A
A
PENDAHULUAN
1.2 bjejr
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Cystic fibrosis (CF) adalah kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan
gambaran patobiologic yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran.
Merupakan kalainan monogenetik yang ditemukan sebagai penyakit multisistem (Soemantri,
2009).
Cystic fibrosis (CF) merupakan kelainan monogenik pada transpor epitel yang
mempengaruhi sekresi cairan epitel pada berbagai sistem tubuh: pernafasan, pencernaan,
reproduksi.Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan
gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen regulator transmembran
fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).
(Carpenito,2000).
2.2 Etiologi
Cystic fibrosis (CF) merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang
terletak pada kromosom 7 yang mengkibatkan kerusakan pada struktur gen keseluruhan,
disebut Cystic fibrosis transmebrane conductance regulator gene (CFTR). Gen ini yang
membuat protein mampu melakukan pengontrolan terhadap pergerakan garam dan air yang
masuk dan keluar dari sel-sel didalam tubuh (Soemantri, 2009).
Manifestasi klinis biasanya dapat terlihat sejak usia dini dan sedikit yang terdiagnosis
pada usia dewasa. Dengan kemajuan penatalaksanaan, >41% penderita dapat mencapai usia
18 tahun dan 13% berhasil melalui usia 30 dengan rata-rata usia ketahanan hidup >41
tahun. Cystic fibrosisseringkali ditandai dengan infeksi bakteri kronik pada saluran nafas,
insufisiensi kelenjar eksokrin pankreas, disfungsi usus, disfungsi kelenjar keringat, dan
disfungsi urogenital.Penyebab utama kematian penderita fibrosis kistik adalah penyakit paru-
paru tahap akhir (Carpenito,2000).
Sebagian besar klien Cystic fibrosissudah memperlihatkan tanda dan gejala penyakit sejak
masa kanak-kanak. Kurang lebih 10 % bayi dalam usia 24 jam pertama menunjukkan
obstruksi gastrointestinal, yang disebut mekonium ileus. Gejala lainnya dalah sebagai berikut
:
1. Sistem Pernapasan
Normalnya, lendir bersifat encer/cair. Lendir mempertahakan berbagai lapisan
dari organ-organ tertentu agar tetap lembab dan mencegah lapisan tersebut mengering
atau infeksi. Namun pada fibrosis kistik, gen yang abnormal menyebabkan lendir
menjadi kental dan lengket. Lendir terbentuk pada paru-paru klien dan menghalangi
saluran-saluran udara. Ini membuat bermacam-macam bakteri lebih mudah untuk
berkembang dan menjurus pada berbagai infeksi paru berulang kali yang lebih serius.
Seiring dengan waktu, infeksi-infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan yang serius
pada paru-paru klien.
Penyakit lain yang menyertai cystic fibrosisadalah sinusitis, bronkiektasis,
pneumotorak, clubbing finggers, dan polip hidung atau berbagai peretumbuhan
abnormal dalam hidung.
Penyakit saluran napas bagian atas hampir selalu ditemukan. Sinusitis kronik
lazim terjadi pada anak-anak dan menyebabkan obstruksi nasal serta rinorrhea. Pada
saluran napas bagian bawah gejala pertama yang muncul adalah batuk yang
menghasilkan sputum kental, purulen serta sering berwarna kehijauan. Faal paru
terganggu dan dijumpai adanya sesak napas. Akhirnya keadaan ini akan menyebabkan
hipertensi paru dan kor pulmonal diikuti gagal napas dan kematian. Masalah paru lain
adalah pneumotorak dan hemoptisis (Soemantri, 2009).
2. Sistem Pencernaan
Lendir yang kental dan lengket akan menghalangi saluran-saluran pada
pankreas. Sebagai akibatnya, enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
pankreas tidak dapat mencapai usus kecil. Enzim-enzim ini membantu menguraikan
makanan. Tanpa enzim tersebut, usus klien tidak dapat menyerap berbagai lemak
dan protein secara maksimal, sehingga akan mengakibatkan hal-hal berikut :
Klien menjadi kekurangan gizi karena tubuh tidak dapat mencerna nutrisi
secara adekuat.
Feses menjadi sangat besar.
Klien mungkin tidak mendapatkan cukup vitamin-vitamin A, D, E , dan K.
Klien akan mengalami pembengkakan perut, nyeri atau ketidaknyamanan
karena produksi gas yang meningkat.
Sindrom ileus mekonium pada bayi akan ditemukan dengan distensi
abdomen, ketidakmampuan buang air besar dan emesis. Pada anak dan dewasa
mudah terdapat sindro yang dinamakan ekuivalen ileus mekonium atau obstruksi
intestinal distal. Sindrom tersebut ditemukan dengan gejala nyeri pada kuadran
kanan bawah, penurunan selera makan, emesis, dan seringkali dengan massa yang
dapat teraba.(Soemantri, 2009).
3. Sistem Urogenital
Awitan pubertas terlambat sering dijumpai. Pola maturasi yang terlambat ini
terjadi karena penyakit paru yang kronik dan nutrisi yang inadekuat pada fungsi
endokrin reproduktif. CF dapat juga menyebabkan kemandulan (kebanyakan pria)
dengan tanda adanya azoospermia yang mencerminkan obliterasi vas deferens.
1. Uji keringat : merupakan pengujian standar. Hasil positif kuat (CI³ 80 mmol/I )
bersama manifestasi klinis khas memastikan dignosis
4. Analisis Semen : Azzospermia obstruktif merupakan bukti kuat dari cystic fibrosis.
2.5 Pelaksanaan
Penatalaksaan cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
1. Medikamentosa
2. Pembedahan
1. Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa
penonjolan ke medial dinding lateral hidung. Pembedahan yang dilakukan pada
polip meliputi polip ekstraksi, dan BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional).
2. Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa
disertai gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena
tingginya prevalensi mucocelelike formations.
3. Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi
penyakit sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan
aktifitas fisik serta kegagalan terapi medikamentosa.
4. Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain
adanya FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5. Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa
adekuat.
1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2. Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat
insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak
disuplement akan beresiko perdarahan, yang ditandai dengan pemanjangan
masa prothrombin time (PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi
dan perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien CF
khususnya anak-anak sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal
diatas perlu dilakukan CT scan coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi
sebelumnya
2.6 WOC
Cystic fibrosis
Ion Cl- tidak dapat disekkresi Produksi mukus berlebih Produksi mukus
dan kental berlebih di bronkus
Dispnea , RR
MK : Gg. Pertukaran
gas
BAB III
Asuhan Keperawatan Kistik fibrosis
1. Pengkajian
1.1 Anamnesa
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual
(sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menilai status
pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres
pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien.
Adapun data-data yang dapat diperoleh meliputi :
Kedua orang tua merupakan carrier dari gen resesif CFTR atau salah
satu dari orang tua ada yang menderita fibrosis kistik. Perlu ditanyakan
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab cystic fibfosis.
1.1.5 Riwayat psikososial
B6 (Bone)
Tidak ditemukan adanya kelainan, gejala yang muncul disesuaikan dengan
komplikasi lanjutan.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosis yang muncul meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus yang berlebih
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan
ventilasi
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia (over mucus), cairan
tubuh statis, perubahan sekresi PH, perubahan peristaltik)
3. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus yang berlebih
NOC : Menunjukan pembersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan
oleh pencegahan aspirasi, status pernapasan, kepatenan jalan nafas, dan status
pernapasan, ventilasi tidak terganggu.
Menunjukan status kepatenan jalan nafas yang dibuktikan dengan, kemudahan
bernafas, frekuensi dan irama pernapasan, pergerakan sputum dan atau
sumbatan total keluar dari jalan nafas.
Intervensi :
a. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan atau ketidakadaan ventilasi dan adanya suara tambahan
Rasional : whezzing,
ronchiterdengarpadainspirasidanatauekspirasipadaresponterhadappengum
pulancairan, sekretkentaldanspasmejalannafas/obstruksi
b. Kaji dan dokumentasikan adanya ketidakefektifan pemberian oksigen,
adanya nyeri, batuk tidak efektif, mukus yang kental dan kelelahan
Rasional : adanya nyeri, batuk tidak efektif maupun penumpukan sekret
menyebabkan oksigen tidak maksimal masuk ke dalam paru.
c. Tentukan kebutuhan pengisapan lendir oral atau trakhea
Rasional : suction merupakan tindakan yang beresiko menimbulkan
trauma mukosa jalan nafas jika dilakukan terus menerus
d. Pantau status oksigen klien dengan mengamati nilai SaO2 dan status
hemodinamik klien dengan melihat MAP serta irama jantung segera
sebelum melakukan pengisapan
Rasional : Suction dapat menghisap lendir dan oksigen yang ada di
saluran pernapasan
e. Anjurkan aktivitas fisik minimal (alih baring) guna mobilisasi sekret
Rasional : Mobilisasi pasien bertujuan untuk memobilisasi sekret agar
tidak nomaden dalam satu bagian lobus paru.
f. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
perlatan pendukung
Rasional : Perkusi bertujuan untuk memobilisasi sekret agar jatuh pada
bronkus, agar secret lebih mudah untuk dikeluarkan
g. Berikan oksigen yang telah dilembabkan sesuai dengan instruksi
Rasional : Oksigen bersifat kering, sehingga dapat mengiritasi mukosa
saluran nafas
h. Beritahu dokter terkait hasil analisa gas darah yang abnormal.
Rasional : Perubahan hasil AGD, menunjukan tingkat kemajuan ataupun
kemunduran proses pernapasan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan
ventilasi
NOC : Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh tidak
terganggunya respon alergik, sistematik, keseimbangan elektrolit dan asam
basa
Status pernapasan, pertukaran gas tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh
indikator gangguan status kognitif, PaO2, PaCO2, Ph arteri dan saturasi O2.
Intervensi :
a. Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri nadi
Rasional : tingkat saturasi menggambarkan adekuat perfusi oksigen ke
jaringan
b. Pantau hasil analisa gas darah
Rasional : Kadar PaO2 yang rendah dan PaCO2 yang tinggi menunjukan
perburukan pernapasan
c. Pantau kadar elektrolit
Rasional : Perubahan kadar elektrolit yang ekstrim pada tubuh, dapat
memperburuk proses pernapasan dan memunculkan komplikasi lain, aritia,
konvulsif
d. Pantau status mental (misalnya tingkat kesadaran, gelisah dan konvulsif)
Rasional : Pada kondisi hipoksia berat, perubahan status mental sering
terjadi
e. Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen
Rasional : Peningkatan kecepatan pernapasan dengan disertai penurunan
kesadaran merupakan indikasi terjadinya ketidaksesuaian antara Suplai
dan deman O2
f. Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
Rasional : Sianosis pada ujung jari dan tepi bibir menunjukan terjadinya
hipoksia
g. Indikasikan kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan nafas aktual atau
potensial
Rasional : Jalan nafas buatan diperlukan pada kondisi dimana secret
menutup jalan nafas, terjadinya fatigue maupun penurunan kesadaran yang
beresiko besar terjadinya henti nafas
h. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
Rasional : Hilangnya suara nafas maupun munculnya suara nafas
tambahan menunjukan adanya hambatan complain dan recoil paru
i. Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Pemberian oksigen yang baik, cukup akan sejalan dengan
perbaikan status pernapasan yang tampak secara klinis
j. Auskultasi bunyi jantung, catat jika terdapat bunyi S3 dan S4
Rasional : Adanya suara tambahan jantung menunjukan terjadinya
kompensasi jantung terkait perburukan keadaan maupun bentuk
kompensasi akan terjadinya hipoksi
k. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan analisa gas
darah
Rasional : Analisa gas darah menggambarkan kemajuan maupun
kemunduran proses pernapasan
l. Manajemen jalan nafas, berikan udara yang dilembabkan, berikan
bronkhodilator (jika perlu), berikan terapi aerosol (bila perlu), berikan
terapi nebulisasi (jika perlu).
Rasional : bronkhodilator diberikan pada pasien dengan spasme jalan nafas
untuk membuka jalan nafas yag spasme.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia (over mucus), cairan
tubuh statis, perubahan sekresi PH, perubahan peristaltik)
NOC : Status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor, tidak didapatkan
infeksi berulang, tidak didapatkan tumor, status respirasi sesuai yang
diharapkan, temperatur badan sesuai yang diharapkan, integritas kulit baik,
integritas mukosa baik, tidak didapatkan fatigue kronis, WBC absolut dalam
batas normal.
Intervensi :
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kistik fibrosis adalah kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran
patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran.
Kistik fibrosis (Cystik fibrosis) menyerang sel-sel epitel yang ada pada saluran pernapasan,
pencernaan, reproduksi serta menjadi pemicu terjadinya abnormalitas sekresi kelenjar
eksokrin.
Kistik fibrosis merupakan kelainan autosomonal resesif yang diturunkan. Anak akan
menerima gen yang tidak sempurna yang diwariskan dari kedua orang tuanya. Adapun
genotip yang mengalami mutasi adalah adanya delesi satu fenilalanin (F508), dimana
kelainan genotip ini ditemukan pada 86 kasus kistik fibrosis
DAFTAR PUSTAKA