Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara tropis. Ciri utamanya adalah suhu dan
kelembaban yang tinggi, kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi
perhatian karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi pekerja.
Iklim kerja merupakan salah satu unsur dari pekerjaan yang mempunyai peran
penting dan tidak boleh kita acuhkan. Apabila,iklim kerja yang menyenangkan
tercipta maka hubungan antar manusia berkembang dengan harmonis. Keadaan
iklim yang harmonis ini sangat mendukung terhadap prestasi kerja. Adanya
suasana kerja yang nyaman dan tenang tersebut, maka semangat kerja akan
meningkat, begitu juga produktivitasnya, sedangkan tempat kerja yang tidak
dikendalikan dengan baik dapat menyebabkan bertambahnya beban kerja.
Industri atau perusahaan di indonesia sekarang ini banyak yang belum
sadar tentang iklim kerja. Kondisi seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian
karena iklim kerja yang baik akan mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas.
Jika pekerja terpapar dalam jangka waktu yang lama maka dapat mengalami
penyakit akibat kerja yaitu menurunnya daya tahan tubuh, berpengaruh terhadap
timbulnya gangguan kesehatan sehingga produktivtas serta efisiensi kerja, dan
juga harus memperhatikan Nilai Ambang Batas(NAB) yang mempengaruhi
ketahanan tubuh.
Maka dari itu praktikum pengukuran kerja tentang iklim kerja ini penting
dilakukan untuk mengetahui berapa besar NAB untuk iklim kerja digunakanlah
ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) yang diadopsi dari WBGT (Wet Bulb Globe
Temperature Index) yang dikeluarkan oleh ACGIH (American Conference of
Governmental Industrial Hygienists). Dikarena hal itulah maka pada percobaan
kali ini kami akan mencoba sebuah alat ukur yang mampu mengetahui WBGT
suatu tempat kerja.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana mengaplikasikan teori keselamatan dan kesehatan kerja?
2. Bagaimana melakukan pengukuran iklim kerja dengan menggunakan
instrument WBGT ?
3. Bagaimana melakukan analisa hasil pengukuran?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :
 Tujuan Konstruksional Umum
Mampu dapat mengaplikasikan teori keselamatan dan kesehatan kerja.
 Tujuan Kostruksional Khusus
1. Mampu melakukan pengukuran iklim kerja dengan
menggunakan instrument WBGT.
2. Mampu melakukan analisa hasil pengukuran.

1.4. Ruang Lingkup


Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Pengambilan data dilaksanakan pada hari Rabu, 08 Mei 2019 mulai
pukul 12.00 WIB.
2. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
thermocouple yang didesain untuk melakukan pengukuran ISBB dan
kelembaban relatif.
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Iklim Kerja


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Per.13/Men/X/2011, pasal 1 ayat 13 iklim kerja adalah hasil perpaduan antara
suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat
pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang
dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas . Menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999, pasal 1 ayat 5 berbunyi iklim
kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan
udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga
kerja sebagai akibat pekerjaannya. Iklim Kerja dapat dibagi menjadi :
1. Iklim Kerja Panas
Menurut Arief tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang
diterima oleh tubuh manusia dan faktor non-iklim yaitu dari panas metabolisme
tubuh, pakaian kerja dan tingkat aklimatisasi. Sedangkan regangan panas (heat
strain) merupakan efek yang diterima tubuh manusia atas beban tekanan panas
tersebut. Secara umum : Suhu Tinggi + Kelembaban tinggi + Kerja Fisik =
Tekanan Panas.
Panas dapat didefinisikan sebagai energi dalam perjalanan dari objek
suhu yang tinggi ke objek suhu yang lebih rendah. Sedangakan cuaca kerja
atau iklim kerja panas adalah kombinasi atau perpaduan antara :
(1) suhu udara,
(2) kelembaban udara,
(3) kecepatan gerakan udara, dan
(4) panas radiasi.
Berikut tabel antara lingkungan panas serta dampaknya terhadap tubuh
manusia :
Tabel 2.1. Hubungan Suhu Lingkungan Panas dan Kondisi Tubuh Manusia

2. Iklim Kerja Dingin


Menurut Arief kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim
meliputi panas dan dingin yang berada diluar batas kemampuan manusia untuk
beradaptasi. Namun secara umum dapat ditentukan batas kemampuan dan batas
toleransi yang diperkenankan untuk manusia beradaptasi, dengan temperatur
ligkungan pada kondisi ekstrim dengen menentukan rentang toleransi terhadap
temperatur lingkungan kerja.

Gambar 2.1. Batas Kritis Suhu

Berikut tabel antara lingkungan panas serta dampaknya terhadap tubuh


manusia :
Tabel 2.2. Hubungan Suhu Lingkungan Dingin dan Kondisi Tubuh Manusia

2.2.Peraturan Mengenai Iklim Kerja


1. SNI 16-7061-2004
 Iklim kerja (panas) adalah hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerak udara, dan panas radiasi.
 Suhu basah alami (natural wet bulb temperature): suhu
penguapan air yang pada suhu yang sama menyebabkan terjadinya
keseimbangan uap air di udara, suhu ini diukur dengan termometer
basah alami dan suhu tersebut lebih rendah dari suhu kering.
 Suhu kering (dry bulb temperature): suhu udara yang diukur
dengan termometer suhu kering.
 Suhu bola (globe temperature): suhu yang diukur dengan
menggunakan termometer suhu bola yang sensornya dimasukkan
dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator tingkat
radiasi.
 Indeks suhu basah dan bola (wet bulb globe temperature
index): parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan
hasil perhitungan antara suhu kering, suhu basah alami, dan suhu bola.
2. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011

Gambar 2.2 NAB Iklim Kerja ISBB yang diperkenankan

3. SNI 16- 7063- 2004


Gambar 2.3. Pengendalian Iklim Kerja Panas

4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun


2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

Pengaturan ISBB (0C)


waktu kerja Beban kerja
setiap jam Ringan sedang Berat Sangat Berat
75% - 100 % 31,0 28,0 - -
50 % - 75% 31 29.0 27,5 -
25 % - 50% 32,0 30,0 29,0 28,0
0 % - 25 % 32,5 31.5 30,5 30,0
Tabel 2.3 NAB Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Yang
Diperkenankan
(Sumber: Permenaker RI No. 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja)

2.3.Rumus untuk Iklim Kerja

Work Acclimatized Unacclimatized


Demands
Light Moderate Heavy Very Light Moderate Heavy Very
Heavy Heavy
100% work 29.5 27.5 26 - 27.5 25 22.5 -
75% work, 30.5 28.5 27.5 - 29 26.5 24.5 -
25% rest
50% work, 31.5 29.5 28.5 27.5 30 28 26.5 25
50% rest
25% rest, 32.5 31 30 29.5 31 29 28 26.5
75% work
Tabel 2.4. Tabel paparan panas WBGT yang diperkenankan sebagai NAB
(WBGT dalam ºC)
(Sumber : ACGIH,2005 )

Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas) dengan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
tidak diperkenankan melebihi :
1. Jenis pekerjaan ringan,WBGTI 30,0˚C
2. Jenis pekerjaan sedang, WBGTI 26,7˚C
3. Jenis pekerjaan berat,WBGTI 25,0˚C
Catatan :
1. Nilai pada tabel di atas berlaku untuk waktu kerja 8 jam sehari, 5 hari seminggu
dengan waktu istirahat pada umumnya.
2. Nilai kriteria untuk pekerjaan terus menerus dan 25% istirahat untuk kerja
sangat berat tidak diberikan, mengingat efek biologis (tanpa melihat WBGT)
pekerjaan tersebut pada tenaga kerja yang memiliki kondisi kesehatan kurang
baik.

Kategori Jenis Aktivitas


Resting Duduk dengan tenang
Duduk dengan sedikit gerakan
Light Duduk dengan sedikit gerakan tangan dan kaki
Berdiri dengan pekerjaan yang ringan pada mesin atau meja serta
banyak gerakan lengan
Menggunakan gergaji meja (table saw)
Berdiri dengan pekerjaan yang ringan/sedang pada mesin atau meja
serta sedikit berjalan
Moderate Menggosok atau menyikat dengan posisi berdiri
Berjalan dengan mengangkat atau menekan dengan beban sedang
Berjalan pada 6 km/jam dengan membawa beban 3 kg
Heavy Mengergaji dengan tangan
Menyekop pasir kering
Pekerjaan perakitan yang berat pada basis yang tidak terus-menerus
Sebentar-sebentar mengangkat dengan mendorong atau menekan
beban yang berat
Very Heavy Menyekop pasir basah
Tabel 2.5.Tabel Kategori Beban Kerja Dengan Kategori Tingkat Metabolisme
(Sumber : ACGIH, 2005)

Di Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja


adalah Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB). Hal ini telah ditentukan dengan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1 ayat 9 berbunyi :
“Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan
hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola”.
Untuk mengetahui iklim kerja di suatu tempat kerja dilakukan pengukuran
besarnya tekanan panas salah satunya dengan mengukur ISBB atau Indeks Suhu Basah
dan Bola (SNI 16-7063-2004), macamnya adalah:
 ISBB untuk pekerjaan di luar ruangan dengan panas radiasi :
ISBB = 0.7 suhu basah alami + 0.2 suhu bola + 0.1 suhu kering
..........(2.1)
 ISBB untuk pekerja didalam ruangan dengan panas radiasi :
ISBB = 0.7 suhu basah alami + 0.3 suhu bola
.....................................(2.2)
Catatan :
 Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkal/jam.
 Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkal/jam.
 Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkal/jam.
 Untuk mencari Kalori/ Jam
Kalori/Jam = Jenis kegiatan (kkal/jam) x BB (kg)
 Untuk mencari Metabolisme Basal
 Laki-laki= BB(kg) x 1 kkal/jam/kgBB
 Perempuan = BB(kg) x 0,9 kkal/jam/kgBB

Menentukan kebutuhan kalori per jam menurut aktivitasnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
No. Jenis Aktivitas Kilo kalori/jam/kg
Berat badan
1 Tidur 0,98
2 Duduk dalam keadaan istirahat 1,43
3 Membaca dengan intonasi keras 1,50
4 Berdiri dalam keadaan tenang 1,50
5 Menjahit dengan tangan 1,59

6 Berdiri dengan konsentrasi terhadap sesuatu objek 1,63


7 Berpakaian 1,69
8 Menyanyi 1,74
9 Menjahit dengan mesin 1,93
10 Mengetik 2,00
15 Pelatihan ringan (light exercise) 2,43
16 Jalan ringan dengan kecepatan ± 3,9 km/jam 2,86
17 Pekerjaan kayu, logam dan pengecatan dalam industri 3,43
18 Pelatihan sedang (moderate exercise) 4,14
19 Jalan agak cepat dengan kecepatan ± 5,6 km/jam 4,28
20 Jalan turun tangga 5,20
21 Pekerjaan tukang batu 5,71
22 Pelatihan berat (heavy exercise) 6,43
23 Penggergajian kayu secara manual 6,86
24 Berenang 7,14
25 Lari dengan kecepatan ± 8 km/jam 8,14
26 Pelatihansangat berat (very heavy exercise) 8,57
27 Berjalan sangat cepat dengan kecepatan ± 8 km/jam 9,28
28 Jalan naik tangga 15,80
Tabel 2.6 Kebutuhan Kalori Per Jam Menurut Jenis Aktivitas
(Sumber : Santiasih, 2007)

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tubuh


Menurut Arief suhu tubuh di pengaruhi oleh factor-faktor antaran lain
meliputi; kecepatan metabolisme basal tiap individu, rangsangan saraf simpatis,
hormone pertumbuhan (growth hormone), hormone tiroid, hormone kelamin,
gangguan organ, lingkungan tempat kerja, dan lain-lain .
 Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula.
Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju
metabolisme.
 Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme.
Hampir seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan
peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan
metabolisme.
 Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.
 Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia
dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
 Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-
kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas.
Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu
tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
 Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai
zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang
peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang
sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
 Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu
juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia.
Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui
kulit. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas
diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri
kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot.
Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang
mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti
tubuh ke kulit menjadi sangat efisien, dengan demikian, kulit merupakan
radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh. Suhu tubuh harus
dijaga agar tetap berada pada suhu normal agar seluruh organ tubuh dapat
bekerja dengan normal. Jika terjadi perubahan core temperature tubuh maka
beberapa fungsi organ tubuh akan terganggu. Sistem metabolisme tubuh secara
alami dapat bereakasi untuk menjaga kenormalan suhu tubuh seperti dengan
keluarnya keringat, menggigil dan meningkatkan/mengurangi aliran darah pada
tubuh.

2.5.Efek Terhadap Kesehatan


Tekanan panas berlebih di tubuh baik akibat proses metabolisme tubuh
maupun paparan panas dari lingkungan kerja dapat menimbulkan masalah
kesehatan (heat strain) dari yang sangat ringan seperti heat rash, heat syncope,
heat cramps, heat exhaustion hingga yang serius yaitu heat stroke.
 Heat rash : Gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan penyakit
akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas, kondisi lembab
dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan pakaian. Penyakit ini
mungkin terjadi pada sebagaian kecil area kulit atau bagian tubuh. Meskipun
telah diobati pada area yang sakit produksi keringat tidak akan kembali normal
untuk 4 sampai 6 minggu.
 Heat syncope : Ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari
gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan panas
pada waktu yang cukup lama.
 Heat cramp : Gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang pada
kakai, tangan dan abdomen dan banyak mengeluarkan keringat. Hal ini
disebabkan karena ketidak seimbangan cairan dan garam selama melakukan
kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas
 Heat exhaustion : Diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau
volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti
keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya
adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan
pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh antara (37°C - 40°C).
 Heat stroke : penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang
terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Penyakit ini
dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak
jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40o C atau lebih, panas, kulit kering dan
tampak kebiruan atau kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening,
menggigil, muak, pusing, kebingungan mental dan pingsan.
 Multiorgan-dysfunction syndrome Continuum : Rangkaian
sindrom/gangguan yang terjadi pada lebih dari satu/sebagian anggota tubuh
akibat heat stroke, trauma dan lainnya. Penyakit lain yang bias timbul adalah
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan ginjal dan gangguan psikiatri.
 Respon-respon fisiologis tubuh akan terlihat jelas terhadap pekerja
dengan iklim kerja panas tersebut, seperti peningkatan darah dan denyut nadi
yang signifikan pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar panas,
sehingga iklim kerja akan memperburuk kondisi pekerja. (Dermawan,2012)
2.6.Jenis Alat Ukur
Pada umumnya alat yang digunakan untuk pengukuran temperatur
lingkungan kerja dan pajanan panas personal bersifat langsung baca (direct
reading instrument).
1. Pengukuran temperatur lingkungan
Pengukuran untuk setiap komponen temperatur lingkungan dilakukan
dengan menggunakan alat sebagai berikut:
a. Suhu kering (dry bulb/air temperature) \ Ta
Pengukuran suhu kering dilakukan dengan menggunakan
termometer yang terdiri dari termometer yang berisi cairan (liquid-
in-glass thermometer), thermocouples, termometer resisten
(resistance thermometer).
b. Suhu basah alami dan bola (Natural wet bulb temperature) - Tnwb
Pengukuran suhu basah alami dilakukan dengan menggunakan
termometer yang dilengkapi dengan kain katun yang basah. Untuk
mendapatkan pengukuran yang akurat, maka sebaiknya
menggunakan kain katun yang bersih serta air yang sudah disuling
(distilasi).
c. Suhu Radian (Radiant/globe temperature)
Suhu radian diukur dengan menggunakan black globe thermometer.
Termometer dilengkapi dengan bola tembaga diameter 15 cm yang
dicat berwarna hitam untuk menyerap radiasi infra merah. Jenis
termometer untuk mengukur suhu radian yang paling sering
digunakan adalah Vernon Globe Thermometer yang mendapat
rekomendasi dari NIOSH. Dalam pengukuran diperlukan waktu
untuk adaptasi bergantung pada ukuran bola tembaga yang
digunakan. Untuk termometer yang menggunakan bola tembaga
dengan ukuran 15 cm diperlukan waktu adaptasi selama 15 – 20
menit. Sedangkan untuk alat ukur yang banyak menggunakan ukuran
bola tembaga sebesar 4,2 cm diperlukan waktu adaptasi selama 5
menit.
d. Kelembaban relatif (Relative humidity)
Pengukuran kelembaban udara penting dilakukan karena merupakan
salah satu faktor kunci dari iklim yang mempengaruhi proses
perpindahan panas dari tubuh dengan lingkungan melalui evaporasi.
Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan evaporasi menjadi
rendah. Alat yang umum digunakan untuk mengukur kelembaban
udara adalah hygrometer atau psychrometer yang bersifat direct
reading. Alat ini mempunyai sensitivitas yang rendah khususnya
pada suhu diatas 50oC dan kelembaban relatif di bawah 20%.
e. Kecepatan Angin
Kecepatan angin sangat penting perannya dalam proses pertukaran
panas antara tubuh dan lingkungan khususnya melalui proses
konveksi dan evaporasi. Kecepatan angin umumnya dinyatakan
dalam feet per minute (fpm) atau meter per second (m/sec).
Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer.
Terdapat dua jenis anemometer yaitu vane anemometer dan
thermoanemometer.

Sumber : https://ksi.uconn.edu/prevention/wet-bulb-globe-temperature-
monitoring/
2.Pengukuran pajanan panas personal
Pengukuran pajanan panas personal penting dilakukan untuk
mengetahui tingkat pajanan panas pada individu. Pengukuran pajanan
personal perlu dilakukan apabila pekerja yang berisiko terpajan panas
bekerja berpindah-pindah atau pola pajanan yang bersifat terputus-putus
atau intermitten. Pengukuran pajanan panas personal lebih memperlihatkan
apakah perubahan suhu tubuh dan denyut nadi pekerja yang terpajan panas.
Alat ukur pajanan panas personal biasanya dilengkapi dengan sensor untuk
mendeteksi perubahan suhu tubuh dan denyut nadi yang dipasang di tubuh
pekerja seperti di telinga atau di badan.

2.7.Pengendalian Terhadap Tekanan Panas


Pengendalian heat stress dan heat strain dipusatkan disekitar penyebab
dari heat stress dan ketegangan physiologi yang dihasilkan. Hal ini
memerlukan :
1. Pengendalian secara umum
a. Training (pendidikan/latihan)
Yang dimaksud disini adalah pendidikan atau pelatihan bagi calon
tenaga kerja sebelum ditempatkan yang dilaksanakan secara berkala
(periodik).
b. Pengendalian tekanan panas melalui penerapan higiene.
Yang dimaksud adalah tindakan-tindakan yang diambil oleh
perorangan untuk mengurangi resiko penyakit yang disebabkan oleh
panas. Termasuk pengendalian tekanan panas melalui penerapan
hygiene adalah :
1. Penggantian cairan
2. Aklimatisasi
3. Self determination
4. Diet
5. Gaya hidup dan status kesehatan
6. Pakaian kerja
2. Pengendalian secara khusus
Pengendalian secara khusus dapat dilaksanakan dengan 3 cara :
1. Pengendalian secara teknis
Cara ini mencakup :
a. Mengurangi beban kerja.
b. Menurunkan suhu udara.
c. Menurunkan kelembaban udara.
d. Menurunkan panas radiasi.
e. Meningkatkan gerakan udara.
f. Mengganti pakaian.
2. Pengendalian secara administratif.
3. Perlindungan perorangan.
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
1.WBGT (Wet Bulb Globe temperature)

