Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini ganguan pada sistem-sistem organ manusia semakin berkembang.
Gangguan tersebut ada yang timbul karena factor gaya hidup yang kurang tepat dan ada
juga yang timbul sejak bayi lahir (konginetal). Kelainan konginetal bisa disebabkan oleh
kegagalan pada saat proses embriologi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kelainan
genetik. Salah satu contoh kelainan genetik pada system pernapasan adalah cystic
fibrosis. Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai
penyakit multisistem. Tanda dan gejala pertama biasanya terjadi pada masa kanak-kanak,
namun sekitar 5% pasien di Amerika Serikat didiagnosis pada waktu dewasa.
(Wilkinson,2007)
Prevalensi dari cystic fibrosis atau yang biasa disingkat dengan CF beragam,
tergantung dari etnis suatu populasi. CF dideteksi pada sekitar 1 dari 3000 kelahiran
hidup pada populasi Kaukasia di Amerika bagian Utara dan Eropa Utara, 1 dari 17.000
kelahiran hidup pada African Amerikan (Negro), dan 1 dari 90.000 kelahiran hidup pada
populasi Asia di HawaiiKarena adanya perkembangan dalam terapi, >41% pasien yang
sekarang dewasa (18 tahun) dan 13% melewati umur 30 tahun. Median harapan hidup
untuk pasien CF adalah >41 tahun sehingga CF tidak lagi merupakan penyakit pediatrik,
dan internis harus siap untuk menentukan diagnosis CF dan menangani banyak
komplikasinya. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran
napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis,
insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal,
dan disfungsi urogenital. (Haririson,2013)
Begitu besarnya resiko perkembangan penyakit cysticfibrosis, sebagai tenaga
kesehatan diharapkan bisa mengidentifikasi secara dini sebagai upaya pencegahan
penyebaran penyakit ke berbagai organ lain.

1.2 bjejr
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Cystic fibrosis (CF) adalah kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan
gambaran patobiologic yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran.
Merupakan kalainan monogenetik yang ditemukan sebagai penyakit multisistem (Soemantri,
2009).

Cystic fibrosis (CF) merupakan kelainan monogenik pada transpor epitel yang
mempengaruhi sekresi cairan epitel pada berbagai sistem tubuh: pernafasan, pencernaan,
reproduksi.Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan
gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen regulator transmembran
fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).
(Carpenito,2000).

2.2 Etiologi

Cystic fibrosis (CF) merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang
terletak pada kromosom 7 yang mengkibatkan kerusakan pada struktur gen keseluruhan,
disebut Cystic fibrosis transmebrane conductance regulator gene (CFTR). Gen ini yang
membuat protein mampu melakukan pengontrolan terhadap pergerakan garam dan air yang
masuk dan keluar dari sel-sel didalam tubuh (Soemantri, 2009).

2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis biasanya dapat terlihat sejak usia dini dan sedikit yang terdiagnosis
pada usia dewasa. Dengan kemajuan penatalaksanaan, >41% penderita dapat mencapai usia
18 tahun dan 13% berhasil melalui usia 30 dengan rata-rata usia ketahanan hidup >41
tahun. Cystic fibrosisseringkali ditandai dengan infeksi bakteri kronik pada saluran nafas,
insufisiensi kelenjar eksokrin pankreas, disfungsi usus, disfungsi kelenjar keringat, dan
disfungsi urogenital.Penyebab utama kematian penderita fibrosis kistik adalah penyakit paru-
paru tahap akhir (Carpenito,2000).

Sebagian besar klien Cystic fibrosissudah memperlihatkan tanda dan gejala penyakit sejak
masa kanak-kanak. Kurang lebih 10 % bayi dalam usia 24 jam pertama menunjukkan
obstruksi gastrointestinal, yang disebut mekonium ileus. Gejala lainnya dalah sebagai berikut
:

