Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penduduk Lanjut Usia (Lansia)

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Menua atau

menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu

waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan

proses alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses

menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi ransangan dari dalam dan luar

tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008).

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dapat disimpulkan bahwa

manusia, secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ.

Kondisi ini dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lansia (Nugroho,

2008).

2.1.2 Batasan Lansia

Tidak ada batasan yang pasti tentang lansia. Umur yang dijadikan batasan

lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Berikut dikemukakan

beberapa pendapat ahli mengenai batasan lansia :

6
7

1) Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, ada empat tahap, yakni :

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu 45-49 tahun

b. Lanjut usia (elderly), yaitu 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old), yaitu 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old), yaitu di atas 90 tahun

2) Menurut Prof. Dr. dr. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.KJ., lansia (usia lebih

dari 70 tahun), terbagi menjadi :

a. Usia 70-75 tahun (young old)

b. Usia 75-80 tahun (old)

c. Usia lebih dari 80 tahun (very old)

3) Menurut Hurlock (1979), perbedaan lansia terbagi dalam dua tahap, yakni :

a. Early old age (usia 60-70 tahun)

b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

4) Menurut Burnside (1979), ada empat tahap lansia, yakni :

a. Young old (usia 60-69 tahun)

b. Middle age old (usia 70-79 tahun)

c. Old-old (usia 80-89 tahun)

d. Very old-old (usia 90 tahun ke atas)

Menurut para ahli, batasan lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Hal

ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, bahwa yang disebut dengan lansia

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun

wanita (Nugroho, 2014).


8

2.1.3 Teori Proses Menua

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori

bilogis, teori sosial, teori spiritual, dan teori psikologis.

2.1.3.1 Teori Biologis

Teori Biologis mencakup teori genetik, teori somatik, teori sistem imun,

teori metabolism, serta teori radikal bebas.

(1) Teori Genetic clock

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-

spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai jam genetik di dalam inti sel yang telah

berputar menurut replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan

menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita

itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan

lingkungan atau penyakit akhir (Darmojo dan Martono, 2004).

(2) Teori Somatik (teori Error Catastrophe)

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-

faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang

menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Diketahui bahwa radiasi dan zat kimia

dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif

pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan

fungsional sel tersebut (Darmojo dan Martono, 2004).

(3) Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat

menyebabkan kemampuan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh

mengenali dirinya sendiri. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya


9

peristiwa autoimun. Selain itu, sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya

mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker

menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang

menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai meningkatnya umur (Darmojo

dan Martono, 2004).

(4) Teori Menua Akibat Metabolisme

Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang,

dimana terdapat hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur.

Mamalia yang dirangsang untuk hibernasi, selama musim dingin ditempatkan

pada temperatur yang rendah tanpa dirangsang berhibernasi, metabolismenya

meningkat dan berumur lebih pendek. Walaupun umurnya berbeda, namun jumlah

kalori yang dikeluarkan untuk metabolisme selama hidup adalah sama (Darmojo

dan Martono, 2004).

(5) Kerusakan akibat Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika

fagosit dipecah, dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di

dalam mitokondria. Radikal bebas yang terbentuk tersebut adalah: (1)

Superoksida (O2), (2) Hidroksil (OH), dan juga (3) Perioksida hidrogen (H 2O2).

Radikal bebas bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi

dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti membrane sel, dan dengan

gugus SH (Darmojo dan Martono, 2004).

2.1.3.2 Teori Sosial

Pada lansia, kekuasaan dan prestise yang berkurang menyebabkan

berkurangnya interaksi sosial, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan
10

mereka untuk mengikuti perintah. Kemiskinan yang dialami lansia dan

menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-

lahan menarik diri dari pergaulan sekitar. Proses penuaan mengakibatkan interaksi

sosial mulai menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas (Maryam dan

Ekasari, 2008).

2.1.3.3 Teori Spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian

hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti

kehidupan. Kepercayaan merupakan suatu pengetahuan dan cara berhubungan

dengan kehidupan akhir. Kepercayaan adalah suatu fenomena timbal balik, yaitu

suatu hubungan aktif antara seseorang dengan orang lain dalam menanamkan

suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan. Perkembangan spiritual pada lansia

berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan (Maryam dan

Ekasari, 2008).

