Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PELAKSANAAN

PRAKTEK LAPANGAN
ACARA PENGOLAHAN BIOETANOL

Disusun oleh:
HERU SUPRIANTO
17/19025/THP-STPK

SERJANA TEKNOLOGI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DAN


TURNAANYA
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
JOGJAKARTA
2019

i
LAPORAN PELAKSANAAN
PRAKTEK LAPANGAN
ACARA PENGOLAHAN BIOETANOL

Disusun Oleh:
HERU SUPRIANTO
17/19025/THP-STPK

Laporan Pelaksanaan Praktek Lapangan ini diajukan kepada


Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Stiper Yogyakarta sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah Praktek Kerja Lapangan di Minat
Sarjana Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Turunanya dan telah
dipertahankan di hadapan dewan penguji pada tanggal Agustus 2019.

Yogyakarta, Agustus 2019

Mengetahui dan Menyetujui

Dosen Pembimbing, Penulis

(Ir. Adi Ruswanto, MP) (Heru suprianto)

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………………………….i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI..……………………………………………………………………………………………………iii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Tujuan Kegiatan ...................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
A. Bahan Baku Bioetanol ............................................................................................ 3
B. Fermentasi ............................................................................................................... 7
C. Destilasi................................................................................................................... 9
III. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA ............................................................ 11
A. Tempat dan Waktu Kegiatan................................................................................. 11
B. Alat dan Bahan Praktikum .................................................................................... 11
C. Prosedur ................................................................................................................ 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 13
A. Hasil Pengamatan.................................................................................................. 13
B. Analisa Ekonomi ................................................................................................... 15
C. Pembahasan........................................................................................................... 17
V. KESIMPULAN .......................................................................................................... 20
DAFTAR FUSTAKA ....................................................................................................... 21

iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persediaan bahan bakar bumi semakin tahun-semakin menipis dengan
jumlah manusia yang semakin bertambah maka akan menyebabkan
bertambahnya juga kebutuhan akan energy minyak bumi. Oleh sebab itu,
diperlukan sumber energi lain untuk mengganti bahan bakar yang memang
merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Berbagai penelitian
pun dilakukan untuk mendapatkan sumber energi alternatif. Sumber energi
alternatif ini pun mulai populer di seluruh dunia, menggantikan sumber energi
fosil yang perlahan-lahan mulai habis dan pada umumnya, sumber energi
alternatif ini lebih ramah lingkungan.
Bioetanol sebenarnya sudah lama digunakan oleh manusia sejak zaman
prasejarah dalam bentuk alcohol. Campuran dari Bioetanol yang mendekati
kemurnian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang
mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti
yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus)
dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815)
menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi
(801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan
Bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz,
dengan menggunakan distilasi saringan arang.
Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau
rumus bangunnya CH3-CH2-OH. bioetanol merupakan bagian dari kelompok
metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai
dengan kelompok hidroksil (-OH). Bioetanol tidak berwarna dan tidak berasa
tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum,
karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut
dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.
Salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat bioethanol
adalah tetes tebu. Tetes tebu berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap
pemisahan Kristal gula. Molase tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa

1
namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50 – 60%, asam amino
dan mineral.
Tingginya kandungan gula dalam molase sangat potensial dimanfaatkan
sebagai bahan baku bioethanol. Molase masih mengandung kadar gula yang
cukup untuk mendapatkan etanol dengan proses fermentasi, biasanya pH
molase berkisar antara 5,5 – 6,5. Molase yang masih mengandung kadar gula
sekitar 10 – 18% telah memberikan hasil yang memuaskan dalam pembuatan
etanol.
Manfaat bioetanol sebagai bahan bakar subtitusi BBM pada motor atau
mobil yang berbahan bakar bensin yaitu gas buan dari motor atau mobil yang
menggukan bioetanol lebih sedikit polusinya, dikarenakan bioetanol banyak
melepas karbondioksida yang iperlukan tumbuhan untuk memasak makanan
dari pada karbon monoksida yang merugikan kesehatan mahluk hidup,
pencampuran bioetaol juga berguna untuk menghemat bensin, kerja mesin dari
motor atau mobil yang menggunakan bahan bakar campuran bioetanol lebih
bagus.
Kegiatan praktek lapangan ini dilakukan untuk memberi informasi
mengenai proses transformasi bahan baku (tetes) menjadi produk (bioetanol)
baik proses fermentasi bioetanol, pemurnian bioethanol (destilasi), dan
dehidrasi bioetanol untuk mendapat fuel grade bioetanol serta kegunaannya
sebagai campuran untuk membuat bahan bakar.
B. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari kegiatan Praktek lapangan bioethanol adalah :
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan bahan baku dan inoculum/starter
2. Mahasiswa mampu melakukan proses fermentasi bioethanol dari bahan
bergula.
3. Mahasiswa mampu melakukan proses destilasi bioethanol.
4. Mahasiswa mampu melakukan analisa sifat-sifat bioethanol yang dihasilkan.
5. Mahsiswa mampu melakukan analisis ekonomi pada proses pengolahan
bioetanol.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Baku Bioetanol
Etanol adalah senyawa golongan alkohol dengan rumus kimia C2H5OH.
Residu etanol yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000
tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah
digunakan manusia prasejarah dari masa neolitik (Roach, 2005). Pembuatan
etanol secara sintetik bermula pada tahun 1825 ketika Michael Faraday
menemukan bahwa asam sulfat dapat menyerap banyak gas arang (coal gas)
(Faraday, 1995). Ia memberikan larutan yang diperolehnya kepada Henry
Hennell, seorang ahli kimia Inggeris, yang pada tahun 1826 menemukan bahwa
larutan tersebut mengandung sulphovinic acid (etil hidrogen sulfat) (Hennell,
1826). Pada tahun 1828, H. Hennell dan G. S. Serullas, seorang ahli kimia
Perancis secara terpisah menemukan bahwa sulphovinic acid dapat diuraikan
menjadi etanol. Ketersediaan etanol setelah Perang Dunia II menjadi berlimpah
karena adanya bahan baku yang murah yaitu etilena yang diperoleh dari hasil
samping produksi gas alam dan bensin. Etanol ini disintesis melalui reaksi
esterifikasi-hidrolisis etilena dalam larutan asam sulfat pekat berair (Maiorella,
1985).
Etanol absolut mempunyai massa molar 46,07 g.mol-1, kerapatan 0,789
g.ml-1, dan titik didih 78,40C (Merck & Co., 1960). Etanol merupakan senyawa
organik yang berwujud cair pada suhu kamar, jernih, tak berwarna, beraroma
khas, mudah menguap dan mudah terbakar. Etanol dapat ditemukan pada banyak
produk makanan dan minuman seperti tape, brem, wine, anggur, dan lain-lain
(Prihandana dkk., 2007). Selain pada produk makanan dan minuman, etanol
banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, zat anti beku, bahan bakar, dan
bahan baku pada pembuatan berbagai senyawa kimia lainnya (Maiorella, 1985).
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi melalui fermentasi gula dari
tanaman atau limbah makanan yang mengandung gula, pati atau selulosa.
Bioetanol terutama dibuat dari gula karena ongkosnya paling murah. Di Brazil,
yang merupakan negara penghasil etanol paling besar, etanol diproduksi dari
tebu. Brazil adalah negara yang dapat memproduksi etanol dengan biaya paling

3
murah dan menguasai pasaran bioetanol yang besar di seluruh dunia. India
adalah salah satu negara penghasil sekaligus konsumen gula terbesar di dunia,
menggunakan molasse sebagai bahan baku utama untuk memproduksi bioetanol
(Singhania dkk, 2009).
Pada beberapa tahun terakhir, program biofuel mendapatkan momentum
baru sebagai akibat dari meningkatnya harga bahan bakar minyak dan kehadiran
kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar campuran etanol dan bensin.
Pemerintah di beberapa negara memberikan subsidi dan pengurangan pajak
untuk mempromosikan penggunaan bioetanol. Selanjutnya, penanaman,
pengolahan, dan penggunaan bahan bakar rendah emisi CO2 dan dapat
terdegradasi secara alami ini digalakkan (Singhania dkk., 2009).
Selama pembakaran, etanol bereaksi dengan oksigen menghasilkan
karbondioksida, air, dan panas melalui reaksi:
C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l); (ΔHr = −1409 kJ/mol
Panas yang dihasilkan dari pembakaran etanol digunakan untuk
menggerakkan piston di dalam mesin melalui ekspansi gas panas (Rossini,
1937).
Etanol murni jarang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, tetapi
yang digunakan adalah campuran etanol dengan bensin. Paling populer adalah
E85 yang terdiri atas 85% etanol dan 15% bensin (Singhania dkk., 2009).
Berdasarkan referensi tersebut pula diketahui bahwa bioetanol memiliki
kelebihan dibandingkan dengan bensin, karena: (1) etanol mengandung oksigen
lebih banyak sehingga pembakarannya lebih sempurna, dan karena itu emisi
hidrokarbon serta partikulatnya lebih rendah; (2) etanol memiliki bilangan oktan
yang lebih tinggi daripada bensin sehingga dapat memberikan tenaga yang lebih
efisien dan ekonomis bagi mesin kendaraan. Selain itu, disebutkan pula bahwa
kebutuhan bioetanol meningkat akibat pelarangan penggunaan metil tersier butil
eter (MTBE) pada bensin. Pelarangan ini berkaitan dengan adanya kemungkinan
MTBE bersifat karsinogen (menyebabkan penyakit kanker) (Lyons, 2003).
Kelebihan bioetanol juga sebelumnya telah diungkapkan oleh (Nguyen., dkk.
1996) yang menyatakan bahwa bioetanol memiliki dampak negatif yang lebih

4
rendah terhadap lingkungan dibandingkan dengan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh bahan bakar fosil.
Produksi bioetanol dari bahan yang dapat diperbaharui akan mengurangi
ketergantungan dunia pada minyak bumi. Penggunaan bioetanol dapat
menyelamatkan atmosfir dari akumulasi karbondioksida, gas penyebab “efek
rumah kaca” karena karbondioksida yang dihasilkan pada pembakaran etanol
setara dengan karbondioksida yang diserap pada penanaman kembali biomassa
untuk memproduksi bioetanol (Mc Millan, 1997).
Bioetanol dihasilkan dari reaksi fermentasi gula yang terdapat di dalam
bahan baku. Reaksi fermentasi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

C6H12O6 ————> 2 C2H5OH + 2 CO2 + energi


3C5H10O5 ——-> 5C2H5OH + 2 CO2 + energi

Reaksi (2) terjadi pada fermentasi glukosa dan reaksi (3) terjadi pada
fermentasi pentosa. Glukosa berasal dari hidrolisis amilosa, amilopektin, dan
selulosa sedangkan pentosa berasal dari hidrolisis hemiselulosa. Reaksi
fermentasi pertama menggunakan mikroba terutama khamir, Saccharomyces
cerevisiae yang memperoleh energinya melalui jalur reaksi tersebut. Reaksi
fermentasi kedua dapat dilakukan dengan menggunakan Zimomonas mobilis
(Balat dkk., 2008).
Bahan baku untuk pembuatan bioetanol dapat dikelompokkan menjadi:
(1) bahan yang mengandung gula sederhana (monosakarida dan disakarida)
misalnya nira tebu dan nira sorgum manis (sweet sorghum); (2) bahan yang
mengandung pati (starchy material) misalnya singkong dan jagung; (3) bahan
yang mengandung serat atau selulosa dan lignin (lignoselulosa) seperti jerami
padi, serpihan kayu, dan rumput-rumputan (Balat dkk, 2008; Prihandana dkk.,
2007).
Bahan baku yang paling banyak digunakan sekarang adalah bahan yang
mengandung banyak gula disakarida berupa sukrosa. Meskipun demikian,
bahan-bahan tersebut juga mungkin mengandung gula monosakarida berupa

5
glukosa, fruktosa dan jenis lainnya yang juga dapat dengan mudah dikonversi
menjadi etanol.
Bahan baku utama yang mengandung gula untuk produksi bioetanol
adalah tebu, baik dalam bentuk nira (perasan batang) tebu maupun molasse (hasil
samping penggilingan tebu). Tebu (Saccharum officinarum) merupakan suatu
tanaman tahunan dari golongan rumput-rumputan di daerah tropis yang
dimanfaatkan karena kandungan sukrosanya (Kim dan Day., 2010). Sekitar 79%
etanol di Brazil diproduksi dari nira tebu segar dan sisanya dari molasse
(Sanchez dan Cardona, 2008).
Selain tebu, bahan baku yang juga banyak digunakan untuk produksi
bioetanol adalah bit gula. Tanaman ini terutama digunakan untuk produksi
bioetanol di Eropa. Bit gula mengandung 16-18% gula, sedikit lebih tinggi
daripada kandungan gula pada tebu. Diperkirakan bahwa, di Uni Eropa, etanol
dapat diproduksi dari bit gula dengan yield 86 L/MT bahan baku. (Drapcho dkk.,
2008)
Di samping tebu dan bit gula, sorgum manis merupakan salah satu
tanaman yang paling potensial untuk dijadikan bahan baku produksi bioetanol
terutama di negara-negara sedang berkembang (Balat dkk., 2008). Sorgum
manis memiliki beberapa kelebihan daripada tebu karena tanaman ini dapat
tumbuh pada kondisi kering, memerlukan air hanya satu per tujuh dari air yang
diperlukan tebu. Meskipun etanol yang dihasilkan per unit berat bahan baku
lebih rendah, biaya produksi sorgum manis yang lebih rendah dapat
mengkompensasi kekurangan hasil etanol tersebut. Sorgum manis memiliki
kelebihan dalam hal biaya produksi yang kompetitif. Biaya produksi etanol dari
sorgum manis dan tebu berturut-turut adalah sekitar US$ 0,29 dan 0,33 per liter
(Singhania dkk., 2009).
Jenis gula yang terdapat di dalam nira tebu sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol adalah sukrosa sebagai komponen terbesar, kemudian
glukosa dan fruktosa. Selain itu, terdapat pula jenis gula lain dalam jumlah lebih
sedikit, yaitu oligosakarida (kestose dan theanderose) serta polisakarida
(Walford, 1996). Pada sorgum manis, selain sukrosa, glukosa, dan fruktosa,

6
terdapat juga jenis gula lain dalam jumlah kecil seperti arabinosa, galaktosa,
manosa, ribosa, silosa, dan sorbosa (FAO, 1994a).
Mikroorganisme yang paling banyak digunakan dalam fermentasi etanol
adalah khamir S. cerevisiae karena kemampuannya menghidrolisis sukrosa dari
tebu menjadi glukosa dan fruktosa yang kemudian dikonversi menjadi etanol
(Sanchez dan Cardona, 2008). Z. mobilis dapat menghasilkan etanol lebih
banyak (hingga 97%) dari maksimum teoritis, akan tetapi selama fermentasi
bakteri ini membentuk polisakarida levan yang dapat meningkatkan kekentalan
cairan fermentasi dan sorbitol yang dapat mengurangi efisiensi konversi sukrosa
menjadi etanol (Sanchez dan Cardona, 2008).
Konversi karbohidrat dengan 5 dan 6 atom karbon (gula sederhana)
menjadi etanol lebih mudah dibandingkan konversi pati dan lignoselulosa
menjadi bioetanol karena konversi gula sederhana tidak memerlukan tahap
hidrolisis maupun pretreatment, dua tahapan yang harus dilakukan pada konversi
pati dan lignoselulosa menjadi etanol (Cardona, 2007).
B. Fermentasi
Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi
melalui senyawa organik, sedangkan pengertian dalam bidang industri
fermentasi adalah suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu
produk oleh massa sel mikroba. Aplikasi proses fermentasi selalu terdiri dari 6
bagian utama proses yaitu : formulasi medium, sterilisasi, produksi starter,
pemeliharaan pertumbuhan organisme, pemanenan dan pemurnian produk, serta
pembuangan limbah (Wibowo 1990). Monomer gula dapat diubah secara
anaerobik menjadi alkohol oleh bermacam-macam mikroorganisme. Fermentasi
gula sederhana (sukrosa dan glukosa) menjadi etanol memiliki persamaan
stokiometri sebagai berikut :
C12H22O11 + H2O 4 C2H2OH + 4 CO2
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Fermentasi pada produksi bioetanol dimaksudkan untuk mengubah
glukosa menjadi etanol (alkohol) dengan menggunakan yeast/ragi. Pada tahap
fermentasi ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula

7
sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya
melibatkan penambahan enzim yang terdapat pada ragi (khamir) agar dapat
bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini menghasilkan etanol dan CO2.
Khamir yang digunakan pada tahap ini adalah Saccharomyses cerevisiae, yang
bisa digunakan dalam pembuatan roti, anggur dan bir. Penggunaan
Saccharomyses cerevisiae merupakan proses fermentasi dengan kinetika sangat
sederhana. Disebut sederhana karena hanya melibatkan satu fasa pertumbuhan
dan produksi, pada fase tersebut glukosa diubah sacara simultan menjadi
biomassa, etanol dan CO2. Terdapat dua parameter yang mengendalikan
pertumbuhan dan metabolisme khamir dalam keadaan anaerobik, yaitu
konsentrasi gula dan etanol. Secara kinetik glukosa berperan ganda, pada
konsentrasi rendah (kurang dari 1g/l) merupakan substrat pembatas, sedangkan
pada konsentrasi tinggi (lebih dari 300g/l) akan menjadi penghambat. Pada sisi
lain, etanol pada konsentrasi 40 g/l akan menjadi penghambat baik untuk
pertumbuhan biomassa maupun produksi etanol (Mangunwidjadja, 1994).
Proses fermentasi alkohol seharusnya dimulai dengan kesetimbangan
massa dan energi, dan bioreaktor yang sesuai diperlukan dalam perhitungan
pelaksanaanya. Beberapa unsur yang diperlukan dalam rekator fermentasi etanol
meliputi substrat yang meliputi glukosa, nutrisi atau suplemen (oksigen, nitrogen
dan hidrogen, fosfor, sulfur, potassium dan magnesium), mineral (mangan,
kobalt, tembaga, timah), faktor-faktor organik (asam amino, asam nukleat dan
vitamin), serta mikroba berupa Saccharomyces cerivisiae. Khamir dalam proses
fermentasi umumnya mengkonversi glukosa menjadi etanol pada kondisi
anaerobik. Meskipun demikian masih dibutuhkan sedikit oksigen untuk
pertumbuhan khamir. Oksigen yang dibutuhkan pada substrat sebesar 0,05-0,10
mmHg tekanan iksigen. Proses fermentasi anaerobik tidak membutuhkan
oksigen lebih dari itu, karena oksigen yang lebih akan mendorong pertumbuhan
khamir dengan cepat dan mengkonsumsi glukosa. Pada beberapa kasus, konversi
glukosa menjadi etanol tidak pernah 100%, paling baik konversi maksimum
sebesar 95% (Sahidin, 2008).

8
Saccharomyces cerivisiae merupakan salah satu spesies khamir yang
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini biasanya
dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik.
Produk metabolik utama adalah etanol, CO2, dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasikan dalam jumlah yang sangat sedikit. Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik. Saccharomyces cerivisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 4,0-4,5
agar dapat tumbuh dengan baik. Selama proses fermentasi akan timbul panas.
Bila tidak dilakukan pendinginan suhu akan terus meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat. Saccharomyces cerivisiae yang berupa ragi roti dalam
fermentasi etanol hanya memfermentasi glukosa dan manosa, tetapi tidak dapat
memfermentasi xilosa dan pentosa lainnya. Konsentrasi khmair yang digunakan
pada proses fermentasi sebesar 5 g/l bahan kering. Proses fermentasi
dikondisikan pada pH 5,5 dengan suhu 30oC (Sanchez 2008).
Menurut Gaur (2006), salah satu yang membatasi tingginya kecepatan
produksi etanol adalah penghambatan pada proses metabolisme khamir oleh
tingginya konsentrasi gula pada substrat dan sebagai produk akhir. Pada industri
yang memproduksi alkohol, umumnya konsentrasi gula pada substrat sebesar
16-18%. Apabia konsentrasi substrat lebih dari itu maka akan menyebabkan
tekanan osmotik yang mengurangi efisiensi proses fermentasi. Suhu merupakan
faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, metabolisme dan daya tahan
hidup mikroorganisme fermentasi. Proses fermentasi pada industri alkohol pada
umumnya menggunakan suhu 25-30oC. Beberapa penelitian dilakukan dengan
suhu fermentasi optimum sebesar 35oC. Selain konsentrasi gula pada substrat
dan suhu, pH juga mempengaruhi proses fermentasi, proses yang umum
dilakukan pada pH 4,5-6.
C. Destilasi
Tahapan pembuatan bioetanol setelah proses fermentasi adalah
pemurnian. Pada tahap ini proses yang dilakukan adalah proses distilasi dan
dehidrasi. Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan

9
uap ini kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan
massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan,
masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal
distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Macam-Macam Distilasi pertama yaitu distilasi Sederhana Prinsipnya
memisahkan dua atau lebih komponen cairan berdasarkan perbedaan titik didih
yang jauh berbeda. Selanjutnya distilasi Fraksionasi (Bertingkat) Sama
prinsipnya dengan distilasi sederhana, hanya distilasi beertingkat ini memiliki
rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu memisahkan dua
komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan. Untuk
memisahkan dua jenis cairan yang sama-sama mudah menguap dapat dilakukan
dengan distilasi bertingkat. Distilasi bertingkat sebenarnya adalah suatu proses
distilasi berulang. Proses berulang ini terjadi pada kolom fraksional. Kolom
fraksional terdiri atas beberapa plat dimana pada setiap plat terjadi
pengembunan. Uap yang naik plat yang lebih tinggi lebih banyak mengandung
cairan yang lebih atsiri (mudah menguap) sedangkan cairan yang kurang atsiri
lebih banyak dalam kondensat.
Distilasi Azeotrop memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau
lebih komponen yang sulit dipisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan
senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut, atau dengan
menggunakan tekanan tinggi. Distilasi kering memanaskan material padat untuk
mendapatkann fasa uap dan cairnya. Biasanya digunakan untuk mengambil
cairan bahan bakar dari kayu atau batu bata. Distilasi vakum memisahkan dua
komponen yang titik didihnya sangat tinggi, metode yang digunakan adalah
dengan menurunkan tekanan permukaan lebih rendah dari 1 atm, sehingga titik
didihnya juga menjadi rendah, dalam prosesnya suhu yang digunakan untuk
mendistilasinya tidak perlu terlalu tinggi (Anonim, 2018).

10
III. ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
A. Tempat dan Waktu Kegiatan
Waktu dalam pengolahan Bioetanol, kami laksanakan pada:
Hari/tanggal : Selasa, 25 Juni 2019
Waktu : pukul 07.00 s/d selesai
Tempat pelaksanaan prakek lapangan di pilot plant kampus Instiper
B. Alat dan Bahan Praktikum
Alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan ini meliputi: satu unit
peralatan pengolahan bioetanol, timbangan, gelas ukur 1 liter, tetes tebu, ragi,
air, urea.
C. Prosedur
1. Pengenceran tetes tebu
a. Diinginkan Kadar gula untuk proses fermentasi adalah sekitar 46 briks
b. Dilakukan pengecekan kadar gula (briks) dan pH tetes.
c. Dilakukan pengenceran tetes dengan rumus VINI = V2N2.
d. Contoh: tetes kental mempunyai briks = 60 % (60 briks), volume media
fermentasi yang akan dibuat 100 liter dengan kadar 46 % (46 briks),
maka tetes kental yang diambil adalah
14𝑥20
Volume tetes = 6,0
46

Diambil 6,0 liter tetes kental dan tambahkan air sebanyak 14 liter
(volume total 20 liter), aduk hingga merata.
2. Lakukan penambahan urea untuk nutrisi ragi
a. Ditambahkan 6 gr .Jumlah NPK sebanyak 0% dari total jumlah tetes.
b. (Dilihat dalam contoh diatas, untuk kadar gula 46% (tetes 20 liter) maka
penambahan urea 0,6 gram atau 6 gram dan NPK 0,020 kg atau 20 gram).
c. Digerus urea dan NPK ini sampai halus, kemudian ditambahkan ke
dalam larutan fermentasi dan diaduk.
d. Dilakukan pengaturan pH menjadi 4,5 dengan menambahkan asam
asetat.
3. Penambahan inoculum atau starter

11
a. Disiapkan sebelumnya 500 ml media fermentasi yang udah diberi nutrisi
dan disterilisasi. Tambahkan 2% ragi roti (fermipan) atau sebanyak 10
gram, inkubasi selama 24 jam pada suhu 30ͦ C.
b. Dimasukkan starter yang sudah berumur 24 jam tersebut kedalam 5 liter
media fermentasi steril, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu
30ͦ C. Starter ini siap diinokilasikan pada proses fermentasi.
4. Tahap berikutnya adalah tahap fermentasi
a. Dimasukan media fermentasi kedalam fermentor dan lakukan
sterilisasi(pemanasan pada suhu 32 0C selama 24 jam. Kemudian
diinginkan dan suhu mencapai 30-60ͦ C. Setelah dingin, masukkan
inoculum yang sudah dibuat sebelumnya.
b. Dilakukan Proses fermentasi minimal 1 hari.
5. Tahap destilasi
a. Setelah fermentasi berjalan 1 hari, maka cairan fermentasi dipompa
kedalam kolom destilasi yang suhunya diatur antara 80 C. Pada suhu ini
maka etanol akan menguap dan melewati kondensor sehingga yang
tadinya dalam bentuk uap berubah dalam bentuk cairan. Lakukan
pengecekan kadar alcohol yang dihasilka.
6. Lakukan analisa terhadap alcohol yang didapatkan
a. Sifat-sifat bioetanol : densitas (berat jenis), kadar alkohol.
7. Lakukan Analisa terhadap alcohol yang di dapat.
a. Volume alcohol yang didapat.
b. Randemen (% yeald )bioethanol.
c. Sifar- sifat bioethanol.
 Densitas (berat jenis)
 Kadar alcohol
d. Dilakukan Analisa ekonomi (menghitung harga pokok) dari produk yang
dipasarkan.

12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengolahan bioetanol
Hari Acara Kegitan Hasil
tgl
a. pembuatan 1. Melakukan a. Kadar gula tetes :
dari tetes pengenceran tetes 26 briks
tebu b. Perhitungan
pengenceran
V1 x N1 = V2 x N2
V2 x N2
V1 = ( )
𝑁1
20 x 14
=( )
26

= 10,76
liter
c. Volume tetes :
10,76 liter
d. V air: 9,24 liter
e. Total volume
media
permentasi: 20
liter

2. Penambahan urea a. Jumblah urea:


dan NPK untuk 58,3 kfggr
nutrisi ragi dan b. Jumblah NPK:
pengaturan PH 10,76 kf/gr
c. Cek PH media
fermentasi: 5
d. Volume asam
asetat: -

13
3. Penyimpanan a. Proses scale up
ekulum/starter 1. Menuangkan
tetes tebu
sebanyak 10,76
literdari
perhitungan di
atas
2. Memasukkan air
9,24 liter
3. Menambahkan
NPK 10,76 urea
53,8 gr, lalu
haluskan dan
masukan
kedalam tetes
tebu.
4. Panaskan hingga
80 ℃ dan
lakukan coocing
selama 30 ℃
5. Masukkan dalam
bak fermentasi
tunggu selama 6
hari

4. Proses fermentasi a. Suhu fermentasi:


26℃
b. waktu
fermentasi: 6 hari
c. perubbahan
selama

14
fermentasi:
warna semakin
gelap
5. Proses destilasi a. Suhu destilasi: 80

b. Volume
bioethanol : 134
ml
c. Densitas alcohol:
0,904 kg/m3
d. Kadar alcohol:
64%
e. Rendemen/yeld:
0,67%
B. Analisa Ekonomi
Tabel 1. Analisa ekonomi pembuatan bietanol
TFC ( total fixe cost)
No Uraian Jumlah Rp,- Jumlah biaya produksi / Hari
Peralatan
1 pengolahan Rp. 35.000.000 35.000.000/7x 365 Rp.13.699,-
bioetanol
Rp.250.000/7x
2 Timbangan Rp. 250.000,- Rp.98,-
365
3 Gelas ukur Rp. 55.000,- Rp. 55.000/ 1x365 Rp.151,-
Termomete
4 Rp. 30.000,- Rp. 30.000/2x 365 Rp. 41,-
r
Tenaga Rp.
5 Rp. 350.000,- Rp. 350.000,-
kerja 35.000x10,-
Total Rp.35.685.000 Rp.653.699,-
TVC ( Total variable cost )
Satuan
No Uraian Volume Jumlah Rp,-
harga@Rp,-
1 Molase 11 liter Rp.15.000 Rp. 165.000,-
2 Urea 5 kg Rp. 750,- Rp. 3.750,-
3 Ragi 1 sachet Rp. 2.500 Rp. 2.500,-

15
4 NPK 10 kg Rp. 3.000,- Rp. 30.000,-
5 Air 9 Liter Rp. 1.300,- Rp.11.700,-
Total Rp. 212.950,-

Total keseluruhan biaya (TC)

Dik TFC = Rp. 653.699/hari

TVC = Rp.212.950,-

= TFC + TVC

= Rp. 653.699/ hari + Rp.212.950,-

= Rp. 866.649/ hari

Harga poko produksi ( HPP)


𝑇𝐶 𝑅𝑝.866,649/ℎ𝑎𝑟𝑖
HPP= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = =Rp. 6.479.52 liter/hari
0,134 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟

Π = TR-TC

TC = TFC + TVC

= Rp. 653.699/ hari + Rp. 212.950,-

= Rp. 866.649/ hari

TR = 0,134 liter x Rp. 7.000

= Rp. 938

Π = Rp. 938 - Rp. 866.649

= Rp.-71.351

Break event point ( titik balik modal )

= Rp. 866.649/ Rp. 7.000,- / liter

= 123,807 liter

BEP Harga Produksi

BEP = (Total Biaya Produksi) / ( Total Produksi )

= Rp. 866.649/ 0,134 kg

16
= Rp. 6.479.52 kg

Benefit Cost Ratio

B/C = (Total pendapatan ( Rp)) / ( Total biaya produksi ( Rp))

= Rp. -71.351/ Rp. 866.649

BEP = ( Total biaya produksi ( Rp)) / ( harga dipasaran (Rp/liter))

= -0,082
C. Pembahasan
Kali ini dilakukan pengolahan bioetanol dimana Bioetanol adalah etanol
yang diproduksi melalui fermentasi gula dari tanaman atau limbah makanan
yang mengandung gula, pati atau selulosa.
Untuk membuat etanol pertama-tama melakukan melakukan pengenceran
tetes tebu dengan mengukur kadar gula tetes tebu yaitu diketahui sebanyak 26
briks, lalu setelah itu melakukan pengenceran dengan menghitung
V2 x N2 20 x 14
menggunakan rumus V1 x N1 = V2 x N2 = V1 = ( )=( ) = 10,76
𝑁1 26

Liter, setelah didapat jumblah tetes tebu yang ingin diencerkan lalu tambahkan
air sebanyak 9,24 liter jadi total fermentasi sebanyak 20 liter.
Berikutnya masiswa melakukan penambahan urea dan NPK untuk nutrisi
ragi dan pengaturan pH, jumblah urea yang ditambahkan yaitu 53,8 kg/gram,
jumblah NPK 10,76 kg/gram, lalu cek PH media fermentasi 5. Selanjutnya
dilakukan penyiapan starter dengan pross scale up yang pertama menuangkan
tetes tebu sebanyak 10,76 literdari perhitungan di atas, kedua memasukkan air
9,24 liter, ketiga menmbahkan NPK 10,76 urea 53,8 gr, empat tambahkan Urea
53,8 kg/gram lalu haluskan dan masukan kedalam tetes tebu, kemepat panaskan
hingga 80 ℃ dan lakukan coocing selama 30 ℃ dengan menggunakan kompor,
dan yang terakir yaitu masukkan dalam bak fermentasi tunggu selama 6 hari.

Gambar 1. Pengukuran kadar gula menggunakan alat.

17
Gambar 2. Pengukuran pH dan pengenceran molase.

Gambar 3. Penambahan Urea NPK dan nutrisi ragi.

Gambar 4. Tahap fermentasi selama 6 hari.

Setelah dilakukan fermentasi selama 6 hari, lalu diamati sushu fermentasi


yaitu 26 C, dan mahasiswa juga mengamati perubahan warna yang terjadi saat
proses fermentasi dan perubahan warna yang terjadi adalah warna dari tetes tebu
semakin gelap.setelah dilakukan proses fermentasi selanjutnya dilakukan
proses destilasi untuk menghasilkan bioetanol, mahasiswa memasukan tetes
tebu sebanyak 20 liter secara bertahap kedalam alat destilasi dengan suhu 80
o
C, setelah itu ditungu selama 3 jam, lalu etanol akan keluar dan dihasilkan
sebanyak 134 ml, setelah didapatkan alcohol lalu dihitung densitas alcohol
yaitu sebanyak 0,904, kadar alcohol 64%, dan randemen teld sebanyak 0,67%.

18
Gambar 1. Pengukuran pH pada bak fermentasi.

Gambar 2. Proses destilasi

19
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari kegiatan pengolahan bioetanol ini
adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan bahan berupa molase, urea, NPK dan starter (ragi).
2. Proses pembuatan bioetanol menggunakan tetes tebu sebanyak 10,76 liter, dan
volume air 9,24 dengan total volume media fermentasi 20 liter. Dilakukan
dengan mengukur kadar gula, dan pHpada molase, lalu melakukan pengenceran
tetes tebu, melakukan penambahan urea, NPK dan ragi, setelah itu dilakukan
fermentasi selama 6 hari, setelah dilakukan fermentasi diukur suhu pada bak
fermentasi lalu itu dilakukan destilasi hingga diperoleh alcohol, dan terakir
dilakukan Analisa terhadap alkohon yang didapat berupa rendemen (yield),
kadar alcohol, densitas alcohol, serta analisis ekonomi.
3. Setelah melakukan pengenceran molase serta penambahan urea , NPK, serta
ragi berikutnya dilakukan proses fermentasi dengan lama waktu 6 hari.
4. Lama waktu destilasi adalah 3 jam dengan suhu yang tetap dikontrol sebesar 80
℃.
5. Biodiesel yang dihasilkan dari proses destilasi adalah 134 ml. Densitas alcohol
sebesar 0,904 serta kadar alcohol sebesar 64%, Randemen yeldnya sebanyak
0,67%.

20
DAFTAR FUSTAKA
Anonim, 2018. Buku Petunjuk Praktek Lapangan. Institut Pertanian STIPER.
Yogyakarta.
Armid, 2009. Penuntun Praktikum Metode Pemisahan Kimia. Unhalu. Kendari.
Balat, M., Balat H., and Öz, C., 2008, Progress in bioethanol processing, J. Progr.
Ener. Combust. Sci., 34: 551-573.
Cardona, C.A, Sanchez, O.J., 2007. Fuel ethanol production: process design trends
and integration opportunities. Biores. Technol. 98:2415-2457.
Drapcho, C.M., Nhuan, N. P., and Walker, T.H., 2008. Biofuels engineering
process technology. Singapore: Mc. Graw Hill Companies Inc.
FAO, 1994. Ethanol production from sweet sorghum. dalam Integrated energy
system in Cina – the cold northeastern region experience.
http://www.fao.org/docrep/t4470E/t4470e01.htm# (diakses 14 Desember
2009).
Faraday, M., 1995, On new compounds of carbon and hydrogen, and on certain
other products obtained during the decomposition of oil by heat,
Philosoph. Transact. of the Royal Soc. of London, 115: 440-466.
Fessenden dan Fessenden. 1997. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Gaur, 2006. Proses Fermentasi Molase. Bogor: Universitas Bogor.
Hennell, H.,1828, On the mutual action of sulfuric acid and alcohol, and on the
nature of the process by which ether is formed, Philosoph. Transact. of the
Royal Soc. of London 118: 365-371.
Kim, S. and Day, D.F., 2010. Composition of sugar cane, energy cane, and sweet
sorghum suitable for ethanol production at Louisiana sugar mills, J. Ind.
Microbiol. Biotechnol.
Lyons, T.P., 2003. Ethanol around the world: rapid growth in policies, technology
and Production, In The Alcohol Text book, 4th edition, (T. P. Lyons, ed),
Kentucky: Alltech Inc.
Manguwidjadja, 1994. Fermentasi Gula Sederhana. Bogor: Universitas Pertanian
Bogor.
Maiorella, B.L., 1985. Ethanol, In Comprehensive Biotechnology (H.W. Blanch, S.
Drew, and D.I.C. Wang, eds), New York: Pergamon Press.
Mc Millan, J.D, 1997. Bioethanol production: status and prospects, Renew. Energy,
10: 295-302.
Merck & Co, 1960. The Merck Index 7th edition, New Jersey
Nguyen, M.H. and Prince, R.G.H., 1996. simple rule for bioenergy conversion
plant size optimization: bioethanol from sugar cane and sweet sorghum,
Biomass and Bioenergy 10: 361-365.

21
Prihandana, R., Kartika, N., Praptiningsih, G.A., Dwi, S., Sigit, S., dan Roy, H.,
2007. Bioetanol ubi kayu: Bahan bakar masa depan, Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Putri, Yasri Ayu, dkk. 2015. Satuan Operasi dan Proses Destillasi. Malang:
Universitas Brawijaya.
Roach, J., 2005. 9000-years-old beer re-created from Chinese recipe, Nation.
geograph. news.
Rossini, F.D, 1937, Heats of Formation of Simple Organic Molecules, Ind. Eng.
Chem. 29: 1424-1430.
Sahidin, 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Unhalu. Kendari.
Sanchez O., J. and Cardona, C.A., 2008, Trends in biotechnological production of
fuel ethanol from different feedstocks, J. Rev. Biores. Tech., 99: 5270-
5295.
Sérullas, G. S., 1996, De l’action de l’acide sulfurique sur l’alcool, et des produits
qui en résultent, Annales de Chimie et de Physique, 39: 152-186.
Singhania, R.R., Binod, P., Pandey, A., 2009, Handbook of Plant-Based Biofuels:
An Introduction, New York: CRC Press Taylor & Francis Group.
Walford, S.N., 1996, Composition of cane juice, Prog. S. Afs. Sug. Technol. Ass.,
70: 265-266.

22

Anda mungkin juga menyukai