktor kuat yang berguna untuk mencegah
oksidasi ferro lodidum.
 Ferro Iodidum selalu dibuat baru.

2. Sirupus Simplex = Sirup Gula


Cara pembuatan : larutkan 65 bagian sakarosa dan larutan metil paraben 0,25 %
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk

3. Auranti Sirupi = Sirup Jeruk Manis


Cara pembuatan : campur 10 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong kecil-
kecil dengan 20 bagian larutan metil paraben 0,25%. Biarkan dalam tempat tertutup
selama 12 jam. Pindahkan ke dalam perkolator, perkolasi dengan larutan metil
paraben 0,25% secukupnya hingga diperoleh 37 bagian perkolat. Tambahkan 63
bagian gula pada suhu kamar atau pada pemanasan perlahan-lahan dalam tempat
tertutup hingga diperoleh 100 bagian sirup
Pemerian : cairan kental, jernih, warna coklat, bau khas aromatik.

4. Sirupus Thymi = Sirup Thymi


Cara pembuatan : campurlah 15 bagian herba timi dengan air sesukupnya dan
diamkan 12 jam dalam bejana tertutup. Masukan dalam perkolatordan sari dengan
air, perkolat dipanasi sampai 90 0C dan diserkai hingga diperoleh 36 bagian hasil
perkolat. Masukan dalam bejana tertutup dan tambahkan 64 bagian gula panaskan
dengan pemanasan lemah hingga diperoleh 100 bagian sirup.
Pemerian : sirup warna coklat, bau dan rasa seperti thymi.
Sirup-sirup yang tercantum dalam FI ed III
1. Chlorpheniramini maleatis sirupus
2. Cyproheptadini hydrochloridi sirupus
3. Dextrometorphani hydrobromidi sirupus
4. Piperazini citratis sirupus
5. Prometazini hydrochloridi sirupus
6. Methidilazini hydrochloridi sirupus

31
7. Sirupus simplex yang dibuat dengan melarutkan 65 bagian sacharosa dalam
larutan metil paraben secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup.

Dalam perdagangan dikenal “dry syrup” yaitu syrup berbentuk kering yang kalau akan
dipakai ditambahkan sejumlah pelarut tertentu atau aqua destilata, biasanya berisi zat
yang tidak stabil dalam suasana berair.

32

Anda mungkin juga menyukai