PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan penulis dalam makalah ditunjukan untuk mencapai tujuan dari dibahasnya
pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah. Adapun tujuan penulis makalah,
sebagai berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Water Borne Disease
Water borne disease penyakit yang ditransmisikan bila organisme penyebab
penyakitnya (patogen) yang berada di dalam air terminum oleh orang atau hewan sehingga
menimbulkan infeksi.Water borne disease ini dalam kenyataannya dapat disebarkan tidak
hanya lewat air, tetapi juga melewati setiap sarana yang memungkinkan bahan tinja untuk
memasukimulut (jalur fekal-oral), misalnya lewat makanan yang terkontaminasi.
Penyakit yang Tergolong Water Borne Disease
1. Tifus
Penyakit tifus merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Penyakit ini disebabkan oleh kurang memelihara kebersihan lingkungan dan
mengkonsumsi makanan yang tidak higienis.
Penyakit tifus menular melalui air dan makanan yang tercemar oleh air seni dan tinja
penderita penyakit ini. Penyakit tifus dapat juga ditularkan oleh kotoran yang dibawa oleh
lalat dan kecoa, yang menempel di tempat - tempat yang dihinggapinya. Penularan kuman
terjadi melalui mulut, masuk ke dalam lambung, menuju kelenjar limfoid usus kecil,
kemudian masuk ke dalam peredaran darah.
Pada umumnya, mereka yang terinfeksi penyakit ini akan mengalami keluhan dan gejala
seperti demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare
atau sembelit (sulit buang air besar). Suhu tubuh meningkat terutama pada sore dan malam
hari.
Pencegahan penyakit tifus dapat dilakukan dengan membiasakan melindungi makanan
dari hewan pembawa penyakit, seperti lalat, kecoa, dan tikus; mencuci tangan dengan sabun
setelah buang air dan sebelum makan; serta menghindari membeli jajanan di tempat-tempat
yang kurang bersih.
menderita tifus pada tahun 2009 sebanyak 572 orang, yaitu laki-laki sebanyak 308 orang
atau sebesar 54%, dan perempuan sebanyak 264 orang atau sebesar 46%.1
Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada
tahun 1990 sebesar 9,2 dan tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4 per 10.000
penduduk. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
1
Chandra, B. Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas, 2009.
3
sanitasi lingkungan, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan
di daerah urban ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk.
2. Kolera
Kolera adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Vibrio Cholerae yang
menyerang usus kecil. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang
terkontaminasi akibat sanitasi yang buruk.
Di dalam tubuh manusia, bakteri Vibrio cholerae akan menghasilkan racun yang
menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah besar cairan garam dan mineral dari dalam
tubuh. Bakteri ini amat sensitif terhadap asam lambung, sehingga penderita yang kekurangan
asam lambung cenderung menderita penyakit ini.
Penderita kolera akan mengalami gejala mulai dari diare hebat, keram perut, mual,
muntah, hingga dehidrasi. Kolera dapat menyebar luas dengan sangat cepat, terutama di
lingkungan yang tidak bersih.
Penyakit ini memiliki tingkat kematian yang tinggi. Pada kasus wabah kolera di Provinsi
Papua bulan Juni 2006 lalu, tercatat 5.108 kasus kolera dengan 170 kematian. Oleh karena
itu, penderita yang mengalami gejala-gejala seperti yang telah disebutkan di atas sebaiknya
segera diberikan pertolongan dengan mengantarkannya ke rumah sakit atau puskesmas agar
untuk diberi cairan infus. Obat infus harus diberikan selekas mungkin. Semakin cepat cairan
infus diberikan, semakin baik.
Sebagai pertolongan pertama, penderita kolera harus diberi air minum dalam jumlah
yang cukup banyak, karena kematian pada kolera lebih disebabkan kekurangan cairan, bukan
keganasan bakteri kolera.2
Jagalah kebersihan rumah yang ada penderita kolera. Dalam kondisi itu usahakanlah
untuk selalu menggunakan sendok saat menyantap makanan dan lebih sering mencuci tangan
dengan sabun. Muntahan dan tinja penderita kolera merupakan sumber bakteri kolera. Oleh
karena itu, kamar mandi dan kamar kecil sebaiknya dibersihkan dengan menggunakan larutan
antiseptik pembasmi bakteri. Penderita kolera pada tahun 2009 sebanyak 7 orang, yaitu laki-
laki sebanyak 5 orang (71%) dan perempuan sebanyak 2 orang (29%).
Dari Ditjen PP-PL, Depkes RI, profil PP-PL 2006 penyakit kolera di Indonesia terdapat
78 kasus.
2
Ibid
4
3. Disentri
Penyakit disentri merupakan peradangan pada usus besar. Gejala penyakit ini ditandai
dengan sakit perut dan buang air besar encer secara terus menerus (diare) yang bercampur
dengan lendir, nanah, dan darah.
Berdasarkan penyebabnya, disentri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu disentri amuba
dan disentri basiler. Disentri amuba disebabkan oleh infeksi parasit Entamoeba histolytica
dan disentri basiler disebabkan oleh infeksi bakteri Shigella.
Bakteri tersebut dapat tersebar dan menular melalui makanan dan air yang sudah
terkontaminasi kotoran dan bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat merupakan serangga yang
hidup di tempat yang kotor dan bau, sehingga bakteri dengan mudah menempel di tubuhnya
dan menyebar di setiap tempat yang dihinggapi.
Bakteri masuk ke dalam organ pencernaan mengakibatkan pembengkakan hingga
menimbulkan luka dan peradangan pada dinding usus besar. Inilah yang menyebabkan
kotoran penderita seringkali tercampur nanah dan darah. Gejala yang akan dialami penderita
disentri biasanya berupa mencret dan perut mulas, bahkan seringkali penderita merasakan
perih di anus akibat terlalu sering buang air.
Serupa dengan penanganan penyakit gangguan pencernaan lainnya, penderita harus
segera mendapat asupan cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dalam keadaan darurat,
dehidrasi ringan dapat di atasi dengan pemberian oralit. Jika cairan yang hilang tidak segera
tergantikan, dapat menyebabkan kematian pada penderita.
Langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyakit disentri
adalah dengan memperhatikan pola hidup sehat dan bersih; menjaga kebersihan makanan dan
minuman dari kontaminasi kotoran dan serangga pembawa bakteri; dan membiasakan untuk
selalu mencuci tangan sebelum makan.
4. Hepatitis E
Virus hepatitis E (HEV) memiliki diameter partikel 32-34 nm, dan sangat labil.
Berdasarkan sifat fisika-kimiawinya, virus ini diduga termasuk golongan virus calici.
Gejalanya meliputi rasa lemas, tidak enak badan, hilangnya nafsu makan, sakit perut,
sakit pada persendian, dan demam. Dosis infektif belum diketahui.
Masa inkubasi untuk hepatitis E bervariasi antara 2-9 minggu. Penyakit ini biasanya
ringan dan sembuh dalam 2 minggu. Tingkat kematian 0,1 – 1%, kecuali pada wanita hamil
dimana tingkat kematian mendekati 20%.
Hepatitis E ternyata menjadi beberapa wabah (epidemi) hepatitis di Asia, Afrika,
Amerika latin. Hepatitis E ditularkan melalui kontaminasi air sumur yang dapat
5
menyebabkan sakit yang mendadak yang tidak terlalu berat kecuali pada ibu hamil dimana
mortalitasnya cukup tinggi.
Beberapa virus lain dapat menyebabkan hepatitis walaupun jenis virus tersebut lebih
dikaitkan dengan penyakit lain. Misalnya, Mononucleosisn infeksiosa, Herpes simplex. Pada
beberapa kasus hepatitis penyebabnya tidak dapat dideteksi.
Penyakit ini dapat dicegah dengan penanganan makanan secara higienis dan pemanasan
yang merata (di atas 80ºC).
5. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Penyakit Leptospirosis ini pertama kali
dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa
gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat
ditularkan melalui air (water borne disease) Urin (air kencing) dari individu yang terserang
penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan.
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia,baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di
daerah tropis maupun subtropis . Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja
di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan
personel militer . Selain itu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air
yang terkontaminasi. Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada
saat musim hujan dan banjir.3
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan
banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air,
lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan
mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian
masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan
hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis
karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. Beberapa hewan
lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi
potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus.
Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen.
Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen. Di beberapa publikasi angka
kematian dilaporkan antara 3–54% tergantung sistem organ yang terinfeksi.
3
Kandun, IN. Manual Pemberantasan Penyakit. 2000
6
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 – 26 hari. Infeksi Leptospirosis
mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosa. Perjalanan penyakit Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase
septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan fase selama 1-3 hari kondisi penderita
membaik. Selain itu ada Sindrom Weil yang merupakan bentuk infeksi Leptospirosis yang
berat.
Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah, nyeri otot, merah,
muntah dan mata merah. Aneka gejala ini bisa meniru gejala penyakit lain seperti selesma,
jadi menyulitkan diagnosa. Malah ada penderita yang tidak mendapat semua gejala itu. Ada
penderita Leptospirosis yang lebih lanjut mendapat penyakit parah, termasuk penyakit Weil
yakni kegagalan ginjal, sakit kuning (menguningnya kulit yang menandakan penyakit hati)
dan perdarahan masuk ke kulit dan selaput lendir. Pembengkakan selaput otak atau
Meningitis dan perdarahan di paru-paru pun dapat terjadi. Kebanyakan penderita yang sakit
parah memerlukan rawat inap dan Leptospirosis yang parah malah ada kalanya merenggut
nyawa.4
a. Pencegahan Leptospirosis:
Yang pekerjaannya menyangkut binatang:
· Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air.
· Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata, jubah
kain dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena, terutama jika ada
kemungkinan menyentuh air seninya.
· Pakailah sarung tangan jika menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di dalam
maupun digugurkan atau dagingnya.
· Mandilah sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa
pun yang mungkin terkena.
· Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena. Cuci
dan keringkan tangan sebelum makan atau merokok.
· Ikutilah anjuran dokter hewan kalau memberi vaksin kepada hewan.
Untuk yang lain:
· Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni binatang.
4
Ibid
7
· Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan
tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.5
· Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.
· Pakailah sarung tangan bila berkebun.
· Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah dan
makanan dari perumahan.
· Jangan memberi anjing jeroan mentah.
· Cucilah tangan dengan sabun karena kuman Leptospira cepat mati oleh sabun, pembasmi
kuman dan jika tangannya kering.
6. Poliomielitis
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit virus yang sangat menular, yang terutama
mempengaruhi anak-ana. Virus ini ditularkan melalui makanan dan air yang terkontaminasi,
dan berkembang dalam usus, ia dapat menyerang sistem saraf. Banyak orang yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala, tetapi mengeluarkan virus dalam kotoran mereka, maka penularan
kepada orang lain.
Gejala awal polio termasuk demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher,
dan nyeri pada tungkai. Dalam sebagian kecil kasus, penyakit ini menyebabkan kelumpuhan,
yang sering permanen. Polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi.
Poliomyelitis, atau polio, adalah penyakit yang melumpuhkan, yang disebabkan oleh
salah satu dari tiga virus yang berhubungan, jenis virus polio 1, 2 atau 3. Satu-satunya cara
untuk menyebarkan virus polio adalah melalui rute fekal / oral. Virus memasuki tubuh
melalui mulut ketika orang makan makanan atau minum air yang terkontaminasi dengan
kotoran. Virus ini kemudian berkembang biak di usus, memasuki aliran darah, dan dapat
menyerang beberapa jenis sel saraf, yang dapat merusak atau menghancurkan. Polioviruses
sangat mudah menyebar di daerah-daerah dengan kebersihan yang buruk.6
Polio menular melalui kontak orang-ke-orang. Bila seorang anak terinfeksi virus polio
liar, virus memasuki tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Hal ini kemudian
ditumpahkan ke lingkungan melalui tinja mana ia dapat menyebar dengan cepat melalui
masyarakat, terutama dalam situasi kebersihan yang buruk dan sanitasi. Jika jumlah yang
memadai anak-anak diimunisasi lengkap polio, virus tidak dapat menemukan anak-anak
rentan terhadap menginfeksi, dan mati keluar.
5
Ibid
6
Ibid
8
Anak-anak kecil yang belum terlatih toilet merupakan sumber penularan siap, terlepas
dari lingkungan mereka. Polio dapat menyebar ketika makanan atau minuman terkontaminasi
oleh kotoran. Ada juga bukti bahwa lalat secara pasif dapat mentransfer virus polio dari feses
ke makanan.
Kebanyakan orang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak
pernah sadar mereka telah terinfeksi. Orang-orang ini tanpa gejala membawa virus dalam
usus mereka dan bisa "diam-diam" menyebarkan infeksi ke ribuan orang lain sebelum kasus
kelumpuhan polio pertama muncul.
Poliomyelitis disebabkan oleh infeksi dengan anggota dari genus Enterovirus dikenal
sebagai virus polio (PV). Kelompok ini virus RNA menjajah saluran pencernaan [1] -
khususnya orofaring dan usus. Tiga serotipe dari virus polio telah diidentifikasi-virus polio
tipe 1 (PV1), tipe 2 (PV2), dan tipe 3 (PV3)-masing-masing dengan kapsid protein yang
berbeda sedikit. Ketiga sangat virulen dan menghasilkan gejala-gejala penyakit yang sama .
PV1 adalah bentuk yang paling biasa ditemui, dan yang paling dekat hubungannya dengan
kelumpuhan.
Virus polio terdiri atas 3 tipe (strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan tipe 3
(Leon). Tipe 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi adalah yang paling ganas (paralitogenik)
dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe 2 paling jinak.
Virus polio (poliomyelitis) sangat menular dan tak bisa disembuhkan. Virus ini
menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan sistem saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan
otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar
10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang diserang adalah
otot pernapasannya. Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam
tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan melalui
sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.7
Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu:
a. Fekal-oral (dari tinja ke mulut)
Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja
penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat.
b. Oral-oral (dari mulut ke mulut)
Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya.
7
Chandra, B. Ilmu Kedokteran Pencegahan Komunitas, 2009.
9
Tidak ada obat untuk polio, hanya pengobatan untuk mengurangi gejala. Panas dan terapi
fisik yang digunakan untuk merangsang otot dan obat-obatan antispasmodic diberikan untuk
mengendurkan otot-otot. Meskipun hal ini dapat meningkatkan mobilitas, tidak dapat
membalikkan polio kelumpuhan permanen.
Polio dapat dicegah melalui imunisasi. Vaksin Polio, diberikan beberapa kali, hampir
selalu melindungi anak seumur hidup. Ada dua jenis vaksin polio yang digunakan: vaksin
polio oral (OPV) dan vaksin polio tidak aktif (IPV). Keuntungan dari OPV dibandingkan
dengan IPV adalah kemudahan administrasi (tidak perlu pekerja kesehatan terlatih) dan biaya
yang lebih rendah. Keuntungan dari IPV adalah bahwa hal itu bukan "hidup" vaksin (yakni
tidak aktif) dan dengan demikian tidak membawa risiko kelumpuhan vaksin terkait. Berbeda
vaksin OPV (trivalen, bivalen dan monovalen) yang tersedia, untuk melindungi satu atau
lebih jenis virus. Pilihan vaksin tergantung terutama pada prevalensi dari tiga jenis virus yang
beredar dalam populasi target. IPV melindungi terhadap tipe 1, 2 dan 3.
Cara pencegahan
a. Eradikasi Polio
Pemerintah mencanangkan Indonesia bebas polio dengan memberikan imunisasi kepada
seluruh balita di Indonesia.
b. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
Imunisasi polio yang harus diberikan sesuai dengan rekomendasi WHO yaitu diberikan sejak
lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang pada saat usia 1,5 tahun;
5 tahun; dan usia 15 tahun. Upaya imunisasi yang berulang ini tentu takkan menimbulkan
dampak negatif. Bahkan merupakan satu-satunya program yang efisien dan efektif dalam
pencegahan penyakit polio.
c. Survailance Acute Flaccid Paralysis
Yaitu mencari penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka
harus diperiksa tinjanya untuk memastikan apakah karena polio atau bukan. Berbagai kasus
yang diduga infeksi polio harus benar-benar diperiksa di laboratorium karena bisa saja
kelumpuhan yang terjadi bukan karena polio.
d. Mopping Up
Artinya tindakan vaksinasi massal terhadap anak usia di bawah 5 tahun di daerah
ditemukannya penderita polio tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
Tampaknya di era globalisasi dimana mobilitas penduduk antarnegara sangat tinggi dan
cepat, muncul kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan
dengan vaksinasi polio tentu harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan
10
sanitasi perorangan. Penggunaan jamban keluarga, air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan, serta memelihara kebersihan makanan merupakan upaya pencegahan dan
mengurangi risiko penularan virus polio yang kembali mengkhawatirkan ini. Menjadi salah
satu keprihatinan dunia bahwa kecacatan akibat polio menetap tak bisa disembuhkan.
Penyembuhan yang bisa dilakukan sedikit sekali alias tidak ada obat untuk menyembuhkan
polio. Namun, sebenarnya orang tua tak perlu panik jika bayi dan anaknya telah memperoleh
vaksinasi polio lengkap.8
B. Food Borne Disease
Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan
atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme atau mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan. Selain itu, zat kimia
beracun, atau zat berbahaya lain dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut
terdapat dalam makanan. Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan dapat
berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) yang segera terjadi
setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan. Makanan dapat
menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat
tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin
yang dapat membahayakan manusia .
8
Ibid
11
yang dapat menyebabkan foodborne disease antara lain E. coli, Campylobacter, Yersinia,
Clostridium dan Listeria, virus serta parasit.
Dari semua penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang paling sering terjadi
adalah diare. Penyakit diare menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara
berkembang. Hal ini terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya
meninggal. Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri
E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat.
Infeksi karena strain patogenik E.coli mungkin merupakan penyebab paling umum
diare di negara-negara berkembang. Kontaminasi E.coli dan patogen lain dari tinja yang
sering terjadi pada makanan, menunjukkan adanya kontaminasi tinja pada makanan.
Akibatnya, setiap patogen yang penularannya melalui fekal-oral (missal rotavirus) dapat
ditularkan melalui makanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam
makanan meliputi:
1. Faktor intrinsik, merupakan sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki oleh bahan
pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi dan pH bagi mikroba.
3. Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri.
2. Pemantauan suhu Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat
membiaknya kuman yang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C
dan 60° C. Untuk berjaga-jaga:
12
a. suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di seputar
makanannya agar pembagian suhunya merata.
c. makanan yang harus dipanaskan lagi harus segera dipanaskan sampai semua
bagiannya mencapai suhu 75° C.
C. Cara Menyimpan
Daging, ikan, unggas dan sayur yang mentah bisa mengandung banyak kuman, dan
juga mencemari makanan yang sudah siap jika tidak disimpan atau ditangani dengan cermat.
Untuk berjaga-jaga:
a. makanan mentah sebaiknya disimpan tertutup atau dalam tempat bertutup di bawah
makanan lain yang sudah siap agar bagian makanan atau cairan daging tidak menumpahi atau
menetesiny.
c. tangan harus segera dicuci sesudah menangani makanan mentah dan sebelum
menangani makanan yang sudah matang atau siap.
d. sebaiknya menggunakan talenan, sendok garpu dan piring lain untuk makanan
mentah dan yang sudah siap, dan jika talenan mesti dipakai kembali basuhlah terlebih dahulu
baik-baik dengan air panas bersabun.
f. bahan makanan harus disimpan baik-baik, jauh dari bahan beracun, semprot
serangga, bahan pembersih dll.
13
g. tidak memakai serbet pengering piring untuk menyeka tangan atau meja, selain itu
serbetnya harus sering dicuci dan dikeringkan, h. serbet harus sering disucihamakan dan
diganti.9
A. Foodborne Disease
Terdapat agen patogenik pada saat pengolahan makanan yang ditularkan melalui bahan
makanan, pekerja, dan hewan.
Penyimpanan makanan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu normal makanan itu sendiri.
Cemaran bakteri hanya 30% dari kasus foodbornedisease. Namun demikian, beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa wabah dan angka kematian (mortalitas) tertinggi pada
foodborne disease disebabkan oleh infeksi bakteri (Altekruse et al., 2008). Penularan pada
foodborne disease umumnya melalui oral, jika tertelan dan masuk ke dalam saluran
pencernaan akan menimbulkan gejala klinis diantaranya mual, muntah dan diare. Apabila
gejala diare dan muntah terjadi dalam waktu lama, maka dapat mengakibatkan dehidrasi atau
kehilangan cairan tubuh. Masa inkubasi penyakitnya berkisar antara beberapa jam sampai
9
Leimena, J. Public Health in Indonesia. 1956
14
beberapa minggu, tergantung pada jenis bakteri yang menginfeksinya. Walaupun demikian,
tidak semua bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan dapat menimbulkan penyakit,
tergantung dari virulensi bakteri serta respon sistem kekebalan tubuh. Beberapa bacterial
foodborne disease yang umum dijumpai pada bahan pangan, adalah:
Salmonella spp.
Infeksi Salmonella dapat bersifat fatal, terutama bagi bayi berumur kurang dari satu
tahun. Selain dipengaruhi umur, juga bergantung pada galur dan jumlah bakteri yang masuk.
Salmonella typhi dan S. paratyphi menyebabkan demam tifoid, lebih dikenal dengan penyakit
tifus. Masa inkubasinya 6 – 48 jam. Gejala klinis berupa pusing, diare, mual, muntah,
konstipasi, pusing, demam tifoid/demam tinggi terus-menerus. Adapun Salmonella nontifoid
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella lain, seperti misalnya S. enteritidis, S. typhimurium,
dan S.heidenber juga berpotensi menyebabkan foodbornedisease pada manusia. Masa
inkubasinya lebih pendek antara 5 – 72 jam, rata-rata 12 – 36 jam. Gejala klinis mirip
penyakit tifoid, tetapi tidak disertai demam tifoid yang terus-menerus. Salmonellosis dapat
ditularkan melalui berbagai jenis pangan asal ternak, seperti daging sapi, daging unggas dan
telurnya, susu dengan hasil produknya (seperti es krim, keju, dll.) serta makanan lain yang
tercemar bakteri, dan dimasak setengah matang
15
semua pihak, karena dikhawatirkan terjadinya penularan S. enteritidis dari ayam ke manusia
melalui pangan asal ternak.
Escherichia coli
Escherichia coli bersifat komensal yang terdapat pada saluran pencernaan hewan dan
manusia. Bakteri E. coli masuk dalam salah satu bakteri indikator sanitasi . E. coli patogenik
penyebab diare diklasifikasikan menjadi 5 kelompok: kelompok E. coli patogen yaitu
E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enterotoksigenik (ETEC), E. coli enteroinvasif
(EIEC), E. colihemoragik (EHEC), dan E. coli enteroaggregatif
(Bettelheim, 1989). Infeksi bakteri tersebut diduga merupakan faktor utama penyebab
malnutrisi pada bayi dan anak-anak di negara berkembang. Salah satu serotipe EHEC pada
manusia adalah E. coli O157 H7 yang mengakibatkan diare berdarah. Apabila infeksi
berlanjut dapat menimbulkan komplikasi yang mengakibatkan sindrom uremik hemolitik
pada anak-anak dan usia lanjut. E. coli patogenik ini banyak mencemari daging sapi, susu, air
tanpa proses, dan sayuran mentah. Pada tahun 1982 pertama kali dilaporkanterjadinya wabah
diare berdarah yang disebabkan oleh E. coli O157:H7 pada 20.000 orang dengan kematian
sebanyak 250 orang, akibat mengkonsumsi hamburger setengah matang dari restoran cepat
saji di Amerika Serikat. Gejala umum infeksi E. coli diantaranya diare berdarah, muntah,
nyeri abdomen, dan kram perut. Infeksi E. coli pada bayi, anak-anak, lanjut usia, individu
immunocompromised seperti penderita HIV/AIDS, dapat menimbulkan komplikasi yang
menyebabkan kematian
Clostridium spp.
16
terutama pada makanan yang mengandung toksin tipe E. Kadang-kadang timbul gangguan
badan seperti lemas, pusing, vertigo, dan penglihatan kabur. Botulinum juga dapat
menyebabkan kelumpuhan pada tenggorokan sehingga tidak dapat menelan, selanjutnya
diikuti oleh kelumpuhan otot yang menyebabkan lidah dan leher tidak dapat digerakkan.
Listeria monocytogenes
Infeksi L. monocytogenes pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1980an,
yaitu dengan adanya wabah listeriosis di Jerman akibat konsumsi susu mentah. Listeriosis
pada manusia bersifat fatal, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Masa inkubasi penyakit
antara 2 – 6 minggu. Gejala yang timbul padalisteriosis berupa mual, muntah, diare, demam,
dan gejala influensa. Tingkat kematian pada perinatal dan neonatal mencapai 80%,
sedangkan pada individu dengan respon imun yang terdepresi mencapai 50%
Bakteri ini banyak dijumpai dalam susu, daging sapi, daging unggas, ikan laut dan
produknya, serta makanan siap saji. Di USA dan Eropa, L. monocytogenes banyak ditemukan
pada susu mentah. Hasil analisis resiko yang dilakukan di Amerika pada tahun 2002
menunjukkan bahwa 4,1% dari 45 sampel susu ternyata positif L. monocytogenes, sedangkan
keberadaan bakteri tersebut pada susu pasteurisasi sangat jarang (0,4% dari ± 10.000 sampel)
(Lovett etal; 1987). Sejak tahun 1989, Departemen Pertanian dan The Food and Drug
Administration Amerika Serikat mensyaratkan bahwa L. monocytogenes harus negatif pada
makanan. Kejadian listeriosis yang disebabkan oleh L. monocytogenes baik pada manusia
maupun hewan belum pernah dilaporkan di Indonesia. Tetapi dari pemeriksaan laboratorium
dilaporkan bahwa bakteri L. monocytogenes telah dapat diisolasi dari produk asal hewan
seperti daging ayam dan daging sapi.10
Campylobacter spp.
10
Ibid
17
Pangan potensial pembawa bakteri C. jejuni dan Campylobacter lainnya antara lain
ayam, telur, daging babi, susu dan produk-produknya yang dimasak tidak sempurna, serta
non-chlorinated water . Hasil studi yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa
sebanyak ± 70% kasus campilobakteriosis pada manusia berhubungan erat dengan konsumsi
ayam, dan dari survei yang dilakukan oleh United State of DrugAdministration (USDA)
ternyata sebanyak 88% karkas ayam yang dijual di Amerika terkontaminasi oleh
Campylobacter. Masa inkubasi kampilobakteriosis antara 1 – 10 hari setelah makan-
makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut secara oral. Gejala sakit dapat bervariasi dari
yang ringan sampai parah. Kematian jarang terjadi akibat infeksi ini. Gejala klinis ditandai
dengan diare encer (kadang-kadang disertai darah), demam, sakit abdomen, mual, sakit
kepala, dan ngilu/ sakit pada otot.
Vibrio spp.
Ada 3 spesies Vibrio yang dapat mengakibatkan foodborne diseases pada manusia,
yaitu V. cholera (serotipe O1, non-O1 dan O39), V. parahaemolyticus, dan V. vulminicus.
Sebanyak 10 – 20% kasus foodborne disease yang disebabkan oleh Vibrio sp. umumnya
ditularkan melalui makanan hasil laut. Masa inkubasi V. cholera O1 antara 6 jam – 5 hari,
dengan gejala gastroenteritis dan akut. Apabila tidak diobati dengan cepat, maka dapat
mengakibatkan dehidrasi cepat dengan diikuti asidosis dan shock, serta dapat mengakibatkan
kematian. Gejala klinis yang disebabkan oleh V. cholerae non-O1 lebih ringan, tetapi disertai
muntah, mual, septikemia, jarang disertai dengan diare encer. Di Jepang, kasus foodborne
disease yang disebabkan oleh V. parahae-molyticus sangat umum terjadi, dan dapat
mengakibatkan 50 – 70% kasus enteritis. Hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan masyarakat
Jepang yang suka mengonsumsi ikan laut mentah.
Rotavirus
18
Rotavirus adalah virus yang menyebabkan gastroenteritis. Gastroenteritis viral adalah
infeksi usus yang disebabkan berbagai macam virus. Gastroenteritis virus sangat menular dan
merupakan penyakit yang paling umum. Hal ini menyebabkan jutaan kasus diare setiap
tahun.Virus merupakan penyebab diare tersering yang angka kejadiannya mencapai jutaan
kasus tiap tahunnya. Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus. Virus - virus itu
berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan merusak mekanisme transportnya. Sel yang
rusak dapat masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan sejumlah besar virus, yang
kemudian terdapat dalam tinja. Diare yang disebabkan oleh rotavirus akibat gangguan
penyerapan natrium dan absorpsi glukosa karena sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel
kriptus belum matang yang tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan
fungsi normal.
Gejala yang timbul antara lain diare berupa buang air besar yang berupa air , demam,
nyeri perut, dan muntah-muntah, sehingga terjadi dehidrasi. Gejala utama Gastroenteritis
virus adalah diare berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta muntah.
Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut. Gejala biasanya
muncul dalam waktu 4 - 48 jam setelah terpapar virus dan berlangsung selama 1 - 2 hari,
walaupun gejala dapat berlangsung selama 10 hari.
Norovirus
Norovirus merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk virus. Merupakan
virus utama penyebab penyakit perut. Merupakan virus dari family Calciviridae. Virus ini
memiliki RNA tunggal yang tidak bersegmen. Virus ini menginfeksi melalui rute oral. Gejala
penyakitnya sering terlihat pada penderita diare. Sering kali dijumpai dalam air yang tidak
bersih, kerang-kerangan, es, telur, salad, dan berbagai makanan kontaminan lainnya. Masa
inkubasinya berkisar 1-2 hari.11
Hepatitis Virus
Virus hepatitis A dapat menular melalui berbagai cara seperti kontak orang ke orang
atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Orang yang telah
terinfeksi virus hepatitis A dapat menjadi sumber penularan virus yang mengontaminasi
makanan sehingga orang-orang ini tidak diperbolehkan menangani makanan meskipun
mereka tidak terlihat sakit. Oleh karena itulah, orang-orang yang bekerja menangani
11
Kandun, IN. Manual Pemberantasan Penyakit. 2000
19
makanan, seperti di restoran atau pabrik makanan, harus diberi vaksinasi hepatitis A. Setelah
tertelan, ketahanan virus hepatitis A terhadap asam memungkinkannya lewat dalam perut dan
masuk ke usus halus. Virus ini menginfeksi sel-sel epitel mukosa, berkembang biak dan
menyebar ke sel-sel yang berdekatan dan kemudian masuk ke hati lewat peredaran darah
keluar. Virus Hepatitis A menginfeksi sel-sel parenkimal hati. Setelah sel dipenetrasi, virus
hepatitis A akan mengambil alih sistem sel tersebut untuk menghasilkan komponen-
komponen virus yang baru dan memicu respon antibodi tubuh. Masa inkubasi virus hepatitis
A adalah 15-50 hari. Gejala klinis yang muncul adalah nyeri otot, sakit kepala, hilang nafsu
makan, tidak enak perut, demam kemudian diikuti jaundice kulit, mata, dan selaput lendir
serta urin berwarna lebih gelap.
Pertumbuhan fungi pada berbagai bahan pangan, terutama bahan pangan pokok
seperti beras, gandum, jagung, juga biji-bijian seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah,
sangat merugikan kesehatan manusia dan juga hewan. Bahan makanan pokok seringkali
disimpan dalam jumlah besar dalam suatu gudang. Apabila kondisi dalam gudang tersebut
kurang baik, maka besar sekali kemungkinannya fungi tertentu akan tumbuh dalam bahan
pangan tertentu. Dikenal Spesies-spesies fungi tersebut umumnya dari genus Aspergillus dan
Penicillium dan dikenal sebagai kapang gudang (storage moulds) diantaranya Aspergillus
oryzae,Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus tamarii, Penicilliumcitrinum dan
Penicillium italicum. Disamping itu juga ditemukan dari genus Alternaria, Fusarium, dan
Culvularia.
20
(deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25-50%
komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut.12
Parasit adalah organisme yang selama atau sebagian hayatnya hidup pada atau
didalam tubuh organisme lain, dimana parasit tersebut mendapat makanan tanpa ada
konpensasi apapun untuk hidupnya. Ada dua jenis parasit yang dapat mengakibatkan
foodborne disease, yaitu protozoa dan cacing. Protozoa yang sering terlibat dalam foodborne
diseases adalah sebagai berikut:
Toxoplasma gondii
Manusia adalah accidental host dan tidak mempunyai peranan di dalam infeksi
Toxoplasma gondii. Manusia dapat terinfeksi dengan mengonsumi daging domba dan
sapi yang mentah ataupun kurang matang sehingga dan terdapat kista bradizoit dari
Toxoplasma gondii. Penyakit ini bersifat fatal jika menginfeksi ibu hamil karena dapat
mengakibatkan bayi yang lahir abortus, premature, dan hydroceohalus.
Cryptosprodium parvum
Infeksi Cryptosprodium parvum menyerang saluran cerna dan biasanya infeksi ini
bersifat akut. Infeksi umumnya terjadi melalui rute fekal – oral, sering kali melalui air
atau makanan yang terkontaminasi ookista infektif. Masa inkubasi sekitar 2 – 10 hari,
gejala utamanya berupa diare, namun dapat sembuh dengan sendirinya dalam 3 – 4 hari
pada orang yang mempunyai sistem imum baik. Sedangkan pada orang yang mengalami
immunocompromised akan timbul gejala yang parah dan sering kali fatal
Cacing yang sering terlibat dalam foodborne diseases adalah sebagai berikut:
12
Kandun, IN. Manual Pemberantasan Penyakit. 2000
21
Taenia saginata/Taenia solium
Diphyllobothrium latum
Rickettsia adalah bakteri yang berukuran kecil dan tidak pernah berhasil dikultivasi
pada media buatan. Rickettsia berbeda dengan virus karena mikroorganisme ini mempunyai
DNA dan RNA mempunyai beberapa struktur yang dimiliki bakteri. Coxiella burnetii
(Ricketsia burnetii) merupakan penyebab demam Q. Demam Q adalah penyakit radang paru
disertai demam bersifat turun naik dan gangguan gastrointestinal yang penularannya dapat
melalui susu dari sapi yang terinfeksi. Masa inkubasinya pada manusia berkisar antara dua
minggu sampai satu bulan. C. burnetii telah dilaporkan relatif tahan panas dan dapat
membentuk spora, sehingga kemungkinan bisa terdapat pada susu pasteurisasi jika susu
tersebut berasal dari sapi yang terinfeksi.
Prion merupakan suatu molekul protein tanpa asam inti. Berbeda dengan virus yang
memiliki asam inti, baik DNA atau RNA. Prion diketahui memiliki sifat tahan panas dan
beberapa bahan yang lazim digunakam sebagai desinfektan (Soeharsono, 2002). Prion
menyebabkan penyakit Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE) atau biasa disebut dengan
penyakit sapi gila, yang merupakan salah satu penyakit pada otak sapi yang tergolong dalam
kelompok penyakit Transmissible Spongioform Encephalopathy (TSE). Penyebaran penyakit
prion dari hewan ke manusia dapat melalui makanan yang berasal dari sapi penderita. Masa
22
inkubasinya 4 – 12 bulan dengan gejala klinis yang muncul adalah: degenerasi neurologik
seperti ataksia, tremor, kelelahan, penurunan daya ingat, perubahan tingkah laku, vertigo,
kemunduran mental diikuti dengan dementia, dan gangguan motorik.
Penyakit TSE baik pada manusia maupun hewan bersifat fatal karenga sejauh ini
penderita tidak akan sembuh dan umumnya akan mati. Di samping itu, hingga kini belum
ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini.
Mencegah dan mengendalikan foodborne disease harus dilakukan from farm to table
sejak pangan itu ditingkat produksi peternakan, proses pemotongan di Rumah Potong Hewan
(RPH), distribusi dari peternakan/RPH, proses pengolahan sampai penyajian makanan jadi
(finished food) di rumah/restoran, dari pengolahan sampai meja makan, antara lain:
Pemeriksaan hewan/ternak pada saat ante mortem di peternakan/rumah potong hewan.
Ternak-ternak yang akan dipotong harus berasal dari peternakan yang bebas penyakit.
Peningkatan personal higiene mulai dari pekerja kandang, petugas rumah potong hewan,
penjual daging, pekerja pada industri makanan, juru masak sampai pada konsumen.
Pengawasan terhadap kebersihan/sanitasi lingkungan di peternakna, rumah potong hewan,
alat transportasi, ruang pengolahan, peralatan dapur atau pengolahan makanan dan peralatan
saji.
Pengolahan makanan (daging, susu, telur, dan produknya) secara hygiene dengan pemanasan
yang cukup, pasteurisasi, dan/atau sterilisasi.
Penyimpanan makanan cepat basi dalam suhu dingin, pisahkan raw material dengan
makanan sudah matang.13
13
Leimena, J. Public Health in Indonesia. 1956
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada 3 spesies Vibrio yang dapat mengakibatkan foodborne diseases pada manusia,
yaitu V. cholera (serotipe O1, non-O1 dan O39), V. parahaemolyticus, dan V. vulminicus.
Sebanyak 10 – 20% kasus foodborne disease yang disebabkan oleh Vibrio sp. umumnya
ditularkan melalui makanan hasil laut. Masa inkubasi V. cholera O1 antara 6 jam – 5 hari,
dengan gejala gastroenteritis dan akut. Apabila tidak diobati dengan cepat, maka dapat
mengakibatkan dehidrasi cepat dengan diikuti asidosis dan shock, serta dapat mengakibatkan
kematian. Gejala klinis yang disebabkan oleh V.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan
kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun
teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya saya
ucapkan terima kasih.
24
DAFTAR PUSTAKA
25