Anda di halaman 1dari 9

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

MUQADDIMAH
Semakin hari kita semakin dekat dengan pesta demokrasi rakyat yang
seharusnya dipenuhi dengan rasa haru bahagia sebab itulah hakikat dari pesta,
namun perasaan itu pada kenyataannya menjadi kabur dan terlihat seperti tidak
jelas, begitu susah kita menilai perasaan dihati seseorang sebab perasaan dilema
hati masyarakat yang kita temui dan bahkan kita juga barangkali ikut merasakan
dilema itu, perasaan cemas, takut serta pesimis dan optimis tapi juga kadang
senang dan benci.

Secara teori barangkali banyak yang senang karna menyambut pemimpin


yang baru, meskipun mungkin pemimpin yang terpilih nantinya adalah pemimpin
yang lama namun masyarakat manaruh harapan besar bahwa kualitas dari
pemimpin itu adalah yang lebih baik dari pada kualitas dimasa lalu dan juga kualitas
pesaingnya saat ini sehingga dengan pembuktian bisa terpilih, kira-kira begitulah
ringkasnya.

Perasaan cemas dan takut itu sendiri juga timbul di hati masyarakat mungkin
dilatari oleh pikiran-pikiran atau anggapan takut pemimpin yang terpilih dan yang
akan memimpin kedepan nantinya adalah lebih buruk atau halusnya tidak lebih baik
dari yang sekarang.

Rasa benci sendiri juga tidak bisa kita tampik lahir di hati masyarakat dilatari
oleh rasa Pesimisme dan rasa sinisme bahwa ada anggapan yang familiar dan
terdengar kasar bila diucapkan “siapapun yang terpilih tapi nasib kita akan tetap
begini saja” setidaknya perkataan ini pernah disampaikan oleh Budayawan Sujiwo
Tedjo pada kesempatan acara televisi mewakili perasaan masyarakat umum.

Dari semua perasaan dan alasan-alasan diatas, sekilas terlihat benar dan
saling berhubungan satu dengan yang lain, dan berangkat dari alasan terakhir saya
berinisiatif untuk melakukan semacam sosialisasi kepada masyarakat di kecamatan
tempat saya Berdomisili dan dengan izin dan dukungan KIP Kota Subulussalam.

Sudah dijelaskan secara ringkas mengenai Mekanisme dan segala urutannya


terkait Surat Suara dan segala ragamnya dalam Pemilu/Pesta Demokrasi yang
sebentar lagi akan kita rayakan bersama (Materi dijelaskan di awal acara). yaitu ada
lima Surat Suara yang akan diberikan kepada kita untuk menentukan pilihan
terhadap PRESIDEN, DPR RI, DPRA, DPD, DPRD/K. alhamdulillah pada
kesempatan yang lalu kita bisa melihat bagaimana dua pasang CAPRES dan
CAWAPRES kita dalam mengikuti suatu program yang disebut Debat Capres dan
Cawapres dengan niat dan tujuan agar masyarakat dapat melihat dan menilai siapa
yang layak untuk ia pilih jadi pemimpin Negara ini nantinya.

namun hal itu tidak berbanding lurus dengan Calon Legislatif yang juga pada
hakikatnya tidak kalah penting sebagai lembaga Kontroler, Lembaga Pengawasan
dari kinerja Pemerintah dari segala tingkatan, apakah namanya PRESIDEN,
Gubernur, hingga sampai pada Tingkat Bupati dan Walikota. namun kita harus tetap
memilih meskipun pada praktiknya kita tidak ada perkenalan dengan Kandidat-
Kandidat Calon Wakil-Wakil Rakyat ini, saya terus terang penasaran, tapi kita tidak
tau siapa yang mau kita salahkan, apa yang kita lihat selama ini belum maksimal
membongkar siapa Kandidat-Kandidat ini, mereka tidak pernah dihadirkan secara
Telanjang di depan kita selama ini, itu seharusnya Hak Rakyat untuk tau siapa
Pemimpinnya karna dia harus bersaksi di kertas suara, di kotak suara atas nama
Tuhannya bahwa saya pilih orang ini dan bertanggungjawab, kalau orang Islam
Dunia Akhirat, itu saya harus tau siapa dia dan ini yang harusnya dibongkar hak
rakyat untuk tau itu, bukan hanya sekedar melihat gambar besar di Spanduk atau
Baliho adu Gagah adu Indah Desain dan tulisan kata-kata yang pada intinya kita
tidak tau siapa orang ini, sosok siapa orang yang berada dibalik Tempurung
Kepalanya, apakah dia seorang Marxis, atau Leninis, Sosialis atau Marhainis, atau
bahkan Liberalis dan Komunis, apa yang akan dia lakukan setelah dilantik sebulan
pertama, apakah dia bisa menjelaskan pada kita tentang Arsitektur Masyarakat,
tentang Agama, Budaya, Sosial, dan Politik.

Sialnya lagi jika kita tidak ikut memilih karna tidak ada yang kita rasa layak
jadi pemimpin karna kebutaan kita tentang siapa orang-orang ini, dilain tempat orang
Liberal ikut memilih, orang Sekuler ikut memilih, Lesbi ikut memilih, Homosexual ikut
memilih, ketika Suara mereka lebih banyak dan mereka yang memegang
kekuasaan, dan yang paling sial, anda tidak memilih tapi anda wajib taat pada yang
tidak dipilih, yang terpilih orang yang buruk, anda mentaati orang yang buruk,
setidaknya itulah yang saya kutip dari Ust, Adi Hidayat. ini juga menjadi alasan kuat
saya ingin melakukan kegiatan semacam ini turun ke Desa-Desa dan duduk di
tengah masyarakat secara lebih masif.

Saya hanya akan lebih Fokus membicarakan tentang ruang Legislatif sebab
disini yang saya lihat dan rasakan banyak perbedaan pandangan tentang Fungsi
dari lembaga Legislatif itu sendiri dan bahkan terkesan tidak jelas dan parahnya lagi
sering saya mendengar dari lisan masyarakat “Lebih baik tidak usah ada DPR,
hanya menghabiskan uang Rakyat saja”. Dari semua sosialisasi yang saya ikuti dan
yang saya hadiri, malam/siang ini mungkin adalah yang paling membanggakan bagi
saya, dan saya ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya karna jarang
sekali kita memperbincangkan lembaga Legislatif atau DPR secara khusus, dan kita
hanya mengambil sisi-sisi saja dari konsep Parlemen itu, dan saya kira memang kita
jarang membaca sejarah tentang pertumbuhan Tradisi Legislatif kita, saya ini
ngomong akan apa adanya bapak ibu sekalian, karna saya tidak Nyalon sebagai
anggota DPR atau DPD saya tidak nyalonkan sebab saya adalah bagian dari
kelompok Penyelenggara dan ini Relatif tidak ada gunanya juga buat pribadi tapi
buat kemajuan masyarakat kedepan.

Saya ingin ceritakan Historinya sedikit, sejarah cabang-cabang kekuasaan,


jadi kita ini sering tidak sadar bahwa sebenarnya apalagi dalam sistem kita ini
Negara kesatuan dengan sistem Presidensialisme, cabang kekuassan itu ada 3
(tiga) Eksekutif, Legislatif dan Judikatif, sejarah kekuasaan itu mengatakan bahwa
induk dari kekuasaan itu pada awalnya Eksekutif, maka kalau kita baca sejarah
kerajaan yang tidak ada Legislatif dan Judikatifnya maka Raja adalah The King Is
the Eksecutif, The King is Legislature and the King is Judikatif, jadi raja itu adalah
Eksekutif, Legislatif dan Judikatif sekaligus, setelah itu muncullah tragedi-tragedi
yang dikoreksi oleh kaum Intelektual dan dibicarakanlah pembagian cabang-cabang
kekuasaan lalu muncullah Trias Politika dan semacamnya, tapi kita tidak boleh lupa
bahwa kekuasaan yang sebenarnya itu Eksekutif, dan ada pendapat bahwa DPR itu
bukan cabang kekuasaan, (ini perdebatan akademik silahkan dilakukan dilain
kesempatan), makanya di barat itu tidak ada Tradisi DPR sebagai cabang
kekuasaan, tapi anggota DPR disebutnya sebagai Low Maker / Pembuat Undang-
Undang, Parlementarian / orang yang bicara. itu, So The Real Power Goes to The
Eksecutif.
Saya mengucapkan terimakasih karna ini menjadi semacam Sosialisasi tukar
pikiran tentang pengertian-pengertian Dasar, saya dengan segala permohonan maaf
dari segala anggapan-anggapan masyarakat selama ini mengenai tugas dan Fungsi
lembaga DPR itu banyak yang keliru dalam pengertian sebetulnya kita ini masih
terjebak kepada Prime Generasi Demokrasi Terpimpin karna Mentalitas kita
memang masih memberikan Privilage dan Preferensi yang sangat besar kepada
Eksekutif dan cendrung tidak terlalu mengerti menurut saya bukan tidak
pro/mendukung tentang apa yang disebut dengan Legislatif itu, memang kalau kita
baca dalam sejarah indonesia, (ya saya minta para Sejarawan yang mungkin lebih
mengerti untuk mengkoreksi saya kalau saya salah), Efek mental dari sejarah kita
dibawah Kolonial yang begitu lama yang artinya sebetulnya terpimpim juga, Orde
Lama yang akhirnya berakhir Terpimpin karna Eksperimen dari Sistem Parlementer
yang dianggap gagal karna Pemerintah yang jatuh bangun dengan ukuran waktu
bulan-bulan saja lalu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengantarkan kita juga kembali
menegaskan Keterpimpinan dan itu kemudian Dilembagakan oleh Presiden
Soeharto, ketika Orde Baru Naik kita itu merengkuh kepemimpinan atau Demokrasi
Terpimpin, jadi kita itu sepertinya memang dalam Darah kita, dalam DNA kita itu
sangat mau dengan Demokrasi Terpimpin, dimana kita menganggap Eksekutif
segala-galanya, memang itu saya sering mengatakan sejarah dari kekuasaan itu
sebenarnya miliknya Eksekutif, induk dari Power itu pada awalnya Eksekutif, lalu
Eksekutiflah yang melahirkan Legislatif karna ada kepentingan dan kesadaran dalam
pemikiran-pemikiran tentang kekuasaan, bahwa kekuasaan itu harus dikontrol
secara ketat maka lahirlah Legislatif dan kemudian lahir juga Judikatif supaya ada
Proses Pengujian apabila ada Sengketa dan ini utamanya diperuntukkan bagi
Eksekutif yang memang sangat Powerfull, Powernya Eksekutif itu luar biasa bahkan
dalam tradisi ini kan ada Contempt of Court untuk melindungi Judikatif dan ada
Contempt of Parliament untuk melindungi Legislatif, sebetulnya Filsafat itu datang
dari kesadaran bahwa memang Eksekutif itu sangat kuat, Powernya terlalu besar, itu
sebabnya Rakyat perlu menyiapkan satu perangkat supaya Abuse of Power
(penyalahgunaan wewenang jabatan) itu tidak terus menerus terjadi.

Saya akan ceritakan sedikit tentang Sejarah Indonesia adalah Sejarah


Pergantian Sistem, bahkan pergantian Konstitusi, coba lihat Agustus tahun1945 kita
merdeka dan UUD 1945 berlaku, bulan Oktober atau November Undang-Undangnya
tidak berubah tapi praktiknya yang berubah dari Presidensil menjadi Parlementer,
tidak lama kemudian datang RIS (Republik Indonesia Serikat) akibat KMB (Konfrensi
Meja Bundar) menjadi UUD RIS, dan tidak sampai setahun menjadi UUD
Sementara, dan kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru
sebagai pengganti UUDS 1950 sehingga terbitlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan itu
berubah bukan mulus tanpa pergolakan, kemudian kita masuk Sistem Parlementer
yang kemudian dilabrak oleh Demokrasi Terpimpin dibawah Bung Karnoe, sesudah
itu datang pak Soeharto dilabrak lagi menjadi Demokrasi Pancasila, skitar 32 tahun
pak Harto dilabrak lagi entah itu namanya apa sekarang Pasca Amandemen
Konstitusi 4 kali yang pasti tidak sama dengan jamannya pak Harto. yang artinya kita
sedang mencari Sistem, sebab Demokrasi prinsipnya boleh sama diseluruh dunia
tapi prakteknya lain-lain, sama halnya dengan pemilu yang dianggap terlalu boros
hingga menghabiskan 24,9 T lalu banyak pihak yang menyayangkan hal ini dan
mnginginkan uang dengan jumlah sebesar itu bisa digunakan untuk keperluan
Infrastruktur Bangsa dan Negara, dan protes ini tenyata sudah ada sejak beberapa
tahun silam yang menginginkan pemilihan Presiden dengan cara Perwakilan-
Perwakilan Rakyat saja sama dengan Sistem Parlementer atau sejenisnya, namun
itu bukan berarti tidak ada pesta, tetap ada pesta tapi pestanya hanya untuk
segelintir orang saja dan di khawatirkan dengan ketidak Idealan hasilnya dengan
segala kepentingan-kepentingan segelintir orang tersebut.

Kalau kita bicara sejarah indonesia dan sejarah dunia. semua Abuse itu
adalah Abusenya Eksekutif, Kolonialisme itu itu Abusenya Eksekutif, Orde Lama itu
Abusenya Eksekutif, Orde Baru itu itu Abusenya Eksekutif dan kemungkinan juga di
masa Transisi ini Abusenya luar biasa, bahkan sering itu digambarkan dengan
pembagian APBN, 99% APBN itu ada ditangan Eksekutif, Power to Execute
(kekuatan untuk mengeksekusi) itu hanya ada di Eksekutif, saya ingin mengatakan
ini supaya kita sadar bahwa kelahiran lembaga Legislatif dan Judikatif itu adalah
untuk menjaga Eksekutif, itu sebabnya pasal 20 ayat 3 UUD 1945 memberikan Hak
Imunitas kepada anggota DPR, itu Hak Imunitas diberikan oleh Konstitusi. kenapa,
karna kita juga sadar bahwa Mentalitas Keterpimpinan itu sering menjelma dan
datang setiap saat dan ada banyak negara di dunia ini yang umurnya, Glorification of
The Eksekutif itu kadang-kadang hanya sebentar, di Mesir pernah ada Demokrasi
hanya 11 bulan lalu tiba-tiba datang Eksekutif dengan tentara dan dia lakukan
kudeta lagi, dan di negara-negara yang punya tradisi orang-orang besar seperti di
Rusia mereka membayangkan Putin itu seperti Sar (pemimpin Rusia terdahulu) yang
kemudian juga berkuasa sekarang ini mengontrol Negara di tangan satu orang, saya
termasuk orang yang mengidolakan Erdogan (pemimpin Turki) tapi tradisi
kesultanan muncul lagi ditangan satu orang yang sangat kuat, Dalam 12 pemilu-lima
pemilu legislatif, 3 referendum, tiga pemilu lokal, dan pemilu presiden - dan
semuanya itu dia menangkan. hanya pada 2015 Partainya menang namun tanpa
suara mayoritas, dari Parlemen menjadi Presiden, menjadi Perdana Menteri,
menjadi Presiden lagi dan akan terpilih lagi bahkan perkiraan kuat ia akan menang
hingga dua priode lagi hingga tahun 2029, jadi mentalitas untuk bangga kepada
eksekutif dan kepada orang-orang besar itu ada dalam otak kita lalu dimana rakyat
itu dijaga, ya di Parlemen, karna itu diberikan Hak Imunitas, karna itu kata-katanya
tidak bisa dipersalahkan, tindakan dalam pekerjaannya tidak bisa dipersalahkan, kan
itu dasar dari lahirnya tradisi Demokrasi di Indonesia yang baru 20 tahun ini, siapa
yang berani membantah ini, tidak ada karna memang ini yang kita lahirkan, Cuma
saya sayang sekali karna memang kita mungkin belum banyak faham soal ini tapi
mari kita belajar dan saya juga ingin belajar kalau ada yang bisa mengajari saya soal
ini, nah karna itu bapak-ibu sekalian, sikap kita kepada pemilu dan hasil Pemilu
Rakyat dan dengan segala ketidak Idealan hasilnya karna kan saya sering mengutip
perkataan yang baik sekali dari Nabi Muhammad “Kaipa Matakunu Yuwalla
‘Alaikum” (bagaimana wajah kalian bagitulah yang nanti akan memimpin kalian),
anggota legislatif adalah referesentasi dari rakyatnya.

Saya justru ingin kalau ada yang mengajak memikirkan bagaimana cara
menyederhanakan politik, schotman whiring seorang ahli politik di amerika
mengatakan bahwa Presidensialisme seperti Sistem kita sekarang ini dengan Multi
Partisme (banyak partai) itu tidak berjodoh, kerumitan kita mengelola politik
sekarang ini kan karna partai yang ada (Existing Political Party) ada 10 dan yang
sekarang sudah mendaftar 20 dan kemungkinan besar pemilu akan datang tambah
lagi dan semua itu dikelola dalam prinsip Presidensialisme, sedangkan dalam
Presidensialisme sulit, kalau dalam parlementarisme, Multi Partisme itu berjodoh
dengan Parlementarisme, kenapa, karna dia membentuk koalisi (majority rule) di
awal dan koalisi inilah yang membentuk eksekutif sehingga Komitmen Koalisi adalah
Komitmen yang ketat, tapi sekarangkan tidak begitu sebab kita ini kan Multi Partisme
(partai yang banyak) dalam Presidensialisme yang tidak ada konsep koalisi
didalamnya, sehingga kemudian ada orang dari partai-partai yang dibawa masuk
kabinet pemerintahan satu atau dua orang dan kemudian Parlemenya/DPRnya
disuruh bungkam, parlemennya tidak boleh berbeda dengan pemerintah
(eksekutif/penguasa) padahal dalam presidensialisme, parlemen itu berkoalisi
dengan rakyat dan tidak dengan pemerintahan sebab itu konsep yang salah, begitu
kata schotman whiring, dan hal yang sama juga sebetulnya kita lakukan namun
hanya kita tidak mengerti filosofinya bahwa saat kita memilih, saya contohkan untuk
pemilihan walikota saja sebab itu sudah terjadi agar kita tidak melanggar kode etik,
saat pemilihan Walikota tahun lalu saya bilang begini kepada orang yang saya pilih,
“hai kamu polan saya pilih kamu jadi Walikota dan saya beri kamu uang banyak,
kekuasaan, wewenang dan kebijakan untuk menyejahterakan rakyat di seluruh kota
Subulussalam” dengan kalimat Bismillah saya coblos (dengan ilustrasi ringan). lalu
bulan April mendatang saya bilang kepada Calon Legislatif pilihan saya, “hai polan
saya sudah kasih uang banyak serta wewenang dan kekuasaan kepada Walikota itu
dan tolong kamu awasi dia agar dia betul-betul kerja menyejahterakan masyarakat
kota Subulussalam” dengan Bismillah juga. nah karna kita ngomong begitu kepada
DPR-DPR ini nantinya maka mereka harus awasi dan keritik habis-habisan
meskipun DPR ini dari Partainya sendiri.

Nah sebab itu saya kira kita mau bicara apa kalau kita tidak mau menerima
apa yang ada, Amandemen Konstitusi 4 kali menurut saya sudah Ideal dan ini
meletakkan kekuatan kalau memakai istilah Prof. Jimly (ahli tata negara dari
indonesia) salah satu ciri dari amandemen konstitusi ini adalah dengan “merampas
kekuatan eksekutif dan diberikan kepada rakyat dengan pembentukan lembaga-
lembaga perwakilan” itulah sebabnya DPR diperkuat dan DPD dilahirkan karna kita
sadar bahwa UUD 1945 kita amandemen 4 kali karna ada Tendensi Otoritarianisme
di dalamnya, ini yang kita tidak mau kembali ke jaman dulu itu.

Sebab selama ini kita lihat ada kejanggalan cara berpikir yang agak fatal
sebetulnya kalau kita memakai standar demokrasi, Supreme Kontroler itu ada di
parlemen/DPR jangan dibalik-balik karna itu kewenangan Memanggil, Mamaksa
Orang/Pejabat untuk membuat jawaban di depan rakyatnya. mungkin kesempatan
kali ini saya akan lebih menjurus kepada fungsi Legislatif tingkat kabupaten/kota
sebab itu yang lebih dekat dan hari-hari bisa kita tatap dan tonton kinerja mereka
dan cendrung lebih akrab bahkan kita bisa sering berjabat tangan dan bertegur sapa
sehingga dengan itu lebih memungkinkan untuk kita mengajukan pertanyaan serta
memberikan masukan sebagai bentuk serapan aspirasi masyarakat, saya akan coba
jelaskan sedikit saja mengenai fungsi dari legislatif atau DPRK yang lebih sering kita
sebut.

1. Fungsi Legislasi

Fungsi pertama dari DPRD adalah fungsi legilasi. Fungsi legislasi merupakan fungsi
dari DPRD yang dicerminkan dari status DPRD sebagai lembaga legislative daerah,
seperti provinsi, kotamadya dan juga kabupaten. Yang dimaksud fungsi legislasi ini
adalah fungsi DPRD dalam membentuk peraturan daerah, yang sudah menjadi
tugas dan kewenangan dari DPRD sebagai perwujudan dari DPRD selaku
pemegang kekuasaan legislative di daerah-daerah.

2. Fungsi Anggaran

Fungsi kedua yang merupakan fungsi utama dari DPRD adalah fungsi Anggaran.
Sesuai dengan namanya, fungsi anggaran meliputi pembahasan mengenai
anggaran belanja dan juga pendapatan daerah. Hal ini dilaksakan untuk membahas
dan juga memberikan persetujuan terhadap rancangan dari APBD yang diajukan
oleh pemerintah daerah. Dengan adanya fungsi ini, maka DPRD berfungsi untuk
menentukan apakah APBD yang diajukan bisa digunakan atau tidak, serta
melakukan perbaikan atau revisi megenai APBD yang diajukan oleh pimpinan
daerah. saya ingin kasih contoh kecil saja, seandainya ada permasalahan di kota ini
pejabat/pemerintah kota subulussalam mengutak-atik APBK tanpa restu dari DPR
sebab fungsi DPR maka DPR harusnya ambil sikap

3. Fungsi Pengawasan

Fungsi dari DPRD berikutnya dalah fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan


merupakan fungsi dari DPRD, dimana DPRD memiliki fungsi utama sebagai
pengawas dan juga pemantau setiap pelaksanaan peraturan daerah yang sudah
disepakati bersama dengan pimpinan daerah, serta mengawasi penggunaan
anggaran yang sudah disahkan sebelumnya dalam APBD/APBK.
misalnya pemerintah tidak menyelesaikan program-program kegiatan yang sudah
disepekati sebelumnya di sidang rapat anggaran lalu DPR harus ambil sikap sebagai
lembaga dengan fungsi pengawasan tersebut, misalnya masalah-masalah yang
hari-hari kita hadapi dengan beragam warna dan rupa. itu misal. dan biasanya setiap
daerah ada permasalahan yang beragam terlepas itu besar atau kecilnya
permasalahan.

Tapi ya sudahlah, nasib kita sekarang ya begitu, tapi kita wajib usaha
memperbaiki nasib sebab saya yakin seluruh agama juga mengajarkan begitu..

Nah dari semua pemaparan yang sudah saya sampaikan dan saya yakin
banyak bapak/ibu mungkin yang lebih faham dan saya sifatnya hanya mngingatkan
saja, sebab permasalahan terbesar bangsa ini iyalah tidak semua orang ingin
kebenaran itu terungkap. filsafat seperti ini sebetulnya saya khawatir kita tidak terlalu
mengerti karna sudah agak lama kepala kita ini diracuni dengan kesalah fahaman
yang terus menerus diangga benar, bahkan kadang saya berpikir bahwa sebenarnya
bangsa atau rakyat ini tidak kekurangan orang pintar, sebab banyak permasalahan
itu tidak memerlukan kepintaran tapi keberanian, karna kalau hanya sekedar orang
pintar sangat banyak, tapi orang berani ini yang kurang.

Sebagai penutup, saya ingin mengulang kalimat dari bung HATTA “ lebih baik
saya melihat indonesia ini tenggelam di dasar laut dari pada saya harus melihat
indonesia ini terus menerus menjadi negara embel-embel”

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Anda mungkin juga menyukai