2.1.3.4 Teori Psikologis

Pada lansia, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan

penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula

dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian

individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik

konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan

seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada,

ditunjang dengan status sosialnya (Maryam dan Ekasari, 2008).

Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan

kognitif, memori, dan belajar pada lansia menyebabkan mereka sulit untuk
11

berinteraksi dan dipahami. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik,

maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan

merespon stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi atau reaksi yang berbeda

dari stimulus yang ada. Selain itu, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan.

Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri

merupakan beban bagi orang lain dan keluarga (Maryam dan Ekasari, 2008).

2.1.4 Perubahan pada Lansia

2.1.4.1 Perubahan Fisik

Dengan bertambahnya usia, begitu banyak perubahan fisik yang terjadi

sehingga sulit untuk menetapkan batas-batas normal. Semakin tua seseorang,

perubahan fisiologis normal dalam semua sistem tubuh bersifat universal,

progresif, dan intrinsik. Perubahan yang terjadi meliputi penurunan fungsi tingkat

sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, sistem pernafasan, sistem pencernaan,

sistem reproduksi, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem integumen, serta

sistem musculoskeletal (Bastable, 2002).

2.1.4.2 Perubahan Mental

Di bidang mental atau psikis pada lansia, perubahan dapat berupa sikap

yang semakin egosentrik, mudah curiga, serta bertambah pelit terhadap sesuatu

yang dimiliki. Sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni

keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat. Perubahan

kepribadian yang drastis jarang terjadi. Lebih sering berupa ungkapan yang tulus

dari perasaan seseorang (Bastable, 2002).


12

2.1.4.3 Perubahan Psikososial

Depresi, kesedihan, dan kesepian biasa terjadi di antara lansia. Banyak

orang yang mengalami kehilangan ganda dalam periode waktu yang singkat

berkaitan dengan jaringan pendukung terdahulu, seperti teman, keluarga dan

pekerjaan. Kehilangan seperti ini, yang berarti ancaman terhadap otonomi,

kemandirian, dan pembuatan keputusannya mengakibatkan pengucilan,

ketidakamanan keuangan, berkurangnya mekanisme koping, dan penurunan jati

diri, nilai pribadi, dan keberhargaan dalam masyarakat (Bastable, 2002).

2.1.5 Masalah Kesehatan pada Lansia

Menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu proses

perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan beradaptasi

menjadi berkurang yang sering dikenal dengan geriatric giant, di mana lansia

akan mengalami 13 I, yaitu imobilisasi; instabilitas (mudah jatuh); intelektualitas

terganggu (dementia); isolasi (depresi); inkontinensia; impotensi; imunodefisiensi;

infeksi mudah terjadi; impaksi (konstipasi); iatrogenesis (kesalahan diagnosis);

insomnia; impairment of (gangguan pada); penglihatan, pendengaran,

pengecapan, penciuman, komunikasi, dan integritas kulit, serta inaniation

(malnutrisi) (Maryam dan Ekasari, 2008).

2.2 Kualitas Hidup pada Penduduk Lanjut Usia (Lansia)

2.2.1 Pengertian Kualitas Hidup

WHO (World Health Organization) mendefinisikan kualitas hidup sebagai

persepsi individu mengenai kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai

dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan dan standar yang
13

ditetapkan. Banyak definisi lain yang menjelaskan tentang kesehatan dan kualitas

hidup yang telah dicoba, keduanya saling berhubungan dan untuk kualitas hidup

biasanya ditekankan pada komponen kesenangan dan kepuasan hidup biasanya

ditekankan pada komponen kesenangan dan kepuasaan hidup. Sementara yang

mempengaruhi seseorang (status ekonomi, fungsi sosial, status kesehatan, secara

khusus berfokus pada kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan

(WHOQOL Group, 1998).

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang

menikmati kemungkinan dalam hidupnya. Kenikmatan tersebut memiliki dua

komponen yaitu pengalaman, kepuasan, dan kepemilikan atau pencapaian

beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil

dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan

interaksi faktor personal dan lingkungan (Chang dkk., 2004). Hal tersebut

dipertegas oleh Yarbro dkk. (2005), bahwa kualitas hidup adalah perasaan

sejahtera dari seseorang yang timbul dari kepuasan dan ketidakpuasan dalam

bidang kehidupan.

2.2.2 Dimensi Kualitas Hidup

Menurut Netuveli dkk. (2008) menjelaskan ada 2 dimensi kualitas hidup,

yaitu:

(1) Kualitas hidup objektif, yaitu berdasarkan pada pengamatan eksternal

individu seperti standar hidup, pendapatan, pendidikan, status kesehatan,

umur panjang dan yang terpenting adalah bagaimana individu dapat

mengontrol dan sadar mengarahkan hidupnya.


14

(2) Kualitas hidup dari dimensi subjektif didasarkan pada respon psikologis

individu terhadap kepuasaan dan kebahagiaan hidup. Jadi, kualitas hidup

subjektif adalah hasil persepsi individu tentang bagaimana suatu hidup

yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya.

2.2.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Berdasarkan konsep WHOQOL-BREF, kualitas hidup dapat diukur dari

aspek kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan

(WHOQOL Group, 1998).

(1) Domain kesehatan fisik terdiri dari aktivitas sehari-hari, ketergantungan

pada obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit

dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Aktivitas

sehari-hari yaitu menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang

dirasakan individu pada saat melakukan kegiatan sehari-hari.

Ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis yaitu

menggambarkan seberapa besar kecenderungan individu dalam

menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan yaitu tingkat kemampuan yang

dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya.

Mobilitas yang menggambarkan tingkat perpindahan yang mampu

dilakukan oleh individi dengan mudah dan cepat. Tidur dan istirahat yaitu

menggambarkan kualitas tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu,

dan kapaitas kerja yaitu menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh

individu (Lopez dkk, 2004).


15

(2) Domain kesejahteraan psikologi terdiri dari gambaran dan penampilan

fisik, perasaan negatif, perasaan positif, harga diri dan berpikir, belajar,

memori, konsentrasi. Gambaran dan penampilan fisik yaitu

menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta

penampilannya. Perasaan negatif yaitu menggambarkan bagaimana

individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan

negatif yaitu menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan

yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif yaitu menggambarkan

perasaan menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif

yaitu menggambarkan perasaan menyenangkan yang dimiliki oleh

individu. Harga diri menggambarkan bagaimana individu menilai atau

menggambarkan dirinya sendiri. Berpikir, belajar, memori, dan motivasi,

yaitu menggambarkan keadaan kognitif individu yang memungkinkan

untuk berkonsentrasi, belajar, dan menjalankan fungsi kognitif lainnya

(Lopez dkk., 2004)

(3) Domain hubungan sosial terdiri dari relasi personal, dukungan sosial, dan

aktivitas seksual. Relasi personal yaitu menggambarkan hubungan

individu dengan orang lain. Dukungan sosial yaitu menggambarkan

adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari

lingkungan sekitarnya. Aktivitas seksual menggambarkan kegiatan seksual

yang dilakukan individu (Lopez dkk., 2004)

(4) Domain lingkungan terdiri dari sumber finansial, kebebasan, keamanan

dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan perawatan sosial,

lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi


16

baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan

rekreasi, lingkungan fisik, dan transportasi. Sumber finansial

menggambarkan keadaan keuangan individu, kebebasan, keamanan dan

keselamatan fisik menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat

mempengaruhi kebebasan dirinya. Perawatan kesehatan dan perawatan

sosial yaitu menggambarkan ketersediaan layanan kesehatan dan

perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu. Lingkungan rumah

menggambarkan keadaan tempat tinggal individu. Kesempatan untuk

mendapatkan informasi baru dan keterampilan, menggambarkan ada atau

tidaknya kesempatan bagi individu untuk memperoleh hal-hal baru yang

berguna bagi individu. Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan

rekreasi menggambarkan sejauh mana individu memiliki kesempatan dan

dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang. Lingkungan

fisik menggambarkan keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal seperti

keadaan air, saluran udara, iklim, polusi. Transportasi menggambarkan

sarana kendaraan yang dapat dijangkau oleh individu (Sekarwiri, 2008).