1. Sistem Pernapasan
Normalnya, lendir bersifat encer/cair. Lendir mempertahakan berbagai lapisan
dari organ-organ tertentu agar tetap lembab dan mencegah lapisan tersebut mengering
atau infeksi. Namun pada fibrosis kistik, gen yang abnormal menyebabkan lendir
menjadi kental dan lengket. Lendir terbentuk pada paru-paru klien dan menghalangi
saluran-saluran udara. Ini membuat bermacam-macam bakteri lebih mudah untuk
berkembang dan menjurus pada berbagai infeksi paru berulang kali yang lebih serius.
Seiring dengan waktu, infeksi-infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan yang serius
pada paru-paru klien.
Penyakit lain yang menyertai cystic fibrosisadalah sinusitis, bronkiektasis,
pneumotorak, clubbing finggers, dan polip hidung atau berbagai peretumbuhan
abnormal dalam hidung.
Penyakit saluran napas bagian atas hampir selalu ditemukan. Sinusitis kronik
lazim terjadi pada anak-anak dan menyebabkan obstruksi nasal serta rinorrhea. Pada
saluran napas bagian bawah gejala pertama yang muncul adalah batuk yang
menghasilkan sputum kental, purulen serta sering berwarna kehijauan. Faal paru
terganggu dan dijumpai adanya sesak napas. Akhirnya keadaan ini akan menyebabkan
hipertensi paru dan kor pulmonal diikuti gagal napas dan kematian. Masalah paru lain
adalah pneumotorak dan hemoptisis (Soemantri, 2009).
2. Sistem Pencernaan
Lendir yang kental dan lengket akan menghalangi saluran-saluran pada
pankreas. Sebagai akibatnya, enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
pankreas tidak dapat mencapai usus kecil. Enzim-enzim ini membantu menguraikan
makanan. Tanpa enzim tersebut, usus klien tidak dapat menyerap berbagai lemak
dan protein secara maksimal, sehingga akan mengakibatkan hal-hal berikut :
 Klien menjadi kekurangan gizi karena tubuh tidak dapat mencerna nutrisi
secara adekuat.
 Feses menjadi sangat besar.
 Klien mungkin tidak mendapatkan cukup vitamin-vitamin A, D, E , dan K.
 Klien akan mengalami pembengkakan perut, nyeri atau ketidaknyamanan
karena produksi gas yang meningkat.
Sindrom ileus mekonium pada bayi akan ditemukan dengan distensi
abdomen, ketidakmampuan buang air besar dan emesis. Pada anak dan dewasa
mudah terdapat sindro yang dinamakan ekuivalen ileus mekonium atau obstruksi
intestinal distal. Sindrom tersebut ditemukan dengan gejala nyeri pada kuadran
kanan bawah, penurunan selera makan, emesis, dan seringkali dengan massa yang
dapat teraba.(Soemantri, 2009).
3. Sistem Urogenital
Awitan pubertas terlambat sering dijumpai. Pola maturasi yang terlambat ini
terjadi karena penyakit paru yang kronik dan nutrisi yang inadekuat pada fungsi
endokrin reproduktif. CF dapat juga menyebabkan kemandulan (kebanyakan pria)
dengan tanda adanya azoospermia yang mencerminkan obliterasi vas deferens.

2.4 Pemeriksaan Diagnostik

1. Uji keringat : merupakan pengujian standar. Hasil positif kuat (CI³ 80 mmol/I )
bersama manifestasi klinis khas memastikan dignosis

2. Foto Torak : Hiperinflasi dengan diafragma mendatar. Dinding bronkus menebal


yang dalam potongan melintang terlihat seperti cincin dan dalam posisi
longitudinal terlihat sepreti garis yang parlel. Pada tahap lebih lanjut, perubahan
kistik akan terlihat pada lobus atas. Jika kista penuh berisi pus, gambaran akan
terlihat seperti nodul.

3. Uji Faal Paru : adanya gambaran obstruktif. Volume residu meningkat


mencerminkan adanya udara yang terperangkap. Kapasitas difusi tetap normal dan
akan menurun bila penyakit sudah dalam tahap lanjut. Analisis gas darah arteri
normal pada penyakit yang ringan, tetapi akan muncul hipoksemia progresif
disebabkan oleh gangguan faal paru. Hiperkapnea ditemukan pada fase lanjut.

4. Analisis Semen : Azzospermia obstruktif merupakan bukti kuat dari cystic fibrosis.

5. Foto Sinus : Pansinusitis sering ditemukan pada klien dengan cystic


fibrosis.(Soemantri, 2009).

2.5 Pelaksanaan

Penatalaksaan cystic fibrosis meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan pembedahan.
1. Medikamentosa

Pasien cystic fibrosis mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi


hidungnya berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi
antibiotik efektif terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung
dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) dengan terapi mukolitik
misalnya dengan menggunakan espekteoran yang mungkin dapat meredakan gejala
klinis yang ada.

Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya dilakukan


rutin pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan
mucociliary clearance secara kronik. Irigasi menggunakan saline bertujuan
menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan
obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi
juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena walau tujuan
pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap kerusakan
mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.

Beberapa ahli menggunakan antibiotik untuk mengatasi infeksi paru-paru, dan


penggunaannya mengacu pada hasil kultur sputum. Sebaiknya diketahui,
bagaimanapun juga, karena kultur mikrobiologis rutin pada rumah sakit dilakukan
tanpa mengikuti keadaan sebenarnya pada paru-paru dengan CF (misal, adanya
hypoxia), efektivitas klinis biasanya tidak berhubungan dengan pemeriksaan
sensitivitas. Karena peningkatan klirens tubuh total dan luasnya volume distribusi
antibiotic pada pasien CF sehingga dosis yang dibutuhkan lebih besar pada pasien
CF. Selain itu, dengan peningkatan batuk dan produksi mucus diatasi dengan
pemberian antibiotic tambahan agen oral yang digunakan untuk menangani
Staphylococcus yaitu penisilin semisintetik atau sephalosporin.(Carpenito, 2000)

2. Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, dan


dilakukan pada area saluran napas yang terdapat kelainan yang bagaimanapun juga
pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang pada pasien CF karena
bahaya-bahaya kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama
operasi dengan anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan
lamanya intubasi.

Indikasi pembedahan pada pasien CF:

1. Obstruksi nasi persistent yang disebabkan polip nasi dengan atau tanpa
penonjolan ke medial dinding lateral hidung. Pembedahan yang dilakukan pada
polip meliputi polip ekstraksi, dan BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional).
2. Medialisasi dinding lateal hidung yang dibuktikan melalui CT scan walau tanpa
disertai gejala subjektif obstruksi nasi, pembedahan perlu dilakukan karena
tingginya prevalensi mucocelelike formations.
3. Timbulnya eksaserbasi penyakit paru yang berkorelasi dengan eksaserbasi
penyakit sinonasalnya, memburuknya status penyakit parunya atau penurunan
aktifitas fisik serta kegagalan terapi medikamentosa.
4. Nyeri wajah atau nyeri kepala yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya selain
adanya FK yang dapat menggangu kualitas hidup penderita.
5. Tidak ada perbaikan dari gejala klinis sinonasal setelah terapi medikamentosa
adekuat.

Kontraindikasi dilakukan pembedahan :

1. Penyakit paru obstruktif kronik berat yang beresiko saat dilakukan anastesi.
2. Pasien dengan CF sangat beresiko terhadap defisiensi vitamin K akibat
insufisiensi pankreas, penyakit hepatobilier atau keduanya dan jika tidak
disuplement akan beresiko perdarahan, yang ditandai dengan pemanjangan
masa prothrombin time (PT) dan harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Sinusitis kronik dapat menyebabkan terganggunya/terlambatnya pneumatisasi
dan perkembangan dari sinus maksila, etmoid dan frontal pada pasien CF
khususnya anak-anak sehingga ini terkadang kurang diperhitungkan. Dalam hal
diatas perlu dilakukan CT scan coronal dan axial preoperatif untuk kenfirmasi
sebelumnya
2.6 WOC

WOC CYSTIC FIBROSIS (Carpenito, 2000)

Kelainan gen CFTR

Terganggunya protein yang mengontrol perpindahan atau perubahan Na dan air di


dalam dan/di luar sel
266 sel dan ?
Regulasi yang salahterhadapabsorbsi Na+ danketidakmampuanmensekresi Cl-

Cystic fibrosis

Kelainan pada paru

Mengurangi volume cairan pada permukaan saluran napas

Penebalan mukus, depresi cairan


perisiliar

Adhesi mukus pada saluran napas

Bakteri tidak teridentifikasi oleh


system imun
Kegagalan membersihkan
mukus -> Batuk / siliar

Reaksi inflamasi paru

Ion Cl- tidak dapat disekkresi Produksi mukus berlebih Produksi mukus
dan kental berlebih di bronkus

Ion Na+ diabsorbsi dengan berlebih


ronchi Obstruksi bronkeal

Absorbsi air secara pasif ke dalam sel


MK : Dispnea
Ketidakefektifan m
Polip nasi bersihan jalan napas
MK : Ketidakefektifan
pola napas
Obstuksi nasal

Dispnea , RR

MK : Gg. Pertukaran
gas

BAB III
Asuhan Keperawatan Kistik fibrosis

1. Pengkajian
1.1 Anamnesa
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual
(sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menilai status
pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres
pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien.
Adapun data-data yang dapat diperoleh meliputi :

1.1.1 Keluhan Utama

Klien dengan fibrosis kistik didapatkan keluhan utama berupa tanda-


tanda terjadinya infeksi saluran napas kronis, seperti batuk, batuk
darah, sesak nafas.

1.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Klien fibrosis kistik ditemukan adanya mutasi genetic yang membentuk


protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
mempengaruhi kelenjar eksokrin (terutama yang berada disaluran
cerna, pankreas, sel goblet di mukosa pernapasan dan saluran cerna).
Sehingga sering kali klien disertai dengan nafsu makan besar tetapi
tidak menambah berat badan, perut penuh dengan gas (kembung),
mudah lelah, nyeri perut dan lain-lain. Pada beberapa klien dengan
fibrosis siklik kronis, biasanya terdapat hasil laboratorium genetik
kelainan membran CFTR (pemeriksaan genetis).

1.1.3 Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien sering mengalami sinusitis maupun


ISPA yang sering kambuh, pernah menderita penyakit TBC paru,
pneumonia, gagal jantung, trauma dan sebagainya.

1.1.4 Riwayat penyakit keluarga

Kedua orang tua merupakan carrier dari gen resesif CFTR atau salah
satu dari orang tua ada yang menderita fibrosis kistik. Perlu ditanyakan
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab cystic fibfosis.
1.1.5 Riwayat psikososial

Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara


mengatasinya serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya. Pada pasien dengan fibrosis kistik kronis,
fokus pengkajian ditujukan pada mekanisme koping, apakah terjadi
denial terhadap penyakit yang diderita, inadekuat support sistem,
fungsi dari tiap anggota keluarga maupun informasi selama ini yang
telah didapatkan terkait perawatan klien di rumah.

1.2 Pemeriksaan Fisik


 B1 (Breath)
Meliputi sesak napas, paru kekurangan oksigen sehingga jaringan rusak dan
kulit berwarna kebiruan (sianosis) dan batuk yang semakin hari semakin
buruk. Pada perkusi paru, sering ditemukan adanya suara hipersonor, akibat
adanya udara yang terjebak dalam paru. Sementara itu, adanya tactil
fremitus yang tidak sama pada kedua lapang paru menunjukan terjadinya
komplikasi atelektasis pada permukaan paru yang teraba getarannya lebih
keras.
 B2 (Blood)
Memungkinkan terjadinya hiperglikemi akibat pankreas tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik akibat mukus yang berlebihan hingga
merusak pankreas.
 B3 (Brain)
Dapat ditemukan adanya kecemasan pada klien dengan tanda hipoksia yang
nyata
 B4 (Bladder)
Tidak ditemukan adanya kelainan, gejala yang muncul disesuaikan dengan
komplikasi lanjutan.
 B5 (Bowel)
Pada bowel kelainanya meliputi diare, dehidrasi, nyeri dan
ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas dalam usus sebagai
akibat disfungsi enzim digestine. Selain itu, dapat ditemui kelainan berupa
nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan
(cenderung menurun).

 B6 (Bone)
Tidak ditemukan adanya kelainan, gejala yang muncul disesuaikan dengan
komplikasi lanjutan.
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosis yang muncul meliputi :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus yang berlebih
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan
ventilasi
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia (over mucus), cairan
tubuh statis, perubahan sekresi PH, perubahan peristaltik)
3. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus yang berlebih
NOC : Menunjukan pembersihan jalan nafas yang efektif, yang dibuktikan
oleh pencegahan aspirasi, status pernapasan, kepatenan jalan nafas, dan status
pernapasan, ventilasi tidak terganggu.
Menunjukan status kepatenan jalan nafas yang dibuktikan dengan, kemudahan
bernafas, frekuensi dan irama pernapasan, pergerakan sputum dan atau
sumbatan total keluar dari jalan nafas.

Intervensi :
a. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan atau ketidakadaan ventilasi dan adanya suara tambahan
Rasional : whezzing,
ronchiterdengarpadainspirasidanatauekspirasipadaresponterhadappengum
pulancairan, sekretkentaldanspasmejalannafas/obstruksi
b. Kaji dan dokumentasikan adanya ketidakefektifan pemberian oksigen,
adanya nyeri, batuk tidak efektif, mukus yang kental dan kelelahan
Rasional : adanya nyeri, batuk tidak efektif maupun penumpukan sekret
menyebabkan oksigen tidak maksimal masuk ke dalam paru.
c. Tentukan kebutuhan pengisapan lendir oral atau trakhea
Rasional : suction merupakan tindakan yang beresiko menimbulkan
trauma mukosa jalan nafas jika dilakukan terus menerus
d. Pantau status oksigen klien dengan mengamati nilai SaO2 dan status
hemodinamik klien dengan melihat MAP serta irama jantung segera
sebelum melakukan pengisapan
Rasional : Suction dapat menghisap lendir dan oksigen yang ada di
saluran pernapasan
e. Anjurkan aktivitas fisik minimal (alih baring) guna mobilisasi sekret
Rasional : Mobilisasi pasien bertujuan untuk memobilisasi sekret agar
tidak nomaden dalam satu bagian lobus paru.
f. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
perlatan pendukung
Rasional : Perkusi bertujuan untuk memobilisasi sekret agar jatuh pada
bronkus, agar secret lebih mudah untuk dikeluarkan
g. Berikan oksigen yang telah dilembabkan sesuai dengan instruksi
Rasional : Oksigen bersifat kering, sehingga dapat mengiritasi mukosa
saluran nafas
h. Beritahu dokter terkait hasil analisa gas darah yang abnormal.
Rasional : Perubahan hasil AGD, menunjukan tingkat kemajuan ataupun
kemunduran proses pernapasan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan
ventilasi
NOC : Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh tidak
terganggunya respon alergik, sistematik, keseimbangan elektrolit dan asam
basa
Status pernapasan, pertukaran gas tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh
indikator gangguan status kognitif, PaO2, PaCO2, Ph arteri dan saturasi O2.
Intervensi :
a. Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri nadi
Rasional : tingkat saturasi menggambarkan adekuat perfusi oksigen ke
jaringan
b. Pantau hasil analisa gas darah
Rasional : Kadar PaO2 yang rendah dan PaCO2 yang tinggi menunjukan
perburukan pernapasan
c. Pantau kadar elektrolit
Rasional : Perubahan kadar elektrolit yang ekstrim pada tubuh, dapat
memperburuk proses pernapasan dan memunculkan komplikasi lain, aritia,
konvulsif
d. Pantau status mental (misalnya tingkat kesadaran, gelisah dan konvulsif)
Rasional : Pada kondisi hipoksia berat, perubahan status mental sering
terjadi
e. Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen
Rasional : Peningkatan kecepatan pernapasan dengan disertai penurunan
kesadaran merupakan indikasi terjadinya ketidaksesuaian antara Suplai
dan deman O2
f. Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
Rasional : Sianosis pada ujung jari dan tepi bibir menunjukan terjadinya
hipoksia
g. Indikasikan kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan nafas aktual atau
potensial
Rasional : Jalan nafas buatan diperlukan pada kondisi dimana secret
menutup jalan nafas, terjadinya fatigue maupun penurunan kesadaran yang
beresiko besar terjadinya henti nafas
h. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
Rasional : Hilangnya suara nafas maupun munculnya suara nafas
tambahan menunjukan adanya hambatan complain dan recoil paru
i. Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Pemberian oksigen yang baik, cukup akan sejalan dengan
perbaikan status pernapasan yang tampak secara klinis
j. Auskultasi bunyi jantung, catat jika terdapat bunyi S3 dan S4
Rasional : Adanya suara tambahan jantung menunjukan terjadinya
kompensasi jantung terkait perburukan keadaan maupun bentuk
kompensasi akan terjadinya hipoksi
k. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan analisa gas
darah
Rasional : Analisa gas darah menggambarkan kemajuan maupun
kemunduran proses pernapasan
l. Manajemen jalan nafas, berikan udara yang dilembabkan, berikan
bronkhodilator (jika perlu), berikan terapi aerosol (bila perlu), berikan
terapi nebulisasi (jika perlu).
Rasional : bronkhodilator diberikan pada pasien dengan spasme jalan nafas
untuk membuka jalan nafas yag spasme.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia (over mucus), cairan
tubuh statis, perubahan sekresi PH, perubahan peristaltik)
NOC : Status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor, tidak didapatkan
infeksi berulang, tidak didapatkan tumor, status respirasi sesuai yang
diharapkan, temperatur badan sesuai yang diharapkan, integritas kulit baik,
integritas mukosa baik, tidak didapatkan fatigue kronis, WBC absolut dalam
batas normal.

Intervensi :

a. Dorong keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat


Rasional : Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan
b. Awasisuhu
Rasional :Demam dapat terjadi karena adanya infeksi dan atau dehidrasi
c. Kajipentingnyalatihannafas, batukefektif,
perubahanposisiseringdanmasukkancairanadekuat
Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru
d. Tunjukkandan bantu pasiententangpembuangantisu dan sputum
Rasional : Mencegah penularan patogen melalui cairan
e. Diskusikankebutuhanmasukannutrisiadekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi
f. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius
g. Kolaborasi pengambilan specimen sputum
denganbatukataupenghisapanuntukpewarnaankuman Gram,
kultur/sensitivitas
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan
kerentanan terhadap antimikrobal
h. Kolaborasi pemberianantibiotiksesuaiindikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kultur dan sensitivitas atau diberikan secara profilaktif karena
resiko tinggi
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
NOC : Klien mampu memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan
normal dan mencapai fungsi paru-paru yang maksimal
Intervensi :
a. Pertahankan jalan udara pasien dengan mengekstensikan leher
Rasional : Mencegah adanya obstruksi jalan nafas
b. Auskultasi suara nafas, dengarkan adanya kumur-kumur, mengi
Rasional : Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh
mukus, lidah dan dapat diatasi dengan mengubah posisi maupun penghisapan
c. Berikan posisi fowler atau semifowler
Rasional : Posisi fowler/semi fowler memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan
pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
d. Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan
diafragma abdomen bila diindikasi serta latiahan batuk efektif.
Rasional : Membantu pengeluaran sputum
e. Observasi TTV (RR atau frekuensi permenit)
Rasional : Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pad fungsi jantung

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Kistik fibrosis adalah kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran
patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen regulator transmembran.
Kistik fibrosis (Cystik fibrosis) menyerang sel-sel epitel yang ada pada saluran pernapasan,
pencernaan, reproduksi serta menjadi pemicu terjadinya abnormalitas sekresi kelenjar
eksokrin.
Kistik fibrosis merupakan kelainan autosomonal resesif yang diturunkan. Anak akan
menerima gen yang tidak sempurna yang diwariskan dari kedua orang tuanya. Adapun
genotip yang mengalami mutasi adalah adanya delesi satu fenilalanin (F508), dimana
kelainan genotip ini ditemukan pada 86 kasus kistik fibrosis

DAFTAR PUSTAKA

Leyn. B. C . 2009. Buku saku keperawatan pediatik. EGC : Jakarta


Http://cetrione.blogspot.com. (Cystic Fibrosis, Chapter 253, Harrison's Principles of Internal
Medicine 17th ed.,diterjemahkan oleh Husnul Mubarok,S.ked). Akses tanggal 18
September 2014
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta : Kanisius
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 6. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta

Soemantri. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan, edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Hal : 127
Lewmon, Buke, Dwyer 2011. Medical Surgical Nursing-Critical Thinking In
Client Care. 1st Aust Edition Vol 13. Pearson
Geiger, B. M. 2008. Respiratory Nursing : A Core Curiculum. New york :
Springer Publishing Company. Hal : 203
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai