Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan IPTEK dan teknologi medis di era


globalisasi ini, berdampak pada sistem pelayanan kesehatan dan praktek
keperawatan di Indonesia kini. Tuntutan masyarakat akan kebutuhan
pelayanan kesehatan juga semakin meningkat dan berubah dari konsep
perawatan dan pengobatan di rumah sakit/klinik menjadi kebutuhan
perawatan di rumah, khususnya bagi klien/keluarga dengan penyakit terminal.
Disamping itu, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pembangunan, seperti perbaikan gizi, perilaku sehat, tersedianya bermacam
jenis obat, peningkatan kualitas pengobatan dan perawatan berbagai penyakit
akibat proses penuaan memungkinkan seseorang dapat menikmati usia lanjut
sehingga usia harapan hidup manusia juga meningkat. Terjadinya booming
pada populasi lansia di abad ke-21 ini merupakan salah satu issue penting
bagi dunia, baik di negara maju dan negara yang sedang berkembang
(Ebersole & Hess, 1998;
Dalam kehidupan sosial, kita mengenal adanya kelompok rentan, yaitu
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati
standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi
suatu masyarakat yang berperadaban. Salah satu contoh kelompok rentan
tersebut adalah orang- orang lanjut usia (lansia). Ternyata, walau sudah
memiliki keterbatasan, lansia juga rentan terhadap kekerasan. Menurut
statistik, lebih dari dua juta lansia mengalami kekerasan setiap tahunnya.
Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika seorang lansia mengalami
kekerasan oleh orang lain; yang seringkali dalam banyak kasus, berasal dari
orang- orang yang mereka percayai. Karenanya, mencegah kekerasan pada
lansia dan meningkatkan kesadaran akan hal ini, menjadi suatu tugas yang
sulit.
Statistik dari Dinas Pelayanan di New Zealand menunjukkan bahwa
kebanyakan, orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap lansia,

1
merupakan anggota keluarga atau orang yang berada pada posisi yang mereka
percayai, seperti: pasangan hidup, anak, menantu, saudara, cucu, ataupun
perawat.
Power Syndrome Fenomena ini biasanya muncul atau terjadi pada
orang-orang yang baru saja kehilangan kekuasaan maupun
kelebihankelebihan lainnya, baik karena pensiun, PHK, mutasi, kehilangan
popularitas, atau karena sebab lainnya. Pada saat tidak menjabat atau
berkuasa dan tidak populer lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan
atau emosi yang kurang stabil yang biasanya bersifat negative. Mereka
kecewa terhadap hidup, karena yang bersangkutan tidak lagi dihormati dan
dipuja-puji seperti ketika masih berkuasa maupun saat

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Stressor Psikofisiologik umum home care yang terjadi pada


lansia?
2. Bagaimana Stressor Psikofisiologik umum Substance Abuse yang terjadi
pada lansia?
3. Bagaimana Stressor Psikofisiologik umum Postpower Syndrome yang
terjadi pada lansia?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Stressor Psikofisiologik umum home care yang terjadi


pada lansia.
2. Untuk Mengetahui Stressor Psikofisiologik umum Substance Abuse yang
terjadi pada lansia
3. Untuk Mengetahui Stressor Psikofisiologik umum Stressor Psikofisiologik
umum Postpower Syndrome yang terjadi pada lansia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Home Health Care

2.1.1 Definisi
Bentuk pelayanan Pendampingan dan Perawatan Lanjut Usia di
rumah (Home Care) sangat tepat untuk diterapkan dalam masyarakat
Indonesia yang masih berpegang pada nilai nilai budaya timur, sebagai
wujud perhatian terhadap lanjut usia dengan mengutamakan peran
masyarakat berbasis keluarga. Pelayanan lanjut usia di rumah (home care)
sangat membantu lanjut usia yang mempunyai hambatan fisik, mental
dan sosial, termasuk memberikan dukungan dan pelayanan untuk hidup
mandiri, sehingga mengurangi beban baik dari anggota keluarga, teman,
kerabat maupun tetangga yang membantu memenuhi kebutuhan lanjut usia.
Menurut Warhola (1980, dalam Smith & Maurer, 2000)
perawatan kesehatan rumah adalah suatu pelayanan kesehatan secara
komprehensif yang diberikan kepada klien/individu atau keluarga di
temapat tinggal mereka (di rumah), bertujuan untuk memandirikan
klien dalam pemeliharaan kesehatan, peningkatan derajat kesehatan, upaya
pencegahan penyakit, dan risiko kekambuhan serta rehabilitasi kesehatan.
Perawatan kesehatan rumah (home care) juga dapat diartikan sebagai
kesatuan yang memungkinkan pelayanan kesehatan dilakukan secara
bersamaan ataupun kombinasi dari berbagai profesi kesehatan sebagai satu
kesatuan tim untuk mencapai dan mempertahankan status kesehatan klien
secara optimal (Smith & Maurer, 2000).
Pendirian home care secara umum bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup usia lanjut, sedang rehabilitatif yaitu
pencegahan sekunder dan tertier yaitu pengobatan kronik penderita
keganasan/penyakit lainnya serta menghambat laju penyakit dan
menghambat timbulnya keterbatasan-keterbatasan (disability) sehingga
penderita dapat mempertahankan otonominya selama mungkin. Secara

3
khusus, tujuan yang diharapkan dari Pendampingan dan Perawatan lanjut
usia di rumah (Stanhope & Lancaster, 1996) adalah:
1. Meningkatnya kemampuan lanjut usia untuk menyesuaikan diri
terhadap proses perubahan dirinya secara fisik, mental dan sosial.
2. Terpenuhinya kebutuhan dan hak lanjut usia agar mampu
berperan dan berfungsi di masyarakat secara wajar.
3. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam
pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah.
4. Terciptanya rasa aman, nyaman dan tentram bagi lanjut usia baik di
rumah maupun di lingkungan sekitarnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan


kesehatan dirumah (home care) diberikan kepada individu dan keluarga
baik keluarga dengan lansia di rumah tinggal mereka yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu atau profesi dalam suatu tim kesehatan untuk
melakukan perawatan kesehatan di rumah dengan tujuan untuk
memberikan kondisi yang sehat secara optimal dan terbebasnya klien dari
penyakit yang diderita.

2.1.2 Perawatan Pada Lansia


1. Mobilitas
Lansia, walaupun dapat bergerak, dapat menghabiskan waktunya
terlalu lama duduk dikursi. Apabila memungkinkan, bantu ia untuk
bangun dan berkeliling sebentar tiap jam. Terlalu lama duduk
cenderung dapat menyebabkan kekakuan sendi dan meningkatkan
kesulitan berjalan.
2. Tip praktis
Anda mungkin kadangkala merasakan bahwa Anda melakukan
sesuatu untuk lansia dengan lebih sederhana dan lebih cepat, tetapi akan
lebih baik bagi lansia bila anda sekedar membantu pekerjaannya namun
tidak mengambil alih pekerjaan tersebut. Terdapat berbagai alat bantu
praktis yang dapat membantu lansia untuk tetap mandiri.

4
 Fasilitasi lansia berpakaian dengan lebih mudah tanpa bantuan,
dengan menganti resleting dan kancing dengan velcro dan
memberikan alat pengunci pakaian dibagian depan.
 Letakkan alat dikamar mandi untuk membantu penderita keluar
atau masuk dengan cara yang mudah, serta letakkan alas di
lantainya untuk mencegah tergelincir atau jatuh. Atau Anda
mungkin dapat mempertimbangkan pemasangan shower, kursi
plastik yang diletakkan di bawah shower dapat memungkinkan
lansia untuk duduk dan mandi tanpa dibantu.
 Pasang pegangan tangan di dekat kamar mandi, shower dan toilet
sehingga membantu lansia untuk lebih mandiri.

3. Keamanan rumah
Lansia terutama rentan terhadap kecelakaan Jatuh adalah masalah
terumum Untuk mengatasinya diperlukan penentraman hati dan tentu
saja Anda harus melakukan semua yang dapat Anda lakukan untuk
menjamin bahwa ia dapat bergerak dengan aman dan mantap
 Pastikan bahwa tidak ada sisi karpet yang tau agak terlipat, yang
dapat lansia tersandung.
 Lantai jangan terlalu sering di pel dan jangan terla licin.
 Jalanan dan anak tangga terang, rapikan mainan anak-anak, dan
barang-barang lain yang tertinggal disekitarnya.
 Letakan persediaan obat dalam tempat yang aman dan pastikan
bahwa lansia dapat membaca label tersebut. Terutama jika lansia
menggunakan pil tidur, pertahankan agar botol berada di lemari obat
dan bukan diletakkan di samping tempat tidur untuk mencegah
terjadinya pemakaian yang berlebihan secara tidak sengaja.

4. Menjaga kehangatan
Tubuh lansia tidak seefisien tubuh individu yang berusia lebih
muda, dalam mempertahankan suhu normal tubuh. Salah satu bahaya
cuaca dingin bagi lansia, adalah bahwa mereka mungkin tidak

5
menyadari bahwa mereka benar-benar sedang kedinginan seperti pada
kenyataannya.Apabila biaya pemanasan diseluruh ruangan rumah
terlalu mahal, atau jika pemanasan di kamar tidur tidak adekuat,
mungkin lebih baik bagi lansia untuk tidur di suatu ruangan yang hangat,
dan pindahkan tempat tidur penderita ke ruangan tersebut selama cuaca
dingin.

2.1.3 Penyakit dan Lansia


Penyakit yang banyak mempengaruhi lansia adalah jenis
penyakit yang ringan dan dapat ditangani di rumah, akan tetapi lebih baik
untuk menminta saran dokter. Apabila penyakit cukup parah sehingga
menyebabkan individu harus istirahat di tempat tidur, Anda harus
segera menghubungi dokter.
1. Masalah pendengaran
Sering kali Pendengaran Lansia tidak setajam dahulu. Dengan
berbicara keras tanpa benarbenar berteriak anda dapat membuat suara
sendiri lebih mudah didengar. Bicara perlahanlahan dan lebih jelas dan
langsung ke arah lansia .Siap-siap untuk mengulangi perkataan
Anda, tanpa menyinggung lansia sampai benar-benar mengerti dan
dengarkan perkataan lansia, Apabila pendengaran lansia berkurang
secara signifikankan, ia mungkin membutuhkan sebuah alat bantu
pendengaran
2. Kebutaan
Walaupun kebutaan mampu mengisolasi dan membuat
stress,serta menyebabkan banyak kesulitan beraktivitas. individu tidak
perlu kehilangan minatnya pada dunia atau menjadi 15 bergantung
pada orang lain dalam menjalani seluruh aktivitas. Anda akan
memerlukan peralatan dan saran profesional untuk membuat tuna netra
dapat beradaptasi dengan seharihari. Dokter Anda akan mampu
menunjukkan sumber- sumber bantuan yang dapat diperoleh. Tuna
netra yang tinggal seorang diri, terutama mengalami hidup dan
terputus dari dunia Tersedia berbagai peralatan bantuan terdapat buku

6
bicara untuk individu, agar dapat rumah dan alat bantu untuk membuat
tinggal menjadi aman. Apabila ada tuna netra yang bersama Anda,
pastikan bahwa furniture danbenda khusus di rumah digunakan
individu yang ada rumah tidak diubah.juga jalanan, koridor dan jalur
yang tetap bersih, untuk menuju keberbagai ruangan tetap bersih
.lakukan perawatan khusus pada tangga

2.1.4 Komponen Perawatan Kesehatan Lansia Di Rumah


Adapun komponen perawatan kesehatan lansia di rumah (Zang &
Bailey, 2004) antara lain :
1. Komponen pokok
a. Klien
Klien adalah usila yang akan menerima perawatan di rumah dan salah
satu anggota keluarga bertindak sebagai penanggung jawab yang
mewakili klien.
b. Pengasuh
Pengasuh adalah sanak famili, relawan, tetangga atau kerabat anggota
keluarga yang bertugas menjaga dan merawat klien sehari-hari di
rumah. Umunya mereka adalah yang dapat mendukung dan
membantu klien, sehingga mereka dapat diberdayakan sesuai
kemampuan dan kondisinya.
c. Pengelola di rumah
Pengelola perawatan di rumah adalah institusi/yayasan yang
bertanggung jawab terhadap seluruh pengelolaan perawatan
kesehatan di rumah, baik penyediaan tenaga kesehatan, fasilitas
yang dibutuhkan, sarana dan prasarana, mekanisme pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengelola
dapat sebagai bagian dari rumah sakit, puskesmas, klinik, ataupun
secara mandiri.

7
d. Koordinator kasus
Koordinator kasus adalah tenaga kesehatan profesional yang di bantu
oleh tenaga kesehatan lain terkait dengan fungsinya sebagai
pengelola pelayanan kesehatan dalam melakukan asuhan
keperawatan.
e. Pramusila
Pramusila merupakan tenaga sukarela ataupun yang diberi imbalan
untuk melaksanakan kegiatan dan tugas-tugas perawatan kesehatan
di rumah.

2. Komponen penunjang
Komponen penunjang terdiri dari tim perawatan kesehatan
masyarakat yang berada di puskesmas, dokter keluarga yang berada di
masyarakat, dan tim kesehatan dari rawat rumah yang berada di rumah
sakit, terutama yang memiliki klinik geriatrik.
a. Tim perawatan kesehatan masyarakat (perkesmas)
Tim perawatan kesehatan masyarkat adalah tim dari unit pelayanan
keperawatan kesehatan rumah yang berada di puskesmas yang terdiri
dari berbagai tim/tenaga kesehatan yang berada di puskesmas.
b. Dokter keluarga
Dokter keluarga merupakan dokter yang melaksanakan praktek
kedokteran keluarga secara mandiri ataupun berkelompok.
c. Tim rawat rumah (RR)
Tim ini adalah tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter, perawat,
bidan, ahli gizi, therapis, dll yang bertugas untuk melaksanakan tindak
lanjut pelayanan kepada klien di rumah setelah dinyatakan dapat
menjalani proses rawat jalan oleh dokter yang merawat.
Pelayanan kesehatan yang diberikan bersifat holistic dengan
memperhatikan aspek psikososial, ekonomi dan budaya yang
penyelenggaraannya bekerja sama dengan puskesmas sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat dasar yang dekat dengan
masyarakat.

8
2.1.5 Kontrak Dalam Perawatan Kesehatan Rumah
Kontrak atau perjanjian antara yayasan/pemberi jasa layanan/agency
dengan klien dan keluarga merupakan aspek penting dalam pelaksanaan
perawatan kesehatan di rumah. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan
kontak (Zang & Bailey, 2004) yaitu :
1. Persetujuan atau kesepakatan antara yayasan/agency dengan klien dan
keluarga tentang pelaksanaan dan perencanaan perawatan di rumah dan
catatan medis. Kontrak tersebut memperbolehkan klien dan keluarga
untuk menyusun tujuan sendiri ataupun membantu memecahkan masalah
perawatan klien sesuai rencana perawatan /pengobatan dokter dalam
kesepakatan yang tercantum (yang dibuat).
2. Kontrak berhubungan langsung dengan proses keperawatan dan dapat
diselesaikan sesuai dengan tahapan proses keperawatan, yaitu,
pengkajian, perumusan masalah/diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Dimana dalam setiap tindakan
berkaitan dengan asuhan keperawatan tersebut akan dilakukan atas
persetujuan klien/keluarga.
3. Jika selama kunjungan atau perawatan di rumah ada kesesuaian
kesepakatan antara yayasan/pemberi layanan/agency dan klien/keluarga,
maka kontrak tersebut dapat dilanjutkan pada kunjungan berikutnya,
akan tetapi bila tidak memungkinkan/tidak ada kesesuaian maka kontrak
dapat ditinjau kembali.
4. Pembuatan kontrak dapat dilakukan secara nonformal (lisan) ataupun
tulisan (formal), tergantung dari persetujuan dan kesepakatan bersama
kedua belah pihak antara yayasan/pemberi jasa layanan/agency dengan
klien/keluarga.

2.2 Subtance Abuse Pada Lansia

2.2.1 Definisi Substance Abuse


Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok

9
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak (Bagong dkk, 2000).
Kekerasan terhadap usia lanjut pada umumnya adalah mengacu pada
salah satu tindakan dari beberapa bentuk penganiayaan dari seseorang yang
memiliki hubungan khusus dengan usia lanjut seperti pasangan, saudara,
anak, teman atau pengasuh di rumah, menurut (NCEA 1998 dalam
Mcdonald 2000 ).

2.2.2 Macam-Macam Kekerasan Terhadap Usia Lanjut


Tidak dipungkiri lagi tindak kekerasan sering terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah telah melekat dalam
diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak mengherankan jika
semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam dan
bentuk. Kekerasan terhadap usia lanjut di bagi menjadi beberapa tipe
menurut (Anne dan Duggan, 1998) :
a. Kekerasan Psikologis
Ketika usia lanjut diperlakukan secara memalukan. Contohnya
bisa berupa: diancam seperti halnya seorang anak kecil; tidak
dianggap di dalam keluarga dan tidak dihiraukan/diabaikan, atau lain-
lain, yang kesemua itu bisa mengakibatkan luka secara emosional.
b. Kekerasan Seksual
Kekerasan Seksual jika usia lanjut terkena resiko untuk
diperkosa; atau ketika ada tindakan memalukan seperti pemaksaan
untuk membuka baju, dll. Penggunaan bahasa yang tidak layak dan
sindiran berbau seks. Kesemua perilaku itu bisa dikategorikan ke
dalam tindakan kekerasan seksual.
c. Kekerasan Finansial
Hal ini bisa terjadi, ketika seseorang yang bertanggung jawab
atas kondisi keuangan seorang usia lanjut , seperti ; mencuri uangnya,
mencegah usia lanjut untuk mengambil uangnya, buat memenuhi
keperluan perawatan yang dibutuhkan atau bahkan sekedar memenuhi

10
kebutuhan dasarnya.
d. Kekerasan Fisik
Penggunaan kekuatan mengakibatkan tubuh cedera, sakit fisik,
atau gangguan fisik. Kekerasan fisik mungkin melibatkan tindakan
seperti kekerasan yang mencolok mendorong mencubit mendorong
menampar, menendang dan pembakaran. Mungkin juga termasuk
penggunaan obat yang tidak tepat, pembatasan dalam pemberian
makan dan hukuman fisik.
e. Pengabaian atau Penolakan
Penelantaran juga termasuk kegagalan seseorang yang memiliki
tanggung jawab keuangan untuk memberikan perawatan. Kegagalan
pada bagian dari penyedia layanan untuk memberikan asuhan.
Pengabaian berarti penolakan atau kegagalan untuk menyediakan
kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, obat-obatan, air,
penampungan, kebersihan pribadi, kenyamanan keamanan diri dan
kebutuhan lainnya termasuk dalam tersirat atau disepakati tanggung
jawab untuk usia lanjut.

2.2.3 Indikator Kekerasan Terhadap Usia Lanjut


Kita dapat mengetahui dari berbagai indikasi yang ditimbulkan dari
suatu tindak kekerasan terhadap usia lanjut dengan memperhatikan beberapa
kondisi berikut menurut (Anne dan Duggan, 1998) :
A. Indikator kekerasan pada fisik

1) Memar (pada daerah permukaan yang kulit bagian tubuh)


2) Laserasi (terutama ke mulut, bibir, gusi, mata, telinga)
3) Lecet, goresan , terkilir, dislokasi, patah tulang
4) Terbakar (ditimbulkan oleh rokok, korek api, besi, perendaman dalam
air panas)
5) Tanda bekas muntah, rambut rontok karena ditarik paksa, cidera pada
bagian mata karena bekas tamparan.

11
B. Indikator kekerasan seksual

1) Trauma tentang alat kelamin, payudara, rektum, dan mulut,


2) Cedera pada wajah, leher, dada, perut, paha, pantat,
3) Adanya penyakit menular seksual, dan terdapat gigitan manusia pada
bagian tertentu

C. Indikator kekerasan psikologis

1) Demoralisasi, depresi, dan perasaan putus asa / tidak berdaya


2) Terganggu nafsu makan / tidur pola, menangis yang berlarut- larut,
ketakutan berlebihan, agitasi
3) Pengunduran diri tanpa alasan yang tidak jelas dan kebingungan

D. Indikator penyalahgunaan keuangan


1) Ketidakmampuan untuk membayar tagihan, tiba-tiba uang di rekening
tabungan berkurang, kerusakan properti, dan hilangnya harta tanpa
sepengetahuan usia lanjut
2) Tidak ada dana untuk makanan, pakaian, layanan kesehatan,
3) Disparitas antara kondisi hidup dan aset, dan membuat keputusan
keuangan yang dramatis.

E. Indikator dari pengabaian


1) Usia lanjut dibiarkan bekerja berat, dehidrasi, malnutrisi
2) Memakai pakaian tidak pantas, usia lanjut terlihat kotor
3) Kebutuhan medis tidak terpenuhi, terpapar dengan berbagai bahaya
atau infeksi penyakit
4) Terpapar dengan berbagai bahaya atau infeksi penyakit
5) Tidak adanya pemberian alat bantu yang dibutuhkan, seperti : gelas,
gigi palsu dll
6) Terdapat luka yang cukup parah di bagian tubuh tertentu

12
F. Pengabaian atau Membelot

Seorang individu yang telah mengambil tanggung jawab untuk


memberikan perawatan kepada usia lanjut tetapi tidak melakukan
tanggung jawabnya dengan baik dan benar sehingga membahayakan
kesehatan fisik dan mental usia lanjut.

2.2.4 Pencegahan Kekerasan Pada Lansia


Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah
kekerasan pada lansia. Proses pencegahan/preventif pada tindak kekerasan
terhadap lansia bisa mencakup beberapa langkah praktis berikut:
a. Memperlakukan lansia dengan cinta dan rasa hormat
b. Menelpon dan mengunjungi mereka sesering mungkin
c. Memberikan lebih banyak perhatian, meskipun jika mereka memiliki
perawat pribadi sendiri
d. Jika mencurigai adanya kekerasan pada lansia, laporkan segera
e. Bersikap lebih sabar terhadap lansia, jangan pernah mengabaikan
permasalahan yang mereka hadapi, meskipun untuk urusan persoalan
kecil
f. Jangan pernah memperlakukan mereka seakan-akan mereka adalah
orang yang tidak penting/berguna di masyarakat/pergaulan
g. Motivasi mereka untuk lebih berpartisipasi dalam aktivitas yang
mereka sukai

2.3 Post Power Syndrom

2.3.1 Pengertian Post Power Syndrom

Syndrome adalah kumpulan gejala-gejala negatif, sedangkan power


adalah kekuasaan, dan post adalah pasca. Dengan demikian terjemahan dari
post power syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan.
Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai
kekuasaan, namun ketika sudah tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat

13
gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negatif atau emosi yang kurang
stabil.
Post power syndrome adalah gejala sindrom yang cukup populer di
kalangan orang lanjut usia khususnya sering menjangkit individu yang telah
usia lanjut dan telah pensiun atau tidak memiliki jabatan lagi di tempat
kerjanya. Post power syndrome merupakan salah satu gangguan
keseimbangan mental ringan akibat dari reaksi somatisasi dalam bentuk dan
kerusakan fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang bersifat progresif
karena individu telah pensiun dan tidak memiliki jabatan ataupun kekuasaan
lagi (Kartono, 2000:231).
Post power syndrome adalah gejala yang terjadi di mana penderita
hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya,
kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan
seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini. Seperti yang
terjadi pada kebanyakan orang pada usia mendekati pensiun. Selalu ingin
mengungkapkan betapa begitu bangga akan masa lalunya yang dilaluinya
dengan jerih payah yang luar biasa.
Post power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang
sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang
yang berhasil melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan
dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana seseorang
tidak mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan tuntutan hidup
yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya penopang hidup
keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin besar.
Ahli gerontologi Robert Archley (1976), dalam Santrock, John W)
menggambarkan tujuh tahapan pensiun. Ketujuh tahapan pensiun ini dibagi
dalam dua tahapan yaitu pra-pensiun dan masa pensiun yaitu :
1) Fase Remote

Adalah fase permulaan fase pra-pensiun dimana para pekerja hanya


sedikit sekali yang memikirkan persiapan untuk pensiun dan mereka
kebanyakan mengharapkan bahwa pensiun tidak akan terjadi.

14
2) Fase Near

Para pekerja mulai berpartisipasi dalam sebuah program persiapan


pensiun. Program tersebut biasanya membantu para calon pensiun
memutuskan kapan dan bagaimana mereka akan membiasakan diri
dengan penghasilan dan aktivitas, hali ini juga terkait dengan hal fisik
dan kesehatan mental.
3) Fase Honeymoon

Adalah fase paling awal dari masa pensiun dan pada fase ini banyak
individu yang merasa eforia (bersenang-senang). Mereka dapat
mengerjakan beberapa banyak hal yang dahulu tidak sempat dikerjakan
karena padatnya waktu bekerja, dan mereka menikmati waktu luang
dengan lebih banyak aktivitas serta bersenang - senang dengan uang
yang mereka terima.
4) Fase Disenchantment

Setelah fase Honeymoon, para pensiunan sering merasa dalam


kerutinan. Jika itu memuaskan, maka keputusan untuk pensiun
dianggap berhasil. Tetapi para pensiunan yang gaya hidupnya hanya
berorientasi seputar pekerjaannya seperti sebelum pensiun, maka
keputusan pensiun merupakan kekecewaan.
5) Fase Reorientantion

Para pensiun menerima cadangan penghasilan dan menarik seluruh


miliknya serta menghasilkan alternatif hidup yang lebih realistik.
Mereka menganalisa dan mengevaluasi gaya hidup yang mungkin
membawa mereka pada kehidupan yang lebih memuaskan .
6) Fase Stability

Para pensiunan memutuskan dan mengevaluasi terhadap suatu kriteria


perkumpulan yang akan dipilih sebagai sarana kegiatan dalam masa
pensiun. Jika masa peralihan dari fase Honeymoon menuju fase
Disenchantment dan fase Reorientantion sangat lambat maka fase
stability akan sukar dicapai.

15
7) Fase Termination

Para pensiunan berperilaku sebagai orang yang “sakit” dan


“ketergantungan” karena para pensiunan merasa orang yang menjadi
tua tidak berfungsi lebih lama secara suatantra dan hanya sendirian.

2.3.2 Orang Yang Rentan Terkena Post Power Syndrome


Tidak semua lansia akan mengalami post power syndrome saat
memasuki masa pensiun. Pada umumnya ciri kepribadian yang rentan
terhadap post power syndrome adalah mereka yang senang dihargai dan
dihormati orang lain, gila jabatan, dan suka dilayani orang lain atau biasa
disebut orang yang memiliki need of power yang tinggi. Tetapi sebaliknya,
orang-orang dengan kepercayaan diri yang kurang kuat, sehingga selalu
membutuhkan pengakuan dari orang lain, dan merasa aman melalui
jabatannya saat memasuki masa pensiun pun rentan terkena post power
syndrome.
Adapun ciri-ciri lain kepribadian yang rentan terhadap post power
syndrome di antaranya adalah :
1. Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain,
yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain,
yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2. Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena
kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui
oleh orang lain.
3. Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan
pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa
terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan
itu segala- galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam
hidupnya.

4. Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power
sindrome karena pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari

16
pada prestise, prestise dan kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.

2.3.3 Terjadinya Post Power Syndrom


1. Faktor yang menyebabkan terjadinya post power syndrom
Menurut Turner dan Helms (dalam Supardi, Sawitri) terdapat
beberapa faktor internal penyebab berkembangnya post power syndrome
pada diri seseorang yang kehilangan jabatan yaitu :
1. Menurunnya harga diri karena dengan hilangnya jabatan,

2. Kehilangan hubungan dengan kelompok ekslusif

3. Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu

4. Kehilangan orientasi kerja

5. Kehilangan sebagian sumber penghasilan yang terkait dengan


jabatan yang pernah dipegangnya
Keadaan tersebut mudah sekali menimbulkan berbagai gangguan
perasaan seperti : ketidak bahagiaan, stress, dan depresi.

2. Gejala-gejala Post-Power Syndrom


Seseorang yang masuk usia tua biasanya akan terbayang-bayang
oleh kehidupan yang biasanya dijalani saat masih bekerja. Kondisi ini
biasanya disebut dengan post-power syndrome. Mereka tidak mampu
mengendalikan dan menerima kondisinya sekarang serta tidak mampu
melepaskan diri dari pekerjaan dan kesuksesan masa lalunya. Biasanya
orang tidak menyadari bahwa ia terkena post-power syndrom. Padahal
semakin cepat Anda atau keluarga menyadarinya, Anda bisa lebih cepat
mengatasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Orang yang mengalami post-power syndrome umumnya akan
menjadi sering kecewa, bingung, kesepian, ragu-ragu, khawatir, takut,
putus asa, ketergantungan, kekosongan dan kerinduan terhadap suasana
kerja. Lebih jauh lagi, orang dengan sindrom ini akan merasa harga
dirinya turun karena merasa tidak dihormati atau terpisah dari
kelompoknya. Selain itu, ada juga tanda-tanda yang mudah dikenali

17
sehingga kita bisa segera mengatasinya, seperti:

1) Tanda fisik

Post-power syndrome bisa menyebabkan seseorang


mengalami tanda-tanda penurunan fisik seperti terlihat mudah
lemah, kondisi fisik menurun sehingga mudah sakit, dan terlihat
tampak lebih tua.
2) Gangguan emosi

Tanda-tanda post-power syndrome juga dapat dilihat dari


menurunnya cara mengendalikan emosi seperti mudah marah,
mudah tersinggung dan pendapatnya tidak suka dibantah.
3) Gangguan perilaku
Biasanya orang yang mengalami post-power syndrome
akan mengalami perubahan perilaku, misalnya menjadi pendiam,
memiliki kecenderungan menarik diri dari pergaulan, serta suka
berbicara tentang kehebatan masa lalu yang pernah dilakukannya.

Gejala yang cenderung muncul kepada orang yang mengalami


Post Power Syndrome, antara lain adalah:
1) Lunturnya antusias menghadapi hidup.

2) Mudah tesinggung dan marah, kendati untuk hal yang sepele.

3) Tidak mau menerima saran.

4) Menjadi pendiam.

5) Suka bernostalgia masa masa kejayaannya.

6) Rentan terhadap berbagai perubahan.

2.3.4 Waktu Terjadinya Post Power Syndrom


A. Masa Lanjut Usia
Memasuki lanjut usia merupakan periode akhir dalam rentang
kehidupan manusia di dunia ini. Banyak hal penting yang perlu di
perhatikan guna mempersiapkan memasuki masa lanjut usia dengan

18
sebaik-baiknya. Kisaran usia yang ada pada periode ini adalah enam
puluh tahun ke atas. Ada beberapa orang yang sudah menginjak usia 60
tetapi tidak menampakkan gejala-gejala penuaan fisik maupun mental.
Oleh karena itu, usia 65 dianggap sebagai batas awal periode usia lanjut
pada orang yang memiliki kondisi hidup yang baik (Hurlock, 1980:380).
Setelah usia 65 tahun manusia akan menghadapi sejumlah permasalahan.
Permasalahan pertama adalah penurunan kemampuan fisik sehingga
kekuatan fisik berkurang, aktifitas menurun, sering mengalami gangguan
kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat.

B. Masa Pensiun
Masa pensiun bisa memengaruhi konsep diri karena pensiun
menyebabkan seseorang kehilangan peran, status, dan identitasnya dalam
masyarakat menjadi berubah sehingga dapat menurunkan harga diri. Bila
anggota keluarga memandang pensiunan sebagai orang yang sudah tidak
berharga lagi dan memperlakukan mereka secara buruk, bukan tak
mungkin juga akan memicu munculnya sindrom ini.

Seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah


hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak
mengerjakan aktivitas tertentu lagi. Pensiun sering kali dianggap sebagai
kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba
sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam
apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini,
pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang biasa
mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan memperkuat harga
diri). Oleh karena itu, sering kali terjadi orang yang pensiun bukannya
bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang justru
mengalami problem serius (kejiwaan ataupun fisik). Individu yang
melihat masa pensiun hanya dari segi finansial kurang bisa beradaptasi
dengan baik dibandingkan dengan mereka yang dapat melihat masa
pensiun sebagai masa di mana manusia beristirahat manikmati hasil jerih

19
payahnya selama ini di masa tuanya.

2.3.5 Cara Mengatasi dan Mencegah Post Power Syndrom

1. Mengatasi Post-Power Syndrome


Terapi untuk meringankan gejala-gejala sindrom pensiun dan untuk
memperoleh kembali kesehatan jasmani serta kesejahteraan jiwa mengarah
pada integrasi struktur kepribadian, menurut Kartini Kartono (2000) dalam
bukunya Hygiene Mental disarankan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1) Mau menerima semua kondisi baru. yaitu masa pensiun/ purnakarya
tersebut dengan perasaan rela, ikhlas, lega, bahagia, karena semua
tugas-tugas pokok selaku manusia dan pejabat sudah selesai. Maka
kini tiba saatnya pribadi yang bersangkutan belajar menyesuaikan diri
lebih baik lagi terhadap tuntutan situasi-kondisi baru yang masih
penuh tantangan, yang harus dijawab dan dijalani.
2) Masa purnakarya ini diantisipasikan sebagai pengalaman baru, atau
sebagai satu periode hidup baru, yang mungkin masih akan
memberikan kesan- kesan indah dan menakjubkan di masa
mendatang. Pribadi yang bersangkutan harus bisa menerima, bahwa
masa lampau memang sudah lewat, dan harus dilupakan atau
dilepaskan dengan perasaan tulus ikhlas. Dan tidak mengharapkan
pengulangan kembali pengalaman lama dengan rasa kerinduan mitis
(mitos) atau secara sentimentil.
3) Segala kebahagiaan, dan puncak kehidupan yang sudah digariskan
oleh Yang Maha Kuasa, juga semua ujian dan derita-nestapa sudah
dilalui dengan hati pasrah. Namun perjalanan hidup seterusnya masih
harus dilanjutkan dengan ketabahan dan rasa tawakal. Sebab pada
masa usia tua ini masih saja ada misi-misi hidup yang harus
diselesaikan sampai tuntas; di samping harus memberikan kebaikan
dan kecintaan kepada lingkungan sekitar.
4) Peristiwa kepurnakaryaan supaya diterima dengan kemantapan hati
sebagai anugerah Ilahi, dan sebagai kebahagiaan yang diberikan oleh

20
lingkungan masyarakat manusia sebagai edisi hidup baru yang harus
diisi dengan darmabakti dan kebaikan. Memang tidak banyak yang
bisa dilakukan oleh para mantan pada sisa hidupnya yang sudah
“senja”. Tetapi setidak-tidaknya seperti keindahan panorama senja
yang masih memberikan kecemerlangan mistis yang gilang-gemilang,
memberikan kebaikan kepada anak-cucu, generasi penerus serta
masyarakat pada umumnya.

5) Sebaiknya tidak melakukan pembandingan dengan siapa atau apapun


juga; sebab usaha sedemikian itu akan sia-sia, dan menjadikan hatinya
“nelangsa“, serta meratap sedih, ngresula/kecewa. Ada kalanya bisa
memacu diri-nya untuk berbuat “ngaya” di luar batas kemampuan
sendiri dan tidak wajar. Setiap relasi sosial yang baru di masa
sekarang, sudah tidak lagi dibebani oleh ikatan dan kekecewaan
macam apapun. Hidup ini dihadapi dengan hati tulus, polos, sabar,
narima, jernih.
6) Membebaskan diri dari nafsu-nafsu, ambisi-ambisi, keinginan
berkuasaan atau nafsu untuk memiliki. Apa yang didambakan dalam
sisa hidup sekarang ialah: tenang, damai dan sejuk di hati. Kalbunya
sudah mantap, tidak terbelah oleh macam-macam kontradiksi, ambisi,
dan fikiran khayali. Sebab sekarang sudah menjadi pribadi yang
mampu menyambut akhir hayat dengan senyum dan kemantapan.

2. Mencegah Power Post Syndrome

Ada beberapa nasihat psikologis untuk menghindarkan diri dari post


power syndrome, yakni:

a) Pada saat melakukan suatu pekerjaan atau sebelum menjabat, perlu


disadari bahwa segala sesuatu adalah karunia dari Tuhan termasuk
kekusaan dan jabatan.
b) Kekuasaan itu tidak bersifat permanen sehingga harus mempersiapkan
diri apabila suatu waktu kuasa itu lepas, pribadi yang siap akan
menjadi pribadi yang lebih tahan dalam menghadapi krisis ini.

21
c) Sebaiknya selama memegang jabatan, tidak hanya memikirkan
bagaimana cara untuk memertahankan kekuasaan, tetapi memikirkan
bagaimana cara untuk melakukan kaderisasi / regenerasi.
d) Penghargaan akan diberikan bukan karena kekuasaan yang dimiliki,
tetapi karena telah melakukan suatu regenerasi yang baik. Perlu selalu
ditanamkan bahwa tujuan kekuasaan bukanlah agar kita dihargai oleh
orang lain, tetapi supaya kita dapat berbuat lebih banyak bagi
kesejahteraan orang lain.

Menurut para ahli psikologi, ada beberapa langkah yang dapat


dilakukan untuk mencegah terjadinya post-power syndrome pada diri
individu, yaitu:
1) Langkah preventif dapat dilakukan dengan mengembangkan pola hidup
positif. Pengembangan pola hidup yang positif memberikan energi
positif pada pemikiran seseorang, sehingga memiliki kecenderungan
untuk tidak terpuruk dalam permasalahannya.
2) Langkah perseporatif dapat dilakukan dengan membuka diri pada
ajakan untuk membuka kesempatan aktualisasi diri. Dengan memiliki
banyak pengalaman, seseorang akan memiliki wawasan yang luas
dalam berpikir. Sehingga hilangnya pekerjaan tidak menjadi hal yang
mematikan semangat hidup seseorang.
3) Langkah kuratif dapat dilakukan dengan bergembira menjalani
tantangan hidup. Seseorang yang memiliki pandangan positif pada
setiap kesulitan akan mencari solusi dalam setiap masalah hidupnya,
bukan memikirkan masalah sebagai problematika yang tak ada
solusinya.

Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya post power syndrome :

1) Mempersiapkan diri sedini mungkin dengan menanamkan di dalam hati


bahwa tidak ada manusia yang bisa hidup selamanya. Bahwa suatu
waktu suka ataupun tidak, kedudukan kita akan digantikan oleh orang
lain.

22
2) Tanamkanlah pada diri kita bahwa pensiun adalah sesuatu yang wajar
yang merupakan proses alami. Yang tidak dapat dihindarkan oleh
siapapun. Dengan jalan menerima bahwa hal tersebut adalah suatu
kenyataan hidup maka hati kita menjadi tenang jauh dari kerisauan
memikirkan masa pensiun.
3) Mempersiapkan tabungan sebaik-baiknya atau rencana investasi jangka
panjang dengan resiko yang seminim mungkin. Misalnya buka warnet,
kursus, kost-kosan .Walaupun hasilnya tidak besar, tapi setidaknya
untuk pengeluaran sehari harian. "Dalam bisnis, tidak ada sahabat yang
sejati" Sharing and connecting (berkomunikasi dan memasyarakatkan
diri) dengan baik pada siapa saja tanpa memandang apakah itu selevel
ataupun tidak dengan kita. Sehingga ketika memasuki masa pensiun,
bila kita memiliki kepribadian yang baik pasti akan tetap akan dihargai
dengan baik, tapi sebaliknya bila memiliki kepribadian yang tidak
menyenangkan maka siapapun akan cuek kepada kita.
4) Jangan pernah membanggakan diri, baik karena jabatan maupun
kekuasaan yang kita miliki pada saat masa jaya. Janganlah kita pernah
mengabaikan prinsip hidup yang satu ini “Bahwa segala sesuatu yang
sudah berhasil dicapai, tidak akan selamanya kita miliki”. Sehingga
kelak bila waktunya memasuki masa pensiun, maka kita dengan
berbesar hati dan percaya diri, berani melenggang masuk kegelangang
arena pensiunan. Hal ini akan mengatur dan mengarahkan langkah
langkah kita, sehingga kita mampu melengkapi motto : “Muda
berkarya, tua berguna”. Post Power Syndrom ibaratkan penyakit kanker
yang menular. Dia bisa menggerogoti seluruh jiwa dan harapan yang
ada didalam diri si penderita, dan bukan berhenti disitu saja, penyakit
ini bisa menular kepada orang-orang yang ada disekitar penderita.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Home Care pada lansia adalah memberikan pelayanan kesehatan
kepada lansia secara penuh atau sebagian yang dilakukan dilingkungan pasien
(rumah). Sedangkan kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika
seorang lansia mengalami kekerasan oleh orang lain; yang seringkali dalam
banyak kasus, berasal dari orang- orang yang mereka percayai. Karenanya,
mencegah kekerasan pada lansia dan meningkatkan kesadaran akan hal ini,
menjadi suatu tugas yang sulit. Lalu masalah yang kerap terjadi pada lansia
ada post power sindrom, yaitu sidrom pasca kekuasaan yang membuat di
mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya
(karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain),
dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.

3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah yang telah kami susun dapat
memberikan pengetahuan kepada keluarga,masyarakat, serta tenaga kesehatn
khususnya perawat tentang cara memberikan perawatan lansia dirumah, lalu
dapat mengatasi post power syndrome ataupun Substance Abuse yang kerap
terjadi pada lansia.

24

Anda mungkin juga menyukai