Anda di halaman 1dari 42

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

2.1.1 Definisi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana

pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi,

misi, arah dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional di bidang kesehatan untuk

masa 20 tahun ke depan, yang mencakup kurun waktu sejak tahun 2005 sampai dengan tahun

2025.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) merupakan penjabaran

dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk: 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia; 2) memajukan kesejahteraan umum; 3) mencerdaskan kehidupan

bangsa; dan 4) ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial.

2.1.2 Visi Indonesia Sehat 2015

Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Dalam Indonesia Sehat

2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang

kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan

yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana

1
sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan

kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang

memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku

yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan: mencegah risiko

terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya;

sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk

menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).

Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan,

yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya.

Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan

kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi

kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta

meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang

bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang

setinggi-tingginya

2.1.3 Misi Indonesia Sehat 2025

Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk mewujudkan

Visi Indonesia Sehat 2025, ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:

a. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan.

2
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja

keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi

positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta

kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai

asas pokok program pembangunan nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari

kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan terlepasnya masyarakat

dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.Untuk

dapat terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan

seperti dimaksud di atas, maka seluruh unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan

Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan

kesehatan.

b. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat.

Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk

menjaga kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,

sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Penyelenggaraan

pemberdayaan masyarakat meliputi:

1) penggerakan masyarakat, masyarakat paling bawah mempunyai peluang yang

sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan,

2) organisasi kemasyarakatan, diupayakan agar peran organisasi masyarakat lokal

makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan,

3) advokasi, masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan,

4) kemitraan, dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan kemitraan

dan partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku kepentingan,

3
5) sumberdaya, diperlukan sumberdaya memadai seperti SDM, sistem informasi dan

dana.

c. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata,

dan Terjangkau.

Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya kesehatan,

baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan yang bermutu,

merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan

pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif)

bagi segenap warga negara Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan

meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan lingkungan yang sehat.

Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan

masyarakat termasuk swasta. Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan

sosial telah berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan primer akan

diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga.

Di daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh

Puskesmas.

d. Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan.

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya kesehatan perlu \

ditingkatkan dan didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia kesehatan,

pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sumber daya kesehatan

meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan/kedokteran, serta

data dan informasi yang makin penting peranannya. Pembiayaan kesehatan yang

4
bersumber dari masyarakat, swasta, dan pemerintah harus tersedia dalam jumlah yang

mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-

guna. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi

sosial dan prinsip ekuitas, bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat harus tersedia

secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, makanan dan minuman

yang aman, bermutu serta dengan pengawasan yang baik. Upaya dalam meningkatkan

ketersediaan tersebut, dilakukan dengan upaya peningkatan manajemen, pengembangan

serta penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan

minuman. bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan

sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,

perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan

masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya

bangsa.

2.2 Konsep Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan

Dalam agenda pembangunan nasional (Nawacita), pembangunan kesehatan itu sendiri

termasuk kedalam poin nawacita 5 yang berbunyi “meningkatkan kualitas hidup manusia

indonesia” dengan salah satu programnya yaitu kartu indonesia sehat yang lebih dikenal dengan

JKN. Sedangkan, dalam RPJMN III 2015-20191 arah pembangunan kesehatan dari kuratif

bergerak ke arah promotif dan preventif dengan visi masyarakat sehat yang mandiri dan

berkeadilan, yang berarti promkes adalah salah satu agenda utama dalam pembangunan

kesehatan nasional.

5
Kebijakan nasional promosi kesehatan adalah suatu peraturan perundang-undangan yang

diberlakukan sebagai landasan dalam penyelenggaraan upaya promosi kesehatan yang dilakukan

oleh berbagai pihak terkait dalam meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber

masyarakat, serta terciptanya lingkungan yang kondusif untuk mendorong terbentuknya

kemampuan tersebut.

Promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat berperilaku

hidup bersih dan sehat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar

mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

masyarakat, sesuai dengan sosial budaya setempat, dan didukung oleh kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan (SK Menkes No. 1193/Menkes/SK/X/2004). Mengacu pada pengertian

promosi kesehatan masyarakat tersebut, maka upaya promosi kesehatan pada prinsipnya adalah

memberdayakan masyarakat agar mampu secara mandiri meningkatkan kesehatannya serta

mencegah terjadinya masalah kesehatan, melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan

atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat

menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan

masyarakat.

Kebijakan nasional promosi kesehatan ditujukan untuk mendukung tujuan pembangunan

jangka panjang bidang kesehatan 2005-2025 yaitu, meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomis.

6
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah

perilaku. Upaya pemberdayaan masyarakat agar mau dan mampu melakukan perilaku hidup

bersih dan sehat adalah melalui promosi kesehatan. Upaya promosi kesehatan pada prinsipnya

adalah memberdayakan masyarakat agar mampu secara mandiri meningkatkan kesehatannya

serta mencegah terjadinya masalah kesehatan, melalui penerapan perilaku hidup bersih dan

sehat.

2.3 Konsep Kesehatan

2.3.1 Kesehatan

Dalam bahasa Inggris, kata “health” mempunyai 2 pengertian dalam bahasa

Indonesia, yaitu “sehat” atau “kesehatan”. Sehat menjelaskan kondisi atau keadaan dari

subjek, misalkan anak sehat, orang sehat, ibu sehat, dan sebagainya. Sedangkan kesehatan

menjelaskan tentang sifat dari subjek, misalnya kesehatan manusia, kesehatan binatang,

kesehatan masyarakat, kesehatan individu, dan sebagainya. Sehat dalam pengertian kondisi

mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam sehat diartikan keadaan seseorang

dalam kondisi yang tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari,

dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam

Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 sebagai berikut: “Keadaan sempurna baik

fisik, mental dan sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara

ekonomi dan sosial.”

Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan

sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental,

maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Apabila pada batasan yang

7
terdahulu kesehatan itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni fisik, mental, dan

sosial. Namun, dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009, kesehatan mencakup 4 aspek,

yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Hal ini berarti, kesehatan seseorang

tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari

produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.

Bagi yang belum memasuki usia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja

(pensiun) atau manula, berlaku produktif secara sosial. Misalnya, produktif secara sosial-

ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedangkan

bagi lanjut usia atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang

bermanfaat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.

Keempat dimensi dalam masyarakat tersebut saling mempengaruhi dalam

mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok, atau masyarakat. Itulah sebabnya,

maka kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh yang mengandung keempat aspek. Wujud

atau indikator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagi

berikut:

a. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasakan sakit atau tidak adanya

keluhan dan memang secara klinis tidak ada penyakit. Semua organ tubuh berfungsi

normal atau tidak ada gangguan dan fungsi tubuh.

b. Kesehatan mental mencakup 3 komponen, yakni:

1) Pikiran yang sehat itu tercermin dari cara berpikir seseorang, atau jalan pikiran. Jalan

pikiran yang sehat apabila seseorang mampu berpikir logis (masuk akal).

2) Emosional yang sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan

emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih, dan sebagainya.

8
3) Spiritual yang sehat tercermin dari seseorang yang mengekspresikan rasa syukur,

pujian atau penyembahan keagungan, dan sebagainya terhadap sesuatu dibalik alam ini,

yakni Sang Pencipta alam dan seisinya. Secara mudah, spiritual yang sehat dapat

dilihat dari praktik keagamaan, keyakinan atau kepercayaan sesuai dengan agama yang

dianut. Dalam perkataan lain yaitu apabila orang melakukan ibadah dan aturan-aturan

agama yang dianutnya.

c. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dan berkomunikasi

dengan orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang lain atau kelompok

lain tanpa membedakan ras, suku, agama, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya,

saling menghargai dan bertoleransi.

d. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari seseorang (dewasa) produktif, dalam arti

mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong secara finansial

terhadap hidupnya sendiri dan keluarganya. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau

mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan) dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku.

2.3.2 Upaya kesehatan

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam

rangka mewujudkan derajat kesehatan ini, baik individu, kelompok, maupun masyarakat

harus diupayakan. Upaya untuk mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu,

kelompok, masyarakat, baik secara melembaga oleh pemerintah, ataupun swadaya masyarakat

(LSM). Dilihat dari sifat, upaya mewujudkan kesehatan tersebut dapat dilihat dari dua aspek,

yaitu pemeliharaan kesehatan yang mencakup dua aspek, yakni: kuratif (pengobatan

penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit atau cacat). Sedangkan

9
peningkatan kesehatan mencakup dua aspek juga, yakni: preventif (pencegahan penyakit) dan

promotif (peningkatan kesehatan) itu sendiri. Kesehatan perlu ditingkatkan karena kesehatan

seseorang itu relatif dan mempunyai bentangan yang luas.

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah

pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan atau pelayanan kesehatan (health

services). Jadi pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan. Dilihat dari sifat upaya penyelenggara kesehatan, pada

umumnya dibedakan menjadi tiga yakni:

a. Sarana pelayanan kesehatan primer (primary care)

Adalah sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit ringan. Sarana

kesehatan primer ini adalah yang paling dekat bagi masyarakat, artinya pelayanan

kesehatan masyarakat yang paling utama menyentuh masalah kesehatan di masyarakat.

Misalnya, Puskesmas, Poliklinik, dokter praktik swasta, dan sebagainya.

b. Sarana pelayanan kesehatan tingkat dua (secondary care)

Adalah sarana atau pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit dari

pelayanan kesehatan primer. Artinya, sarana pelayanan kesehatan ini melayani kasus-kasus

yang tidak atau belum bisa ditangani oleh sarana kesehatan primer. Misalnya, Puskesmas

dengan rawat inap, Rumah Sakit Kabupaten, Rumah Sakit tipe D dan C, Rumah Bersalin.

c. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)

Adalah sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani

oleh sarana pelayanan kesehatan primer. Misalnya, Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit

tipe B dan A.

10
Sarana pelayanan kesehatan primer seperti telah diuraikan di atas, disamping

melakukan pelayanan kuratif, juga melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan

promotif. Oleh sebab itu, Puskesmas khususnya, melakukan pelayanan kesehatan yang

lengkap atau kompherensif (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif).

2.3.3 Kesehatan masyarakat

Secara umum kesehatan dikelompokkan mejadi dua, yaitu kesehatan individu dan

kesehatan agregat (kumpulan individu atau kesehatan masyarakat). Ilmu yang mempelajari

masalah kesehatan individu ini adalah ilmu kedokteran (medicine), sedangkan ilmu yang

mempelajari masalah kesehatan agregat adalah ilmu kesehatan masyarakat (public health).

Dari pengalaman-pengalaman praktik kesehatan masyarakat yang telah berjalan sampai abad

ke-20, Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan sampai sekarang

masih relevan, yaitu: kesehatan masyarakat (public health) adalah ilmu dan seni mencegah

penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha

pengorganisasian masyarakat untuk:

a. Perbaikan sanitasi lingkungan,

b. Pembersihan penyakit-penyakit menular,

c. Pendidikan untuk kebersihan perorangan (personal hygiene),

d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini serta

pengobatan, dan

e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin agar setiap orang terpenuhi kebutuhan

hidupnya yang layak dalam memelihara kesehatannya.

Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat

mampunyai dua aspek teoritis (ilmu atau akademi) dan praktisi (aplikasi), kedua aspek ini

11
masing-masing mempunyai peran dalam kesehatan masyarakat. Secara teoritis, kesehatan

masyarakat perlu didasari dan didukung dengan hasil penelitian. Artinya, dalam

penyelenggaraan kesehatan masyarakat (aplikasi) harus didasari dengan temuan (evident

based) dan hasil kajian ilmiah (penelitian). Sebaliknya, kesehatan masyarakat juga harus

terapan (applied), artinya hasil studi kesehatan masyarakat harus mempunyai manfaat bagi

pengembangan program kesehatan.

Dilihat dari ruang lingkup atau bidang garapannya, kesehatan masyarakat tersebut

mencakup kesehatan/ sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular yang tidak

terlepas dari epidemiologi, pendidikan kesehatan, manajemen pelayanan kesehatan, dan

sebagainya. Sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan di masyarakat, maka kesehatan

masyarakat sampai dewasa ini mencakup epidemiologi dan biostatistik, sebagai “toll” analisis

masalah-masalah kesehatan masyarakat. Kemudian komponen lain yaitu kesehatan

lingkungan, kesehatan kerja, gizi masyarakat, administrsi kesehatan masyarakat, pendidikan

kesehatan, dan sebagainya.

2.3.4 Peran promosi kesehatan dalam kesehatan masyarakat

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam

diri manusia) maupun faktor eksternal (dari luar diri manusia). Faktor internal ini pun terdiri

dari faktor fisik dan psikis. Demikian pula faktor eksternal, terdiri dari berbagai faktor yang

antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan

sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu,

kelompok, masyarakat dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1974), berturut-turut besarnya

pengaruh tersebut adalah sebagai berikut:

12
a. Lingkungan (environment), yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik,

ekonomi, dan sebagainya,

b. Perilaku (behavior),

c. Pelayanan kesehatan (health services),

d. Keturunan (heredity).

Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun

masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung

mempengaruhi perilaku, dan perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan, dan

perilaku juga mempengaruhi pelayanan kesehatan, dan seterusnya. Melihat keempat faktor

pokok yang mempengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka memelihara

kesehatan masyarakat, hendaknya intervensi juga diarahkan kepada empat faktor tersebut.

Dengan kata lain, kegiatan atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4,

yakni intervensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herediter.

Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi

lingkungan, sedangkan intervensi tergadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi

dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi

masyarakat, penstabilan politik dan keamanan, dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor

pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan atau perbaikan fasilitas pelayanan

kesehatan, perbaikan sistem, dan manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya.

Sedangkan intervensi terhadap faktor keturunan antara lain penasihat (counseling)

perkawinan, dan penyuluhan kesehatan, khususnya bagi kelompok yang mempunyai resiko

penyakit-penyakit heriditer. Pendidikan promosi kesehatan merupakan bentuk intervensi

13
terhadap faktor perilaku. Namun demikian, faktor ketiga yang lain (lingkungan, pelayanan

kesehatan, dan herediter) juga memerlukan intervensi promosi kesehatan.

Orang tua, baik ayah atau ibu mempunyai resiko untuk mewariskan kesehatan atau

penyakit terhadap anak-anak mereka. Orang tua (ayah atau ibu) yang menderita penyakit yang

dapat diturunkan atau diwariskan kepada anak-anaknya seperti diabetes melitus, jantung

koroner, rematik, dan sebagainya, hendaknya memberikan informasi kepada anak-anak

mereka agar siap menghadapi penyakit-penyakit tersebut, serta berupaya mencegah keparahan

penyakitnya. Di samping itu, bagi orang-orang yang mempunyai resiko mewaris suatu

penyakit dari orang tua mereka harus waspada, dan melakukan cek kesehatan lebih teratur

dibandingkan dengan orang-orang yang tidak mempunyai resiko warisan penyakit dari orang

tua mereka. Untuk itu promosi kesehatan baik kepada orang tua (ayah dan ibu) yang

mempunyai penyakit keturunan, ada dua hal yang perlu diperhatikan, pertama harus

menyadari penyakitnya tersebut tidak dapat dihindari, dan yang kedua harus berupaya untuk

meminimalkan atau mengurangi tingkat keparahan dari penyakit tersebut bagi dirinya,

misalnya menghindari makanan-makanan yang dapat memicu timbulnya penyakit tersebut.

2.4 Konsep Promosi Kesehatan

2.4.1 Pengertian promosi kesehatan

Secara konsep definisi promosi kesehatan dapat kita pahami dari beberapa rangkaian

sesuai perkembangan promosi kesehatan itu sendiri, adapun beberapa definisi promosi

kesehatan dalam perkembangannya adalah sebagai berikut:

a. WHO (1984), merevitalisasi pendidikan kesehatan dengan istilah promosi kesehatan, kalau

pendidikan kesehatan diartikan sebagai upaya perubahan perilaku maka promosi kesehatan

14
tidak hanya untuk perubahan perilaku tetapi juga perubahan lingkungan yang menfasilitasi

perubahan perilaku tersebut.

b. Menurut Lawrence Green (1984): “segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan

intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk

memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.”

Promosi kesehatan juga berarti upaya yang besifat promotif (peningkatan) sebagai

perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatuf

(pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang kompherensif. Promosi kesehatan juga

merupakan upaya untuk menjajakan, memasarkan atau menjual yang bersifat persuasif,

karena sesungguhnya “kesehatan” merupakan “sesuatu” yang sangat layak jual, karena sangat

perlu dan dibutuhkan setiap orang dan masyarakat (Depkes RI, 1997).

Promosi kesehatan menurut Departemen Kesehatan RI (2004), adalah upaya untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama

masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan

yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan

publik yang berwawasan kesehatan.

Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat

melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat

menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,

sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya, bahwa masyarakat mampu berperilaku

mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan, serta mampu pula

15
berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di

tengah-tengah kehidupan masyarakat (Pamsimas, 2009).

Promosi kesehatan adalah upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara,

meningkatkan, dan melindungi kesehatan diri dan lingkungannya. Memberdayakan adalah

upaya untuk membangun daya atau mengembangkan kemandirian yang dilakukan dengan

menimbulkan kesadaran, kemampuan, serta dengan mengembangkan iklim yang mendukung

kemandirian. Dengan demikian, Promosi kesehatan merupakan upaya memengaruhi

masyarakat agar menghentikan perilaku beresiko tinggi dan menggantikannya dengan

perilaku yang aman atau paling tidak beresiko rendah. Program Promosi kesehatan tidak

dirancang “di belakang meja”. Supaya efektif, program harus dirancang berdasarkan realitas

kehidupan sehari-hari masyarakat sasaran setempat.

2.4.2 Perkembangan promosi kesehatan

Promosi kesehatan berkembang dari pendidikan kesehatan seperti telah dijelaskan

sebelumnya, bahwa pendidikan kesehatan merupakan intervensi terhadap perilaku sebagai

determinan kesehatan atau kesehatan masyarakat. Secara umum, pendidikan kesehatan

bertujuan untuk mengembangkan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat agar mereka

berperilaku hidup sehat. Mengembangkan perilaku disini mencakup mengubah perilaku yang

kurang atau tidak sehat menjadi perilaku sehat, meningkatkan perilaku sehat, atau

mempertahankan perilaku sehat yang sudah dimilikinya.

Promosi kesehatan sebenarnya merupakan revitalisasi atau pembaharuan dari

pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak terlepas dari pengalaman empiris,

bahwa pendidikan kesehatan sebelum tahun 1980-an hanya menekan perubahan perilaku

dengan pemberian informasi-informasi atau penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Akibat dari

16
praktik pendidikan kesehatan seperti ini perubahan perilaku masyarakat tentang kesehatan

sangat lamban dan sangat kecil. Dari beberapa hasil studi yang ada, termasuk yang dilakukan

oleh WHO, terungkap bahwa meskipun pengetahuan masyarakat telah tinggi, namun praktik

kurang atau tindakannya tentang kesehatan masih rendah. Hal ini berarti bahwa perubahan

atau peningkatan pengetahuan tentang kesehatan tidak diimbangi dengan tindakan atau

praktiknya.

Belajar dari pengalaman bertahun-tahun tersebut disimpulkan bahwa pendidikan

kesehatan belum “memampukan” (praktik atau tindakan) masyarakat untuk berperilaku sehat,

tetapi baru dapat men-“tahukan” (pengetahuan) dan me-“maukan” (sikap). Hal ini terjadi

karena memang dengan dicukupinya pengetahuan dan sikap saja tidak otomatis akan berubah

menjadi praktik atau tindakan. Untuk melakukan hidup sehat diperlukan faktor pendukung

berupa sarana dan prasarana untuk melakukannya. Contoh: untuk makanan bergizi bukan

hanya perlu pengetahuan tentang gizi, tetapi perlu tersedianya makanan bergizi, atau tersedia

uang untuk membeli makanan.

Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka pendidikan kesehatan yang konotasinya

hanya mengubah perilaku saja, direvitalisasi menjadi promosi kesehatan yang tidak hanya

melakukan perubahan perilaku, tetapi juga perubahan determinan perilaku yang lain, yakni

lingkungan, baik itu fisik, sosial, ekonomi, kebijakan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dalam

kurun waktu sekitar seperempat abad (1984-kini) konsep dan prinsip tentang promosi

kesehatan dikembangkan dan disosialisasikan, diantaranya:

a. Pada 1984 berkembang konsep bahwa aktivitas promosi kesehatan dilakukan dengan

memandang populasi sebagai suatu kesatuan, dilakukannya tindakan kongkrit terhadap

determinan kesehatan, mengkombinasikan beragam pendekatan, mengarahkan kegiatan

17
pada upaya meningkatkan peran serta masyarakat, dan meningkatkan peran tenaga

kesehatan dalam memberdayakan masyarakat.

b. Pada 1986 piagam Ottawa menyatakan bahwa promosi kesehatan diselenggarakan dengan

membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan, menciptakan lingkungan yang

mendukung, memperkuat aksi masyarakat, mengembangkan keterampilan personal, dan

reorientsi pelayanan kesehatan. Konferensi internasional promosi kesehatan selanjutnya

menyatakan tentang perlunya:

1) Kebijakan berwawasan kesehatan,

2) Lingkungan yang mendukung kesehatan,

3) Aliansi dan kemitraan.

c. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan II di Adelaide, Australia (1988), konferensi ini

menekankan empat bidang prioritas, yaitu:

1) Mendukung kesehatan wanita,

2) Makanan dan gizi,

3) Rokok dan alkohol,

4) Menciptakan lingkungan sehat.

d. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan III di Sundval, Swedia (1991), konferensi ini

mengemukakan empat strategi kunci, yaitu:

1) Memperkuat advokasi diseluruh lapisan masyarakat,

2) Memberdayakan masyarakat dan individu agar mampu menjaga kesehatan dan

lingkungannya melalui pendidikan dan pemberdayaan,

3) Membangun aliansi,

4) Menjadi penengah diantara berbagai konflik kepentingan di tengah masyarakat.

18
e. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan IV di Jakarta, Indonesia (Jakarta Declaration

on Health Promotion, 1997).

f. Promosi kesehatan pada abad ke-21 mempunyai dasar tujuan adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam kesehatan,

2) Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan,

3) Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan,

4) Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan masyarakat,

5) Mengembangkan infrastruktur promosi kesehatan.

2.4.3 Batasan promosi kesehatan

Sejalan dengan perkembangan promosi kesehatan seperti telah diuraikan di atas,

maka batasan promosi kesehatan juga mengalami berbagai ragam perkembangan, antara lain:

a. Pada 1986 Konferensi Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada mengeluarkan piagam

Ottawa (Ottawa Charter). Dalam Ottawa Charter antara lain merumuskan batasan promosi

kesehatan yang lebih luas dan padat: ”Health Promotion is the process of enabling people

to increase control over, and to improve their health.” (Promosi Kesehatan adalah suatu

proses untuk membuat orang atau masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan

kesehatannya).

b. Yayasan kesehatan dari Victoria Australia (VicHealth, 1996) merumuskan definisi yang

lebih tegas, jelas, dan komprehensif, yakni: “Health Promotion is a program are design to

bring about change within people, organization, communities, and their environment.”

(Promosi Kesehatan adalah suatu proses untuk melakukan perubahan perilaku, organisasi,

komunitas, dan lingkungannya).

19
c. Promosi kesehatan terus berkembang yang menyebabkan WHO harus merumuskan

kembali batasan promosi kesehatan sebagai berikut, “Health Promotion is the process of

enabling individuals and communities to increase control over the determinants of health

and thereby improve their health” (WHO, 2013).

Batasan ini lebih luas lagi, bahwa promosi kesehatan tidak hanya berurusan dengan

perilaku sebagai salah satu determinan kesehatan, tetapi berkepentingan terhadap semua

determinan kesehatan dalam rangka peningkatan kesehatan individu dan masyarakat. Promosi

kesehatan adalah suatu proses untuk membuat individu dan masyarakat mampu dalam

meningkatkan dan mengendalikan faktor-faktor (determinan-determinan) yang mempengaruhi

kesehatan mereka, sehingga kesehatan individu maupun masyarakat meningkat.

Dari tiga kutipan batasan tersebut, secara implisit diartikan bahwa promosi kesehatan

tidak hanya terfokus pada perubahan perilaku saja, melainkan juga melakukan upaya

perubahan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-budaya, dan

organisasi dimana orang tersebut berada. Promosi kesehatan menyakini bahwa dengan

terjadinya perubahan perilaku saja tidak akan efektif. Perubahan perilaku harus disertai

dengan perubahan lingkungan agar terjadi perilaku yang langgeng.

Oleh sebab itu dapat dirumuskan dalam bentuk lain, bahwa promosi kesehatan adalah

segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,

politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan

lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Sejalan dengan perkembangan batasan promosi

kesehatan tersebut, dapat ditarik beberapa kata-kata kunci promosi kesehatan sebagai berikut:

20
a. Strategi yang diarahkan menyampaikan informasi, mempengaruhi, serta membantu

individu dan kelompok sehingga lebih aktif dan bertanggung jawab dalam kesehatan fisik

dan mental.

b. Aktivitas di mana individu dan komunitas dapat menggunakannya untuk meningkatkan

gaya hidup sehat.

c. Kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi organisasi, politik, dan ekonomi yang

dirancang guna memfasilitasi adaptasi perilaku dan lingkungan sehingga dapat

meningkatkan kesehatannya.

2.4.4 Visi dan misi promosi kesehatan

Visi Umum promosi kesehatan (WHO) yakni: Meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan

sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial (Notoatmodjo, 2007). Promosi

kesehatan di semua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi

lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya

bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, baik kesehatan

individu, kelompok, maupun masyarakat.

Promosi kesehatan di Indonesia telah mempunyai visi, misi, dan strategi yang jelas,

sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1193/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Visi, misi, dan strategi tersebut

sejalan bersama program kesehatan lainnya dalam mengisi pembangunan kesehatan serta

kerangka Paradigma Sehat menuju Visi Indonesia Sehat.

Visi Promosi Kesehatan adalah: ”PHBS 2010”, yang mengindikasikan tentang

terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Visi tersebut adalah benar-

21
benar visioner, menunjukkan arah, harapan yang berbau impian, tetapi bukannya tidak

mungkin untuk dicapai. Visi tersebut juga menunjukkan dinamika atau gerak maju dari

suasana lama (yang ingin diperbaiki) ke suasana baru (yang ingin dicapai). Visi tersebut juga

menunjukkan bahwa bidang garapan promosi kesehatan adalah aspek budaya (kultur), yang

menjanjikan perubahan dari dalam diri manusia dalam interaksinya dengan lingkungannya

dan karenanya bersifat lebih lestari.

Misi Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah:

a. Memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat untuk hidup sehat,

b. Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya PHBS di masyarakat,

c. Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan.

Misi tersebut telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh promosi

kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan fokus upaya, dan kegiatan

yang perlu dilakukan. Dari misi tersebut jelas bahwa berbagai kegiatan harus dilakukan

serempak.

Strategi Promosi Kesehatan yang selama ini dikenal dengan ABG, yaitu: Advokasi,

Bina Suasana, dan Gerakan Pemberdayaan Masyarakat. Ketiga strategi tersebut dengan jelas

menunjukkan bagaimana cara menjalankan misi dalam rangka mencapai visi. Strategi tersebut

juga menunjukkan ketiga strata masyarakat yang perlu digarap, yaitu strata primer adalah

masyarakat langsung perlu digerakan peran aktifnya melalui upaya gerakan atau

pemberdayaan masyarakat (Community Development, PKMD, Posyandu, Poskestren, Pos

UKS, dan lain-lainnya). Strata sekunder adalah para pembuat opini di masyarakat, perlu

dibina atau diajak bersama untuk menumbuhkan norma perilaku atau budaya baru agar

diteladani masyarakat. Ini dilakukan oleh media massa, media tradisional, adat, atau media

22
apa saja sesuai dengan keadaan, masalah, dan potensi setempat. Sedangkan strata tertier

adalah para pembuat keputusan dan penentu kebijakan, yang perlu dilakukan advokasi,

melalui berbagai cara pendekatan sesuai keadaan masalah dan potensi yang ada. Ini dilakukan

agar kebijakan yang dibuat berwawasan sehat, yang memberikan dampak positif bagi

kesehatan.

Dengan visi, misi, dan strategi seperti ini, promosi kesehatan juga jelas akan

melangkah dengan mantapnya di masa depan. Namun, sebagaimana konsep promosi

kesehatan yang disebutkan di muka, visi, misi, dan strategi tersebut juga harus dapat

dioperasionalkan secara lebih membumi di lapangan, sesuai keadaan, masalah, dan promosi

setempat.

Untuk mencapai visi, perlu upaya-upaya yang harus dilakukan, dan inilah yang

disebut “MISI”. Jadi yang dimaksud misi pendidikan kesehatan adalah upaya yang harus

dilakukan untuk mencapai visi tersebut. Misi promosi kesehatan secara umum dapat

dirumuskan mejadi tiga butir menurut Notoatmodjo (2007), yaitu:

a. Advokat (Advocate)

Melakukan kegiatan advokasi terhadap para pengambil keputusan di berbagai program dan

sektor yang terkait dengan kesehatan. Melakukan advokasi berarti melakukan upaya-upaya

agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini

bahwa program kesehatan yang ditawarkann perlu didukung melalui kebijakan-kebijakan

atau keputusan-keputusan politik.

b. Menjembatani (Mediate)

Menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang

terkait dengan kesehatan. Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu

23
kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun sektor lain yang terkait.

Oleh sebab itu, dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini, peran promosi kesehatan

diperlukan.

c. Memampukan (Enable)

Memberikan kemampuan atau keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu

memelihara dan meningkatakan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini berarti

kepada masyarakat diberikan kemampuan atau keterampilan agar mereka mandiri dibidang

kesehatan, termasuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka, misalnya

pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan cara-cara bertani,

berternak, bertanam obat-obatan tradisional, koperasi, dan sebagainya, dalam rangka

meningkatkan pendapatan keluarga. Selanjutnya, dengan ekonomi keluarga yang

meningkat, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga

juga meningkat.

2.4.5 Strategi promosi kesehatan

Guna mewujudkan atau mencapai visi dan misi tersebut secara efektif dan efisien,

diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara yang sering disebut “strategi”, yakni

teknik atau cara bagaimana mencapai atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan

tersebut secara berhasil guna dan berdaya guna. Berdasarkan rumusan WHO (1994), strategi

promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:

a. Advokasi (Advocacy)

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut

membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi

kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu

24
kebijakan diberbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau

mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat

keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk

undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya.

Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun informal.

Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang issu atau usulan

program yang ingin diharapkan dukungan dari pejabat yang terkait. Kegiatan secara

informal misalnya sowan kepada para pejabat yang relevan dengan program yang

diusulkan, untuk secara informal minta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau

mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas lain. Dari uraian ini, dapat disimpulkan bahwa

sasaran advoksi adalah para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat

dan sektor yang terkait dengan masalah kesehatan (sasaran tertier).

b. Dukungan Sosial (Social Support)

Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui

tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan

utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat sebagai jembatan antara sektor

kesehatan (pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat (penerima program

kesehatan). Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah

mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan

berpartisipsi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat

dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap

kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara lain, pelatihan-pelatihan para toma,

seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian, maka

25
sasaran utama dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai

tingkat (sasaran sekunder).

c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat

langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi kesehatan). Bentuk

kegiatan pemberdayaan ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, anatar lain:

penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk

misalnya, koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan

keluarga (income generating skill). Dengan meningkatnya kemampuan ekonomi keluarga

akan berdampak terhadap kemampuan dalam pemeliharaan kesehatan mereka, misalnya:

terbentuknya dana sehat, terbentuknya pos obat desa, berdirinya polindes, dan sebagainya.

Kegiatan-kegiatan ini di masyarakat sering disebut “gerakan masyarakat” untuk kesehatan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sasaran pemberdayaan masyarakat adalah

masyarakat (sasaran primer).

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa Canada pada tahun 1986

menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Di dalam Piagam Ottawa tersebut

dirumuskan pula strategi baru promosi kesehatan yang mencakup 5 butir, yaitu:

a. Kebijakan Berwawasan Kebijakan (Healthy pPublic Policy)

Kebijakan berwawasan kebijakan adalah suatu strategi promosi kesehatan yang ditujukan

kepada para penentu atau pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan kebijakan-

kebijakan publik yang mendukung atau menguntungkan kesehatan. Dengan perkataan lain,

agar kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, perundangan, surat-surat keputusan, dan

26
sebagainya, selalu berwawasan atau berorientasi kepada kesehatan publik. Misalnya, ada

peraturan atau undang-undang yang mengatur adanya analisis dampak lingkungan untuk

mendirikan pabrik, perusahaan, rumah sakit, dan sebagainya. Dengan perkataan lain, setiap

kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat publik, herus memperhatikan dampaknya

terhadap lingkungan (kesehatan masyarakat).

b. Lingkungan yang Mendukung (Supportive Environment)

Strategi ini ditujukan kepada para pengelola tempat umum, termasuk pemerintah kota, agar

mereka menyediakan sarana-prasarana atau fasilitas yang mendukung terciptanya perilaku

sehat bagi masyarakat, atau sekurang-kurangnya pengunjung tempat-tempat umum

tersebut. Lingkungan yang mendukung kesehatan bagi tempat-tempat umum antara lain:

tersedianya tempat sampah, tersedianya tempat buang air besar/kecil, tersedianya air

bersih, tersedianya ruangan bagi perokok dan non-perokok, dan sebagainya. Dengan

perkataan lain, para pengelola tempat-tempat umum, pasar, terminal, stasiun kereta api,

bandara, pelabuhan, mall, dan sebagainya, harus menyediakan sarana-prasarana untuk

mendukung perilaku sehat bagi pengunjungnya.

c. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)

Sudah menjadi pemahaman masyarakat pada umumnya, bahwa dalam pelayanan kesehatan

itu ada “provider” dan “custumer”. Penyelenggara (penyedia) pelayanan kesehatan adalah

pemerintah dan swasta, dan masyarakat adalah sebagai pemakai atau pengguna pelayanan

kesehatan. Pemahaman semacam ini harus diubah, harus direorientasi lagi bahwa

masyarakat bukan hanya sekedar pengguna atau penerima pelayanan kesehatan, tetapi

sekaligus juga sebagai penyelenggara dalam batas-batas tertentu. Realisasi dari reorientasi

pelayanan kesehatan ini adalah para penyelenggara pelayanan kesehatan baik pemerintah

27
maupun swasta harus melibatkan, bahkan memberdayakan masyarakat agar mereka juga

dapat berperan bukan hanya sebagai penerima pelayanan kesehatan, tetapi juga sebagai

penyelenggara pelayanan kesehatan ini peran promosi kesehatan sangat penting.

d. Keterampilan Individu (Personal Skill)

Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri dari individu, keluarga, dan

kelompok-kelompok. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat akan terwujud apabila

kesehatan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-kelompok tersebut

terwujud. Oleh sebab itu, strategi utnuk mewujudkan keterampilan individu-individu

(personnel skill) dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan adalah sangat penitng.

Langkah awal dari peningkatan keterampilan dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka ini adalah memberikan pemahaman-pemahaman kepada anggota

masyarakat tentang cara-cara memelihara kesehatan, mencegah penyakit, mengenal

penyakit, mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan profesional, meningkatkan kesehatan,

dan sebagainya. Metode dan teknik pemberian pemahaman ini lebih bersifat individual

daripada massa.

e. Gerakan Masyarakat (Community Action)

Untuk mendukung perwujudan masyarakat yang mau dan mampu memelihara dan

meningkatkan kesehatannya seperti dalam visi promosi kesehatan ini, maka di dalam

masyarakat itu sendiri harus ada gerakan atau kegiatan-kegiatan untuk kesehatan. Oleh

sebab itu, promosi kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan-kegiatan di

masyarakat dalam mewujudkan kesehatan mereka. Tanpa adanya kegiatan masyarakat di

bidang kesehatan, niscaya terwujud perilaku yang kondusif untuk kesehatan, atau

masyarakat yang mau dan mampu memelihara serta meningkatkan kesehatan mereka.

28
2.4.6 Pendekatan pencegahan dalam promosi kesehatan

Pencegahan berdasarkan pendapat Leavell dan Clark (Prepathogenesis Phase &

Pathogenesis Phase).

a. Prepathogenesis (Primary Prevention/ pencegahan primer)

Prepathogenesis adalah suatu kejadian penyakit atau masalah kesehatan. Primary

prevention merupakan suatu usaha agar masyarakat yang berada dalam stage of optimum

health tidak jatuh ke dalam stage yang lebih buruk. Primary prevention dilakukan dengan

dua cara:

1) Health Promotion

Yaitu peningkatan status kesehatan masyarakat melalui:

 Health education

 Growth and development monitoring

 Marriage counseling

 Sex education

 Pengendalian lingkungan/ P2M

 Askep prenatal

 Stimulasi dan bimbingan dini

 Perlindungan gizi

 Penyuluhan untuk pencegahan keracunan

2) General and Specific Protection

Imunisasi, personal hygiene, accidental safety, kesehatan kerja perlindungan diri dari

bahan kimia/ toxin, pengendalian sumber pencemaran.

b. Pathogenesis Phase

29
1) Secondary prevention (pencegahan sekunder)

Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih sakit, dengan dua kegiatan:

 Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera/

adekuat), melalui penemuan kasus secara dini, pemeriksaan umum lengkap,

penanganan kasus survei terhadap kontak, dan lain-lain.

 Disability limitation (pembatasan kecacatan), merupakan penyempurnaan dan

identifikasi terapi tujuan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan,

penurunan beban sosial penderita, dan lain-lainnya.

2) Tertiary prevention (pencegahan infeksi)

Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh dari sakit dan

mengalami kecacatan antara lain: pendidikan kesehatan lanjutan, terapi kerja,

perkampungan rehabilitas sosial, penyadaran masyarakat, lembaga rehabilitasi, dan

lain-lain.

2.4.7 Ruang lingkup dan sasaran promosi kesehatan

Secara umum promosi kesehatan adalah suatu upaya untuk memengaruhi

masyarakat, baik individu, maupun kelompok agar mereka berperilaku hidup sehat. Dari

batasan terlihat bahwa dari promosi kesehatan hanya perilaku, utamanya perubahan perilaku

(behavior changing). Akan tetapi, untuk perubahan perilaku tidak hanya sekedar diberikan

pengetahuan, pemahaman, dan informasi-informasi tentang kesehatan. Untuk terjadinya

perubahan perilaku diperlukan faktor lain yang berupa fasilitas atau sarana dan prasarana

untuk mendukung terjadinya perilaku tersebut (enabling factors), dan dorongan-dorongan dari

luar yang memperkuat terjadinya perubahan perilaku ini, atau disebut juga reinforcing factors

(Green, 1980).

30
Oleh sebab itu, perlunya dipahami ruang lingkup maupun sasaran dalam upaya

promosi kesehatan di masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Ruang lingkup promosi kesehatan:

Ruang lingkup promosi kesehatan dapat didasarkan pada dua dimensi, yaitu dimensi aspek

sasaran pelayanan kesehatan, dan dimensi tempat pelaksanaan promosi kesehatan atau

tatanan (setting).

1) Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan, secara

garis besarnya terdapat dua jenis pelayanan kesehatan, yaitu:

 Pelayanan preventif dan promotif, adalah pelayanan bagi kelompok masyarakat

yang sehat agar kelompok ini tetap sehat dan bahkan meningkat status

kesehatannya. Pada dasarnya pelayanan ini dilaksanakan oleh kelompok profesi

kesehatan masyarakat.

 Pelayanan kuratif dan rehabilitatif, adalah pelayanan kelompok masyarakat yang

sakit, agar kelompok ini sembuh dari sakitnya dan menjadi pulih kesehatannya.

Pada prinsipnya pelayanan jenis ini dilakukan kelompok profesi kedokteran.

2) Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan (tempat pelaksanaan):

 Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Untuk mencapai perilaku sehat

masyarakat, maka harus dimulai pada tatanan masing-masing keluarga. Dalam teori

pendidikan dikatakan, bahwa keluarga adalah tempat persemaian manusia sebagai

anggota masyarakat. Karena itu, bila persemaian itu jelek maka jelas akan

berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing keluarga menjadi tempat yang

kondusif untuk tumbuhnya perilaku sehat bagi anak-anak sebagai calon anggota

31
masyarakat, maka promosi kesehatan sangat berperan. Dalam pelaksanaan promosi

kesehatan keluarga ini, sasaran utamanya adalah orang tua terutama ibu, karen aibu

lah di dalam keluarga itu yang sangat berperan dalam meletakkan dasar perilaku

sehat pada anak-anak mereka sejak lahir.

 Promosi kesehatan pada tatanan sekolah

Sekolah merupakan perpanjangan tangan keluarga, artinya sekolah merupakan

tempat lanjutan untuk meletakkan dasar perilaku bagi anak, termasuk perilaku

kesehatan. Peran guru dalam promosi kesehatan di sekolah sangat penting, karena

guru pada umumnya lebih dipatuhi oleh anak-anak dari pada orang tuanya. Sekolah

dan lingkungan sekolah yang sehat sangat kondusif untuk berperilaku sehat bagi

anak-anak. Agar guru dan lingkungan sekolah tersebut kondusif bagi perilaku sehat

bagi murid-muridnya, maka sasaran antara promosi kesehatan disekolah adalah

guru. Guru memperoleh pelatihan-pelatihan tentang kesehatan dan promosi yang

cukup, selanjutnya guru akan meneruskannya kepada murid-muridnya.

 Promosi kesehatan pada tempat kerja

Tempat kerja adalah tempat dimana orang dewasa memperoleh nafkah untuk

kehidupan keluarganya, melalui produktivitas atau hasil kerjanya. Selama lebih

kurang 8 jam perhari para pekerja ini menghabiskan waktunya untuk menjalankan

aktivitasnya yang beresiko bagi kesehatannya. Memang resiko yang ditanggung

oleh masing-masing pekerja ini berbeda satu sama lainnya, tergantung pada jenis

dan lingkungan kerja masing-masing karyawan tersebut. Oleh sebab itu promosi

kesehatan di tempat kerja ini dapat dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau

tempat kerja dengan memfasilitasi tempat kerja yang kondusif bagi perilaku sehat

32
bagi karyawan atau pekerjanya, misalnya tersedianya air bersih, tempat

pembuangan kotoran, tempaat sampah, kantin, ruang tempat istirahat, dan

sebagainya. Apabila perusahaan itu menempatkan karyawan di tempat proses

produksi, misalnya pabrik, maka harus tersedia bagi karyawannya alat-alat

pelindung, pemasangan poster yang berisi pesan-pesan untuk menghindari

kecelakaan kerja, dan penyediaan selembaran untuk menjaga keselamatan dan

kesehatan kerja juga merupakan bentuk promosi kesehatan.

 Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU)

Tempat-tempat umum adalah tempat dimana orang-orang berkumpul pada waktu-

waktu tertentu, misalnya pasar, terminal bus, stasiun kereta api, bandara, mall, dan

sebagainya. Di tempat-tempat umum juga perlu dilaksanakan promosi kesehatan

dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku sehat bagi

pengunjungnya, misalnya tersedianya tempat sampah, temapt cuci tangan, tempat

pembuangan air kotor, ruang tunggu bagi perokok dan non-perokok, kantin, dan

sebagainya. Pemasangan poster, penyediaan selembaran yang berisi cara-cara

menjaga kesehatan atau kebersihan juga merupakan bentuk promosi kesehatan.

 Promosi kesehatan di intitusi pelayanan kesehatan

Temapt-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

poliklinik, tempat praktik dokter, dan sebagainya adalah tempat yang paling

strategis untuk promosi kesehatan. Sebab pada saat orang baru sakit atau

keluarganya sakit, maka mereka akan lebih peka terhadap informasi-informasi

kesehatan terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatannya atau kesehatan

33
keluarganya. Dengan kata lain, mereka akan mudah menerima informasi, bahka

berperilaku yang terkait dengan kesehatannya, misalnya mematuhi anjuran-anjuran

dari dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya.

Pelaksanaan promosi kesehatan di institusi pelayanan kesehatan ini dapat dilakukan

terhadap individual oleh para petugas kesehatan kepada para pasien atau keluarga

pasien, atau dapat dilakukan terhadap kelompok-kelompok misalnya pada

kelompok penderita penyakit tertentu. Promosi kesehatan juga dilakukan secara

masal, yakni seluruh pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut, contohnya

beberapa rumah sakit terkemuka terutama di luar negeri, menyediakan selembaran

yang berisi informasi tentang penyakit-penyakit atau masalah-masalah kesehatan

dan cara pencegahan serta perawatannya.

b. Sasaran promosi kesehatan:

1) Sasaran primer

Sasaran primer adalah kelompok masyarakat yang akan diubah perilakunya.

Masyarakat umum yang mempunyai latar belakang heterogen seperti disebutkan di

atas, merupakan sasaran primer dalam pelaksanaan promosi kesehatan. Akan tetapi,

dalam praktik promosi kesehatan, sasaran primer ini dikelompokkan menjadi kelompok

kepala keluarga, ibu hamil, ibu menyusui, ibu anak balita, anak sekolah, remaja,

pekerja di tempat kerja, masyarakat di temapt-tempat umum, dan sebagainya.

2) Sasaran sekunder

Sasaran sekunder adalah tokoh masyarakat setempat (formal maupun informal) dapat

digunakan sebagai jembatan untuk mengefektifkan pelaksanaan promosi kesehatan

terhadap masyarakat (sasaran primer). Tokoh masyarakat merupakan tokoh panutan

34
bagi masyarakatnya, perilakunya selalu menjadi acuan bagi masyarakat di sekitarnya.

Oleh karena itu, tokoh masyarakat dapat dijadikan sasaran sekunder dengan cara

memberikan kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan bagi masyarakat, di

samping mereka sendiri dapat menjadi contoh perilaku sehat bagi masyarakat di

sekelilingnya.

3) Sasaran tertier

Seperti telah disebutkan diatas bahwa masyarakat memerlukan faktor pemungkin

(enabling) untuk berperilaku sehat, yakni sarana dan prasarana untuk terwujudnya

perilaku tersebut. Namun, untuk pengadaan sarana dan prasarana untuk berperilaku

sehat ini sering kali masyarakat sendiri tidak mampu. Untuk itu perlu dukungan dari

penentu atau pembuat keputusan di tingkat lokal, misalnya lurah, camat, bupati, atau

pejabat pemerintah setempat. Misalnya, di daerah yang sangat kekurangan air bersih,

padahal masyarakatnya tidak mampu mengadakan sarana air bersih tersebut. Oleh

sebab itu, kegiatan promosi kesehatan dapat menjadikan para pejabat setempat ini

sebagai sasaran tertier. Caranya, bupati atau camat dapat menganggarkan melalui

APBD untuk pembangunan saran air bersih tersebut.

2.4.8 Metode dan teknik promosi kesehatan

Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara atau

metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan promosi

kesehatan. Dengan kata lain, metode dan teknik promosi kesehatan adalah dengan cara dan

alat apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaika pesan-pesan

kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau masyarakat.

Berdasarkan sasarannya, metode teknik promosi kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu:

35
a. Metode promosi kesehatan individual

Metode ini digunakan apabila promotor kesehatan dan sasaraan atau klien dapat

berkomunikasi langsung, baik bertatap muka maupun sarana komunikasi lainnya, misalnya

telepon. Cara ini paling efektif karena antara petugas dan klien dapat saling berdialog,

saling merespon dalam waktu yang bersamaan. Dalam menjelaskan masalah kesehatan

bagi kliennya petugas kesehatan dapat menggunakan alat bantu atau peraga yang relevan

dengan masalahnya. Metode dan teknik promosi kesehatan individual ini dikenal dengan

“councelling”

b. Metode promosi kesehatan kelompok

Teknik dan metode promosi kesehatan kelompok ini digunakan untuk sasaran kelompok.

Sasaran kelompok dibedakan menjadi dua, yakni kelompok kecil dan kelompok besar.

Disebut kelompok kecil jika sasarannya terdiri antara 6-15 orang, dapat berupa diskusi

kelompok, metode curah pendapat (brain storming), bola salju (snow ball), bermain peran

(role play), metode permainan simulasi (simulation game), dan sebagainya dibantu oleh

alat media misalnya lembar balik, alat peraga, slide, dan sebagainya. Sedangkan, kelompok

besar sasarannya terdiri antara 15-50 orang, dapat berupa metode ceramah yang diikuti

atau tanpa diikuti tanya jawab, seminar, loka karya, dan sebaginya dibantu oleh alat media

misalnya overhead projector, slide projector, film, sound system, dan sebagainya.

c. Metode promosi kesehatan massa

Apabila sasaran promosi kesehatan adalah massal atau publik, maka metode dan teknik

promosi kesehatan yang dilakukan adalah massa. Merancang metode kesehatan massal

memang yang paling sulit, sebab sasaran publik sangat heterogen, baik dilihat dari

kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, sosio-budaya, dan sebagainya.

36
Kita memahami masing-masing kelompok sasaran yang sangat variatif tersebut

berpengaruh terhadap cara merespon, mempersepsikan, dan pemahaman terhadap pesan-

pesan kesehatan, padahal kita harus merancang dan meluncurka pesan-pesan kesehatan

tersebut kepada massa tersebut dengan metode, teknik, dan isi yang sama. Metode dan

teknik yang digunakan untuk massa yang sering digunakan adalah: ceramah umum

(lapangan terbuka dan tempat-tempat umum), penggunaan media massa elektronik(radio

dan televisi), penggunaan media cetak (koran, majalah, selembaran, poster, dll),

penggunaan media di luar ruangan (spanduk, umbul-umbul, dll).

2.5 Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan sasaran utama promosi

kesehatan. Salah satu strategi global promosi kesehatan pemberdayaan atau empowerment

dengan sasaran masyarakat atau komunitas. Masyarakat sebagai sasaran primer promosi

kesehatan harus diberdayakan agar mereka mau dan mampu memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri. Sudah tentu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok atau komunitas-

komunitas yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

Kemandirian masyarakat di bidang kesehatan sebagai hasil pemberdayaan di bidang

kesehatan sesungguhnya merupakan perwujudan dari tanggung jawab mereka agar hak-hak

kesehatan mereka terpenuhi. Hak-hak setiap anggota kesehatan masyarakat ialah hak untuk

dilindungi dan dipeliharanya kesehatan mereka sendiri oleh mereka sendiri, tanpa tergantung

kepada pihak lain, baik pemerintah maupun organisasi masyarakat yang lain. Peran pemerintah

dalam memelihara dan melindungi masyarakat hanyalah sebagai fasilitator, motivator, dan

stimulator.

37
2.5.1 Tujuan pemberdayaan masyarakat dan Promosi Kesehatan

a. Tujuan umum

Meningkatnya PHBS individu, keluarga, kelompk-kelompok, dan masyarakat serta

berperan aktif dalam setiap gerakan kesehatan masyarakat melalui upaya promosi kesehatan

yang terintegrasi secara lintas program, lintas sektor, swasta, dan masyarakat.

b. Tujuan khusus

1) Meningkatkan komitmen pembangunan berwawasan kesehatan dari para penentu

kebijakan dari berbagai pihak.

2) Meningkatkan kerjasama antar masyarakat, antar kelompok, serta antar lembaga dalam

rangka pembangunan berwawasan kesehatan.

3) Meningkatkan peran masyarakat termasuk swasta sebagai subjek atau penyelenggara

upaya pemberdaya masyarakat dan promosi kesehatan.

4) Meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan yang efektf

dengan mempertimbangkan kearifan lokal.

5) Meningkatkan keterpaduan pelaksanaan upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat dengan seluruh program dan sektor terkait, di pusat, provinsi, dan

kebupaten/ kota dengan mengacu kepada rencana strategis kementerian kesehatan.

2.5.2 Kebijakan Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan

a. Meningkatka kemitraan dan pemberdayaan dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan

sehat dalam pencapaian tujuan pembangunan berwawasan kesehatan.

b. Menempatkan upaya pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan menjadi salah satu

prioritas pembangunan kesehatan.

38
c. Melaksanakan peningkatan akses informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang

dan bertanggung jawab.

d. Memantapkan peran serta masyarakat, kelompok-kelompok potensial, termasuk swasta dan

dunia usaha dalam pembangunan kesehatan.

e. Melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan secara holistik dan

terpadu.

f. Melaksanakan peningkatan kualitas penyelenggara upaya pemberdayaan masyarakat dan

promosi kesehatan.

2.5.3 Ruang Lingkup Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan

Ruang lingkup didalam pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan, yaitu

sebagai berikut:

a. Pembinaan PHBS di 5 tatanan, yaitu: PHBS di rumah tangga, PHBS di sekolah, PHBS di

tempat-tempat umum, PHBS di tempat kerja, PHBS di institusi kesehatan. Setiap tatanan

memiliki indikator pencapaian persentase PHBS

b. Pengembangan Desa Siaga Aktif, yaitu: mengupayakan pencapaian Desa Siaga Aktif

dengan melalui tahapan dari Pratama, Madya, Purnama, dan Mandiri serta pengembangan

UKBM.

c. Peningkatan jumlah Pos Kesehatan Desa (POSKESDES) yang beroperasi, yaitu:

pengembangan kegiatan yang dilaksanakan di Poskesdes.

2.5.4 Indikator Kinerja Utama Pemberdayaan Masyarakat dan Promosi Kesehatan

Sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-

2014 dan Penetepan Kinerja Pusat Promosi Kesehatan, telah ditetapkan 6 indikator dalam

39
mencapai sasaran hasil program. Sasaran strategis yang disusun untuk mencapai target pada

indikator kinerja utama yaitu:

a. Meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat.

b. Meningkatnya kemandirian masyarakat untk hidup sehat.

c. Meningkatnya kebijakan publik berwawasan kesehatan.

Adapun 6 indikator merupakan indikator utama dan tambahan dalam pencapaian

sasaran tersebut, yaitu:

a. Indikator utama

1) Persentase rumah tangga ber-PHBS.

2) Persentase Desa Siaga Aktif.

3) Pos Kesehatan Desa yang beroperasi.

b. Indikator tambahan

1) Persentase Sekolah Dasar yang mempromosikan kesehatan.

2) Jumlah Kabupaten/ Kota yang diadvokasi untuk menetapkan kebijakan berwawasan

kesehatan.

3) Jumlah strategi promosi kesehatan program prioritas kesehatan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005 – 2025.

Jakarta: Depkes RI. .

Irianto, Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung:Alfabeta.

Kholid, Ahmad. 2015. Promosi Kesehatan. Jakarta:Rajawali Pers.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta:Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.

41
42

Anda mungkin juga menyukai