Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ...........................................................................................3
B. TANDA DAN GEJALA ..............................................................................4
C. PATOFISIOLOGI ........................................................................................5
D. ETIOLOGI ..................................................................................................6
E. FAKTOR RISIKO .......................................................................................6
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ..................................................................7
G. PATWAYS ..................................................................................................8
H. PENATALAKSANAAN MEDIS ....................................................................9
I. ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................9

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN .................................................................................................14
B. SARAN .......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionisis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga
dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal
tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus
secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses scara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi
usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi
usus proksimal.
Penyakit hiachprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megacolon (aganglionosis mega colon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam colon
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari hirschprung?
2. Apa tanda dan gejala dari hirschprung?
3. Bagaimana patofisiologi dari hirschprung?
4. Bagaimana etiologi dari hirschprung?
5. Bagaimana faktor risiko dari hirschprung?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari hirschprung?
7. Bagaimana pathway dari hirschprung?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari hirschprung?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari hirschprung?
C. Tujuan penulisan
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari hirschprung.
2. Mahasiswa mengetahui tanda gejala dari hirschprung.
3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari hirschprung.
4. Mahasiswa mengetahui etiologi dari hirschprung.
5. Mahasiswa mengetahui faktor risiko dari hirschprung.

1
6. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari hirschprung.
7. Mahasiswa mengetahui pathwai dari hirschprung.
8. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan medis dari hirschprung.
9. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan dari hirschprung.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionisis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga
dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal
tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus
secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses scara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi
usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi
usus proksimal.
Penyakit hiachprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megacolon (aganglionosis mega colon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam colon, apabila segmen aganglionik mulai
dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen pendek dan
apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon maka
termasuk tipe hisprung segmen panjang.

3
B. Tanda dan gejala
1. Tanda gejala umum
Adanya edema, bercak – bercak kemerahan khususnya di sekitar
umbilicus, punggung dan disekitar genetalia ditemukan bila telah terdapat
komplikasi peritonitis (kessman, 2008; lakhsmi, 2008)
2. Berdasarkan usia penderita gejala penyakit hysprung dapat di bedakan
menjadi 2 yaitu :
a. Periode neonatus

4
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat , muntah bilious ( hijau ) dan dan distensi
abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit hysprung
tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama,
kebanyakan bayi akan mengeuarkan mekonium setelah 24 jam
pertama (24-48 jam ). Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen
bbiasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan
segera. Bayi yang mengkonsumsi ASI lebih jarang mengalami
konstipasi . Atau masih dalam derajat yang ringan, karena tingginya
kadar laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi
berair dan dapat dikeluarkan dengan mudah(kessman, 2008)
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun
ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul
hingga usia anak-anak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul
pada anak anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi.
Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen
disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan .
Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal
impaction atau entercolitis akut yang dapat mengancam jiwa dan
sepsis juga dapat terjadi (kessman, 2008) akan langsung menyemprot
keluar dengan bau fesses dan gas yang busuk .

C. Patofisiologi
1. Persarafan parasimpatik colon di dukung oleh ganglion. Persarafan
parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal, sehingga terjadi konstipasi dan
obstruksi .
2. Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan dalam migrasi sel ganglion
selama perkembangan embriologi. Karena sel ganglion tersebut
bermigrasi pada bagian kaudal saluran gastrointestinal (rectum), kondisi ini
akan memperluas hingga proksimal dari anus
3. Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.

5
4. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul di bagian
proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan di bagian colon tersebut
melebar (megacolon).

D. Etiologi
1. Sering terjadi pada anak dengan Down syndrome.
2. Kegagalan sel neutral pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi kraniokaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus .

E. Faktor risiko
1. Faktor bayi
a. Umur bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang
paling rentan terkena penyakit hirschprung, karena penyakit
hirschprung merupakan salah satu penyebab paling umum obstruksi
usus neonatal (bayi berusia 0-28 hari)
b. Riwayat sindrom down
Sekitar 12% dari penyakit hirschprung terjadi sebagai bagian dari
sindrom yang disebabkan oleh kromosom . Kelainan kromosom yang
paling umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit hirschprung
adalah sindrom down. 2 - 10 % dari individu dengan penyakit
hirschprung merupakan penderita sindrom down. Sindrom down
merupakan kelainan kromosom dimana ada tambahan salinan
kromosom 21. Hal ini terkait tengan karakteristik fitur wajah, cacat
jantung bawaan dan keterlambatan perkembangan anak.
2. Faktor ibu
a. Umur
Umur ibu yang semakin tua (>35 tahun) dalam waktu hamil dapat
meningkatkan resiko terjadinya kelainan kongenital pada bayi. Bayi
dengan sindrom down lebih sering di temukan pada bayi bayi yang di
lahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopouse.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium

6
a. Kimia darah : pada krbanyakan pasien temuan elektrolit dan panel
renal biasanya dalam batas normal . Anak dengan diare memiliki hasil
yang sesuai dengan dehidrasi . Pemeriksaan ini dapat membantu
mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit
b. Darah rutin : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit
dan platelet prcopcratiof.
c. Profil koagulasi : pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak
ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum
operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi

a. Foto polos abdomen : dapat menunjukan adanya loop usus yang


distensi dengan adanya udara dalam rectum .
b. Barium enema

- Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema


sebelum memasukan kontras enema karena hal ini akan
mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.
- Kateter diletakan di dalam anus, tanpa mengembangkan balon,
untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya
peforasi foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan di ambil
lagi 24 jam kemudian.
- Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal
yang mengalami dilutasi merupakan gambaran klasik penyakit

7
hirsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit
diinterpretasi dan sering kali gagal memperhatikan zona transisi.
- Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit
hirsprung adalah adanya retensi kontras dari 24 jam setelah
barium enema dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi rektumuntuk melihat ganglion pleksus submukosa meinser,
apakah terdapat ganglion atau tidak . Pada penyakit hirschprung ganglion
ini tidak ditemukan.

G. Patways
Tidak adanya sel ganglion

Tidak adanya peristaltik usus secara sepontan

Makanan menumpuk di usus

Colon dilatasi konstipasi

Hisprung Menekan lambung

cemas pembedahan Mual, muntah

colostomi Gangguan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

nyeri

Resiko infeksi
H. Penatalaksanaan
1. Medik

8
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan
sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan
pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur.
a. Bayi dengan obstruksi akut
- Pemeriksaan rectal atau memasukkan pipa rectal sering dapat
memperbaiki keadaan sementara waktu
- Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
2. Bedahan
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi Loop
atau double barrd dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi
dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3 - 4 bulan.
Terdapat 3 prosedur dalam pembedahan diantaranya :
a. Prosedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke arah
bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik,
membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik.
b. Prosedur swenson membuang bagian aganglionik kemudian
menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion
dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan
pada bagian posterior.
c. Prosedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen
rektum tetap utuh kemudian kolon yang ber saraf normal ditarik
sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara colon
normal dan jaringan otot rectosigmoid yang tersisa.

I. Auhan keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan
tanda dan gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24 sampai 28 jam setelah lahir, muntah berwarna
hijau, dan konstipasi.
2. Diagnosa
a. Konstipasi b.d mekanik
b. Cemas b.d perubahan dalam status kesehatan anak

9
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan absorbsi usus
d. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
e. Resiko infeksi b.d prosedur invasif
3. Asuhan keperawatan

No DX NOC NIC
1. Konstipasi b.d Setelah dilakukan 1. Bowel management
mekanik : pemeriksaan 24 jam - Catat BAB terakhir
megakolon di harapkan KH: Monitor tanda
- Feses lunak konstipasi
- Anak tidak kesakitan - Anjurkan keluarga
saat BAB untuk mencatat jumlah,
- Tindakan oprasi frekuensi BAB .
colostomi - Berikan supositoria jika
perlu.
2. Bowel irrigation
- Jelaskan tujuan dari
irigasi rektum
- Check order terapi
- Jelaskan prosedur
pada orangtua pasien
- Berikan posisi yang
sesuai
- Cek suhu cairan sesuai
suhu tubuh
- Berikan jelly sebelum
rektal dimasukan
- Monitor efek dari irigasi
3. Persiapan preoperatif
- Jelaskan persiapan
yang harus dilakukan

10
- Lakukan pemeriksaan
laboratorium : darah
rutin , elektrolit , AGD
- Transfusi darah bila
perlu
2. Cemas b.d Setelah dilakukan 1. Anxiety education
perubahan dalam penanganan selama - Jelaskan semua
status kesehatan 24 jam diharapkan prosedur yang akan
anak KH: dilakukan
- Ibu terlihat lebih - Kaji pemahaman
tenang Ibu dapat orangtua terhadap
bertoleransi dengan kondisi anak , tindakan
keadaan anak yang akan dilakukan
pada anak.
- Anjurkan orangtua
untuk berada didekat
anak
- Bantu pasien
mengungkapkan
ketegangan dan
kecemasan
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Kaji nafsu makan ,
nutrisi kurang dari pemeriksaan 24 jam lakukan pemeriksaan
kebutuhan tubuh di harapkan KH: abdomen , adanya
b.d penurunan - Diet seimbang , distensi , hipoperistaltik
absorbsi usus intake adekuat - Ukur intake dan output ,
- BB normal berikan peroral / cairan
- Nilai lab darah normal intravena sesuai
: Hb , Albumin , GDR program ( hidrasi
adalah masalah yang
paling penting selama
masa anak- anak . )

11
- Sajikan makanan
favorit anak , berikan
sedikit tapi sering
- Atur anak pada posisi
yang nyaman
- Timbang BB setiap hari
pada skala yang sama

4. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan 1. Management nyeri


injuri fisik pemeriksaan 24 jam - Kaji nyeri meliputi
di harapkan KH: karakteristik , lokasi ,
durasi , frekunsi ,
kualitas , dan faktor
presipitasi
- Observasi
ketidaknyamanan non
verbal
- Berikan posisi yang
nyaman
- Anjurkan orang tua
untuk memberikan
pelukan agar anak
merasa nyaman dan
tenang
- Tingkatkan istirahat
2. Tcaching
- Jelaskan pada
orangtua tentang
proses terjadinya nyeri
- Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit

12
- Evaluasi keluhan nyeri
atau ketidaknyamanan
- Perhatikan lokasi nyeri
3. Administrasi analgetik
- Tentukan lokasi ,
karakteristik , kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
- Cek program medis
tentang jenis obat ,
dosis dan frekuensi
pemberian
- Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
- Cek riwayat alergi
- Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian obat
- Dokumentasikan
pemberian obat
5. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan - Monitor tanda tanda
prosedur invasif pemeriksaan 24 jam infeksi lokal maupun
di harapkan KH: sistemik
- Bebas dari tanda – - Monitor hasil lab: wbc,
tanda infeksi granulosit, dan hasil leb
- Tanda vital dalam yang lain
batas normal - Batasi pengunjung
- Hasil lab dbm - Inpeksi kondisi luka
- Bantu dan anjurkan
keluarga pasien untuk
melakukan perawatan
kolostomi

13
- Monitor insisi stoma
- Ganti kantong
kolostomi setiap kotor

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionisis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga
dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal
tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus
secara spontan, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu
mencegah keluarnya feses scara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi
usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses
dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi
usus proksimal.
Penyakit hiachprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megacolon (aganglionosis mega colon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam colon, apabila segmen aganglionik
mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen pendek
dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon
maka termasuk tipe hisprung segmen panjang.
Tanda gejala umum adanya edema, bercak – bercak kemerahan
khususnya di sekitar umbilicus, punggung dan disekitar genetalia ditemukan
bila telah terdapat komplikasi peritonitis.Ber dasarkan usia penderita gejala
penyakit hysprung dapat di bedakan menjadi 2 yaitu periode neonatus dan
periode anak-anak.

B. SARAN

14
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah diberikan
dan dapat menginterpretasikan dalam melakukan tindakan keperawatan
khususnya pada penderita hirschprung.

DAFTAR PUSTAKA
1. A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2.
Jakarta. Salemba Medika.
2. Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.
Jakarta. Cv. Sagung Seto.

15

Anda mungkin juga menyukai