Tata kelola perusahaan yang baik atau bahasa inggrisnya Good Corporate Governance
atau disingkat GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme
pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha.
Penerapan prinsip GCG / tata kelola perusahaan yang baik dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dan nilai ekonomi jangka panjang bagi para investor dan pemangku kepentingan
stakeholder.
Contoh dari penerapan GCG adalah sistem pengendalian dan pengawasan intern, mekanisme
pelaporan atas dugaan penyimpangan, tata kelola teknologi informasi, pedoman perilaku etika,
dsb.
1. Transparency / Transparansi, adalah keterbukaan informasi yang cukup, akurat, dan tepat
waktu kepada para pemangku kepentingan stakeholder.
2. Accountability / Akuntabilitas, adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggung
jawaban perusahaan sehingga pengelolaan terlaksana dengan efektif. Prinsip akuntabilitas
memberi kejelasan hak dan kewajiban antara pemegang saham, dewan direksi, dan
dewan komisaris.
3. Responsibility / Pertanggungjawaban, adalah kesesuaian pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan dan prinsip korporasi yang sehat.
4. Independency / Kemandirian, adalah pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
undang-undang serta prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness / Kewajaran, adalah keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak pemangku
kepentingan stakeholder yang timbul berdasar perjanjian dan peraturan undang - undang.
Strategi Internasional
Strategi Internasional adalah penjualan produk di pasar-pasar yang berada diluar pasar
domestik perusahaan. Salah satu alasan diterapkannya strategi internasional adalah bahwa pasar
internasional menghasilkan peluang baru yang potensial. Di sebagian industri, teknologi
merupakan penggerak globalisasi karena skala ekonomi yang diperlukan untuk mengurangi
biaya sampai tingkat yang terendah seringkali memerlukan investasi yang lebih besar daripada
yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Pasar skala besar yang baru
seperti China dan India juga memberikan insentif yang besar karena potensi permintaan yang
dimiliki oleh kedua Negara tersebut. Alasan lain, yaitu karena fluktuasi mata uang, perusahaan
mungkin ingin memiliki jaringan operasi di lintas negara untuk mengurangi devaluasi di suatu
negara.
Peluang-peluang untuk meningkatkan daya saing strategis perusahaan ini dipelajari dan
dibandingkan dengan biaya-biaya yang terjadi untuk mencapainya dan tantangan manajerial
yang menyertai keputusan diversifikasi internasional.
Kepemimpinan Strategis Dan Pengendalian Strategi
A. Kepemimpinan strategis
Kepemimpinan strategis adalah suatu proses memberikan arah dan inspirasi yang diperlukan
untuk membuat dan melaksanakan visi organisasi, misi, dan strategi untuk mencapai tujuan
organisasi. Kepemimpinan strategis harus melibatkan manajer di bagian atas, tengah, dan
tingkat yang lebih rendah dari organisasi.
Pemimpin harus memiliki kredibilitas dan reputasi yang hebat, agar ia mampu memberikan
inspirasi dan motivasi kepada setiap orang
Pemimpin harus bisa membangkitkan semangat dan gairah perubahan dari setiap orang di
dalam organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lebih cepat, serta berjuang keras dan
bekerja keras untuk mendapatkan hasil perubahan yang lebih baik dari rencana yang ada.
Pemimpin harus cerdas menggunakan tema perubahan dalam organisasinya, sebagai sarana
untuk meningkatkan keuntungan kompetitif organisasinya. Pemimpin harus bisa
menggambarkan perubahan itu secara nyata di pikiran setiap orang, dan memberikan cermin
perubahan untuk dapat dilihat setiap orang tentang wujud asli dari perubahan tersebut.
Pemimpin harus mengajak dan menggandeng setiap hati dan setiap pikiran, untuk berpikir dan
bertindak dalam semangat meningkatkan semua potensi organisasi, agar mampu menangani
semua potensi hebat secara lebih baik, dengan cara mengubah hal-hal yang berpotensi
menghambat gerak sukses organisasi
Pemimpin harus cerdas membimbing setiap orang untuk berhenti berwacana secara
berkepanjangan, dan mengajak setiap orang untuk melakukan tindakan-tindakan yang
membantu organisasi.
Pemimpin harus selalu menggunakan pola atau model berpikir yang sederhana dan jelas, agar
setiap orang di dalam organisasi tidak terjebak dalam cara berpikir yang merumitkan. Oleh
karena itu, berpikir sederhana akan menuntun pemimpin dan pengikutnya dalam jalur yang
tidak rumit untuk menemukan segala macam solusi terbaik, dimana semua solusi itu masih
bisa diukur kebenarannya dengan pikiran jernih yang berlogika cerdas
Pemimpin yang solid dan kuat pasti mampu menjadi bintang yang hebat, dalam setiap gerak
dan langkah ke perubahan yang lebih baik.
B. Pengendalian Strategi
Pengendalian strategi menurut Schendel and Hofer berfokus pada dua pertanyaan (1)
apakah strategi yang diimplementasikan sebagai yang direncanakan dan (2) apakah hasil yang
dibuat oleh strategi merupakan yang diharapkan. Definisi ini merujuk pada kajian tradisional
dan langkah umpan balik yang merupakan langkah akhir dari proses manajemen strategis.
Model normatif dari proses manajemen strategis yang menggambarkan langkah-langkah
utama tersebut mencakup perumusan strategi, implentasi strategi dan evaluasi (pengendalian)
strategi.
Ukuran yang besar pada organisasi ada kaitannya dengan hubungan ekonomis. Pertumbuhan
yang makin besar sangat diinginkan karena dengan makin meningkatnya besaran organisasi
maka berdampak pada skala ekonomi (economic of scale). Makin besar organisasi seringkali
lebih efisien dalam operasional organisasi tersebut.
Pengendalian strategi berpijak terutama pada proses pengendalian tradisional yang melibatkan
kajian dan umpan balik kinerja untuk menentukan rencana, strategi dan sasaran yang telah
dicapai dengan menghasilkan informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah atau
mengambil tindakan korektif.
Evaluasi Strategi Dan Kinerja
B. Analisis Profitabilitas
Rasio yang biasa digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja profitabilitas
adalah ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Assets). Dalam pembahasan mengenai
analisis profitabilitas ini sekaligus akan dilakukan dengan cara menghitung komponen-
komponen rasio yang membentuk perhitungan ROE.
Net Income
ROE =
Total Equity
ROE menunjukan kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia
untuk mendapatkan net income, Semakin tinggi return adalah semakin baik karena berarti
dividen yang dibagikan atau ditanamkan kembali sebagai retained earning juga akan semakin
besar.
Net Income
ROA =
Total Assets
Untuk mendapatkan ROE juga dapat dilakukan dengan menghubungjan ROA dengan Equity
Multiplier (EM) dengan rumus sebagai berikut:
ROE = ROA X EM
EM perusahaan membandingkan aset dengan modal sehingga merupakan ukuran financial
leverage sekaligus menggambarkan ukuran laba dan risiko.
𝑁𝐼 𝑇𝑅 𝐸𝑋𝑃 𝑇𝑎𝑥𝑒𝑠
𝑅𝑂𝐴 ( ) = − −
𝑇𝐴 𝑇𝐴 𝑇𝐴 𝑇𝐴
Dari sisi ROA terbagi dalam Assets Utilization (AU), Expense Ratio (ER), dan Tax
Ratio (TAX).
ROA = AU – ER – TAX
Dimana,
Semakin besar AU dan semakin kecil ER dan TAX, maka semakin tinggi ROA.
Mengingat bahwa ROA terdiri dari komponen Income dan Expense, maka untuk lebih
jelasnya akan diuraikan mengenai masing-masing komponen tersebut.
Penjumlahan dari ketiga rasio ini akan menghasilkan Expense Ratio (ER). Semakin
kecil rasio ini menunjukkan perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Interest expense dan noninterest expense masing masng perusahaan menunjukkan
jumlah yang berbeda-beda tergantung dari pengaruh tingkat suku bunga, pengaruh
komposisi, dan pengaruh volume.
Total Revenue (TR), atau total operating income dapat dipisahkan menjadi tiga
komponen:
𝑁𝐼 𝑇𝑅 𝐸𝑋𝑃 𝑇𝑎𝑥𝑒𝑠
𝑅𝑂𝐴 ( ) = − −
𝑇𝐴 𝑇𝐴 𝑇𝐴 𝑇𝐴
Dalam melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan Bank, Bank sentral biasanya
menggunakan kriteria CAMELS, yaitu Capital Adequancy, Assets quality, Manajemen
Quality, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk. Kriteria terakhir dipergunakan di
Amerika sejak 1997. Berbagai lembaga dan analisis telah menerapkan metode CAMEL
dengan definisi yang berbeda. Ternyata masing-masing lembaga dan analisis tersebut
menerapkan kriteria dan indikator yang berbeda meskipun sama-sama menggunakan metode
CAMEL.
Di Indonesia, CAMEL diperkenalkan sejak 1991. CAMEL pada dasarnya merupakan metode
kesehatan bank yang meliputi 5 kriteria:
- Capital Adequacy adalah kecukupan modal dan menunjukkan kemampuan bank dalam
mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang
dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.
- Assets quality (kualitas aktiva produktif) menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan
risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada
portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai
kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah Lancar, Kurang
Lancar, Diragukan atau Macet. Pembedaan tingkat kolektibilitas tersebut diperlukan
untuk mengetahui besarnya cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus
disediakan oleh bank untuk menutup risiko kemungkinan kerugian yang terjadi.
Berdasarkan Pakfeb 1991, bank wajib membentuk cadangan tersebut sekurang-
kurangnya sebesar 1% dari seluruh aktiva produktif ditambah: (1) 3% dari aktiva
produktif yang digolongkan kurang lancar; (2) 50% dari aktiva produktif yang
digolongkan diragukan, dan (3) 100% dari aktiva produktif digolongkan macet. Penilaian
tingkat kesehatan aktiva produktif yang dikuantifikasikan dan didasarkan pada dua rasio,
yaitu: (1) perbandingan aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap jumlah seluruh
aktiva produktif, dan (2) perbandingan cadangan penghapusan aktiva yang
diklasifikasikan.
- Management quality (kualitas manajemen) menunjukan kemampuan manajemen bank
untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul
melalui kebijakan-kebijkan danstrategi bisnisnya untuk mencapai target.
- Earning (rentabilitas) menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan trend earning tetapi
juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Keberhasilan
bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank yang diukur dengan
dua rasio yang berbobot sama.
- Liquidity (likuiditas) menunjukkan ketersediaan dana dan sumberdana bank pada saat ini
dan masa yang akan datang. Pengaturan likuiditas bank terutama dimaksudkan agar bank
setiap saat dapat memenuhi keajiban-kewajiban yang harus segera dibayar. Berdasarkan
Pakfeb 1991, bank wajib memelihara likuiditasnya yang didasarkan pada dua rasio
dengan bobot yang sama. Rasio tersebut adalah: (1) perbandingan jumlah kewajiban
bersih call money terhadap aktiva lancar yaitu kas, giro pada Bank Indonesia, Sertifikat
Bank Indonesia, dan Surat Berharga Pasar Uang dalam Rupiah yang di endorse oleh bank
lain, dan (2) perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga,
termasuk pinjaman yang diterima dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan. Likuiditas
bank dapat diklasifikasikan sehat apabila: (1) rasio net call money terhadap aktiva lancar
kurang dari 19%, dan (2) rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga kurang dari 89.9%.
Metodologi yang digunakan berupa matriks arah strategik atau dalam target angka
kuantitatif, yang disebut Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). DMAIC
meliputi tahapan, sebagai berikut (Pearce & Robinson, 2003).
Define
- Definisi Proyek
- Project Charter
- Mengumpulkan suara konsumen
- Mengubah keinginan konsumen menjadi keperluan yang spesifik
Measure
- Membuat peta proses
- Perlengkapan data
- Analisis sistem ukuran
- Menaksir kemampuan pengulangan kembali dan kemampuan reproduksi
- Mengukur kemampuan proses
- Menghitung proses level
- Memperlihatkan pelaksanaan garis dasar sigma secara visual
Analyse
- Memunculkan data visual (histogram, run chart, scatter diagram, pareto chart)
- Analisis value added
- Analisis sebab dan akibat (Fishbone,Isikawa)
- Verifikasi root cause
- Menentukan kesempatan (kerusakan dan keuangan) untuk perbaikan
- Meninjau dan merevisi project charter
Improve
- Brainstorming
- Penyebaran fungsi kualitas (Home of Quality)
- Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
- Piloting your solution
- Rencana implementasi
- Rencana modifikasi budaya untuk organisasi anda
Control
- Peninjauan Statistical Process Control (SPC)
- Mengembangkan rencana proses pengawasan
- Mendokumentasikan proses tersebut
E. Perbaikan Terus Menerus dengan Kualitas
Total Quality Management (TQM) adalah sebuah program peningkatan kualitas yang
telah diimplementasikan dalam dunia bisnis secara global selama kurang lebih dua belas
dekade. TQM pertama kali diimplementasikan pada beberapa perusahaan besar Amerika
untuk bias menanggulangi kesuksesan pesaing mereka dari Jepang dan Jerman. Perusahaan
Jepang menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Edward Deming dan J. M Juran pada
perang dunia kedua. Pada pertengahan tahun 70, produk perusahaan Jepang mampu
memberikan reputasi baik dalam kualitas.
TQM sebenarnya merupakan budaya organisasional dan cara berpikir. TQM dibangun dengan
berfokus pada kepuasan pelanggan, pada pengukuran yang akurat terhadap variable kritis
dalam operasi bisnis, dalam kemajuan yang terus menerus suatu produk, jasa dan proses, dan
dalam hubungan kerja yang didasarkan kepercayaan dan kerja tim. Suatu penjelasan
mengenai kualitas menyajikan 10 elemen penting untuk mengimplementasikan TQM.
Biasanya disebut juga sebagai “TQM baru”, six-sigma merupakan pendekatan yang
sangat teliti dan analitis dalam kualitas dan perbaikan terus-menerus dengan tujuan untuk
meningkatkan keuntungan lewat pengurangan kerusakan, peningkatkan pendapatan,
meningktakan kepuasan pelanggan dan memiliki kinerja paling baik di kelasnya.
- Mengenal konsumen dan produk atau jasa yang ditawarkan dengan sangat baik
- Menekankan pada ilmu statistik dan pengukuran
- Mengembangkan pelatihan yang terstruktur dan sangat teliti
- Metodologi yang ketat dan berfokus pada proyek
- Menekankan pada Juran’s doctrines seperti dukungan manajemen puncak dan pendidikan
yang berkelanjutan
Metodologi six-sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa faktor
vital, faktor-faktor yang paling menentukan untuk memperbaiki proses kualitas dan
menghasilkan laba yang terdiri dari empat atau lima tahap (Brue, 2002):
- Mendefinisikan proyek, tujuan dan dapat diserahkan kepada pelanggan (internal dan
ekternal)
- Mengukur kinerja sekarang dari proses-proses itu
- Menganalisis dan menetapkan akar penyebab cacat itu
- Memperbaiki proses untuk menghilangkan cacat
- Mengendalikan kinerja proses-proses itu
Six-sigma didasarkan pada beberapa konsep kunci, yaitu (1) cacat (defect); (2) variasi
(variation); (3) kritis terhadap kualitas (critical to quality); (4) kemampuan proses ( process
capability); (5) desain untuk sig-sigma (design for six-sigma). Manajemen sig-sigma
mengaitkan perbaikan kualitas secara langsung dengan hasil-hasil finansial. Tujuan six-sigma
adalah menghubungkan proses-proses internal dan manajemen system dengan tuntutan
konsumen. Six-sigma merupakan pendekatan ilmiah pada manajemen, yang didasarkan pada
data.
Program six-sigma mempromosikan suatu orientasi yang tidak kenal kompromi dalam seluruh
kegiatan bisnis yang berfokus pada pelanggan. Langkah pertama adalah selalu dengan
mendapatkan pemahaman ekpektasi pelanggan sehingga alat tepat bisa digunakan untuk
meningkatkan proses intenal maupun ekternal. Program ini tidak dapat berjalan murah dan
cepat, tetapi dibutuhkan sebuah komitmen dari manajemen danpelatihan bagi karyawan
perusahaan mengenai metodologi six-sigma ini.
Perusahaan seperti General Elektrik (GE, 1995), Motorola (1987), Polaroid (1998) dan Texas
Instrument (1988) telah mengadopsi six sigma sebagai inisiatif bisnis yang utama.
Kebanyakan dari perusahaan ini melakukan investasi pada model ini untuk bias menciptakan
produk dan jasa yang memiliki kualitas lebih tinggi dari para pesaingnya dan untuk
meningkatkan hubungan dengan pelanggannya.
Six-sigma bukan program latihan. Six-sigma adalah stategis bisnis yang membantu
perkembangan kultur pada semua level. Dengan menembus dan meresap ke setiap
departemen, grup fungsional, dan semua level manajemen, six sigma mengubah pandangan
dan kebiasaan setiap orang dalam organisasi
.
G. Metodologi BSC
Metologi Balance Scorecard (BSC) mengadaptasi ide TQM mengenai kualitas yang
didefiniskan oleh pelanggan, perbaikan terus-menerus, empowerment karyawan, dan
pengukuran yang didasarkan pada manajemen/ umpan balik dalam metodologi perluasan yang
termasuk di dalamnya data keuangan transisional dan hasil. BSC menggabungkan umpan
balik output proses bisnis internal seperti TQM tetapi juga umpan balik hasil dari strategi
bisnis. Hal ini menciptakanumpan balik dalam BSC. Untuk melakukaannya, BSC
menghubungkan dua area yang berfokus pada eksekusi strategi – operasi kualitas dan hasil
keuangan – yang terpisan tetapi sebenarnya berhubungan erat dengan strategi yang ingin
diterapkan perusahaan.