Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS

PARU (TBC)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan
organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal
yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang


disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar kuman
tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya
(Depkes, 2008).

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis
(Smeltzer & Bare, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis
Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis
suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari
tubuh manusia.

2. EPIDEMIOLOGI
a. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar
penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data
WHO menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang banyak
terdapat pada umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun
2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal dari
usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55
tahun).
b. Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan
perempuan.Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.
c. Stasus gizi
Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang menetukan fungsi seluruh
sistem tubuh termasuk sistem imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia
untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Bila daya tahan tubuh sedang rendah,
kuman Tb paru akan mudah masuk ke dalam tubuh. Kuman ini akan
berkumpul dalam paruparu kemudian berkembang biak.Tetapi, orang yang
terinfeksi kuman TB Paru belum tentu menderita Tb paru. Hal ini bergantung
pada daya tahan tubuh orang tersebut. Apabila, daya tahan tubuh kuat maka
kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant) dan tidak berkembang
menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman Tb
akan berkembang menjadi penyakit. Penyakit Tb paru Lebih dominan terjadi
pada masyarakat yang status gizi rendah karena sistem imun yang lemah
sehingga memudahkan kuman Tb Masuk dan berkembang biak.
d. Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang ditularkan
melalui udara. Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi
penyebaran Tb paru salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor.
Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada
lingkungan yang kumuh dan kotor.

e. Kondisi sosial ekonomi


Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin. Data WHO pada
tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka kematian akibat Tb paru sebagaian
besar berada di negara yang relatif miskin.
3. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer
(ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di
dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain (
Elizabeth Jpowh 2001):
1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3) Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4) Individu tanpa perawatan yang adekuat
5) Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by
pass gatrektomi.
6) Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by
pass gatrektomi.
7) Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8) Individu yang tinggal di daerah kumuh
9) Petugas kesehatan

4. PATOFISIOLOGIS
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi
tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai
suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-
paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit
namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses
dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam
sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi
nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan
fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi
membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet
ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan
menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan
masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di
bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen
yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem
vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005).

5. PATHWAY
(Terlampir)

6. KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb
Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif. Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif
harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

7. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit


Dalam(2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1) Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
2) Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untukmembuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(nonproduktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah
haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan
batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3) Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesaknafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura,
sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5) Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang
timbul secara tidak teratur.

8. PENATALAKSANAAN
a. Pencegahan
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa –
siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat. (Muttaqin, 2008)
b. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin
( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin,
kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin
merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).

9. KOMPLIKASI
Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
a. Meningitisas
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
e. Atelektasi

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
b. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
1) Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
2) Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
3) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
4) Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
f. Pola fungsi kesehatan.

1) Aktivitas atau istirahat


Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek
karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau
berkeringat.
Tanda : Takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak (tahap lanjut).
2) Integritas EGO
Gejala : Adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan
tidak berdaya/tidak ada harapan. Populasi budaya/etnik, missal
orang Amerika asli atau imigran dari Asia Tenggara/benua lain.
Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan,
mudah terangsang.
3) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan.
4) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5) Pernafasan
Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat
tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri
(effuse pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/tidak ada
secara bilateral atau unilateral efusi pleural/pneumotorak) bunyi
nafas tubuler dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels
tercabut di atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekes posttussic) karakteristik sputum: hijau, puluren,
muloid kuning atau bercak darah deviasi trakeal (penyebaran
bronkogenik).
6) Keamanan
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker.
Tanda : Demam rendah atau sedikit panas akut.

7) Interaksi sosial
Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan
bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas
8. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Recana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi suara nafas,
nafas tidak keperawatan selama ….x24 perhatikan bunyi nafas
efektif jam diharapkan: abnormal
berhubungan 1. Pasien melaporkan 2. Monitor usaha
dengan sekret sesaknya berkurang pernafasan,
kental, 2. Pernafasan teratur pengembangan dada, dan
kelemahan 3. ekspandi dinding keteraturan
upaya batuk dada simetris 3. Observasi produksi
buruk 4. ronchi tidak ada sputum, muntahan, atau
5. sputum berkurang lidah jatuh ke belakang
1 atau tidak ada 4. Pantau tanda-tanda vital
6. frekuensi nafas terutama frekuensi
normal (16- pernapasan
24)x/menit 5. Berikan posisi
semifowler jika tidak ada
kontraindikasi
6. Ajarkan klien napas
dalam dan batuk efektif
jika dalam keadaan
sadar
7. Kolaborasi pemberian o2
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor respirasi dan
efektif keperawatan selama ….x24 status O2
berhubungan jam diharapkan: 2. Monitor TD, nadi, suhu,
dengan sekresi 1. Mendemonstrasikan dan RR
mukopurulen batuk efektif dan suara 3. Kaji kualitas sputum,
dan kekurangan nafas yang bersih tidak warna, bau dan
upaya batuk ada sianosis dan konsistensi
dyspneu (mampu 4. Posisikan pasien untuk
mengeluarkan sputum, memaksimalkan ventilasi
mampu bernafas dengan 5. Lakukan fisioterapi dada
mudah, tidak ada pursed jika perlu
lips). 6. Auskultasi suara nafas,
2. Menunjukkan jalan catat adanya suara
nafas yang paten (klien tambahan
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal).
3. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Mengkaji frekuensi dan
pertukaran gas keperawatan selama ….x24 kedalaman pernafasan.
berhubungan jam diharapkan: Catat penggunaan otot
dengan 1. Pasien melaporkan aksesori, napas bibir,
penurunan sesaknya berkurang ketidak mampuan
permukaan efek 2. Pasien melaporkan berbicara / berbincang
paru. Kerusakan tidak letih atau lemas
membran di 3. Nafas tertur 2. Mengobservasi warna
alveolar, kapiler, 4. TTV Stabil kulit, membran
sekret kevtal 5. Hasil AGD dalam mukosa dan kuku,
dan tebal batas normal (PCO2 : serta mencatat adanya
35-45 mmHg, PO2 : sianosis perifer
3 95-100 mmH (kuku) atau
sianosispusat
(circumoral).
3. Mengobservasi
kondisiyang
memburukMencatat
adanya hipotensi,pucat,
cyanosis, perubahan
dalam tingkat kesadaran,
serta dispnea berat dan
kelemahan

4 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV


berhubungan keperawatan selama ….x24
dengan proses jam diharapkan: 2. Observasi suhu kulit dan
peradangan 1. Suhu tubuh dalam batas catat keluhan demam
normal 36,5 – 37oc
3. Berikan kompres air
biasa/hangat

Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan 1. Catat status nutrisi


gan nutrisi keperawatan selama ….x24 pasien dari
kurang dari jam diharapkan: penerimaan, catat
kebutuhan tubuh 1. pasien menunjukkan turgor kulit, berat
berhubungan peningkatan berat badan dan derajat
dengan mual, badan dan kekurangannya berat
muntah, melakukan perilaku badan, riwayat mual
5 anoreksia. atau perubahan pola atau muntah, diare.
hidup. 2. Berikan perawatan
rnulut sebelum dan
sesudah tindakan
3. Kolaborasi, rujuk ke
ahli diet untuk
menentukan
komposisi diet.
Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan perbedaan
tidur keperawatan selama ….x24 individual dalam
berhubungan jam diharapkan: kebutuhan tidur
dengan sesak 1. pasien dapat istirahat berdasarkan hal usia,
nafas dan batuk tidur tanpa terbangun. tingkat aktivitas, gaya
hidup tingkat stress.
6 2. Tingkatkan relaksasi,
berikan lingkungan
yang gelap dan terang,
3. Ciptakan lingkungan
yang nyaman

7 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan aktivitas dan


aktivitas keperawatan selama ….x24 faktor yang
berhubungan jam diharapkan: meningkatkan
dengan 1. pasien mampu kebutuhan oksigen
keletihan dan melakukan aktifitas seperti merokok. suhu
inadekuat secara mandiri dan sangat ekstrim, berat
oksigenasi tidak kelelahan badan kelebihan,
untuk aktivitas setelah beraktivitas. stress.
2. Secara bertahap
tingkatan aktivitas
harian klien sesuai
peningkatan toleransi.
3. Memberikan
dukungan emosional
dan semangat
4. Setelah aktivitas kaji
respon abnormal
untuk meningkatkan
aktivitas.

Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi orang lain


infeksi terhadap keperawatan selama ….x24 yang beresiko, contoh
penyebaran jam diharapkan: anggota rumah, sahabat
berhubungan 1. Klien mengidentifikasi karib, dan tetangga.
dengan pertahan interfensi untuk 2. Kaji tindakan kontrol
primer adekuat, mencegah resiko infeksi sementara,
kerusakan penyebaran infeksi contoh masker/ isolasi
jaringan 2. Klien menunjukkan pernafasan.
8
penakanan teknik untuk 3. Tekankan pentingnya
proses melakukan perubahan tidak menghentikan
inflamasi, pola hidup dalam terapi obat
malnutrisi melakkan lingkungan 4. Kolaborasi dengan
yangnyaman. dokter tentang
pengobatan dan terapi.

4. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervesnsi

5. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey:Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai