Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah hipertensi diambil dari bahasa Inggris hypertension yang berasal dari
bahasa Latin “hyper” dan “tension. “Hyper” berarti super atau luar biasa dan
“tension” berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah
kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan
darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompakan dari jantung untuk
melawan tahanan pembuluh darah, jika tekanan darah seseorang meningkat dengan
tajam dan kemudian menetap tinggi, orang tersebut dapat dikatakan mempunyai
tekanan darah tinggi atau hipertensi (Gunawan, 2001).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau
lebih dan tekanan diatolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten, di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut WHO 1996,
batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90 mmHg.
Apabila tekanan darah seseorang di atas angka tersebut pada beberapa kali
pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa dikatakan menderita
hipertensi. Penderita hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan
serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).
Selain itu terdapat kondisi yang dinamakan White Coat Hypertension.
Bentuk hipertensi ini adalah meningkatnya tekanan darah yang terjadi selama
kunjungan ke dokter, namun tidak di rumah. Hipertensi ini merupakan faktor pada
kira- kira 20% pasien dengan hipertensi ringan (Guibert R & Franco ED, 1999).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari hipertensi ?
2. Bagaimana klasifikasi dari hipertensi ?
3. Apa etiologi dari hipertensi ?
4. Apa manifestasi klinis dari hipertensi ?
5. Bagaimana patofisiologis terjadinya hipertensi ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari hipertensi ?
7. Apa saja penatalaksanaan medis dari hipertensi?
8. Bagaimana konsep Asuhan keperawatan dari hipertensi ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari hipertensi.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari hipertensi.
3. Untuk mengetahui etiologi dari hipertensi.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hipertensi.
5. Untuk mengetahui patofisiologis terjadinya hipertensi.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari hipertensi.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari hipertensi.
8. Untuk mengetahui konsep Asuhan keperawatan dari hipertensi.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Menurut beberapa sumber, definisi dari hipertensi adalah:
1. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg
(Smeltzer & Bare,2001)
2. Hipertensi adalah peningkatan teknan darah yang menetap diatas batas normal
yang disepakati yaitu : diastolic 90 mmHg / sistolik 140 mmHg (Kee & Hayes,
2001)
3. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap diatas bataas
normal yang disepakati yaitu: distolic 90 mmHg / 140 mmHg (Price &
Wilson,2005)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa definisi hipertensi pada lansia adalah
sebagai tekanan darah 140/90 mm Hg atau lebih tinggi atau tekanan darah yang
membutuhkan pengobatan dengan obat anti hipertensi. Hipertensi adlah penyakit
sistem kardiovaskuler dan pada lansia juga merupakan faktor resiko untuk penyakit
kardiovaskular termasuk penyakit stroke iskemik,penyakit koroner,dan gagal
jantung. (Arronow, 2009)

B. KLASIFIKASI
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999):
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
/ atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu:
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain(Darmojo, 1999)
Klasifikasi hipertensi
Kategori Sistolik, Mmhg Diastolik, Mmhg
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi I
Stadium I (ringan) 140-159 99-99
Stadium II (sedang) 160-179 100-109
Stadium III (berat) 180-209 110-119
Stadium IV (sangat berat) >210 >120

2
C. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.

Menurut (Ignatificius, 2010) berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2


golongan yaitu:

1. Hipertensi Esensial (Primer) : Penyebab tidak diketahui namun banyak factor


yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok
dan stress.
2. Hipertensi Sekunder : Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim
renal/vaskuler renal.Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin
dll.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-
datapenelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress

3
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
g. Aktivitas fisik
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti ginjal,
glomerulonefritis, pielonefritis, nekrosis tubular akut, tumor, vascular,
aterosklerosis, hiperplasia, trombosis, aneurisma, emboli kolestrol, vaskulitis,
kelainan endokrin, dm, hipertiroidisme, hipotiroidisme, saraf, stroke, ensepalitis.
selain itu dapat juga diakibatkan karena obat–obatan kontrasepsi oral,
kortikosteroid.
Hipertensi dapat diakibatkan oleh perilaku/pola hidup yang tidak baik.
Faktorfaktor dan perilaku yang dapat menjadipenyebab hipertensi yaitu:
a. Asupan Sodium yang melebihi normal: asupan sodium terhadap
kenaikantekanan darah sekarang ini banyak sekali diteliti. Hal ini berkaitan
dengan sifatSodium yang menyebabkan retensi cairan di dalam tubuh.
Hipertensi jarang terjadipada intake sodium yang rendah yaitu sekitar <60
mmol/hari.
b. Kurangnya diit vegetarian (sayur dan buah): Cereal, buah, dan
sayuranmengandung banyak kandungan kalium dan rendah sodium. Adanya
banyakkandungan kalium dapat menurunkan tekanan darah.
c. Intake lemak berlebih: Intake lemak berisiko meningkatkan
pembentukanatherosklerosis yang akan menyebabkan dinding pembuluh
darah mengeras danmenyebabkan tekanan darah dapat meningkat.
d. Intake alkohol: Beberapa studi menunjukkan hubungan linier yang
positifantara tekanan sistolik dan diastolik dengan pengkonsumsian alkohol.
e. Merokok: Penelitian menunjukkan bahwa orang yang merokok berisikolebih
besar menderita penyakit hipertensi dibandingkan yang tidak merokok.
f. Stress: Nyeri, marah, keingintahuan berlebih, ketakutan, kegembiraan danrasa
malu menyebabkan tekanan darah akan meningkat. (National Heart Lung
&Blood Insitute, 2003)
Hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan pembuluh darah, meningkatkan
risiko sakit jantung dan stroke. Hipertensi juga dapat mengakibatkan gagal
jantung,penurunan efisiensi fungsi ginjal, dll. (Mansjoer et al, 2001). Hipertensi
dapatdicegah dengan pola hidup sehat dan mengendalikan faktor risiko
hipertensiseperti: mempertahankan berat badan ideal, tidak merokok, tidak minum
kopi, tidakmengkonsumsi alkohol, latihan aerobik, modifikasi tingkah laku, dan
penghentianobat yang meningkatkan tekanan darah (obat pengatur kelahiran,
kortikosteroid mineralokortikoid, dan lain-lain) (National Heart Lung & Blood
Insitute, 2003).

4
D. MANIFESTASI KLINIS
Tidak ada tanda dan gejala sampai penyakit ditemukan selama evaluasi
masalah yang lainnya. Terbangun dengan sakit kepala pada bagian oksipital yang
berkurang secara spontan setelah beberapa jam gejala biasanya terkait dengan
hipertensi berat. Biasanya terdapat gejala pusing , kehilangan ingatan, palpitasi,
kletihan , dan impotensi.
Dengan keterlibatan vaskuler:
1. Perdarahan hidung
2. Urine berdarah
3. Kelemahan
4. Penglihatan kabur
5. Nyeri dada dan dispnea yang dapat menandakan keterlibatan jantung
6. Tremor lambat
7. Mual dan muntah
8. Peningkatan tekanan diastolik ketika orang tersebut mengubah posisi dari
duduk menjadi berdiri(yang menandakan hipertensi esensial)
9. Penurunan tekanan darah dengan perubahan dari posisi duduk keberdiri
(menandakan hipertensi sekunder)
10. Endema perifer ketika terjadi gagal jantung
11. Hemarogi eksudat dan endema papil menunjukan evaluasi oftalmoskopik
pada tahap lanjut(jika retinopati hipertensif terjadi) (Jaime Stockslager,2007)

E. PATOFISIOLOGIS

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan

5
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Perubahan fisik pada lansia terkait dengan penyakit hipertensi:
Perubahan sistem kardiovaskuler
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa daah menurun 1% setiap tahun sesudah 20
tahun,hal ini menyebabkan menurunnya kontrkasi dan volumenya
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi,perubahan psisi dari tidur ke duduk(duduk ke berdiri)
bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan
pusing mendadak)
Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari
pembuluh darah perifer,sistolis normal kurang lebih 170 mmHg dan distolis normal
kurang lebih 90 mmHg.Dengann adnya penurunan suplai O2 ke otak maka
kebutuhan otak akan O2 berkurang. Hal tersebut akan menyebabkan pingsan pada
akhirnya akan terjadi resiko injuri. (Smeltzser & Bare,2001)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas )
dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. BUN/Keratinin: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan
oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )

6
4. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa (efek kardiovaskuler )
7. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
9. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
10. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11. Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensi seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter
13. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
14. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
15. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi
(Prize,Sylvia,2005)

G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan pada penderita hipertensi terdiri dari penatalaksanaan non
farmakologis dan farmakologis.
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari:
1. Penurunan berat badan
2. Pembatasan alkohol
3. Pembatasan konsumsi natrium
4. Pembatasan penggunaan tembakau
5. Latihan dan relaksasi
Penatalaksanaan farmakologis terdiri dari:
1. Diuretik (chlorthalidone chygraton)
2. Diuretika pengganti kalium

7
3. Inhibitor asenergik (propanolog iinderal)
4. Vaskodilaton (hydrolazine hydrocloride apresoline)
5. Penghambat enzim pengubah angiotensin (captropil capoten)
6. Antagonis kalium (diltiazem hydrocloride cardizem)(Prize,Sylvia, 2005)
7. Menurut JNC VI pilihan pertama untuk pengobatan hipertensi lanjut usia
adalah diuretic atau penyekat beta dan ini sangat bermanfaat namn demikian
terbatas penggunaannya pada keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal
jantung.

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat


komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:


Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

1. Diet
2. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
3. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
4. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
5. Penurunan berat badan
6. Penurunan asupan etanol
7. Menghentikan merokok
8. Latihan Fisik (Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai
empat prinsip yaitu macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain)

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 %
dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar
antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu

Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

1. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk

8
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )


Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan


darahnya
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan
darahnya
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun
bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya
tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat
diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter
Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
5. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau
keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
6. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x
sehari atau 2 x sehari
7. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping
dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
8. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau
mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas
maksimal
9. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
10. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
11. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
12. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan
pelaksanaan pengobatan hipertensi.

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA HIPERTENSI

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam peruses keperawatan.
Untuk itu, di perlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien
sehingga dapat memberi arah terhadap tindakan keperawatan.
a. Anamnesis.
Anamnesis di lakukan untuk mengetahui:
1) Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang di gunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan
giagnosis medis.
2) Aktifitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
3) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disrythmia, denyutan nadi
jelas, bunyi jantung murmur, distensi vena jugularis
4) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple (hubungan, keuangan, pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
peningkatan pola bicara
5) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,
riwayat penyakit ginjal ), obstruksi.
6) Makanan/ cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat
penggunaan diuretic. Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya
oedem.
7) Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan
penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori,
perubahan retina optik. Respon motorik : penurunan kekuatan
genggaman tangan.
8) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/

10
masssa.
9) Pernafasan
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea,
batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan
alat bantu pernafasan.
10) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara brejalan.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas).
2) BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
3) Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan
oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
4) Kalsium serum
5) Kalium serum
6) Kolesterol dan trygliserid
7) Urin analisa
8) Foto dada
9) CT Scan
10) EKG

2. Kemungkinan Diagosa Keperawatan


a. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi inadekuat
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
d. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-
sumber informasi.
f. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
g. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang
pandang, motorik atau persepsi.

11
3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan
vaskuler serebral
Tujuan : Menghilangkan rasa nyeri
Kriteria hasil :
1) Melaporkan ketidanyamanan hilang atau terkontrol.
2) Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.


R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.
R/ Aktifitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
yang memperberat kondisi klien.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti
ansietas, diazepam dll.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


b.d intake nutrisi inadekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
1) Klien menunjukkan peningkatan berat badan
2) Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan
ideal
Intervensi
1) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula
sesuai indikasi.
R/ Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.
2) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
R/ Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir..

12
3) Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasuk kapan dan dimana makan dilakukan, lingkungan dan perasaan
sekitar saat makanan dimakan.
R/ Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan
dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan
perhatian pada factor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.
4) Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging
dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk
kalengan,jeroan).
R/ Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
R/ Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan
diet individual.

c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau
diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi

1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter


: frekuensi nadi 20 x/menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan,
berkeringat, pusing atau pingsan.
R/ Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress,
aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.
2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.

13
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.

d. Inefektif koping individu b.d mekanisme koping tidak efektif, harapan


yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Tujuan : klien menunjukkan tidak ada tanda-tanda inefektif koping
Kriteria Hasil :
1) Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
2) menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
3) mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk
menghindari dan mengubahnya.

Intervensi :

1) Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,


Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
R/ Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.
2) Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
R/ Manifestasi mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan
indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu
utama TD diastolic.
3) Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya.
R/ Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam
mengubah respon seseorang terhadap stressor.
4) Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
R/ Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5) Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan
tujuan diri / keluarga.
R/ Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk
menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya.

14
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya.
Tujuan : Klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai
penyakitnya
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment
pengobatan.
2) Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.

Intervensi

1) Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan


gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
R/ Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit
hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
2) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, pola hidup penuh stress dan
minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan teratur).
R/ Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
3) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
R/ Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal
klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan
prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinyu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan
akibat lanjut) melalui penkes.
R/ Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi.

f. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan


vasokontriksi pembuluh darah.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria Hasil :
1) Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan
tekanan darah/beban kerja jantung
2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima.

15
3) Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.

Intervensi

1) Observasi tekanan darah


R/ Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan vaskuler.
2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati
saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan
efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
R/ S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel
dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
R/ Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
5) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau
keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
R/ Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.
6) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat
efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan
diuretik.
R/ Menurunkan tekanan darah.

g. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang


pandang, motorik atau persepsi.
Tujuan : Tidak terjadi cidera
Kriteria hasil:
1) Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
2) Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
3) Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:

1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.


R/ Membantu menurunkan cedera.

16
2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk
melakukan:
(a) Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
(b) Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
(c) Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan
dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien
terhadap suhu.

3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan


pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat
meyebabkan regangan atau jatuh.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di
rumah.
R/ Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cidera.

17
CONTOH KASUS (Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan)
Data yang diperoleh penulis dari wawancara dan observasi saat melakukan
pengkajian pada Ny.W dari tanggal 8 juli 2018 adalah sebagai berikut: Nama Ny.W
umur 75 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, status perkawinan janda, Suku
Muna, pendidikan SR. Alasan masuk ke Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
yaitu diantar oleh anaknya. Ny.W tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari diwisma Sentosa bersama lansia lainnya, jumlah semua lansia yang tinggal di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari sebanyak 95 lansia, diwisma Sentosa
sendiri ada 5 lansia. Ny.W selalu mengikuti senam, Ny.W mengatakan sebelum tidur
membaca Do’a sebelum tidur dan jika tidur lebih suka dengan posisi miring.
Status kesehatan umum Ny.W selama 6 bulan terakhir ditemukan data subjektif :
Ny.W mengeluh kepala sering pusing dan sakit daerah tengkuk leher, nyeri bertambah
saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibagian
kepala, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul. Ny.W mengatakan sulit dalam beraktivitas
terutama aktivitas yang berat, lemas dan cepat lelah. Ny.W mengatakan tidak
mengetahui penyebab dan cara pencegahan penyakit hipertensi. Data objektif :
Ny.W tampak menahan nyeri dan memegangi leher bagian belakang, TD : 160/100
mmHg, Nadi : 87x/menit, Pernafasan : 20x/menit, Ny.W tampak bingung ketika
ditanya penyebab dan cara pencegahan penyakit hipertensi.
Tinjauan persistem Pada Ny.W Didapatkan keadaan umum : Ny.W mengeluh
sering sakit kepala dan terasa berat di bagian belakang. Berdasarkan
pengukuran skala nyeri didapatkan data : nyeri saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat, Ny.W tampak nyeri sambil memegangi kepala kualitas nyeri terasa seperti
ditusuk-tusuk, nyeri terasa dibagian kepala, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul.
Pengkajian status fungsional yang dikaji menggunakan Indeks Kats. Nilai
indeks kats pada Ny.W adalah A karena tingkat kemandirian dalam aktifitas sehari-
hari seperti dalam hal kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi
dapat dilakukan secara mandiri. Dari hasil pengkajian status kognitif dan afektif
menggunakan format Shot Portable Mental Questionare (SPMSQ), Ny.W masih
utuh / baik, Ny.W dapat menjawab 9 dari 10 pertanyaan. Dari hasil pengkajian skala
depresi Ny.W memperoleh nilai 15 maka Ny.W mengalami depresi ringan.

1. Diagnosa keperawatan
a. Analisa data
Nama pasien : Ny.W
Umur : 75 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan

18
Symptom Etiologi Problem

DS :
- Klien mengeluh sering sakit
kepala dan terasa berat
dibagian belakang.
- P : nyeri bertambah saat
Peningkatan tekanan
beraktivitas dan berkurang
vaskuler serebral Nyeri akut
saat istirahat
- Q : nyeri seperti ditusuk-
tusuk,
- R : nyeri dibagian kepala,
- S : skala nyeri 6,
- T : nyeri hilang timbul.
DO :
- Ny.W tampak menahan
nyeri dan memegangi
kepala bagian belakang.
- Tanda – Tanda Vital :
TD : 160/100 mmHg
S: 36OC
N : 87 x/menit P : 20
x/menit

19
b. Diagnosa keperawatan
Dari data yang didapatkan saat melakukan pengkajian maka peneliti dapat
mengangkat diagnosa keperawatan yaitu Nyeri akut berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral.

2. Intervensi keperawatan
Nama pasien : Ny.W
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

No.
Diagnosa Tujuan dan kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
keperawatan hasil (NOC)

1. Nyeri akut NOC : NIC :


berhubungan Pain Level, Pain
Pain Management
dengan control, Comfort level
peningkatan Kriteria Hasil : 1. Kaji tanda- 1. Mengetahui
tekanan tanda vital kondisi umum
vaskuler  Mampu mengontrol 2. Lakukan pasien
nyeri (tahu pengkajian 2. Memantau
serebral.
penyebab nyeri secara skala nyeri
nyeri, mampu komprehensif yang dirasakan
menggunakan termasuk
tehnik lokasi,
nonfarmakologi karakteristik,
untuk mengurangi durasi,
nyeri, mencari frekuensi,
bantuan). kualitas dan
 Melaporkan bahwa faktor
nyeri berkurang presipitasi
dengan 3. Observasi 3. Mengetahui
menggunakan reaksi respon pasien
manajemen nyeri. nonverbal dari
 Mampu mengenali ketidaknyaman
nyeri (skala, an
intensitas, frekuensi 4. Gunakan 4. Untuk
dan teknik mendapatkan
tanda nyeri). komunikasi informasi yang
 Menyatakan rasa terapeutik jelas
untuk

20
nyaman setelah mengetahui
nyeri berkurang. pengalaman
 Tanda vital dalam nyeri pasien.
rentang normal. 5. Kontrol 5. Mengetahui
lingkungan hal-hal yang
yang dapat dapat
mempengaruhi meningkatkan
nyeri seperti rasa nyeri
suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan.
6. Lakukan
6. Merupakan
tindakan non
tindakan untuk
farmakologi
mencegah
berupa nyeri kambuh
kompres
hangat dan
pijatan pada
kepala 7. Merupakan
7. Anjurkan
tindakan untuk
pasien istirahat
mengurangi
yang cukup.
nyeri yang
8. ajarkan pada dirasakan.
klien tentang 8. Untuk
pola hidup mengetahui
sehat seperti pengaruh dari
rajin olahraga, tindakan yang
makan yang diberikan.
bergizi dan
istirahat yang
cukup
9. Mengonsultasi 9. Untuk menjaga
kan pada dan
dokter tentang mempertahank
obat yang an kesehatan
diberikan pada pasien.
pasien.

21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang mana
dapat dihadapi baik itu di beberapa negara yang ada di dunia maupun di Indonesia.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi itu adalah dari kebiasaan atau
gaya hidup masyarakat yaitu faktor herediter yang didapat pada keluarga, faktor
usia, jenis kelamin, konsumsi garam yang berlebihan, kurang berolahraga, dan
obesitas.

B. SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah pengobatan tekanan darah tinggi
dimulai dengan perubahan-perubahan gaya hidup untuk membantu menurunkan
tekanan darah dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Jika perubahan-
perubahan itu tidak memberikan hasil, mungkin anda perlu mengkonsumsi obat-
obat untuk penderita darah tinggi, tentu saja dengan berkonsultasi dengan dokter.
Bahkan jika anda harus mengkonsumsi obat-obatan, alangkah baiknya disertai
dengan perubahan gaya hidup yang dapat membantu anda mengurangi jumlah atau
dosis obat-obatan yang anda konsumsi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Carol A,Milerr.2012.Library Of CongressCataloging In Publication Data . ISBN :US


govermant
Ganong, Wiliam, F , 2002, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, (Ed.20), Alih Bahasa Oleh
Brahm U Panit (Et.Al), EGC : Jakarta
Nugroho ,Wahjudi, 2000, Keperawatan Gerontik, (Ed.2), EGC : Jakarta
Price , Sylvia Anderson Dan Wilson, Lorraine Mc. Carty, 2005 , Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit, (Ed.4, Buku 2), Terjemahan Oleh : Peter
Anugrah, EGC :Jakrta
Stockslager, Jaime L ,2008, Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik, (Ed.2), Alih
Bahasa Oleh: Nike Budi Subekti, EGC :Jakarta
National Heart Lung & Blood Insitute. 2003. The seventh report of Joint National
Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
dalam The JNC VII report. Disitasi dari:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hipertensi/ JNC 7 full / htm.
Gunawan, Lany. (2001). Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Guiber R & Franco ED. (1999). Journal of Hypertension. Research Profile on Biomed
Experts.
Suwarsa. (2006). Kiat Sehat Bagi Lansia. Bandung: MQS Publishing.

23

Anda mungkin juga menyukai