Instrumen WHOQOL-BREF merupakan suatu instrumen yang sesuai

untuk mengukur kualitas hidup dari segi kesehatan terhadap lansia dengan jumlah

responden yang kecil, mendekati distribusi normal, dan mudah untuk

penggunaannya (Hwang, 2003).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup pada Lansia

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup

lansia dikatakan baik tidak hanya didapat dari kesehatan akan tetapi ada beberapa

faktor lain yang mempengaruhi. Faktor tersebut antara lain hubungan sosial yang
17

baik dengan anak, keluarga, teman, dan tetangga; faktor lingkungan sosial

ditunjukkan melalui hubungan yang baik dengan tetangga, lingkungan yang

menyenangkan, rumah yang nyaman, dan pelayanan umum yang baik seperti

bebas fasilitas transportasi; faktor psikologi seperti selalu optimis dan sikap

positif, berfikir ke arah masa depan, penerimaan dan strategi koping yang lain;

aktif dalam kegiatan sosial; kondisi keuangan yang aman; dan tidak

ketergantungan pada orang lain (Natuveli dan Blane, 2008).

2.2.5 Penurunan Kualitas Hidup pada Lansia

Hidup lansia yang berkualitas merupakan kondisi fungsional lansia pada

kondisi optimal, sehingga mereka bisa menikmati masa tuanya dengan penuh

makna, membahagiakan dan berguna. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

seseorang lansia untuk tetap bisa berguna di masa tuanya, yakni; kemampuan

menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan dan kemunduran yang

dialami, adanya penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia

tersebut, lingkungan yang menghargai hak-hak lansia serta memahami kebutuhan

dan kondisi psikologis lansia dan tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk

mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang

diberikan akan memiliki fungsi memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi

yang dimiliki oleh lansia (Sutikno, 2011).

Masalah kesehatan lansia dapat disebabkan karena kurang gerak,

instabilitas, inkontinensia, gangguan intelektual, infeksi, gangguan pancaindera,

gangguan komunikasi, depresi, kurang gizi, tidak punya uang, penyakit akibat

obat-obatan, gangguan tidur, daya tahan tubuh menurun, dan impotensi. Masalah

kesehatan tersebut akan memperburuk kualitas hidup lansia. Dapat disimpulkan


18

bahwa masalah yang ditimbulkan, baik karena kesehatan maupun kondisi sosial

dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup lansia (Maryam dan Ekasari,

2008).

Penuaan sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup sehingga status

lansia dalam kondisi sehat atau sakit. Penuaan dapat terjadi secara

alamiah/fisiologis atau patologis. Perlu kehati-hatian dalam mengidentifikasi atau

membedakan antara penuaan fisiologis dan patologis (Pudjiastuti dan Utomo,

2003).

2.3 Depresi pada Penduduk Lanjut (Lansia)

2.3.1 Pengertian Depresi

Depresi merupakan sindrom kompleks yang manifestasinya beragam, yang

paling sering adalah berupa keluhan vegetatif (insomnia), mengurus, konstipasi

serta dibarengi dengan penurunan kondisi kesehatan, bahkan memikirkan ajal.

Para lansia dapat terlihat sedih, menangis, cemas sensitif atau paranoid (Tamher

dan Noorkasiani, 2009).

Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi

tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stress

lingkungan sering menyebabkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah

menurun, akibat depresi pada usia lanjut seringkali tidak sebaik pada usia muda

(Darmojo dan Martono, 2004).

2.3.2 Faktor Risiko Depresi Lanjut Usia

Menurut Sadock (2010), prevalensi gangguan depresif berat dua kali lebih

besar pada perempuan daripada laki-laki. Hal tersebut dipertegas kembali pada
19

penelitian Sidik, dkk. (2003), bahwa gangguan depresi pada lansia lebih besar

terjadi pada perempuan. Alasan perbedaan ini yang telah dihipotesiskan antara

lain perbedaan hormonal, pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial yang

berbeda antara laki-laki dan perempuan, serta model perilaku ketergantungan

yang dipelajari.

Usia juga mempengaruhi insiden depresi, menurut Sadock (2010), usia

rerata awitan gangguan depresi berat sekitar 40 tahun, dengan 50% pasien

memiliki awitan usia 20 tahun dan 50 tahun. Gangguan depresif berat dapat juga

dimulai pada masa kanak-kanak atau usia tua.

Status pernikahan juga mempengaruhi insiden depresif berat. Gangguan

depresif berat paling sering terjadi pada orang tanpa hubungan antarpersonal yang

dekat atau pada orang yang mengalami perceraian atau perpisahan. Hal tersebut

dipertegas pada penelitian Sigit dkk. (2003), bahwa prevalensi depresi lebih besar

tiga kali lipat pada lansia lajang dibandingkan yang menikah.

Faktor biologis juga mempengaruhi insiden depresi. Hubungan yang

diajukan oleh ilmu pengetahuan dasar antara downregulation reseptor β-

adrenergik dan respons antidepresan klinis mungkin adalah satu potongan yang

menakjubkan yang menunjukkan peranan langsung terhadap sistem noraderenegik

pada depresi. Kekurangan serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa

pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang

rendah di dalam cairan serebrospinal serta konsentrasi tempat uptake serotonin

yang rendah pada trombosit. Walaupun norepinefrin dan serotonin adalah amin

biogenik yang paling sering dikaitkan dengan patofisiologi depresi, dopamine


20

juga pernah diteorikan memiliki peran. Data yang mendukung bahwa aktivitas

dopamine berkurang pada depresi (Sadock, 2010).

Depresi sering terjadi bersamaan dengan masalah gangguan fisik menahun

yang dialaminya, misal diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, penyakit

hati kronis, asma, stroke, rematik, osteoporosis, kanker, dan lain-lain. Gangguan

penglihatan maupun pendengaran yang umum terjadi pada lansia dapat juga

memperberat depresi. Gangguan hormonal pada lansia, terutama wanita

menopause, dapat mencetuskan timbulnya depresi. Perlu diingat, depresi dapat

juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan tertentu dalam jangka waktu

lama, seperti golongan steroid, beberapa obat darah tinggi dan jantung, obat tidur,

anti rematik, dan lain-lain. Selain itu, kecanduan atau ketergantungan narkoba,

obat-obat terlarang, dan alkohol juga dapat menimbulkan depresi (Santoso dkk.,

2009).

Sejumlah klinisi yakin bahwa peristiwa hidup memegang peran utama

dalam depresi. Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan awitan

depresi adalah kematian pasangan. Kegagalan seseorang untuk menyesuaikan diri

terhadap berbagai perubahan dan kehilangan pada saat lanjut usia akan menjadi

pencetus depresi. Faktor resiko lain adalah pekerjaan, seseorang yang keluar dari

pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala episode

depresi berat daripada orang yang bekerja. Perubahan status ekonomi, struktur

keluarga yang cepat juga teman-teman. Kurang berfungsinya sistem pendukung

keluarga dan lingkungan teman dapat mempermudah timbulnya depresi. Berbagai

jenis kehilangan sebagai bagian dari proses menua dapat menimbulkan depresi.
21

Masalah sosial yang dihadapi pada masa tua biasanya rumit, kompleks, dan saling

berkaitan (Sadock, 2010).

2.3.3 Tanda dan Gejala Depresi Lanjut Usia

Menurut kriteria DSM-IV-TR, seseorang dapat dikatakan memiliki

gangguan depresi berat apabila terdapat lima atau lebih gejala berikut, yang telah

ada selama periode waktu 2 minggu dan menunjukkan perubuhan fungsi

sebelumnya; setidaknya satu gejalanya adalah (1) mood menurun atau (2)

kehilangan minat atau kesenangan (Sadock, 2010).

(1) Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang

ditunjukkan baik melalui laporan subjektif atau pengamatan orang lain

(2) Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua, atau hampir

semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.

(3) Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan

bertambah, atau menurun maupun meningkatnya nafsu makan hampir setiap

hari.

4) Insomnia atau hiperinsomnia setiap hari

5) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari

6) Lelah atau hilang energi hampir setiap hari

7) Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan

hampir setiap hari

8) Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau keragu-raguan

hampir setiap hari


22

9) Pikiran berulang mengenai kematian, gagasan bunuh diri berulang tanpa

suatu rencana yang spesifik, atau upaya bunuh diri atau suatu rencana spesifik

untuk melakukan bunuh diri.

Gejala-gejala tersebut harus memenuhi kriteria, berupa gejala tersebut

diatas tidak memenuhi kriteria episode campuran, gejala tersebut tersebut

menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam

fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi lain, serta gejala tidak disebabkan

pengaruh fisiologi langsung zat, atau kondisi medis umum (Sadock, 2010)

Menurut PPDGJ, Episode depresi derajat ringan, sedang dan berat

memiliki tiga gejala utama yaitu : (1) afek depresif, (2) kehilangan minat dan

kegembiraan, serta (3) berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah. Gejala-gejala utama tersebut disertai dengan beberapa gejala

lainnya, seperti (1) konsentrasi dan perhatian berkurang, (2) harga diri dan

kepercayaan diri berkurang, (3) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,

(4) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, (5) gagasan atau perbuatan

membahayakan diri atau bunuh diri, (6) tidur terganggu, serta (7) nafsu makan

berkurang. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut

diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan

tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan

berlangsung berat (Maslim, 2013).

2.3.4 Tingkatan Depresi

Depresi menurut PPDGJ, dibagi menjadi tiga katagori diagnosis, yaitu

episode depresif ringan, sedang, dan berat, dimana perbedaan antara episode
23

depresif ringan, sedang, dan berat terletak pada penilaian dari jumlah, berat, serta

lama gejala yang dialami (Maslim, 2013).

Tingkatan episode depresif ringan memiliki kriteria diagnostik, meliputi

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala depresi seperti tersebut di atas,

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya, (3) Tidak boleh ada

gejala yang berat diantaranya, (4) Lamanya seluruh episode berlangsung

sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu, serta (5) Hanya sedikit kesulitan dalam

pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan (Maslim, 2013).

Tingkatan episode depresif sedang memiliki kriteria diagnostik, meliputi

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala untuk depresi seperti pada

episode depresi ringan, (2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sekitar 4), dari

gejala lainnya, (3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2

minggu, (4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan, dan urusan rumah tangga (Maslim, 2013).

Tingkatan episode depresif berat tanpa gejala psikotik memiliki kriteria

diagnostik, meliputi (1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada, (2) Ditambah

sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus

berintensitas berat, (3) Bila ada gejala penting (agitasi atau retardasi psikomotor)

yang mencolok, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat

masih dapat dibenarkan, (4) Episode depresif biasanya harus berlangsung

sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset

sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun

waktu kurang dari 2 minggu, (5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu
24

meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga, kecuali pada

taraf yang sangat terbatas (Maslim, 2013).

2.3.5 Diagnosis Depresi pada Lansia

Anamnesis merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis depresi

dan harus diarahkan pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi

terdahulu, serta gejala-gejala depresi seperti yang disebutkan di atas. Gejala

depresi pada lansia dapat sering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari

aktivitas sosial, gangguan memori, perhatian serta memburuknya kognitif secara

nyata. Tanda disfori atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat. Seringkali

sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya

disukai, penurunan nafsu makan, aktivitas atau sukar tidur (Darmojo dan

Martono, 2004).

Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena (1) penyakit fisik

yang diderita sering mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan

penurunan berat badan; (2) Usia lanjut sering menutupi rasa sedihnya dengan

justru menunjukkan dia lebih aktif; (3) Kecemasan, histeria, dan hipokondria yang

sering merupakan gejala depresi justru sering menutupi depresinya; dan (4)

Masalah sosial sering membuat depresi menjadi lebih rumit (Prabususeno dkk.,

2009).

Diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien geriatri

dapat menaikkan kualitas hidup, status fungsional, dan mencegah kematian dini.

Ada beberapa cara penegakan diagnosis depresi, menurut DSM-IV atau menurut

ICD-10. Menurut DSM-IV kriteria depresi berat mencakup 5 atau lebih gejala

berikut, dan telah berlangsung 2 minggu atau lebih, yakni:


25

(1) Perasaan depresi.

(2) Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap hari.

(3) Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna.

(4) Insomnia atau hiperinsomnia, hampir setiap hari.

(5) Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir setiap hari.

(6) Kelelahan (rasa lelah atau hilang energi), hampir setiap hari.

(7) Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir setiap hari.

(8) Sulit berkonsentrasi.

(9) Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri.

Gejala-gejala tersebut di atas harus menimbulkan gangguan klinis yang

bermakna dalam kehidupan individu. Dalam menegakkan diagnosis, gejala

depresif harus ada. Penggunaan DSM IV mungkin tidak spesi fik, dan dianjurkan

dengan Skala depresi khusus lansia (Geriatric Depression Scale) (Prabususeno

dkk., 2009).

2.3.6 Penatalaksaaan Depresi

Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah rekuren dan kronisitas.

Depresi pada lansia dapat lebih efektif diobati dengan kombinasi terapi psikologis

dan farmakologis disertai pendekatan interdisiplin yang menyeluruh. Terapi harus

diberikan dengan memperhatikan secara individual harapan-harapan pasien,

martabat dan kemandirian pasien.

(1) Rawat Inap

Keputusan pertama dan yang paling penting yang harus dibuat seorang

dokter adalah pasien harus dirawat di rumah sakit atau sebaiknya terapi rawat

jalan. Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis,
26

risiko bunuh diri atau membunuh, dan kemampuan pasien yang menurun drastis

untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang

berkembang cepat serta rusaknya sistem dukungan pasien juga merupakan

indikasi rawat inap (Sadock, 2010).

(2) Terapi Psikosial

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek (terapi kognitif, terapi interpersonal,

dan terapi perilaku) telah dipelajari untuk menentukan efektivitasnya dalam terapi

depresi berat. Walaupun efektivitas ketiga terapi ini dalam mengobati gangguan

depresi berat belum diteliti dengan baik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik

telah lama digunakan untuk gangguan depresi dan banyak klinisi menggunakan

teknik ini sebagai metode utama mereka (Sadock, 2010).

(3) Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antidepresi adalah gangguan depresi sedang

sampai berat, episode depresi berulang, dan depresi dengan gambaran melankolia

atau psikotik. Pemilihan jenis obat antidepresi bagi pasien lansia lebih merujuk

pada profil efek samping obat. Antidepresi generasi lama, seperti golongan

trisiklik dan golongan penghambat enzim penghambat monoamine oksidase,

meskipun cukup efektif meredakan gejala-gejala depresi namun mempunyai profil

efek samping yang kurang menguntungkan untuk digunakan pasien lansia. Saat

ini golongan SSRI merupakan obat antidepresi yang dianjurkan sebagai lini

pertama pengobatan depresi pada lansia. Dari golongan SSRI, sitalopram, dan

sertralin dianggap paling aman karena kedua obat ini sangat sedikit dimetabolisme

oleh isoenzim sitokrom P450, sehingga mengurangi resiko interaksi obat yang

merugikan (Prabususeno dkk. 2009).


27

2.4 Hubungan Depresi dengan Kualitas Hidup Lansia

Depresi memiliki dampak negatif yang sangat besar terhadap kualitas

hidup. Sebagai contoh, lansia yang depresi memiliki fungsi sosial yang tidak

memuaskan, tingkat kepuasan hidup yang rendah, serta persepsi yang buruk

mengenai kesehatan fisik dan mental. Banyak gejala depresi (ansietas, kelelahan,

gangguan tidur, serta kehilangan minat) memberikan dampak buruk terhadap

kesejahteraan dan kualitas hidup. Selain itu, perasaan tidak berharga, yang

merupakan gejala umum depresi pada lansia, memiliki efek negatif yang

signifikan pada kualitas hidup, karena depresi mengakibatkan lansia melihat

struktur dan tujuan hidupnya dengan negatif (Miller, 2009).

Menurut Rosse dkk. (2009), gangguan depresi selama waktu kehidupan,

dihubungkan dengan kemampuan adaptasi sosial yang rendah, serta fungsi umum

(general functioning) yang buruk. Selain itu, lansia menunjukkan disabilitas yang

signifikan akibat depresi. Penanganan langsung terhadap gejala depresi

seharusnya juga bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kualitas hidup lansia.

Dapat disimpulkan bahwa apabila kondisi depresi pada lansia dapat diatasi dengan

baik maka kualitas hidupnya akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai