PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hasil laporan lembaga penelitian kesehatan dan kualitas dunia pada
penderita DM yang menerima pelayanan medis prevalensi penderita ulkus kaki
diabetik berdasarkan usia pada tahun 2008 paling banyak pada interval usia >95
tahun (15,0%), berdasarkan jenis kelamin paling banyak diderita laki-laki (8,2%)
dibandingkan dengan perempuan (7,2%), sedangkan berdasarkan etnik, yang
paling banyak terdapat pada etnik Indian Amerika/Alaska (9,6%). (AHRQ, 2011)
Penderita DM lebih berisiko amputasi 15 kali dibandingkan non DM.
Diperkirakan 65 amputasi kaki disebabkan oleh diabetes setiap minggu di
Australia, selain itu penyakit kaki diabetik adalah penyebab paling umum
penderita diabetes masuk rumah sakit. Kemungkinan 38 kali lebih berisiko pada
2
orang Aborigin dibandingkan non-orang Aborigin (umur 25-49 tahun). Hingga 85
persen dari semua komplikasi kaki diabetik dapat dicegah dengan pendidikan dan
peningkatan kesadaran perawatan kaki diabetes (NDSS, 2011).
Berdasarkan laporan American Diabetes Association pada tahun 2010 di
Amerika, sekitar 60% dari 73.000 penderita diabetes non-traumatik mengalami
amputasi tungkai bawah pada usia >20 tahun.
4
arteri perifer (Roza, dkk, 2015).
2.5 PATOFISIOLOGI
5
Gambar 2.1 Anatomi pankreas
Sumber: Markus, 2018, Intestinal stem cell and the Na+-D-glucose transporter
SGLT1
sel endokrin bersatu bersama sel eksokrin menbentuk pulau kecil yang
disebut pulau Langerhans. Ada lima tipe sel yang menghasilkan berbagai
hormone dari system endokrin: glucagon diproduksi oleh sel α yang hadir 15-
20% dari total sel islet; amylin, C-peptida dan insulin diproduksi oleh sel β
yang hadir 65-80% dari total sel; pancreas polipeptida (PP) diproduksi oleh
sel γ yang hadir 3-5% dari total sel islet; somatostatin diproduksi oleh sel δ
yang hadir 3-10% dari total sel; dan ghrelin diproduksi oleh sel ε yang hadir
<1% dari selurh total sel islet. (Benjamin,2012)
Setiap hormon mempunyai fungs yang berbeda. Glukagon
meningkatkan kadar gula darah, sedangkan insulin menurunkannya.
Somatostatin menghambat pengeluaran glucagon dan insulin. PP meregulasi
aktivitas pancreas dalam mensekresi endokrin dan eksokrin. Ghrelin berperan
dalam meningkatkan nafsu makan saat tubuh kekurangan energy dengan
6
memberi sinyal lapar kepada hipotalamus dan mengurangi pengeluaran energi
dengan menurunkan katabolisme lemak. Pancreas mempertahankan kadar
gula darah dalam batas 4-6 mM dengan regulasi hemostasis glukosa oleh
hormone insulin dan glucagon. Selama tidur dan puasa, ketika gula darah
rendah, glukagon dilepaskan untuk merangsang gluconeogenesis untuk
meningkatkan gula darah endogen selama puasa. Sedangkan insulin
dilepaskan oleh sel β distimulasi oleh kadar gula darah eksogen. Insulin juga
menyebabkan glikogenesis, lipogenesis, dan perubahan asam amino menjadi
protein. (Benjamin,2012)
7
kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik
yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya
penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson
menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya
reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa,
apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi
ulkus diabetika.(Benjamin,2012)
1. Vaskulopati
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan
kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi
jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi
ketidakrataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran
lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat pada
mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak
cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas.12
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri
menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian
8
dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan
dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika. Proses
angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian
distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus
diabetika.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai bawah.
Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal
mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis
profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis.
Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak
jarang memerlukan amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit,
penebalan membrana basalis serta penurunan produksi
prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent)
akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia
9
organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut
saraf perifernya.
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan
menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram
basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler
bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga
mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis
jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada
penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C
yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan
oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi
penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan
kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus diabetika.
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya
reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah
merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh
darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita
Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan,
merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya
aterosklerosis. Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh
darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh
darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai
10
pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu
hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi
jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki
atau tungkai.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati
berupa disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara
lain:
a) Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non
enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang
akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein
dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO
dan prostaglandin.
b) Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular
sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang
akan menghambat produksi NO.
c) Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel
endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan
terjadi neovaskularisasi.
d) Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol
(DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG
akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC
berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.
11
e) Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif.
Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk
terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized
lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized
LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu
peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan
hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan
protein.
f) Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik
dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan
beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan
penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar
PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti
pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs)
dan penurunan sintesis heparin sulfat.
g) Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi
koagulasi dengan disfungsi endotel, namun aktivasi
koagulasi yang berulang dapat menyebabkan stimulasi yang
berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi
disfungsi endotel.
h) Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang
berlangsung secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik
yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium sebagai
berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten,
III.resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.
12
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan
yang erat dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik
pada fase awal menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung
kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di mana ada
teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka
semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan
ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu
terkena.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah
dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama
dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke
perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia
dan bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol
(glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin.
Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa
serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati.
Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu
kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan
hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang
pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri,
parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan
gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon
13
dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang
saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf
saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya system
saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat
menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga
dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia
dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi
otot-otot intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada
kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan
periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan
keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan
keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan,
dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki
serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang
tebal (claw foot ). Seiring dengan berlanjutnya trauma,
di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi
yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik
akibat neuropati yang klasik dengan 4 tahap
perkembangan. Pertama, adanya riwayat trauma ringan
14
disertai kaki panas, merah dan bengkak. Kedua, terjadi
disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian
tarsometatarsal. ketiga, terjadi fraktur dan kolaps
persendian. Keempat, timbul ulserasi plantaris pedis.
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan
penderita kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki
terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi
dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf
sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang
diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan
reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari
rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah
posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan
di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui
saraf motorik.
Pada penderita DM yang telah mengalami
neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan
pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien
tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak
kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi,
nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat
membahayakan keselamatan pasien.
15
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat
terjadi pada pasien DM, seperti: (1)Tekanan rendah
tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus). (2) Tekanan tinggi
dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku). (3)
Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas
pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang
berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf
simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau
tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain. 12
Neuropati otonom mengakibatkan produksi
keringat berkurang terutama pada tungkai yang
menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi,
kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi
lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren.
Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan
terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi
penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada
perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas
sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan
menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.
16
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat
menyebar melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi
menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki
maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik
klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar
pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang
tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai
tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya
multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob
yang bekerja secara sinergi.
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta
mudah terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman
hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren
diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan
gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan
jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan
disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol,
homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah
juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan
sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan
fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen
untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin
17
yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai
sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada
pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.
Gejala akibat insufisiensi arteri perifer berupa nyeri iskemik pada saat
istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih
dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak
nyaman, kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada
penderita kaki diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis
tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang
timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.
(Waspadji,20019)
18
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes.
Pada beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda
awal telah terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes datang
dengan gangren hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi.
(Waspadji,20019)
2.7 KLASIFIKASI
Gambar 2.3
derajat wagner kaki diabetes
Sumber: Quraysh, 2018, risk factor in amputation in diabetic foot
infections
19
Derajat 0 : Kulit utuh
Derajat 1: Ulkus superficial
Derajat 2 : Ulkus dalam sampai tendon, tulang
Derajat 3 : ulkus dalam dengan osteomielitis
Derajat 4 : Ulkus dengan gangren pada 1-2 jari kaki (distal)
Derajat 5 : Ulkus dengan gangren luas seluruh kaki
2. Klasifikasi PEDIS
P : Perfusi terganggu
1. Tidak ada gangguan perfusi
2. Ada perifer arterial disease tetapi tak kritis
3. Ishemia yang membuat perfusi kaki kritis
E : Extent in mm2 : luas yang terkena mm2
D : Depth : jaringan yang hilang
1. Superficial tak mencapai dermis.
2. Ulkus dalam, dibawah dermis, fascia, otot atau tendon.
3. Semua jaringan, tulang dan sendi.
I : Infeksi
1. tak ada tanda infeksi
2. Infeksi di kulit
3. Eritema > 2 cm, infeksi subcutan. Tidak ada infeksi
sistemik
4. Infeksi sistemik
S : Sensasi
20
1. Tak ada gangguan sensasi
2. Ada gangguan sensasi
3. Klasifikasi TEXAS
STADIUM 0 1 2 3
A tanpa tukak Luka luka sampai luka sampai
atau pasca superfisial, tendon atau tulang/
tukak, kulit Tidak kapsul sendi sendi
intak/utuh Sampai
Tulang tendon atau
kapsul sendi
B --------------------DENGAN INFEKSI-------------------
C --------------------DENGAN ISKEMIA------------------
D ---------DENGAN INFEKSI DAN ISKEMIA----------
2.8 DIAGNOSA
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi meliputi kulit dan otot. Inspeksi pada kulit yaitu status
kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat;
adanya infeksi dan ulserasi; ada kalus atau bula; bentuk kuku;
adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan
postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk
clawtoe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon;
cara berjalan; kekuatan kaki.
2. Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen
ditambah dengan tunningfork 128-Hz, pinprick sensation, reflek
kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
3. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut
nadi pada arteri kaki, capillary refilingl time, perubahan warna,
atropi kuit dan kuku dan pengukuran ankle-brankhial index
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status
klinis pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa
atau sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete blood Count (CBC),
urinalisis, dan lain- lain.
d. Pemeriksaan penunjang
22
Pemeriksaan penunjang meliputi X-ray, EMG dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi
dan menentukan kuman penyebabnya.
2.10 PENATALAKSANAAN
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah
terjadinya ulkus diabetik. Jika keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan
dengan baik diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah
paling tidak dihambat.(Soegondo,2013)
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki
diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah
timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga
merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik
23
yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik
untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna
risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin
timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya
masalah (Frykberg) yaitu:
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
2. Pencegahan Sekunder
24
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-
disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani
dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal
dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola
bersama.
a) Kontrol Mekanik
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya
perubahan weight-bearing area pada plantar pedis.
Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar
tersebut. akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai
cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat
dilakukan antara lain dengan removable cast walker,
total contant casting, temporary shoes, felt padding,
crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled
insoles.
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk
mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi
ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal
head resection , Achilles tendon lengthening, dan
partial calcanectomy).
b) Kontrol Luka
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan
salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer,
senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll.
25
Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal
dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan
jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
Selama proses inflamasi masih ada, proses
penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses
selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi.
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan
luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan
salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai
tempat perawatan kaki diabetik.
c) Kontrol Mikrobiologik
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki
secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda.
Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan
dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai
acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman
yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram
negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan
berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,
mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya
golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya
metronidazol).
26
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil
kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan
sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera
diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang
terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada kaki
diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen
gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or
life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri gram positif
berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan
bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi
berat yang bersifat limb threatening infection dapat
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime +
clindamycin,fluoroquinolone + clindamycin.
d) Kontrol Vaskular
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang
sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di
tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh
darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini
belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan
27
pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi
pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
e) Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan
diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan agar selalu
senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat
penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus
diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan
membantu kesembuhan uka. Berbagai hal lain juga
harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi
jaringan serta fungsi ginjal.
2.11 PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi
pada kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang
menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang
menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang
subur untuk perkembangan bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena
adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien
tidak sampai ke tempat infeksi. (Purwanti,2013)
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan
bahwa faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup
28
besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan
pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan
komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan
diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki
keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudah
terjadinya infeksi. (Purwanti,2013)
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Syamdiah
Umur : 49 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
No.RM : 117037
3.2 ANAMNESIS
29
a. Keluhan Utama
Bejolan berisi cairan di kaki kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Datu Beru Takengon dengan keluhan adanya
benjolan yang berisi cairan di punggung kaki kanan sejak kurang lebih 3
minggu lalu. Awalnya, benjolan berisi cairan muncul di bawah jari kelingking
kaki kanan sebesar biji jagung, namun lama-kelamaan benjolan tersebut
membesar hingga saat ini hampir menutupi seluruh punggung kaki kanan.
Riwayat trauma sebelumya pada bagian kaki tersebut tidak ada. Warna
benjolan tersebut kemerahan dan berkulit tipis. Benjolan berisi cairan tersebut
tidak terasa sakit maupun gatal. Jari keempat kaki kanan pasien juga tampak
membiru sejak 2 minggu Sensasi raba pada jari tersebut juga tidak terasa.
Pasien mengaku mengalami demam 4 hari yang lalu. Demam tinggi serta
menggigil dan turun dengan pemberian paracetamol. Sejak 10 tahun terakhir,
pasien sering merasakan BAK lebih sering pada malam hari, sering merasa
haus meskipun sudah banyak minum, dan cepat merasa lapar walau sudah
makan dengan cukup. Pasien juga sering merasakan kebas serta kesemutan
pada kedua kaki dan ujung jari tangan yang hilang timbul. Saat kaki pasien
menapak ke lantai yang kasar, pasien kurang merasakan tekstur lantai. Pasien
juga mengalami penurunan berat badan selama kurang lebih 5 tahun ini,
sebelumnya pasien mempunyai berat badan sekitar 60 kg dan sekarang bedan
badan sekitar 45 kg. Saat melakukan aktifitas sehari-hari pasien merasa lemah
dan tidak bertenaga. BAB dalam batas normal.
30
Sebelumnya pasien pernah di diagnose diabetes mellitus 10 tahun lalu saat
periksa kesehatan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah kandung pasien mengalami diabetes mellitus
e. Riwayat Penggunaan Obat
Pada 10 tahun lalu pasien pernah mengonsumsi obat oral DM dari dokter
selama sebulan lalu pasien mengonsumsi obat herbal sampai sekarang.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien mempunyai kebiasaan mengonsumsi teh manis setiap pagi hari, dan
suka mengonsumsi makanan dan minuman manis lainnya tanpa terkontrol.
3. Status Generalis
31
Kepala : Normochepali
Mata : Cekung (-), RCL(+/+), RCTL (+/+), konjuntiva
palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tanda radang (-/-), pengeluaran secret (-/-), fungsi
pendengaran dalam batas normal
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), nyeri tekan
sinus (-), deformitas septum nasi (-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Atrofi papil (-), tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Faring : Hiperemis (-)
Thorax
Depan
32
Stem fremitus dekstra = Stem fremitus dekstra =
Perkusi sinistra sinistra
Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang
paru paru
Auskultasi
Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
Ronki (-), Wheezing (-) Ronki (-), Wheezing (-)
Belakang
Cor
33
Batas Kiri : ICS V linea midclaviula sinistra
Auskultasi BJ I > BJ II, reguler, gallop(-)
Abdomen
Inspeksi Simetris, distensi (-), collateral vein (-), caput medusa (-)
Auskultasi Peristaltik usus (+) dalam batas normal (4-6 kali/menit)
Palpasi Nyeri tekan (+), soepel (+), hepar, lien, ren tidak teraba
Perkusi Timpani (+)
Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Warna : kuning langsat
Edema : (-/-)
Sendi : nyeri (-/-)
Suhu : teraba hangat
Pucat : (-/-)
Eritema palmar : (-/-)
Jari tabuh : (-/-)
Tremor : (-/-)
Deformitas : (-/-)
Kekuatan : 5/5
Ekstremitas Bawah
Warna : kuning langsat
Edema : (-/-)
34
Sendi : nyeri (-/-)
Suhu : teraba hangat
Pucat : (-/-)
Eritema palmar : (-/-)
Jari tabuh : (-/-)
Tremor : (-/-)
Deformitas : (-/-)
Kekuatan : 5/5
4. Status Lokalis
Status lokalis a/r dorsum pedis dextra
Look : bulla ukuran 5x10cm, eritema
Feel : nyeri tekan (-)
35
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin (20-05-2019)
EO 0,9 % 1-6
36
PLT 308 103/ Ul 150- 450. 103/ Ul
Golongan Darah AB
Fungsi ginjal
Ureum : 85 mg/dl
Kreatinin : 1.4 mg/dl
3.7 TERAPI
- IVFD Nacl 0,9% I
- IVFD Assering III
- inj ketorolac 1 gr/12 jam
- inj ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- inj ranitidine 1 amp/12 jam
37
- inj meropenem 1 gr/24 jam
-inf metronidazole 00mg/8 jam
- inj ondancentron 1 amp/ 12 jam
- inj lapibial 1 amp/ 12 jam
-sp insulin 2 unit/jam
-transfusi WB 2 bag
-transfusi PRC 1 bag
3.8 PROGNOSIS
Dubia ad malam
38
Status lokalis a/r dorsum pedis
dextra
Look : bulla ukuran 5x10cm,
eritema
Feel : nyeri tekan (-)
46
Status lokalis a/r dorsum pedis Amputasi digiti IV pedis
dextra
Look : ulcus
Feel : nyeri tekan (-)
A: Ulcus diabeticum pedis dextra
wagner III – V + DM tipe II +
sepsis
47
BAB IV
KESIMPULAN
Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah
kaki diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren dan
artropati Charcot. Sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan
penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus di kaki.
Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika tersebut memerlukan tindakan
amputasi. Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang,
insufisiensi vaskular, riwayat ulkus/ amputasi dan gangguan patologi kuku berat.
Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan
multidisipliner, melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid,
menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah
elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi,
48
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Azwar, dkk, 2010. Penyakit di Usia Tua. Penerbit EGC, Jakrta.
Aulia, Nanang Fitra, 2008. Pola Kuman Aerob dan Sensitifitas Pada
qqqqqqGanggren Diabetik. Tesis Mahasiswa FK Universitas Sumatera
bbbbb Utara, Medan.
49
Benjamin A. L., dkk. 2012 Infectious Disease Society of America Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic
Foot Infections. IDSA Guideline. Clinical Inectious Disease
2012:54.
BPS Kab Deli Serdang, 2010. Data Demografi Masyarakat Deli Serdang.
Diakses pada tanggal 2 Juni 2016 dari www.bps.co.id.
50
NDSS (National Diabetes Services Schame), 2011. Prevalence Diabetic
wwwwFoot. Diakses pada tanggal 9 juni 2019 dari www.ndss.com.au.
51
Puskesmas Pasirkali Kota Bandung. Tesis Mahasiswa FK
Universitas Padjadjaran.
52