Anda di halaman 1dari 8

KONSEP DAN PRINSIP KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

A. Definisi
Kata ‘istirahat’ mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai, menyegarkan diri,
diam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apapun yang membosankan,
menyulitkan atau menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang
tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan bebas dari kecemasan (Asmadi, 2008). Istirahat adalah suatu keadaan
dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar (Asmadi, 2008).
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat, Narrow (1967), yang dikutip oleh Potter dan Perry (1993),
mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, diantaranya:
1. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawah kontrolnya.
2. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau dimanapun. Juga termasuk ide-
idenya diterima oleh orang lain.
3. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan.
4. Memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya.
5. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-waktu bila memerlukan.

Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik tersebut di atas dapat terpenuhi. Hal ini
dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupun
penerimaan dari asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien
tidak merasakan enam kriteria tersebut di atas, maka kebutuhan istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga
diperlukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur, misalnya
mendengarkan secara hati hati tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba meringankannya jika
memungkinkan (Alimul, 2006).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan
urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda
(Tarwoto & Wartonah, 2006). Tidur juga merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup (Asmadi, 2008).
Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental emosional, fisiologis dan kesehatan.
Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut
(Asmadi, 2008):
a. Aktifitas fisik minimal
b. Tingkat kesadaran yang bervariasi
c. Terjadi perubahan- perubahan proses fisiologis tubuh, dan
d. Penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis,
perubahan tersebut antara lain (Amadi, 2008):
a. Penurunan tekanan darah, denyut nadi.
b. Dilatasi pembuluh darah perifer.
c. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastroinstestinal.
d. Relaksasi otot-otot rangka.
e. Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%
2.1.2 Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem
yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan
dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas
pons (Potter & Perry, 2005).
Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberi rangsangan visual, pendengaran,
nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan
emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing
regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat
otak dan system limbic.Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Potter & Perry, 2005).
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer, endokrin
kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeletal. Tiap kejadian tersebut dapat diidentifikasi atau
direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik otak, pengukuran tonus otot
dengan menggunakan electromiogram (EMG) dan electroculogram (EOG) untuk mengukur
pergerakan mata (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme selebral yang
secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular
activating system (RAS) di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel khusus dalam
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, audiotori,
nyeri, dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari korteks serebri (emosi, proses pikir)
(Tarwoto & Wartonah, 2006).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS melepaskan katekolamin,
misalnya norepineprine. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel-
sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbur synchronizing regional (BSR). Bangun
dan tidurnya seseorang tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak,
reseptor sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbiks seperti emosi
(Tarwoto & Wartonah, 2006).
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya dan berusaha dalam posisi
rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan
serum serotonin (Tarwoto & Wartonah, 2006).
2.1.3 Tahapan Tidur
EEG, EMG, dan EOG dapat mengidentifikasi perbedaan signal pada level otak, otot, dan
aktivitas mata. Normalnya tidur dibagi menjadi dua yaitu non rapid eye movement (NREM) dan
rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan
memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan
terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Tahapan tidur menurut Potter & Perry (2005), yaitu :


1. Tahapan tidur NREM
a. NREM tahap I
a) Tingkat transisi
b) Merespons cahaya
c) Berlangsung beberapa menit
d) Mudah terbangun dengan rangsangan
e) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun
f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

b. NREM tahap II
a) Periode suara tidur
b) Mulai relaksasi otot
c) Berlangsung 10-20 menit
d) Fungsi tubuh berlangsung lambat
e) Dapat dibangunkan dengan mudah

c. NREM tahap III


a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak
b) Sulit dibangunkan
c) Relaksasi otot menyeluruh
d) Tekanan darah menurun
e) Berlangsung 15-30 menit

d. NREM tahap IV
a) Tidur nyenyak
b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif
c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun
d) Sekresi lambung menurun
e) Gerak bola mata cepat
2. Tahapan tidur REM
a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM
b. Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya
c. Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi
d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam
belajar, memori, dan adaptasi.

3. Karakteristik tidur REM


a. Mata
b. Otot-otot
c. Pernapasan
d. Nadi
e. Tekanan darah
f. Sekresi gaster
g. Metabolisme
h. Gelombang otak
i. Siklus tidur

2.1.4 Siklus Tidur


: cepat tertutup dan terbuka
: kejang otot kecil, otot besar imobilisasi : tidak teratur, kadang dengan apnea
: cepat dan reguler
: meningkat atau fluktuasi
: meningkat
: meningkat, temperatur tubuh naik
: EEG aktif
: sulit dibangunkan

Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan periode sebelum tidur,
selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap berkembang secara teratur.
Periode ini secara normal berakhir 10 hingga 30 menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki
kesulitan untuk tertidur, akan berlangsung satu jam atau lebih (Potter & Perry, 2005).
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur penuh, tiap siklus tidur
terdiri 4 tahap dari tidur NREM dan satu periode dari tidur REM. Pola siklus biasanya
berkembang dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke 3, lalu ke 2,
diakhiri dengan periode dari tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90
menit ke siklus tidur (Potter & Perry, 2005).
Dengan tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek, dan memperpanjang periode
REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit selama akhir siklus tidur. Tidak semua orang
mengalami kemajuan yang konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai contoh, orang
yang tidur dapat berfluktuasi untuk interval pendek antara NREM tingkat 2, 3, dan 4 sebelum
masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi. Perubahan tahap ke
tahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan untuk tidur yang dangkal
cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur nyenyak cenderung bertahap (Closs,
1988 dalam Potter & Perry, 2005).

2.1.5 Fungsi Tidur


Kegunaan tidur masih tetap belum jelas (Hodgson, 1991), tidur dipercaya mengkontribusi
pemulihan fisiologis dan psikologis (Oswald, 1984; Anch dkk, 1988, dalam Potter & Perry,
2005).
Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin. Selama tidur gelombang
rendah yang dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk
memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak (Home, 1983;
Mandleson, 1987; Born, Muth, dan Fehm, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).
Tidur REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM dihubungkan dengan
perubahan dalam aliran darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi
oksigen dan pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan
pembelajaran (Potter & Perry, 2005). Secara umum, ada dua efek fisiologis dari tidur yaitu efek
pada sistem saraf yang dapat memulihkan kepekaan dan keseimbangan diantara berbagai
susunan saraf dan efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ
tubuh (Hidayat, 2006).

2.1.6 Kebutuhan dan Pola Tidur Normal


Durasi dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua kelompok usia.
Seseorang mungkin merasa cukup beristirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain
membutuhkan 10 jam.
Kebutuhan dan pola tidur normal menurut Potter dan Perry (2010), yaitu :
1. Neonatus sampai dengan 3 bulan
a. Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari
b. Mudah berespons terhadap stimulus
c. Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM

2. Bayi
a. Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
b. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14 jam/hari
c. Tahap REM 20-30%
3. Toddler
a. Tidur 10-12 jam/hari
b. Tahap REM 25%

4. Prasekolah
a. Tidur 11 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%

5. Usia sekolah
a. Tidur 10 jam pada malam hari
b. Tahap REM 18,5%

6. Remaja
a. Tidur 8,5 jam pada malam hari
b. Tahap REM 20%

7. Dewasa muda
a. Tidur 7-9 jam/hari
b. Tahap REM 20-25%

8. Usia dewasa pertengahan


a. Tidur kurang lebih 7 jam /hari
b. Tahap REM 20%

9. Usia tua
a. Tidur kurang lebih 6 jam/hari
b. Tahap REM 20-25%

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi tidur yaitu :

1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun
demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada
pasien dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskuler, dan
penyakit persyarafan.
2. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemudian terjadi
perubahan suasana seperti gaduh maka akan menghambat tidurnya.

3. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun
dan waspada menahan kantuk.

4. Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.

5. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu
tidurnya.
6. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol dapat
mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
7. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain:
a. Diuretik
b. Antidepresan
c. Kafein
d. Narkotika
: menyebabkan insomnia
: menyupresi REM
: meningkatkan saraf simpatik : menyupresi REM

2.2 Gangguan Tidur


2.2.1 Pengertian Gangguan Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut:
insomnia adalah gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga ditengah malam
atau rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Naylor dan Aldrich, 1994, dalam Potter &
Perry, 2005).

2.2.2 Klasifikasi Gangguan Tidur


Klarifikasi gangguan tidur menurut Potter & Perry (2005), yaitu: 1. Insomnia
Insomnia adalah suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas
maupun kuantitas, dengan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia ini terbagi
menjadi dua jenis yaitu: pertama initial insomnia yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh
tidur atau mengawali tidur, karena selalu terbangun pada malam hari dan ketiga terminal
insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari
(Alimul, 2012).
Universitas Sumatera Utara

2. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur (Potter & Perry,
2005).
Ada tiga jenis apnea tidur: apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen
apnea sentral dan obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan
obstruktif.
Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea/OSA), terjadi
pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorokan rileks pada saat tidur. Jalan napas atas
menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung berkurang (hipopnea)
atau berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). The National Commission on Sleep
Disorders Research (1993), memperkirakan bahwa 18 juta orang di Amerika Serikat memenuhi
kriteria diagnostik untuk OSA.
Klien yang mengalami apnea tidur seringkali tidak memiliki tidur dalam yang signifikan. Selain
itu banyak juga terjadi keluhan mengantuk yang berlebihan di siang hari, serangan tidur,
keletihan, sakit kepala di pagi hari, dan menurunnya gairah seksual.

3. Narkolepsi
Keadaan yang tidak dapat dikendalikan untuk tidur seperti seseorang dapat tidur
dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, dan lain-lain (Alimul, 2012). 4. Deprivasi
Tidur
Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat insomnia.
Penyebabnya dapat mencakup penyakit (misalnya, demam, sulit bernapas, atau nyeri), stres
emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (misalnya asuhan keperawatan yang sering
dilakukan) dan keanekaragaman waktu tidur yang terkait dengan waktu kerja.
Deprivasi tidur melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur serta ketidak konsistenan
waktu tidur. Apabila tidur mengalami gangguan atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan
urutan siklus tidur normal dant terjadi deprivasi tidur kumulatif.

5. Parasomnia
Parasomnia adalah kumpulan dari penyakit yang dapat mengganggu pola tidur
seperti somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak dalam
tahap III dan IV dari tidur REM (Alimul, 2012).

Anda mungkin juga menyukai