Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan
suatu kegiatan usaha bisnis. Kebutuhan akan manajemen yang baik dan
tepat sangat diperlukan, karena apabila manajemen suatu perusahaan
dilakukan secara baik dan tepat maka tujuan dari perusahaan tersebut akan
tercapai. Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan. Perencanaan
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena akan
berdampak langsung terhadap kelancaran dan keberhasilan suatu perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Manajemen yang baik harus mampu melihat
peluang dan hal-hal yang mungkin terjadi di masa yang akan datang,
kemudian merencanakan strategi yang harus dilakukan untuk menghadapi
hal tersebut. Dengan adanya perencanaan yang baik dan benar maka akan
memudahkan fungsi manajemen itu sendiri, karena melalui fungsi
perencanaan, manajemen akan menguraikan langkah-langkah yang perlu
diambil dalam rangka mengarahkan perusahan ke arah tujuan yang telah
ditetapkan. Perencanaan itu sendiri dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan, sehingga dengan
perencanaan yang baik maka akan memungkinkan manajemen untuk
berkerja lebih efektif dan efisien.
Suatu perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan untuk
memperoleh laba optimal sesuai dengan kemampuan perusahaan, oleh
karena itu untuk mencapai laba optimal tersebut perlu disusun perencanaan
laba. Tingkat laba yang dicapai akan menjadi tolak ukur kesuksesan
manajemen dalam mengelola perusahaannya. Karena itu manajemen harus
mampu merencanakan strategi apa yang diperlukan untuk mencapai laba
yang besar agar dapat dikatakan sebagai manajemen yang sukses.
Perencanaan perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain dengan program budget. Sebagian besar dari program budget berisi
taksiran pengahasilan yang diperoleh dan biaya-biaya yang akan terjadi

1
untuk mendapatkan penghasilan tersebut dan akhirnya menunjukkan laba
yang akan dapat dicapai.
Manajemen dapat melakukan langkah-langkah untuk mencapai laba
yang diinginkan sebagai berikut:
1. Menekan biaya produksi ataupun biaya operasi serendah mungkin
2. Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki.
3. Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin.

Ketiga langkah tersebut tidak dapat dilakukan secara terpisah karena


ketiga faktor memiliki hubungan yang erat dan saling berkaitan, yaitu biaya
akan menentukan harga jual, harga jual akan mempengaruhi volume
penjualan, volume penjualan akan mempengaruhi volume produksi dan
volume produksi ini akan langsung mempengaruhi biaya.

Faktor-faktor tersebut sangat penting jika manajemen ingin mencapai


laba yang telah ditentukan. Tapi sebelum mencapai laba tersebut, besarnya
penjualan harus mencapai titik impas atau balik modal agar usaha tetap
berjalan dan berlangsung.

Adapun teknik-teknik perencanaan untuk mengetahui titik impas


dengan menggunakan analisa Break Even Point yang diartikan suatu
keadaan perusahaan di mana jumlah total penghasilan besarnya sama
dengan jumlah total biaya, atau suatu keadaan perusahaan di mana rugi-
labanya sebesar nol, perusahaan tidak memperoleh laba tetapi juga tidak
menderita rugi, (penghasilan = total biaya). Analisa ini juga mampu
memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan untuk mengetahui
hubungan antara volume produksi dan jumlah biaya serta pendapatan yang
akan diterima serta memberi petunjuk bagaimana merencanakan laba
perusahaan.

Perusahaan yang bergerak di bidang produksi terkhususnya produksi


makanan, membutuhkan cukup modal untuk membeli dan mengelola bahan-
bahan dasar menjadi sebuah produk yang memiliki nilai ekonomi, dan
tentunya menarik peminat.

2
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Batu Kapala Se’i dan Dendeng
Ikan Tuna, adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi ikan mentah
menjadi olahan makanan berupa Se’i dan dendeng. perusahaan ini
menggunakan ikan sebagai bahan dasar dalam usahanya dikarenakan
potensi akan hasil laut yang melimpah di daerah tempat usaha tersebut. Ikan
yang menjadi bahan dasarnya adalah jenis ikan tuna, seperti yang diketahui
ikan tuna termasuk dalam katergori ikan kaya akan kandungan gizi sehingga
ikan ini memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi ikan tuna hanyalah menjadi
bahan dasarnya saja, yang menjadi daya tarik dan daya dongkrak nilai jual
adalah cara pengolahannya.

Perusahaan mengelola ikan tersebut menjadi jenis makanan lain


seperti se’i dan dendeng, dengan cara tersebut perusahan memperoleh
keuntungan lebih, dibandingkan dengan menjual ikan mentah. Perusahaan
membeli bahan dasarnya ikan tuna dari nelayan yang tinggal disekitar
wilayah tempat produksi, dan dari hasil kerja sama dengan pihak perikanan
kota kupang. Ini menjadi terobosan baru yang dilakukan oleh perusahaan
terjadi hubungan saling menguntungkan di mana perusahaan mendapatkan
keuntungan dari hasil penjualan dan masyarakat pun mampu menikmati
olahan khas daerah ini.

Untuk itu, data berikut dapat menunjukan bagaimana aktifitas


perusahaan Batu Kapala Se’i dan Dendeng Ikan Tuna empat bulan terakhir.

Tabel 1.1
Perhitungan Laba Selama Bulan Maret - Juni 2016

Penjualan Penjualan Total biaya Laba


Bulan (unit) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
Se’i Dendeng Se’i Dendeng Se’i Dendeng Se’i Dendeng
Maret 42 72 2.100 2.880 1.519 1.677 581 1.203
April 56 96 2.800 3.840 1.997 2.152 803 1.688
Mei 70 120 3.500 4.800 2.475 2.627 1.025 2.173
Juni 77 132 3.850 5.280 2.714 2.864 1.136 2.416

Sumber : Perusahaan Batu Kapala Se’i dan Dendeng Ikan Tuna 2016.

3
Data ini menunjukan penjualan, total biaya, dan laba yang diperoleh
perusahaan dalam empat bulan terakhir sangatlah penting dalam menyusun
strategi untuk tetap mempertahankan laba yang telah diperoleh, namun
selama ini perusahaan hanya memperkirakan laba penjualannya tanpa
menggunakan analisis Break Even Point, perusahaan hanya melihat
semakin tinggi penjualan maka semakin besar laba, dengan kata lain hanya
membandingkan jumlah yang dikeluarkan dan jumlah yang diterima tanpa
ada suatu perhitungan menyeluruh tentang sumua biaya, padahal apa bila
ingin memcapai laba maksimal maka semua elemen biaya besar maupun
kecil harus dihitung dengan benar. Perusahaan tentunya menginginkan laba
yang maksimal, tentunya dengan strategi mengenai biaya dan harga yang
tepat sehingga laba yang ditargetkan dapat tercapai. Dengan adanya analisa
Break Even Point, mempermudah manajemen Menentukan atau
merencanakan laba di masa yang akan datang agar perusahaan tetap
berkelanjutan sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
mengangkat masalah Analisa Break Even Point untuk Merencanakan Laba
pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Batu Kapala “Se’i dan Dendeng
Ikan Tuna”

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana Perusahaan
merencanakan laba berdasarkan analisa Break Even Point?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan
a. Untuk menganalisa kinerja perusahaan dalam mencapai titik impas
atau balik modal sesuai dengan analisa Break Even Point.
b. Untuk mengetahui perencanaan laba usaha berdasarkan analisa
Break Even Point pada perusahaan.

4
2. Manfaat
a. Bagi perusahaan
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi
perusahaan dalam merencanakan laba sesuai dengan harapan
manajemen perusahaan.
b. Bagi penulis
Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan sebagai bahan
perbandingan sejauh mana pemahaman akan teori yang telah
didapatkan selama
dibangku perkuliahan dengan apa yang dikerjakan
perusahaan.
c. Bagi Almamater
Manfaat penelitian ini bagi almamater yaitu dapat
memberikan tambahan pengetahuan dan sebagai bahan referensi
bagi peneliti selanjutnya maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan atas masalah yang sama

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Biaya
Menurut Mulyadi (2015:8-9) mendefinisikan biaya dalam arti
sempit dan luas. Dalam arti sempit biaya adalah pengorbanan sumber
ekonomi untuk memperoleh aktiva, sedangkan dalam arti luas adalah
pengorbanan sumber ekonomi yang di ukur dalam satuan uang yang telah
terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Bustami dkk (2009:7) biaya atau cost adalah
pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah
terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.
Biaya ini belum habis masa pakainya dan digolongkan sebagai aktiva yang
dimasukkan dalam neraca.
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa
pada hakekatnya biaya merupakan suatu pengorbanan ekonomi dalam
bentuk satuan uang yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh
sesuatu dengan tujuan tertentu yang bermanfaat bagi perusahaan dan
berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan.
Untuk mencapai laba yang ditargetkan, perusahaan dituntut harus
mampu menperhitungkan setiap biaya untuk memperdagangkan produk-
produk dalam perusahaan tersebut. Hal ini berakibat positif karena jika
semua biaya dapat dihitung, dapat memudahkan untuk menentukan harga
pokok penjualan serta laba yang ditargetkan. Namun sebelum mencapai
laba, perusahaan harus tahu sejauh mana ia harus melakukan aktivitasnya
agar sampai ke Break Even Point atau balik modal.

Penggolongan Biaya
Penggolongan biaya adalah proses pengelompokan secara sistematis
atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu
yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih penting.
Mulyadi (2015:13) menggolongkan biaya dalam 5 macam yaitu :

6
1. Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaran, dalam cara
penggolongan biaya ini nama obyek pengeluaran merupakan dasar
penggolongan biaya. Contoh nama obyek pengeluaran bahan bakar,
maka semua yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya
bahan bakar.
2. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam perusahaan. Dalam
perusahaan manufaktur ada 3 fungsi pokok antara lain :
a. Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk
dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
b. Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang digunakan
untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk.
c. Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya yang
digunakan untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan
pemasaran produk.
3. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang
dibiayai. Biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya langsung dan
biaya tidak langsung.
a. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dimana penyebab
satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya
produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung.
b. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Misalnya biaya
overhead pabrik.
4. Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubungannya dengan
perubahan volume kegiatan yang terdiri dari :
a. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
b. Biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

7
c. Biaya semi tetap adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume
kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan
pada volume produksi tertentu.
d. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam
kisaran volume kegiatan tertentu
5. Penggolongan biaya atas dasar waktu dan manfaatnya, dibagi menjadi:
a. Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat
lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi
adalah satu tahun kalender).
b. Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai
manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran
tersebut.

Hubungan Antara Biaya dan Break Even Point

Break Even Point sangat sensitif terhadap perubahan biaya. Biaya


disini adalah biaya tetap dan biaya variabel. Hubungan antara biaya tetap
dengan tingkat Break Even Point adalah, jika biaya tetap meningkat, maka
tingkat Break Even Point akan meningkat pula, demikian halnya bila biaya
tetap diturunkan, maka tingkat Break Even Point juga akan bergerak turun
(Syamsuddin, 2004:95). Hal yang sama berlaku untuk biaya variabel.
Apabila biaya variabel meningkat, akan meninggikan tingkat Break Even
Point, sedangkan penurunan biaya variabel akan mempunyai pengaruh
sebaliknya (Syamsuddin, 2004:97). Dengan kata lain, dapat disimpulkan
bahwa apabila total biaya (biaya tetap + biaya variabel) mengalami
peningkatan, maka tingkat Break Even Point juga akan mengalami
peningkatan, begitu pula sebaliknya.
Analisa Break Even Point dapat dipakai untuk menentukan banyaknya
unit yang mesti diproduksi atau rupiah penjualan yang harus dicapai
perusahaan supaya mencapai laba sasarannya. Melihat hubungan antara
biaya, volume penjualan dan laba, manajemen dapat menentukan volume
penjualan yang seseuai dengan laba yang dikehendaki. Jadi dengan

8
menggunakan analisa Break Even Point dapat membantu manajemen dalam
hal perencanaan laba.

B. Laba
Pengertian laba menurut Soemarso (2004:227) laba adalah merupakan
selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau suatu kelebihan pendapatan
yang diterima oleh perusahaan sesudah dikurangi pengorbanan yang
dikeluarkan, yang merupakan kenaikan bersih atas modal yang berasal dari
kegiatan usaha. Sedangkan menurut Harahap (2008:113) laba adalah
kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa laba adalah selisih antara total
penghasilan dan total biaya yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usaha.
Perencanaan Laba
Ukuran yang sering dipakai untuk menilai berhasil atau tidaknya
manajemen suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan. Laba
terutama dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume produk yang dijual,
harga jual produk, dan biaya. Ketiga faktor ini saling berkaitan, oleh karena
itu dalam perencanaan laba jangka pendek, hubungan biaya, volume dan
laba memegang peranan yang sangat penting. Perencanaan laba adalah
rencana kerja yang dapat diperhitungkan dengan cermat dimana implikasi
keuangan dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan rugi-laba, neraca
kas, modal kerja untuk jangka panjang dan jangka pendek menurut
Supriyono (2004:218). Perencanaan laba pada dasarnya merupakan
perencanaan yang harus dilakukan perusahaan untuk mencapai laba dengan
menggunakan analisis biaya-volume-laba atau analisis impas (Break Even
Point Analysis) dan digunakan untuk menghadapi perubahan yang mungkin
terjadi atas harga jual satuan, biaya tetap, biaya variabel atau perubahan
volume penjualan dan komposisi produk yang dijual. Perencanaan yang
baik akan memungkinkan manajemen untuk bekerja lebih efektif dan efisien
menurut Ahmad (2007:54).
1. Hubungan Antara Perencanaan Laba dan Analisa Break Even Point

9
Salah satu fungsi manajemen adalah planning atau perencanaan.
Perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan
menentukan cakupan pencapainya Siswanto (2015:42) kelancaran atau
keberhasilan suatu perusahaan akan sangat bergantung pada kemampuan
manajemen di dalam membuat rencana kegiatan di masa yang akan datang,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Agar dapat membuat
perencanaan yang baik, seorang manajemen harus mampu melihat
kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan datang, dan merencanakan
berbagai cara yang harus ditempuh untuk menghadapi kemungkinan dan
kesempatan di masa yang akan datang tersebut dimulai dari sekarang.
Dengan adanya perencanaan yang baik, maka akan memudahkan
tugas manajemen itu sendiri, karena semua kegiatan perusahaan dapat
diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Selain itu,
perencanaan juga dapat dilakukan sebagai dasar untuk melakukan
pengawasan terhadap kegiatan perusahaan, sehingga dengan perencanaan
yang baik, maka akan memungkinkan manajemen untuk bekerja lebih
efektif dan efisien (Munawir, 2004 : 183).
Tujuan perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh laba.
Besar kecilnya laba yang dapat dicapai akan menjadi ukuran kesuksesan
manajemen dalam mengelola perusahaannya. Oleh karena itu manajemen
harus mampu merencanakan dan sekaligus mencapai laba yang besar, agar
dapat dikatakan sebagai manajemen yang sukses.
Untuk dapat mencapai laba yang besar, manajemen dapat melakukan
berbagai langkah, seperti menekan biaya produksi maupun biaya operasi
serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume
penjualan, menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki, dan meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin.
Langkah-langkah diatas tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain, karena ketiga langkah diatas mempunyai hubungan yang erat dan
saling berkaitan. Biaya akan menentukan harga jual, harga jual akan
mempengaruhi volume penjualan, volume penjualan akan mempengaruhi

10
volume produksi dan volume produksi ini akan langsung mempengaruhi
biaya (Munawir, 2004 : 184).
2. Laporan laba rugi
Menurut Munawir ( 2004:38) laporan laba rugi adalah suatu laporan
yang menunjukan penghasilan-pengahsilan, biaya-biaya yang terjadi serta
laba atau rugi netto sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode
tertentu. Sedangkan menurut Hery (2014:4) merupakan laporan yang
sistematis tentang pendapatan dan beban perusahaan untuk satu periode
waktu tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebagai laporan yang berisi tentang kemampuan
perusahaan memperoleh laba lewat laporan laba rugi, kreditur dapat
mempertimbangkan kelayakan kredit debitur. Penetapan pajak yang
nantinya akan disetorkan ke kas negara, juga diperoleh berdasarkan jumlah
laba bersih yang ditunjukkan lewat laporan rugi laba. Ukuran laba
menggambarkan kinerja manajemen dalam menghasilkan profit untuk
membayar bunga kreditur, deviden investor dan pajak pemerintah.
Informasi laba juga dapat dipakai untuk mengestimasi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba di masa yang akan datang, menafsir
resiko dalam berinvestasi, dan lain-lain.
Dalam menyajikan laporan rugi laba, akan terlihat pengklasifikasian
dalam pengukuran laba sebagai berikut:
a. Laba kotor atas penjualan merupakan selisih dari penjualan bersih dan
harga pokok penjualan. Laba ini dinamakan laba kotor. Atau hasil dari
laba bersih sebelum dikurangi beban operasi lainnya untuk periode
tertentu.
b. Laba bersih operasi perusahaan yaitu laba kotor dikurangi dengan
sejumlah biaya penjualan, biaya administrasi dan umum.
c. Laba bersih sebelum potongan pajak, merupakan pendapatan
perusahaan secara keseluruhan sebelum pajak perseroan, yaitu
perolehan dari laba operasi dikurangi atau ditambah.

11
d. Laba bersih setelah potongan pajak, yaitu laba bersih setelah ditambah
atau dikurangi dengan pendapatan dan biaya non operasi dan
dikurangi pajak perseroan.

C. Penjualan
Menurut Basu Swasta (2005:134) penjualan adalah interaksi antara
individu saling bertemu muka yang ditujukan untuk menciptakan,
memperbaiki, menguasai atau mempertahankan hubungan pertukaran
sehingga menguntungkan bagi pihak lain. Sedangkan menurut Rudianto
(2009:104), penjualan merupakan sebuah aktivitas yang mengakibatkan arus
barang keluar perusahaan sehingga perusahaan memperoleh penerimaan
uang dari pelanggan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penjualan adalah persetujuan kedua belah pihak antara penjual dan pembeli,
dimana penjual menawarkan suatu produk dengan harapan pembeli dapat
menyerahkan sejumlah uang sebagai alat ukur produk tersebut sebesar harga
jual yang telah disepakati.
1. Volume Penjualan
Volume penjualan dapat diartikan sebagai komposisi penjualan yang
merupakan kombinasi relatif berbagai jenis produk, terhadap total
pendapatan penjualan dalam suatu perusahaan. Menurut Kotler (2004:68)
volume penjualan adalah barang yang terjual dalam bentuk uang untuk
jangka waktu tertentu yang didalamnya mempunyai strategi pelayanan yang
baik. Sedangkan definisi volume penjualan menurut Irawan dan Swastha
(2005:136), menyatakan bahwa “volume penjualan adalah penjualan bersih
dari laporan laba rugi perusahaan. Penjualan bersih ini diperoleh perusahaan
melalui hasil penjualan seluruh produk selama jangka waktu tertentu dan
hasil penjualan yang dicapai dari market share yang merupakan pasar
potensial, yang dapat terdiri dari kelompok pembeli selama jangka waktu
tertentu. Berdasarkan ketiga pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
volume penjualan merupakan hasil penjualan produk (barang atau jasa)
selama satu periode tertentu.

12
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Batu Kapala Se’i dan Dendeng
Ikan Tuna menjalankan usahanya dengan cara memproduksi dan menjual
produknya, berupa makanan khas daerah yaitu, Se’i dan Dendeng ikan
Tuna. Volume penjualan sangat berpengaruh dalam kelancaran usaha
tersebut, sehingga manajemen ditutntut untuk menggunakan alat
perencanaan laba, salah satunya adalah analisis Break Even Point.

2. Hubungan Antara Volume Penjualan dan Break Even Point


Manajemen membutuhkan suatu alat untuk menganalisis hubungan
antara biaya, harga jual dan volume penjualan. Dan alat bantu yang sering
digunakan adalah analisis Break Even Point. Analisis Break Even Point
adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan dengan tingkat laba
sebesar nol dengan kata lain, dengan menggunakan analisa Break Even
Point, manajemen dapat mengetahui sejauh mana penjualan dapat
diturunkan, tetapi tidak sampai mengalami kerugian.
Manajemen dapat menentukan seberapa besar volume penjualan
sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian dengan mempelajari analisa
Break Even Point. Dengan kata lain, perusahaan dapat menentukan jumlah
unit yang terjual sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Dari
hubungan ini pula, perusahaan dapat menentukan besarnya volume
penjualan untuk mencapai target laba yang diinginkan.

D. Margin Kontribusi
Menurut Jumingan (2011:183) Contribution Margin adalah bagian
hasil pengurangan biaya variabel dari hasil penjualan, yang disediakan
untuk menutup biaya tetap. Menurut Garrison dan Noreen (2006:328)
Contribution Margin merupakan jumlah yang tersisa dari pendapatan
dikurangi biaya variabel yang merupakan jumlah yang akan menutupi
biaya tetap dan kemudian nantinya akan menjadi laba. Sedangkan menurut
Sugiri (2015:102) Contribution margin merupakan selisih antara hasil
penjualan dari seluruh komponen beban variabel (produksi, administrasi
dan penjualan). Margin kontribusi positif menunjukan bahwa hasil
penjualan dapat digunakan untuk menutup beban variabel dan seluruh atau

13
sebagian beban tetap. Apabila margin kontribusi melebihi jumlah beban
tetap total, maka kelebihannya merupakan laba. Berdasarkan pendapat
para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa margin kontribusi
adalah selisih antara hasil penjualan dan biaya variabel yang disediakan
untuk menutup biaya tetap, sedangkan Contribution margin ratio adalah
presentase margin kontribusi dibandingkan jumlah penjualan.

Menurut Samryn (2012:173), untuk menghitung margin kontribusi


dan rasio margin kontribusi dapat menggunakan rumus :
1. Margin kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel
Margin kontribusi
2. Rasio margin kontribusi = x 100%
Penjualan

E. Break Even Point


Menurut Munawir (2004:184) Break Event Point adalah suatu
keadaan di mana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh
laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). Break even point
diartikan sebagai suatu tingkat penjualan yang dapat menutup “Fixed dan
Variable Operating Expenses” Syamsuddin (2004:92). Sedangkan
pengertian Break Even Point menurut Adisaputro (2007:93) adalah suatu
keadaan dimana penghasilan dari penjualan hanya cukup untuk menutup
biaya, baik yang bersifat variabel maupun yang bersifat tetap. Dari ketiga
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Break Even Point merupakan
sebuah momen atau pencapaian sebuah perusahan yang mempunyai
penghasilan sama besar dengan biaya yang dikeluarkan, dalam artiannya
perusahaan tersebut tidak mengalami untung dan tidak mengalami rugi.
Sehingga dapat menutup biaya tetap dan biaya variabel.

1. Analisa Break Even Point


Analisa Break Even Point adalah suatu cara yang digunakan
oleh pimpinan perusahaan untuk mengetahui atau untuk
merencanakan pada volume produksi atau volume penjualan
berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh
keuntungan atau tidak menderita kerugian Jumingan (2011:183-184).

14
Dengan diketahuinya titik impas tersebut dapatlah direncanakan
tingkat-tingkat volume produksi atau volume penjualan yang akan
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang yang bersangkutan.
Agar terhindar dari kerugian perusahaan harus dapat mengusahakan
jumlah penjualan pada titik impas tersebut. Apabila volume penjualan
tidak mencapai titik impas tersebut berarti perusahaan akan menderita
rugi.
Ini menjadi hal sangat penting karena perusahaan mempunyai
perkiraan ke depannya seberapa banyak yang harus dijual, atau harus
dapat pemasukan pada tingkat tertentu agar usaha dapat terus berjalan.
Baru setelah itu perusahaan masuk ke target yang lebih mendalam,
yaitu memperbesar penjualan atau berapa besarnya keuntungan yang
akan perusahaan kejar.

Menutut Yamit (2004:57), analisa Break Even Point dapat


dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
biaya tetap total
a. BEP atau titik impas (dalam unit) = penjualan−biaya variabel
biaya tetap
b. BEP atau titik impas (dalam rupiah) = rasio margin kontribusi

15
Adapun grafik yang dapat menunjukan titik impas sebagai
berikut :

Gambar 1
Grafik Break Even Point

Sumber : Munawir (2004:192)

Gambar di atas menunjukan titik Break Even Point atau titik


impas berada di antara daerah rugi dan daerah laba. Hal ini disebabkan
oleh perhitungan analisa ini mengatakan bahwa laba sama dengan
biaya, berarti perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun
kerugian. Sedangkan garis biaya tetap selalu konstan tanpa
dipengaruhi oleh aktifitas perusahaan, sedangkan garis biaya variabel
terus meningkat karena adanya peningkatan aktifitas dalam
perusahaan.

2. Break Even untuk Lebih dari Satu Jenis Produk


Bagi suatu perusahaan yang memproduksi dan menjual dua jenis
barang atau lebih, dalam memperhitungkan titik impasnya,

16
perusahaan tersebut harus dipandang seolah-olah hanya
memproduksi dan menjual satu jenis barang saja. Untuk tujuan ini
jenis-jenis barang yang diproduksi dan dijual, perbandingan antar
produk dalam unit (product mix) dan perbandingan nilai penjualan
antar produk (sales mix) harus selalu tetap. Titik impas bagi lebih
dari satu jenis produk tercapai pada nilai penjualan total, dimana
laba rugi dan jenis-jenis barang yang disatukan tersebut sama dengan
nol (secara keseluruhan tidak ada laba dan tidak ada rugi). Ini berarti
bisa terjadi masing-masing jenis barang menghasilkan laba nol atau
salah satu jenis barang menghasilkan laba, sedangkan jenis barang
yang lain rugi. Laba dan rugi ini saling mengimbangi sehingga
jumlahnya nol.
Metode yang dipergunakan untuk menghitung titik impas bagi
lebih dari satu jenis produk pada dasarnya tidak berbeda dengan
metode-metode yang telah di sebutkan sebelumnya Jumingan
(2011:213-214).
Metode-metode atau rumus tersebut adalah :

FC Total
BEP Total = VC Total
1−
S Total

Dimana :
BEP total = Penjualan pada titik impas total-dalam rupiah
FC total = Biaya tetap total
VC total = Biaya variabel
S total = Hasil penjualan total

3. Tujuan Break Even Point


Adapun kegunaan dari analisa Break Even Point yaitu :
a. Mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus
dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Mengambil keputusan tentang menentukan berapa tingkat
penjualan agar perusahaan memperoleh keuntungan.

17
c. Membantu dalam menetapkan harga, pengendalian biaya, dan
keputusan biaya.
d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya,
dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

4. Persyaratan yang diperlukan dalam Analisis BEP


Syarat-syarat yang diperlukan untuk menentukan titik impas
adalah sebagai berikut :
a. Bahwa biaya-biaya yang dikorbankan harus dapat
dipisahkan menjadi dua kelompak biaya, yakni biaya tetap
dan biaya variabel.
b. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya tetap tersebut
akan tetap konstan sepanjang kisaran periode kerja atau
kapasitas produksi tertentu, artinya tidak mengalami
perubahan walaupun volume produksi atau volume kegiatan
berubah.
c. Bahwa yang dikelompokkan sebagai biaya variabel itu akan
berubah sebanding dengan perubahan volume produksi
yakni meningkat atau menurun secara sebanding dengan
perubahan volume produksi.
d. Bahwa harga jual per unit barang itu akan tetap saja, tidak
naik atau tidak turun, berapa saja jumlah unit barang yang
dijual.
e. Bahwa perusahaan yang bersangkutan hanya memproduksi
dan menjual satu barang saja. Bagi perusahaan yang
memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis barang maka
produk-produk itu harus dianggap sebagai satu jenis produk
saja dengan perbandingan yang selalu konstan.

5. Margin of Safety

Munawir (2004:198-199) menyatakan bahwa apabila hasil


penjualan pada tingkat Break Even dihubungkan dengan penjualan

18
yang dibudgetkan atau pada tingkat penjualan tertentu, maka akan
diperoleh informasi tentang seberapa jauh volume penjualan boleh
turun sehingga perusahaan tidak menderita rugi. Hubungan atau
selisih antara penjualan yang dibudgetkan atau tingkat penjualan
tertentu dengan penjualan pada tingkat Break Even merupakan tingkat
keamanan (Margin of Safety) bagi perusahaan dalam melakukan
penurunan penjualan. Menurut Kasmir (2015:178) Margin of Safety
merupakan hubungan atau selisih antara penjualan tertentu (sesuai
anggaran) dengan penjualan pada titik impas. Sedangkan menurut
Jumingan (2011:212) Margin of Safety (batas keamanan merupakan
hubungan antara volume penjualan yang dibujetkan dengan volume
penjulan pada titik impas. Artinya, batas aman yang digunakan untuk
mengetahui berapa besar penjualan yang dianggarkan untuk
mengantisipasi penurunan penjualan agar tidak mengalami kerugian.

Informasi tentang Margin of Safety ini dapat dinyatakan dalam


ratio (presentase) antara penjualan menurut budget dengan volume
penjualan pada tingkat Break Even, atau dalam prosentase (ratio) dari
selisih antara penjualan yang dibudgetkan dan penjualan pada tingkat
Break Even dengan penjualan yang dibudgetkan itu sendiri.

F. Kerangka Berpikir
Planning atau perencanaan adalah salah satu fungsi dari manajemen
sebuah perusahaan. Dimana perencanaan ini merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam suatu perusahaan, karena akan mempengaruhi
secara langsung terhadap kelancaran atau keberhasilan perusahaan dalam
mencapai target yang diinginkan atau laba.
Manajemen dalam merencanakan penentuan laba dapat menggunakan
analisis Break Even. Analisis Break even sangat berguna bagi perusahaan
dalam hal perencanan penentuan laba, karena dengan mengetahui berapa
besarnya Break even, maka manajemen dapat menentukan jumlah minimal
produk yang harus dijual dan harga jualnya apabila menginginkan laba

19
tertentu. Perhitungan analisis Break even tidak terlepas dari biaya, harga
jual, volume penjualan dan margin kontribusi.
Volume penjualan ditetapkan, biaya ditekan serendah mungkin, dan
penetapan harga jual, sangat berpengaruh dalam mencapai laba yang
diinginkan sedangkan margin kontribusi juga turut berpengaruh dalam
penentuan analisis Break even, karena untuk perusahaan yang multi produk,
manajemen haruslah mengetahui berapa besar margin kontribusi perproduk
terhadap laba.
Unsur-unsur ini menjadi dasar dalam analisa Break even point atau
titik impas di mana laba sama dengan nol. Dari analisa ini, dapat ditargetkan
besarnya laba yang diinginkan.

Gambar 2
Skema Kerangka Berpikir

Volume
P
Perencanan
Perencanan Break Even e
Harga Jual
n Laba P
Biaya-Biaya j o
u i
a n
l t
Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas,
a maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut : Perusahan akan mendapatkan n laba yang diinginkan

apabila perusahaan mecapai dan melewati Break event Point.

20
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan kecil dan menengah
(UKM) Batu Kapala Se’i dan Dendeng Ikan Tuna. Jln. Pahlawan Kel.
Nunhila Kec. Alak Kota Kupang.

B. Objek Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada produk yang dihasilkan yaitu Se’i dan
Dendeng Ikan Tuna di Perusahaan Kecil Menengah (UKM) Batu Kapala
Se’i dan Dendeng Ikan Tuna, yaitu bagaimana perusahaan merencanakan
laba menggunakan analisa Break Even Point dengan pendekatan matematis.

C. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat studi kasus yaitu berupaya memecahkan masalah
yang dihadapi perusahaan dengan ilmu akuntansi yang dimiliki.

D. Jenis dan Sumber Data


3. Jenis Data
Berdasarkan data dan keterangan yang dikumpulkan penulis, maka
jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menurut Sunyonto
(2013:12) yaitu :
a. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dapat dihitung yaitu data berupa
angka-angka. Dalam penelitian ini data kuantitatif yang diperoleh dari
perusahaan berupa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya
overhead pabrik, harga pokok produksi dan harga jual.
b. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk verbal
yang tidak dapat dihitung dan bukan berupa angka-angka. Dalam
penelitian ini data kualitatif yang diperoleh dari perusahaan seperti
wawancara penulis dengan pihak pengusaha berupa sejarah berdirinya

21
perusahaan, visi dan misi perusahaan, struktur organisasi perusahaan,
lokasi usaha, jenis usaha dan proses produksi.
4. Sumber Data
Data yang akan diambil untuk dianalisis dalam penelitian ini
bersumber dari data primer dan data sekunder menurut Sunyonto
(2013:21-22) :
a. Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
untuk menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Misalnya
wawancara langsung dengan narasumber.
b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari catatan yang ada pada
perusahaan dan dari sumber lainnya yaitu dengan mengadakan studi
kepustakaan dengan mempelajari buku-buku yang ada hubungannya
dengan obyek penelitian . Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil
pengolahan lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk
lain atau dari orang lain seperti laporan harga pokok produksi dan
gambaran umum perusahaan.
E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

1. Wawancara
Sunyonto (2013:22) menyatakan bahwa wawancara adalah teknik
pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara
bebas dengan tujuan untuk memperoleh informasi secara luas
mengenai obyek penelitian. Pada penellitian ini penulis
mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara langsung
kepada pimpinan dan pegawai yang bekerja pada perusahaan dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang
diangkat.
2. Observasi
Sunyonto (2013:22) menyatakan bahwa observasi adalah teknik
yang digunakan oleh peneliti dengan cara pengamatan langsung
terhadap kegiatan yang dilaksanakan perusahaan. Pada penelitian ini
penulis mengumpulkan data dengan cara mengadakan pengamatan

22
langsung pada perusahaan guna memperoleh data dan informasi yang
diperlukan.
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seorang.
F. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisa data kuantitatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
biaya tetap total
1. BEP atau titik impas (dalam unit) = penjualan−biaya variabel

biaya tetap
2. BEP atau titik impas (dalam rupiah) = biaya variabel per unit
1−
harga jual per unit

3. Margin kontribusi = Penjualan – Biaya Variabel


Margin Kontribusi
4. Rasio Margin Kontribusi = x 100%
Penjualan
biaya tetap + target laba
5. Perencanaan laba (dalam rupiah) = rasio margin kontribusi

23

Anda mungkin juga menyukai