Sumber : https://ksi.uconn.edu/prevention/wet-bulb-globe-temperature-
monitoring/
2. Air Suling
3. Tisu atau Kapas
3.2. Langkah Kerja

Mulai

Menentukan lokasi dan waktu praktikum untuk pengambilan data

Menyiapkan peralatan yang akan digunakan

Melakukan pengukuran dengan mengambil sample pekerja

x
x

Memberi pertanyaan untuk melengkapi data ISBB

Mencatat data- data dan hasil pengukuran yang diperlukan

Selesai

3.3. Cara Kerja Alat

1. Mengubah power on/off pada posisi ”ON”.


2. Memilih satuan suhu yang dipakai sebagai acuan (bisa dalam bentuk oC/oF)
3. Melakukan pengukuran suhu pada sasaran ukur
 Suhu kering
Meletakkan thermocouple pada tempat yang akan diukur, membiarkan
beberapa saat sampai suhu kering terbaca oleh thermometer. Kemudian
mencatat hasil pengukuran.
 Suhu basah
Meletakkan thermocouple yang ujungnya telah ditutup dengan kapas/kain
basah pada tempat yang akan diukur, membiarkan beberapa saat sampai
suhu basah terbaca oleh thermometer. Kemudian mencatat hasil
pengukuran.
 Suhu bola
Meletakkan thermocouple pada tempat yang akan diukur dan
membiarkan beberapa saat sampai suhu bola terbaca oleh thermometer.
Kemudian mencatat hasil pengukuran.
 ISBB
Meletakkan thermocouple pada tempat yang akan diukur dan
membiarkan beberapa saat sampai ISBB indoor dan outdoor terbaca oleh
thermometer. Kemudian mencatat hasil pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA

ACGIH, 2005. Threshold Limit Velue fo Physical dan Chemical Substance and
Exposure Indices, ACGIH-USA

Arief, Latar Muhammad.2012. Monitoring Lingkungan Kerja Tekanan Panas/ Heat


Sress. Jakarta : Universitas Esa Unggul

Badan Standarisasi Nasional.2004. SNI 16-7061-2004. Pengukuran Iklim Kerja


(Panas) dengan Parameter Indeks Suhu Basah dan Bola. Jakarta: Sekretariat
Negara

Badan Standarisasi Nasional.2004. SNI 16-7063-2004. Nilai Ambang Batas Iklim


Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan dan Radiasi Sinar Ultra
Ungu di tempat Kerja. Jakarta: Sekretariat Negara

Depnakertrans RI. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER 13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja. Jakarta : Sekretariat Negara

Dermawan, Denny dkk. 2012. Evaluasi Kondisi Iklim Kerja di Laboratorium Beton
Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Hendra. 2009. Tekanan Panas dan Metode Pengukurannya di Tempat Kerja. Depok :
Universitas Indonesia

Pemerintah Indonesia. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-


51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika. Jakarta: Sekretariat
Negara

Pemerintah Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun


2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Lembaran RI
Tahun 2018 No. 5. Jakarta : Sekretariat Negara.

Santiasih dan Ashitra. 2008. Modul Pengukuran Lingkungan Kerja. Surabaya :


Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

UCONN._.Wet Bulb Globe Monitoring. Diakses dari


https://ksi.uconn.edu/prevention/wet-bulb-globe-temperature-monitoring/ pada 8
Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai