Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324833909

Perkembangan Industri Tembaga Global Sebagai Masukan untuk


Pengembangan Industri Tembaga Nasional

Conference Paper · November 2014

CITATIONS READS

0 1,020

1 author:

Hidir Tresnadi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
26 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Penelitian Kaolin Bangka Sebagai bahan Baku Isolator Tegangan Menengah dan Tinggi View project

Rantai Pasok Industri Nikel View project

All content following this page was uploaded by Hidir Tresnadi on 30 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


162

PROSIDING TPT XXIII PERHAPI 2014

Perkembangan Industri Tembaga Global Sebagai Masukan untuk


Pengembangan Industri Tembaga Nasional
Hidir tresnadi
PTSM, BPP Teknologi
Hidir.tresnadi@bppt.go.id

Indonesia merupakan salah satu negara industri pertambangan, khususnya tembaga, yang
berskala dunia. Produk yang dihasilkan berupa produk hulu baik berupa konsentrat tembaga,
katoda tembaga dan anoda slime. Di dunia Internasional Indonesia merupakan salah satu
bagian dari Industri tembaga yang ada. Perkembangan industri tembaga nasional dan gobal
dapat membantu dalam memberikan masukan untuk pengembangan industri hulu dan hilir
tembaga yang ada di Indonesia. Dengan mengetahui perkembangan berbagai industri tembaga
di berbagai dunia, seperti Asia, Eropa, Afrika, Amerika dan Australia. Maka dapat dipelajari
perkembangan industri tembaga berbagai dalam memenuhi kebutuhan industri nasionalnya.
Oleh karena itu dilakukan penelitian perkembangan industri tembaga di berbagai negara
dengan mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi data dan informasi industri tembaganya,
seperti, jumlah smelter, kapasitas smelter, potensi endapan tembaga, kadar tembaga. Sehingga
dapat diketahui rantai pasok aliran produk hulu dan hilir tembaga pada berbagai negara di
dunia. Penelitian menunjukkna bahwa e depan Indonesia harus mengembangkan industri
tembaganya melalui industri tembaga berbahan baku tembaga primer (konsentrat tembaga)
dan industri berbahan baku sekunder (scrap). Kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi melalui
pengembangan industri pertambangan tembaga baru di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi atau dengan mengimpor bahan baku konsentrat tembaga impor, scrap lokal dan
impor. Selain itu dapat dilakukan dengan ekpansi ke luar negeri baik dengan melakukan usaha
pertambangan tembaga, maupun akuisisi perusahaan tambang tembaga.
Kata Kunci : copper cathode, concentrate, tembaga, scrap, smelter
163

SIG Produsen dan Konsumen Konsentrat Tembaga di Dunia Internasional


sebagai masukan untuk Pengembangan Industri Pertambangan Nasional

1. Pendahuluann
Kementerian Perindustrian Indonesia pada tahun 2025 dalam KIN memiliki visi membawa
Indonesia menjadi negara industri tangguh dunia yang bertumpu pada tiga industri andalan
masa depan yaitu industri agro, industri alat angkut, dan industri telematika, yang menjadikan
industri logam sebagai tulang punggung industri Indonesia, karena ketiga industri andalan ini
sangat memerlukan industri logam. KIN (Kebijakan Industri Nasional) ini tertuang dalam Per
Pres No 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional atau KIN.
Berbagai produk berbahan tembaga diperlukan sektor perindustrian dan tekonologi.
Pencampuran dengan Zinc, timah, aluminium dan nikel menghasilkan produk produk bernilai
tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat. Saat ini tembaga dimanfaatkan untuk kabel dan
peralatan listrik, industri telekomunikasi dan elektronika, konstruksi dan transportasi, industri
pembuatan motor listrik, generator, kendaraan bermotor, tabung coaxial, tabung microwave,
sakelar, rectifier, transsistor, dan lainnya. Potensi sumber daya alam tembaga yang dimiliki
Indonesia terdapat di Papua, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Badan
Geologi Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sumberdaya tembaga
sebesar 4.925 juta ton bijih dengan cadangan tembaga sebesar 4.161 juta ton bijih. Saat ini
tembaga merupakan logam penting nomor tiga dalam jumlah pemakaian setelah besi-baja dan
aluminium.
Menteri Perindutrian, 2012, menyatakan bahwa hilirisasi industri di dalam negeri bertujuan
untuk menghasilkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja,
memberikan peluang usaha. Sementara permasalahan hilirisasi industri berbasis mineral
meliputi :
Ketidaktersediaan bahan baku dan energi dalam negeri untuk industri pengolahan mineral
karena sebagian besar masih diekspor dalam bentuk mineral mentah;
Masih terdapat kesenjangan struktur industri berbasis mineral logam, dimana industri hilir
sudah tumbuh, sementara industri hulu sebagai pemasok bahan baku belum ada;
Memiliki karakteristik teknologi tinggi, padat energi, dan investasi skala besar.
Sebelum tahun 2000, produksi konsentrat tembaga di Indonesia hanya berasal dari PT.
Freeport Indonesia dan baru mulai tahun 2000 komoditi tersebut juga diproduksi oleh PT.
Newmont Nusa Tenggara. Produksi konsentrat tersebut sekitar 70% di ekspor dan sekitar
30% di jual di dalam negeri, yaitu ke PT Smelting-Gresik untuk diproses dengan produk
utama katoda tembaga.
2. Metode Penelitian
Dalam melakukan Penelitian Perkembangan Industri Tembaga Global sebagai Masukan
Untuk Pengembangan Industri Pertambangan Nasional, maka dilakukan tahapan penelitian
sebagai berikut :
Studi literatur daerah penelitian
Pencarian dan pengumpulan data sekunder objek penelitian
Pengolahan dan penyajian data dan informasi penelitian, yang disajikan baik dalam
bentuk statistik grafis maupun informasi geografi
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
164

3. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan strategi industrialisasi di negara berkembang untuk mengurangi
ketergantungannya terhadap industri dunia, ada 5 faktor utama yang menjadi sasaran
kebiijakan suatu pemerintahan (Michael, Roemer, 1981) berikut :
Ketergantungan pasar, seperti rasio perdagangan yang tinggi, konsentrasi ekspor pada satu
atau dua produk utama, dan konsentrasi ekspor hanya pada satu atau beberapa pasar.
Ketergantungan teknologi, merupakan faktor utama yang dibutuhkan dalam
industrialisasi, ketiadaan barang modal industri akan menjadi pendorong inovasi dalam
teknik produksi (Rweyemamu,1973: Thomas, 1974);
Ketergantungan enterprenurship dan manajerialitas
Ketergantungan terhadap modal asing, sebagai akibat tuntutan ekspor, dan kebutuhan
barang modal sebagai kapital dan keterampilam manajerial (Sunkel, 1969);.
Ketidakfleksibelan ekonomi, yang disebut kekurang mampuan untuk melakukan kapasitas
untuk melakukan transformasi (Kindleberger 1962), yaitu kapasitas transformasi terhadap
ketergantungan pasar, teknologi dan kepengusahaan manajerial. Jika keekonomian tak
dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kisaran keanekaragaman produk ekspor dan
menghasilkan barang, akibat kurangnya peralatan modal, kapasitas inovatif dan
ketrampilan manajerial kepengusahaan, maka struktur produktifnya akan menyesuaikan
diri dengan perlengkapan dan infrastruktur yang ada, sesuai dengan kondisi perubahan
pertimbangan kebijakan nasional (keputusan untuk melakukan penghematan atau
pengurangan impor)
Dua strategi industrialisasi didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya alam yang ditekankan
oleh dunia ketiga (Michael Roemer, 1979) adalah :
Pengolahan bahan baku yang semakin meningkat dan lengkap untuk tujuan ekspor
Pemanfaatan sumberdaya alam lokal untuk perkembangan industri dalam negeri
3.1. Industri Tembaga Nasional
Dalam melakukan hilirisasi industri berbasis mineral dan batubara, pemerintah melakukan
berbagai kebijakan nasional dan program nasional, antara lain yaitu
Kebijakan
Domestic Market Obligation (DMO) untuk Mineral dan Batubara
Bea Keluar untuk 65 jenis mineral
Kewajiban untuk melakukan proses peningkatan nilai tambah terhadap produk
pertambangan
Program
Penyusunan road map pengembangan industri berbasis mineral dan logam (bauksit,
tembaga, nikel dan bijih besi / pasirbesi ) sebagai dasar penyusunan master plan
pengembangan industri dari hulu sampai ke hilir;
Harmonisasi kebijakan pengembangan industri berbasis hasil tambang, mineral terkait
dengan ketentuan divestasi, perizinan dan royalti;
Pemberian insentif khususnya pada investasi di industri logam hulu guna melengkapi
kekosongan pada struktur pohon industri logam;
Promosi investasi.
Dari sisi kegunaan, pemanfaatan tembaga didominasi oleh 3 bidang besar yaitu konstruksi,
infrastruktur dan peralatan manufaktur. Sebagai penghantar listrik dan banyak dipakai sebagai
pipa pada konstruksi bangunan dan peralatan maritim dalam bentuk logam paduan.
Penggunaan dalam dunia teknik, kedua terbesar nomor dua setelah besi baja.
165

Sebagai negara yang kaya akan sumberdaya mineral, maka dalam sektor Industri Tembaga,
Indonesia memiliki kekuatan sebagai berikut :
Indonesia memiliki sumber daya alam untuk bahan baku industri tembaga
Sudah tersedianya teknologi pengolahan tembaga yang memadai, yang dikelola oleh PT.
Smelting di Gresik, Jawa Timur.
Sedang Kelemahan Industri Tembaga adalah saat ini kapasitas produksi konsentrat tembaga
milik PT Freeport Indonesia mencapai 1 -1,2 juta ton pertahun. Namun produksi tersebut
belum mampu diserap dalam negeri. Industri lokal hanya mampu mengolah 300.000-500.000
ton produksi tembaga dari Freepor, sehingga masih mengekspor sebagian produksinya.
Rendahnya penyerapan diakibatkan kapasitas produksi pabrik pengolahan tembaga di dalam
negeri yang masih rendah. Saat ini, PT Freeport dan PT NNT memasok konsentrat tembaga
kepada PT. Smelting di Gresik.
Adapun beberapa masalah lain terkait dengan lemahnya industri tembaga di Indonesia dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Kurangnya pasokan listrik untuk industri
Kurangnya infrastruktur khususnya untuk pembangunan industri hulu tembaga.
Kebijakan pemerintah dalam mendukung industri tembaga masih sangat minim
Pasar tembaga dalam negeri masih sangat minim sehingga bahan baku tembaga yang ada
saat ini sebagian besar masih diimpor
Pada saat ini, industri hulu tembaga masih dikelola oleh pihak asing
Pabrik peleburan tidak didukung oleh teknologi dan pengalaman yang memadai,
berpotensi mencemari lingkungan di sekitarnya.
Pemasaran katoda tembaga di dalam negeri masih terbatas, sejumlah besar asam sulfat
dipasar domestik akan kelebihan suplai.
FTA (Free Trade Area) tariff bea impor turun menjadi 0%, produk katoda dalam negeri
menjadi tidak kompetitif dijual didalam negeri.
Secara garis besar, struktur supply chain industri tembaga dibedakan menjadi beberapa
kelompok berikut:
• Industri Hulu
Pada saat ini penghasil copper cathode di Indonesia hanya PT. Smelting Gresik. Pada tahun
2012 PT Freeport memasok 80 % kebutuhan copper concentrate PT Smelting. Copper
concentrate diolah menjadi copper anode yang memiliki kemurnian 99.4%, yang kemudian
dimurnikan lagi menjadi copper cathode dengan kemurnian 99.99%, proses refinery.
• Industri Antara
Produk copper cathode diproses lebih lanjut menjadi produk antara berupa copper sheet dan
copper rod. Dua jenis produk ini akan menjadi bahan baku untuk industri hilirnya.
• Industri Hilir
Pada kelompok Industri hilir, menghasilkan produk setengah jadi yang akan menjadi
komponen bagi produk berikutnya serta produk jadi yang akan dipakai langsung oleh
konsumen, seperti: kawat/kabel tembaga, tabung/ pipa dan peralatan rumah tangga. Nilai
impor berbagai produk tembaga dan nilai ekspor berbagai produk tembaga dapat dilihat pada
Gambar pada Gambar 1 dan 2.
Ditinjau dari potensinya (ESDM, 2013), maka jumlah sumber daya tembaga Indonesia
besarnya 6.092.878.201 ton ore (terkira) dengan cadangan sebesar 13.109.000 ton ore,
(terukur). Sedang produksi mineral logam tembaga pada tahun 2013 adalah 450 ribu ton,
mengalami penurunan dari tahun 2009 (999,2 ribu ton). Saat ini produksi tembaga dilakukan
oleh dua perusahaan besar yaitu PT Freeport Indonesia di Tembagapura dan PT Newmont di
Batu Hijau. Namun hanya 30% dari total produksinya yang dapat di olah di dalam negeri,
166

konsentrat tembaga diproses lebih lanjut menjadi katoda tembaga oleh PT Smelting di Gresik
Jawa Timur dengan kapasitas total 300.000 ton per tahun. Produk tembaga dibagi menjadi
Tembaga kasar (unwrought), Tembaga Batangan, Tembaga lembaran, dan tembaga lainnya.
Pada tahun 2011, ekspor bijih dan konsentrat tembaga sebesar 1.471.420 ton, tiga besar
negara tujuan ekspor konsentrat tembaga adalah Jepang sebesar 330.160 ton, Korea Selatan
sebesar 326.166 ton dan India sebesar 311.800 ton.
Perkembangan PT Freport menunjukkn bahwa produksi ore milled tembaga (Gambar 3) PT
Freport yang cenderung menurun (AR FCX, 2013), begitu pula halnya dengan kadar tembaga
dan emasnya (Gambar 4). Konsentrat tembaga dengan kadar logam tembaga dan mineral
ikutannya dari tahun 2005 hingga 2008 menunjukkan kecenderungan yang menurun dan
kemudian meningkat pada tahun 2009. Kondisi tahun 2010 relatif stabil dengan jumlah
produksi konsentrat 3,467 juta dwt atau setara dengan 0,655 juta ton logam tembaga. Volume
dan nilai ekspor tembaga dalam 2 tahun terakhir (2011-2012) mengalami penurunan.
Penjualan katoda tembaga PT Smelting di wilayah domestik adalah 40% dari total
produksinya, sekitar 60% diekspor. Secara umum, produksi dan permintaan pasar atas copper
cathode kepada PT Smelting dapat dilihat pada Gambar 5, sedang perbandingan produk
Copper Cathode yang diekspor dan dijual ke domestik oleh PT Smelting dapat dilihat pada
Gambar 6. Permintaan cooper cathode masih relatif rendah. Karena industri hilir yang juga
tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti. PT Smelting berharap agar pemerintah
dapat mendorong perkembangan industri hilir berbasis tembaga, yang akan meningkatkan
perkembangan industri hilir dan permintaan pasar akan copper cathode.
Terkait dengan produksi tersebut, maka oleh PT Smelting kelebihan produksi akan copper
cathode kemudian diekspor ke negara lain. Pada saat ini, permintaan ekspor jauh lebih besar
daripada permintaan domestik. PT Smelting memiliki kapasitas Copper cathode, 300.000 ton
per tahun sebagai bahan baku untuk wire, cable dan tube; kapasitas Asam sulfat 920 ribu ton
per tahun sebagai bahanbaku pupuk; kapasitas Copper Slag 655 ribu ton per tahun yang
bergunan dalam penerapan konstruksi semen dan beton; kapasitas produksi gipsum sebesar 35
ribu per tahun sebagai bahan baku semen; kapasitas produksi produksi Anode Slime sebesar
1800 ton per tahun sebagi bahan baku pengolahan gold and silfer refinery; kapasitas produksi
Copper Telluride sebesar 50 ton per tahun yang dipergunakan dalam penerapan semi
konduktor, penerapan optik, dan coating pada energi surya. Produksi PT Smelting pada tahun
perioda maret 2011-maret 2012 sebesar 261 ribu Metrik Ton dan pada perioda 2012- Maret
2013 sebesar 202 ribu Metrik Ton, yang terjadi penurunan.
3.2. Industri Tembaga Global (ICSG, Juli 2014)
Pertambangan tembaga umumnya banyak terdapat di wilayah Amerika Selatan, Chile (yang
terbesar), Peru dan Mexico, USA, Rusia, Australia, Polandia, Kazakhstan dan Indonesia.
Sejak 1900 produksi teembaga hanya 500 ribu ton, sekarang tumbuh 3,2 % per tahun hingga
sekarang mencaai 18,1 juta ton konsentrat pada 2013. Namun sejak keberadaannya pada
1960an, produksi SX-Ewi telah mencapai 3,8 juta ton pada 2013. Pada tahun 1960 roduksi
tambang tembaga di Amerika latin lebih kecil daripada 750.000 ton, namun kini menjulang
hingga lebih 7,5 juta ton pada 2013, yang merupakan 42 % dari produksi global. Begitu pula
Asia meningkatkan produksinya dari 6 % menjadi 16 % pada perioda yang sama. Pada 2013
ini Lima negara dengan produksi tambang tembaga terbesar di dunia adalah Chile, China,
Peru, USA, Australia. Indonesia menempati urutan ke 10. Kapasitas pengolahan tembaga
pada 2017 diperkirakan mencapai mencapai 27,5 juta ton, 21 % dihasilkan dari fasilitas
produksi SX-RW yang lebih tinggi 30 % daripada kapasitasnya yang 21 juta ton pada 2013.
Pertumbuhan kapasitas konsentrate naik namun pertumbuhan kapasitas SX-EW turun. Namun
keadaan akan berbalik jika penambahan kapasitas baru yang operasional.
167

Ditinjau dari tambang tembaga, maka tambang Escondida di Chile merupakan tambang
terbesar dengan produksi 1.050.000 metrik ton tembaga, sementara PT Freeport Indonesia
menempati urutan kedua dengan produksi 790.000 metrik ton konsentrate tembaga. PT NNT
di Batu Hijau berada pada urutan ke 15 dengan produksi 250 ribu tetrik ton tembaga.
Berbagai masalah industri pertambangan global adalah :
Penurunan kadar bijih, di USA, Chile, Indonesia
Pembiayaan proyek akibat volatilitas harga dan ekonomi yang lama memberikan dampak
pada biaya modal
Regim investasi dan pajak yang kurang mendukung
Pasokan air menjadi masalah kritis di daerah tambang yang kering.
Security
Masalah lingkungan dan hubungan dengan masyarakat sekitar daerah pertambangan
Nasionalisme dalam sumerdaya alam. dll
Pada tahun 2013 produksi Smelter dunia mencapai 16.8 juta ton,. Namun pengolahan
tembaga dengan leaching telah meningkat, yang sekarang memiliki kecenderungan naik
dalam penggunaannya. Smelter primer menggunakan konsentrat sebagai bahan bakunya
namun smelter tembaga sekunder menggunakan scrap sebagai bahan bakunya. Penggunaan
teknologi Flash/Continous mencapai 55 % pada tahun 1997, yang meningkat menjadi 70 %
pada 2013. Hal ini tetap tak berubah pada tahun 2017. Produksi smelter di Asia meningkat
dari 27 % pada 1990 menjadi 57 % pada 2013 akibat perkembangan produksi smelter yang
cepat di China. Pada 2013 produksi Smelter China mencapai sepertiga produksi dunia, diikuti
Jepang (9%), Chili (8%) dan Federasi Rusia (5%). Indonesia berada pada posisi 16.
Pada tahun 2013, dalam urutan dari 1 hingga 20, maka kapasitas smelter terbesar dimiliki
smelter Guixi di China dengan produksi 900 ribu metrik ton tembaga, no 2 adalah smelter
Birla Copper (Dahej) di India dengan kapasitas 500 ribu ton, sedang pada urutan keduapuluh
adalah smelter Baiyin di China dengan kapasitas 340 ribu metrik ton. Dengan munculnya
solvent extraction‐electrowinning, (SX‐EW) technology, produksi refinery tembaga dari
leaching ore menjadi bertambah, dari 1 % produksi refinery tembaga pada akhir 1960 an
menjadi 18 % produksi dunia pada 2013. Tingkat penggunaan kapasitas refinery tembaga
dunia pada tahun 2103 adalah 79 %. Daerah dengan produksi refined copper pada tahu 1990
adalah Amerika (4250 kt) diikuti oleh Eropa (3000 Kt), namun pada tahu 2013 daerah yang
unggul adalah Asia, 10.340 kt, dibandingkan 2.500 Kt pada 1990. Lima negara pengekspor
konsentrat tembaga terbesar konsentrat tembaga adalah Chile, Peru, Australia, Kanada dan
Indonesia. Dalam kapasitas produksi Copper and Copper Alloy Semis, Indonesia berada pada
urutan ke 17 dunia. Indonesia berada pada posisi 16 sebagai negara eksportir Semi‐Fabricated
Copper Products pada 2013.
4. Analisis dan Pembahasan
Perkembangan industri di Indonesia dilakukan untuk meningkatkan kapasitas industri
nasional, baik berbahan baku lokal maupun impor. Saat ini Kementerian ESDM, telah
mengeluarkan perment ESDM No 1 tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral
melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian. Terkait dengan industri tembaga maka pihak
terkait harus meningkatkan batas minimal kandungan proses barang tambang yang
dihasilkannya. Terkait dengan itu saat ini hanya ada dua perusahaan tambang yang memasok
konsentrat tembaga ke PT Smelting di Gresik. Yaitu PT Freeport dan PT NNT. Analisis
terhadap industri tambang tembaga global memperlihatkan bahwa produksi tambang berbagai
negara cenderung menurun, kecuali China dan Chile (Gambar 7) dan begitu pula halnya
dengan produksi smelter berbagai negara di dunia (Gambar 8), kecuali China dan India,
168

Jepang juga naik dari tahun sebelumnya tetapi masih berada dibawah produksi dua tahun
sebelumnya.
Impor berbagai produk tembaga menunjukkan bahwa dari tahun 2007 ke 2008 terjadi
kenaikan impor, namun dari tahun 2008 ke 2009 terjadi penurunan impor, yang diperkirakan
akibat krisis dunia yang terjadi. Pada tahun 2009 hingga 2011 terjadi kenaikan impor hingga
mencapai 1.375.630.410 US$ (Gambar 9). Pada tahun 2011 impor 2 produk terbesar
dilakukan terhadap 740311 (Refined copper cathodes and sections of cathodes) sebesar
639.969.814 US$ dan 740400 (Copper waste and scrap) sebesar 132.821.243 US$.
Ekspor berbagai produk tembaga menunjukkan bahwa dari tahun 2007 ke 2008 terjadi
penurunan ekspor berbagai produk tembaga, namun dari tahun 2008 hingga 2011 terjadi
kenaikan ekspor berbagai produk tembaga secara berangsung-angsur, yang mencapai
3.990.349.100 US$. Penurunan diperkirakan terjadi akibat krisis ekonomi pada tahun 2008
(Gambar 10). Pada tahun 2011 ekspor 2 produk tembaga terbesar, yaitu 740319 (Refined
copper, unwrought, nesoi) sebesar 1.374.395.100 US$ dan 740311 (Refined copper cathodes
and sections of cathodes) sebesar 1.168.897.100 US$.
Perkembangan industri tembaga di Jepang, China, India dan Australia dilakukan dengan
mengelola rantai pasok industri tembaganya. Industri dikembangkan dengan berbasis pada
bahan baku lokal dan impor. Sistim rantai pasok industri tembaga dapat dilihat pada Gambar
10. Baik pasokan bahan baku lokal dan yang ditopang impor, berasal dari industri berbahan
baku primer, konsentrat tembaga, maupun industri berbahan baku sekunder (scrap). Di
Indonesia nilai impor produk tembaga semakin meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula
halnya dengan nilai ekspor produk tembaga. Namun jika hendak menekan impor produk
tembaga, maka dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi sumberdaya mineral
tembaga, yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan melakukan impor bahan baku tembaga dalam bentuk scrap atau copper cathode
dengan persyaratan bahwa produk yang akan dihasilkan nanti beorientasi ekspor. Untuk
mengantisipasi kebutuhan nasional akan konsentrat, maka impor dapat dilakukan impor dari
negara negara penghasil produk bahan baku konsentrat tembaga atau pun copper cathode, dari
negara Chile, Peru dan Australia. Gambar 11 memperlihat potensi endapan tembaga porfir di
Indonesia yang dapat dikembangkann untuk emmenuhi kebutuhan industri tembaga dan
sebagran smlter tembaga di kawasan Asia, yang kemungkinan akan menjadi pesaing dalam
mendapatkan konsentrat impor jika Indonesia mempertimbangkan untuk mengembangkan
industri tembaga dengan bahan baku impor untuk melakukan konservasi terhadap sumberday
mineral tembaga yang dimiliki.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ke depan akan ada penurunan
kandungan kadar tembaga dari berbagai tambang yang ada di dunia (ICSG, 12014). Begitu
pula halnya dengan PT Freeport mengalami penurunan kadar emas dan tembaga pada ore
milled nya dan begitu pula volume ore milled nya, sehingga metric ton kandungan tembaga
yag dihasilkannya menurun. Meski pada saat ini ore milled terus menurun dari sebelumnya,
namun dengan mine development yang dilakukannya, maka diharapkan penuruanan kadar
bijih dan cadangan bijihnya akan naik kembali sehingga kapasitas ore milled pulih dan metal
content yang dihasilkannya akan naik kembali. Secara global pada berbagai tambang di dunia
terdapat penurunan kadar bijih tembaganya. Sehingga ke depan perusahaan tambang tembaga
akan semakin menggali lebih dalam dan mengembangkan tambang dalam untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi dan kadar bijih tembaga dalam
cadangan bijihnya.
Dibutuhkan adanya sistim informasi rantai pasok induutri tembaga yang dapat memberikan
masukan untuk pengembangan industri tembaga di Indonesia, baik jangka pendek, menengah
169

dan panjang. Di Kawasan Asia Tenggara, maka hanya Indonesia (kapasitas 300 ribu ton per
tahun, 2010) dan Filipina (kapasitas 190 ribu ton per tahun, 2003) yang memiliki smelter
tembaga berikut sebaran potensi tembaga porfir yang dimilikinya. Sementara jika
dibandingkan dengan China (19 smelter dengan kapasitas 1.244.000 metric ton, 2003),
Jepang (6 smelter dan kapasitas 1.747.000 metric ton, 2003), Australia (3 unit smelter dengan
570.000 metric ton 2003) dan India (5 unit smelter dengan 412.000 MT, 2003). Statistik
jumlah dan kapasitas smelter negara yang memiliki industri tembaga dapat dilihat pada
Gambar 13 dan 14. Maka dengan melihat perkembangan industri tembaga dan pertumbuhan
ekonomi yang terjadi di negara-negara ini, jika Indonesia hendak mengembangkan industri
tembaganya dan meningkatkan pertumbuhan ekonominya, maka jumlah dan kapasitas smelter
yang ada atau copper refinery harus ditingkatkan. Strategi lain yang dapat ditempuh adalah
melakukan ekspansi keluar untuk memiliki saham dalam industri tembaga asing untuk
memiliki kepastian pasokan bahan baku bagi kebutuan nasional. Gambar 12 memperlihatkan
sistim rantai pasok tembaga yang diusulkan untuk pengembangan industri tembaga Nasional.
Karena berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa industri tembaga dunia dalam
perkembangannya tergantung pada sistim perdagangan internasional baik untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku industri tembaganya maupun melakukan perdagangan terhadap hasil
produk industri tembaganya.
5. Kesimpulan dan saran
Berdasarkan analisis informasi tentang industri pertambangan tembaga yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa :
Di berbagai tambang tembaga global telah terjadi penurunan kadar bijih tembaga pada
cadangan dan produk tambang yang dihasilkannya. Sehingga ke depan perusahaan
tambang akan menggali lebih dalam untuk menghasilkan produk tambangnya dengan
kadar dan cadangan yang lebih baik .
Pada tambang tembaga yang dikelola PT Freeport telah terjadi penurunan kadar bijih
tembaga pada produk dan cadangan bijih yang dimilikinya. Namun seiring dengan mine
development yang dilakukan maka ke depan diharapkan bahwa cadangan dan kadar bijih
tembaga tambang yang dikelolanya akan naik kembali.
Dalam mengelola rantai pasok industri tembaga maka dapat ditopang oleh pengembangan
industri tembaga dengan mempergunakan bahan baku yang berasal dari pembukaan
tambang baru di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Namun hal ini akan membutuhkan
investasi yang besar sehingga harus melakukan pemberian kemudahan fiskal bagi para
investornya. Selain itu dapat dikembangkan indsutri tembaga yang berbahan baku dari
scrap.
Nilai impor berbagai produk tembaga mengalami penurunan pada tahun 2009 dari tahun
sebelumnya, namun hingga tahun 2011 nilai impornya mengalami kenaikan.berbagai
produk tembaga
Nilai Ekspor berbagai produk tembaga pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun
2007, namun pada tahun2009 hingga 2011 mengalami kenaikan.
Produksi copper cathode nasional tak mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga
kebutuhan bahan baku copper cathode pada masa depan dapat diperoleh dari impor
ataupun industri tembaga nasional yang berbahan baku tembaga primer maupun sekunder.
Jika dalam pengelolaan rantai pasok industri tembaga lebih cenderung pada bahan baku
impor, maka produk tembaga yang dihasilkan dalam industri hilir sebaiknya beorientasi
ekspor.
Untuk melakukan konservasi sumberdaya mineral tembaga nasional dalam memenuhi
kebutuhan industri tembaga nasional, maka kegiatan eksplorasi harus ditingkatkan untuk
170

mencari potensi baru di dalam negeri maupun ekspansi ke luar negeri untuk mencari
endapan baru atau dengan akuisisi saham pelaku pertambangan tembaga yang sudah ada.
6. Referensi
Atmawinata, Achdiat; Kedalaman Struktur Industri Yang Mempunyai Daya Saing Di
Pasar Global (Telaahan Kedalaman Struktur Industri Engineering Prioritas (Industri Baja
Dan Industri Logam Non Ferrous); Laporan Studi 2010;
Crowson, Phillip; Some observationsoncopperyieldsandoregrades; Resources Policy 37
(2012) 59–72; www.elsevier.com/locate/resourpol
Djamaluddin, H.; Thamrin, Meinarni; Achmad, Alfajrin; Potensi Dan Prospek
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Logam Di Indonesia (Suatu Kajian Terhadap Upaya
Konservasi Mineral); prosiding 2012, vol 6, Desember 2012;
(journal.unhas.ac.id/index.php/prostek/article/viewFile/728/619)
Fushan Shang; Bo Zhao; Shaofu Duan; Zunbo Zhou; Sustainable Development of the
Chinese Copper Market; January 2010; IISD
Hidayat, Mohamad Suleman; Paparan Menteri Perindustrian pada Rapat Pimpinan
Nasional Kadin tahun 2012, Yogyakarta, 3 Oktober 2012
ICSG; The World Copper Factbook; 2014
Pusat Data dan Informasi ESDM; Kajian Supply dan Deman Mineral; 2012, Kem ESDM
Roemer, Michael; Dependence And Industrialization Strategies; Harvard Institute For
International Development; World Development, Vol 9, No. 5, pp. 429-434, 1981.
Roemer, Michael; Resources-Based Industrialization in The Developing Contries;
Journals of Development Economics, 6, 1979, 163-202
Streicher-Porte, Martin; Althaus, Hans Jörg; China and Global Markets: Copper Supply
Chain Sustainable Development; A Life Cycle Assessment Study; Empa; Pebruari 2010;
International Institute for Sustainable Development, 2011
ESDM, Neraca Mineral 2014
171

Gambar 1 Gambar 2
Total Impor Tahunan Berbagai Produk Total Ekspor Berbagai Produk Tembaga
Tembaga (dalam ribu US$) di Indonesia Indonesia (dalam ribu US$)
(Kementrian Perindustrian) (Kementerian Perindustrian)

Gambar 3 Ore milled PT Freport yang semakin


Gambar 4 Kadar Cu dan Gold PT Freport yang
menurun (Sumber AR FCX 2013)
semakin menurun (Sumber AR FCX 2013)

Gambar 6 Penjualan Copper Cathode


Gambar 5 Produksi dan Permintaan Copper
(Achdiat Atmawinata, 2010)
Cathode PT Smelting di Indonesia (Achdiat
Atmawinata, 2010)
172

P
Gambar 7 Produksi Tambang Tembaga Berbagai Gambar 8 Produksi Smelter Tembaga Berbagai
Negara di dunia (tonnes metal content) (Sumber Negara. (Metric Tonnes) (Sumber BGS)
BGS)

Gambar 9 Lima Terbesar Impor Produk Tembaga


(Sumber Kementerian Perindustrian) Gambar 10 Lima Terbesar Ekspor Produk
Tembaga (Sumber Kem Perindustrian)

Gambar 12 Skema Rantai Pasok Industri


Gambar 11 Copper Smelter di Asia dan Sebaran
Tembaga
Potensi Endapan Tembaga Porfir di Asia (Sumber
USGS)
173

Gambar 13
Copper Smelter di Berbagai Negara (USGS 2003)

Gambar 14
Total Kapasitas copper Smelter di berbagai Negara (USGS, 2003)

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai