Anda di halaman 1dari 10

HIDROLOGI DAS CILIWUNG DAN ANDILNYA

TERHADAP BANJIR JAKARTA1

Hidayat Pawitan
Laboratorium Hidrometeorologi – Geomet IPB
Jl. Raya Pajajaran, Bogor 16144
hpawitan@indo.net.id

Abstrak

Hidrologi DAS Ciliwung menurut toposekuensnya dibagi ke dalam tiga bagian: hulu, tengah dan
hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa, Ratujaya,
dan Pintu Air Manggarai. Kharakteristik Hidrologi DAS Ciliwung di ketiga bagian DAS ini
dicirikan tidak hanya ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat
topografi dan jenis penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabotabek dan
Bopunjur dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi
DAS, yang secara nyata telah meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta.

Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian
melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah
hilirnya. Dan hasil analisis frekuensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun Katulampa
(1972-1997) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian untuk periode ulang 5-tahunan
sebesar 164 mm; 10-tahunan sebesar 189 mm; 25-tahunan sebesar 220 mm; 50-tahunan sebesar
243 mm; dan 100-tahunan sebesar 266 mm. Nisbah limpasan bervariasi antara 10 % sampai 100
%, sedang waktu pemusatan sampai Manggarai antara 1,6 jam sampai 15,5 jam.

Kajian dampak perubahan penggunaan lahan antara tahun 1981 dan 1999 menggunakan model
hidrologi HEC-1 menunjukkan meningkatnya debit banjir Ciliwung Hulu (Katulampa) sebesar 68
persen dan untuk Ciliwung Tengah sebesar 24 persen, sedang peningkatan volume banjir untuk
Ciliwung Hulu sebesar 59 persen dan Ciliwung Tengah sebesar 15 %. Perubahan ini juga diikuti
oleh terjadinya perubahan andil debit dan volume banjir di daerah hilir DAS. Dengan model HEC-
1 juga ditunjukkan bahwa pengelolaan lahan DAS hulu yang tepat sebagai tindakan koreksi dapat
mengendalikan debit dan volume banjir di daerah hilir sampai tingkat yang diinginkan.

Kata kunci: hidrologi DAS Ciliwung, hujan maskimum, banjir, perubahan penggunaan lahan,
andil banjir.

PENDAHULUAN

Perkembangan penggunaan lahan di daerah aliran sungai-sungai yang mengalir ke


DKI Jakarta, khususnya kawasan Jabotabek dan Bogor-Puncak-Cianjur
(Bopunjur), dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah memberi dampak berupa
peningkatan frekuensi, debit dan volume banjir yang telah menggenangi wilayah
pemukiman dan jalan-jalan di Jakarta, yang mengakibatkan kerusakan dan
kerugian material dan non-material. Kejadian banjir menjelang akhir Februari
sampai awal Maret 2002 yang BARU lalu menunjukkan tingkat gangguan yang
1
Makalah disajikan dalam Lokakarya Pendekatan DAS dalam Menanggulangi Banjir
Jakarta yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian IPB bekerja sama dengan Andersen
Consult, Jakarta, 2 Mei 2002.
sulit diterima (intolerable) yang memerlukan tindakan koreksi untuk menghindari
terulangnya kejadian serupa. Pertanyaannya adalah: apakah bentuk tindakan
koreksi yang diperlukan? Dan apakah hal ini mungkin dilakukan dalam jangka
waktu dekat ini? Untuk ini kajian hidrologi DAS Ciliwung akan disajikan untuk
memberikan gambaran mengenai fungsi hidrologi, khususnya yang menyangkut
sifat hujan wilayah dan hubungan hujan-limpasan yang dinyatakan dengan
koefisien limpasan dan waktu konsentrasi, serta faktor-faktor yang berperan,
seperti kondisi penggunaan lahan dan perubahannya. Untuk mengetahui
kontribusi DAS Ciliwung terhadap banjir di DKI Jakarta akan disajikan hasil
kajian dengan model hidrologi HEC-1 yang menduga dampak perubahan
penggunaan lahan yang telah terjadi dalam dua dasawarsa terakhir, dan tindakan
pengelolaan lahan yang diperlukan untuk menekan perubahan fungsi hidrologi
yang tidak diinginkan.

HIDROLOGI DAS CILIWUNG

Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai utama yang bermuara ke Teluk
Jakarta dengan total luas daerah aliran seluas 347 km2 dan panjang sungai utama
117 km. Estimasi debit banjir 2-tahunan menurut Nedeco-PBJR (1973) adalah
100 m3/s dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m3/s, dan nampaknya nilai
estimasi ini telah berubah sejalan dengan perubahan penggunaan lahan yang telah
terjadi dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Di sebelah barat dibatasi oleh DAS
Cisadane dan di timur dibatasi oleh DAS Citrarum. Secara hidrologi DAS
Ciliwung dapat dibagi menurut zonasi toposekuensnya, yaitu: bagian hulu yang
merupakan pegunungan antara 300 m sampai 3000 m; bagian tengah yang
merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi ketinggian
antara 100 m sampai 300 m; dan bagian hilir, merupakan dataran rendah dengan
topografi landai antara 0 m sampai 100 m.

DAS Ciliwung Hulu dengan luas 146 km2 terdiri atas 10 anak sungai, yang dalam
kajian ini dibagi ke dalam 7 subDAS berikut: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus,
Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian tengah Ciliwung seluas 94 km2
memiliki dua anak sungai: Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya bermuara ke
sungai Ciliwung. Dan bagian hilir seluas 82 km2 dibatasi sampai stasiun
pengamatan Kebon Baru/Manggarai pada elevasi PP+8 m. Bagian lebih hilir dari
Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi dengan Kanal
Barat sebagai penangkal banjir berupa saluran kolektor. Perlu dicatat bahwa
pembagian demikian tidak memiliki batas yang tegas.

Ciliwung hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi
kelerengan yang tinggi, dengan kelerengan 2-15% seluas 70,5 km2 dan 15-45%
seluas 52,9 km2, dan sisanya di atas 45%. Pengamatan debit harian di Katulampa
menunjukkan debit bulanan maksimum pada bulan November. Bagian tengah
Ciliwung didominasi oleh kelerengan 2-15%, sedang bagian hilir didominasi oleh
kelerengan 0-2 %, dengan arus sungai yang tenang. Keadaan airbumi tidak dapat
dibatasi mengikuti batas DAS, terutama untuk bagian tengah dan hilir. Di bagian
hulu masih banyak dijumpai mata-mata air yang bergantung pada komposisi
litografi dan kelulusan batuan.
Bagian hulu dan tengah menurut peta topografi yang dinyatakan oleh stasiun
hidrometri Katulampa dan Ratujaya – Depok ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut.

Hujan Wilayah DAS: Curah hujan merupakan salah satu unsur dari daur hidrologi
yang mempunyai peran penting dan paling sulit diprediksi, karena keterkaitan dan
tingkat variabilitinya menurut ruang dan waktu. Keterbatasan lainnya adalah
kesulitan untuk dapat mengukur jumlah curah hujan dengan cukup teliti untuk
kebanyakan kajian hidrologi dan klimatologi, yang menghasilkan pengetahuan
kita terhadap curah hujan di suatu wilayah menjadi sangat terbatas, walau
didapatkan data yang tercatat untuk sejumlah stasiun pengamatan sekalipun.
Untuk mengatasi keterbatasan pengetahuan tersebut, berbagai upaya perlu
dilakukan untuk dapat memahami kharakteristik hujan di suatu wilayah terbatas,
seperti yang dilakukan French dkk (1992), maupun Srikanthan dan McMahon
(1985). Walau demikian, upaya ini tetap harus mengandal pada ketersediaan data
pengamatan setempat, di mana dalam kajian ini akan dilakukan untuk daerah
aliran sungai (DAS) Ciliwung, khususnya Ciliwung Hulu. Lebih spesifik lagi,
dalam kajian ini ingin diketahui kharakteristik curah hujan deras yang dapat
menghasilkan hujan-hujan ekstrem, karena perannya yang sangat menonjol dalam
kajian hidrologi banjir maupun bagi kesejahteraan hidup masyarakat umumnya.
Curah hujan sebagai data dasar dalam analisis hidrologi dan klimatologi sering
masih menjadi pembatas dalam upaya prediksi proses-proses hidrologi, khususnya
dalam hubungan hujan-limpasan untuk suatu sistem daerah aliran sungai. Hal ini
misalnya dapat dilihat mulai dari dominasi jumlah curah hujan dari hujan-hujan
deras yang terbatas jumlah kejadiannya terhadap total hujan tahunan. Peran curah
hujan deras inipun dapat diamati dari kharakteristik hidrologi DAS yang
dinyatakan oleh hubungan hujan limpasan dalam suatu kawasan DAS,
sebagaimana akan ditunjukkan untuk DAS Ciliwung sebagai bahan bahasan
terkait. Diharapkan bahwa tulisan ini dapat menjadi awal dari suatu kajian yang
lebih mendalam mengenai kharakteristik hidrologi DAS Ciliwung yang
diperlukan sebagai landasan bagi pengelolaan DAS yang rasional.

Analisis frekuensi curah hujan deras: Dari analisis curah hujan deras didapatkan
bahwa untuk daerah hilir Ciliwung terjadi dengan rerata 5 kejadian hujan deras
pada bulan Januari dan hanya 0,2 kejadian pada bulan Juli. Rerata intensitas
hujan deras bervariasi antara 8 mm/jam sampai 20 mm/jam dengan lama kejadian
3 sampai 5 jam. Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian
lebih dari 50 mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai
hujan deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya. Sifat hujan deras
ini dapat dianggap sama untuk wilayah hulu, tengah, maupun hilir DAS Ciliwung.
Dan hasil analisis frekuensi untuk data hujan maksimum harian untuk stasiun
Katulampa (1972-1997) menghasilkan nilai curah hujan maksimum harian untuk
periode ulang 5-tahunan sebesar 164 mm; 10-tahunan sebesar 189 mm; 25-
tahunan sebesar 220 mm; 50-tahunan sebesar 243 mm; dan 100-tahunan sebesar
266 mm. Sedang statistik intensitas hujan maksimum pada jangka waktu singkat
sampai 24 jam untuk stasiun #27 (Jakarta Obs, 1971-1987) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Intensitas hujan maksimum untuk stasiun Jakarta (1971-1987)


Waktu Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
5-min 14.0 9.0 13.5 11.8 10.0 10.0 10.0 10.0 12.4 10.0 9.8 10.5
10-min 21.0 12.4 25.7 23.7 20.0 17.5 12.8 14.3 20.0 20.2 14.0 20.0
30-min 37.5 48.5 60.0 46.5 40.0 38.1 22.7 33.8 45.8 47.2 24.0 60.0
1-jam 78.0 81.1 89.3 60.1 58.0 58.0 41.7 66.2 65.0 66.0 40.0 72.0
6-jam 161.4 145.3 113.0 71.8 89.6 72.4 61.6 83.8 68.5 76.8 66.4 92.7
24-jam 197.0 145.7 113.0 114.2 89.6 72.4 63.1 83.8 69.5 76.8 73.0 107.0
Sumber: Pawitan (1989a).

Infiltrasi dan Erosi: Berdasarkan pengukuran lapang infiltrasi di DAS Ciliwung


Hulu dan prediksi infiltrasi DAS diperoleh dugaan infiltrasi kumulatif tahunan
sebesar 70 sampai 74 persen dari total curah hujan. Prediksi erosi di Ciliwung
Hulu didapatkan masih lebih tinggi dari erosi yang diperbolehkan (sebesar antara
20 – 43 ton/ha/tahun) yang terutama terjadi pada lahan tegalan, semak dan
perkebunan, yang meliputi lebih dari 50 persen dari luas Ciliwung Hulu.

Limpasan permukaan dan Nisbah limpasan: Limpasan permukaan dari DAS


Ciliwung menunjukkan nisbah yang berlebihan sebagaimana diperoleh untuk nilai
bulanan, harian, maupun jam dengan variasi antara 10 sampai 100 persen.
Diperkirakan andil dari airbumi perlu diperhitungkan dengan mempertimbangkan
batas aquifer yang kemungkinan tidak sama dengan batas DAS. Hasil
perhitungan nisbah limpasan untuk sejumlah episode banjir untuk stasiun
Katulampa seperti diberikan pada Tabel 2 berikut. Satu episode banjir dapat
dicirikan berlangsung selama 10 sampai 20 hari, dan dapat terjadi antara Agustus
sampai April dengan mode pada Januari-Februari. Nisbah banjir antara 16%
sampai 51 %. Untuk bagian tengah dan hilir dapat diharapkan bahwa nisbah
banjir ini akan lebih tinggi dari bagian hulu karena terjadinya penurunan kapasitas
infiltrasi di bagian tengah dan hilir DAS.

Tabel 2. Nisbah banjir Ciliwung Hulu.


Total aliran langsung Nisbah
Episode banjir CH (mm)
(m3/s) (mm) banjir (%)
13-24 Agu 1978 178,0 105.4 206,7 51
21-31 Jan 1979 171,5 101,5 209,0 49
17-30 Jan 1980 108,8 64,4 324,1 20
5-18 Apr. 1980 48,9 28,9 88,1 33
21-31 Jan 1981 184,4 109,1 252,6 43
1-12 Feb 1981 116,4 68,9 161,1 43
10-21 Apr 1982 51,7 30,6 195,2 16
1-13 Nov 1983 176,7 104,6 254,5 41
1-13 Feb 1984 62,9 37,2 187,7 20
12-24 Okt 1985 107,7 63,7 196,4 32
Sumber: Pawitan (1989)

Perhitungan waktu pemusatan juga menunjukkan variasi yang besar, yaitu: 0,4
sampai 3 jam untuk Ciliwung Hulu; 0,9 sampai 7,1 jam untuk Ciliwung Tengah;
dan 1,6 sampai 15,5 jam untuk Ciliwung Hilir. Perbedaan ini dihasilkan dari
penggunaan 4 rumus yang berbeda, dan tentunya memerlukan pengujian empirik
untuk menentukan yang paling tepat. Waktu pemusatan 10 jam dinilai wajar
untuk pintu air Manggarai.

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA


TERHADAP BANJIR CILIWUNG

Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung masih didominasi oleh lahan
pertanian dan perkebunan, yaitu 61% dari luas DAS Ciliwung Hulu dan 73% dari
luas DAS Ciliwung Tengah. Kawasan hutan didapatkan di DAS Ciliwung Hulu
seluas 5310 ha, sebagaimana secara lengkap diberikan pada Tabel 3 berikut untuk
kondisi tahun 1981 dan 1999 (Singgih, 2000). Perbedaan total luas antara dua
tahun pengamatan tersebut dikarenakan pengukuran luas diperoleh dari dua peta
yang berbeda, yang masing-masing diperoleh sebagai hasil interpretasi citra
landsat tahun-tahun bersangkutan. Perubahan penggunaan lahan dari kondisi dua
tahun pengamatan ini menunjukkan penurunan luas hutan di Ciliwung Hulu seluas
dua ha, perkebunan seluas 35 ha, sawah total seluas 62 ha, dan lahan
tegalan/ladang seluas 152 ha, penurunan penggunaan lahan serupa didapati juga
pada kawasan tengah. Peningkatan yang mencolok terjadi pada luas kawasan
pemukiman, baik di Ciliwung Hulu maupun Tengah, masing-masing meningkat
dari 255 ha menjadi 506 ha untuk Ciliwung Hulu dan dari 1147 ha menjadi 1961
ha untuk Ciliwung Tengah, atau peningkatan masing-masing sebesar 98% dan
71%, yang diperoleh terutama dari pengurangan luas sawah dan tegalan, baik di
kawasan hulu maupun tengah.
Tabel 3. Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu dan Tengah tahun 1981 dan
1999 (ha).
Luas Ciliwung Hulu Luas Ciliwung Tengah
Jenis Penggunaan Lahan 1981 1999 1981 1999
Hutan 5312 5310 108 101
Kebun Campuran/
3266 3231 1837 1704
Perkebunan
Kawasan Pemukiman 255 506 1147 1961
Sawah Teknis 2270 2227 1499 1283
Sawah Tadah Hujan 289 271 203 197
Tegalan/ladang 3490 3338 2907 2456
Sungai, setu dll 81 81 52 48
Total 14963 14964 7663 7706
Sumber: Singgih (2000).

Perubahan pola penggunaan lahan ini memberi dampak pada pengurangan


kapasitas resapan, terutama dilihat dari proporsi perubahan luasan pemukiman ini
terjadi di Ciliwung Tengah, sehingga akan meningkatkan laju limpasan
permukaan yang menghasilkan banjir di kawasan hilir Ciliwung, sampai ke
Jakarta. Dampak perubahan ini terhadap hidrologi banjir antara kawasan hulu dan
tengah DAS Ciliwung akan disajikan pada bagian berikut dari suatu kajian
menggunakan model hidrologi HEC-1.

ANDIL DAERAH HULU DAN TENGAH DAS CILIWUNG TERHADAP


DEBIT DAN VOLUME BANJIR

Untuk mengkaji andil daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung terhadap debit dan
volume banjir daerah hilir telah digunakan model hidrologi HEC-1 sebagai alat
untuk menduga berbagai parameter hidrograf banjir, dengan menggunakan data
pengamatan untuk kondisi DAS Ciliwung tahun 1981 dan 1999, sesuai dengan
ketersediaan informasi penggunaan lahan DAS yang ada.

DAS Ciliwung Hulu telah dibagi ke dalam tujuh SubDAS, yang masing-masing
dicirikan oleh parameter masukan model yang meliputi: intensitas hujan 30-
menitan, bilangan kurva sebagai fungsi dari penggunaan lahan dan jenis tanah,
luas subDAS, kelerengan lahan, panjang lereng, dan kharakteristik sungai yang
meliputi: lebar sungai, kelerengan sungai, dan kekasaran Manning. Keseluruhan
parameter ini juga diperoleh untuk dua subDAS di Ciliwung Tengah. Pengujian
model terhadap data masukan ini dilakukan untuk tujuh kejadian hujan deras (> 20
mm/kejadian) tahun 1999 dengan hasil pada Tabel 4 berikut. Hasil ini
menunjukkan tingkat akurasi prediksi model yang dapat diterima, sehingga model
dengan parameter terkalibrasi kemudian digunakan untuk mensimulasi debit dan
volume banjir untuk kondisi tahun 1981 dan 1999, termasuk kemudian digunakan
untuk menentukan pola penggunaan lahan yang dapat menekan dampak
perubahan lahan terhadap peningkatan debit dan volume banjir.
Tabel 4. Perbandingan Debit dan Volume banjir hasil pengamatan dan prediksi
model HEC-1.
Debit banjir (m3/s) Volume banjir (1000m3)
Tanggal Hujan
Obs. Model Obs. Model
4 Feb. 1999 79 71 929,9 1311,4
11 Feb. 1999 87 90 1399,1 1689,4
8 Mar 1999 119 125 1721,6 2275,2
16 Mar. 1999 89 90 1392,0 1891,3
30 Mar. 1999 55 51 944,3 1134,8
2 Mei 1999 72 71 1183,2 1445,3
4 Mei 1999 66 65 1079,1 1358,2
Sumber: Singgih (2000)

Hasil simulasi model HEC-1 untuk kondisi penggunaan lahan DAS Ciliwung
Hulu dan Tengah tahun 1981 dan 1999 diberikan pada Tabel 5 berikut. Perubahan
respons hidrologi DAS yang dinyatakan oleh debit dan volume banjir untuk
berbagai subDAS di Ciliwung ini menunjukkan peningkatan debit antara 1,6%
sampai 158% untuk subDAS-subDAS di Ciliwung Hulu, dan total untuk Ciliwung
Hulu dengan peningkatan debit dari kondisi 1981 ke 1999 sebesar 67 %, dan
untuk Ciliwung Tengah debit banjir meningkat sebesar antara 18% sampai 31%,
dengan gabungan sebesar 24%. Sedang untuk volume banjir, peningkatan di
Ciliwung Hulu sebesar 59 % dan di Ciliwung Tengah sebesar 17%.

Tabel 5. Perubahan parameter hidrograf banjir untuk tahun 1981 dan 1999.
Debit Puncak (m3/s) Vol. Limpasan (1000m3)
SubDAS % %
1981 1999 1981 1999
Perubahan Perubahan
Tugu 6,70 16,41 144,9 147,5 287,5 95
Cisarua 2,08 5,92 148,2 76,4 132,7 74
Cibogo 2,73 5,4 97,8 71,1 81,7 15
Cisukabirus 4,54 14,25 117,9 68,1 120,2 77
Ciesek 5,67 14,40 157,9 109,6 202,8 85
Ciseuseupan 28,73 29,16 1,6 182,9 217,9 20
Katulampa 10,59 12,18 15,0 56,1 103,5 84
Ciliwung Hulu 46,53 77,65 67,3 711,5 1130,2 59
Ciliwung 22,75 29,75 30,7 533,3 620,0 16
Ciluar 31,32 37.24 18,9 402,5 479,2 19
Ciliwung Tengah 49,71 61,83 24,4 935,6 1098,5 17
Ciliwung 82,85 125,29 51,2 1647,3 2228,1 35
Sumber: Singgih (2000)

Sedang untuk menghitung andil yang diberikan oleh kedua bagian DAS Ciliwung
ini volume aliran terhadap banjir di daerah hilir, hasil simulasi dengan HEC-1
untuk kondisi tahun 1981 menunjukkan bahwa 43 % diberikan oleh Ciliwung
Hulu dan 57% dari Ciliwung Tengah, sedang pada tahun 1999 keadaannya sudah
berubah menjadi: 51% dari Ciliwung Hulu dan 49% dari Ciliwung Tengah.
Simulasi pengelolaan lahan DAS dalam bentuk tindakan rehabilitasi dan
konservasi tanah dan air yang dilakukan menggunakan model HEC-1 dengan
memodifikasi nilai parameter model menurut skenario yang dipilih secara nyata
dapat menurunkan debit dan volume banjir sampai batas yang diinginkan. Tiga
skenario yang dipilih, dibandingkan kondisi 1999, adalah (1) penerapan teknik
konservasi tanah dan air terbatas di Ciliwung Hulu saja; (2) sama seperti (1)
ditambah tindakan yang sama untuk kawasan tengah; dan (3) sama seperti (2)
ditambah tindakan penghutanan kembali lahan kebun campuran. Hasil skenario
(1) menunjukkan penurunan 34 % debit puncak di Katulampa dan 25 % volume
banjir di Ratujaya. Andil Ciliwung Hulu terhadap debit di Ratujaya adalah 34 %
dan sisanya dari bagian tengah sendiri, dengan peran dominan dari subDAS
Ciesek dan Cibogor. Hasil skenario (2) menunjukkan peningkatan penurunan
volume banjir di Ciliwung Hulu-tengah dari 25% (skenario 1) menjadi 43%. Andil
kawasan tengah sendiri turun 37% untuk volume banjir dan penurunan 45% debit
banjir. Dan skenario (3) memberi penurunan debit dan volume banjir lebih lanjut
untuk Ciliwung Hulu dan Tengah, masing-masing sebesar 53% dan 65% untuk
Ciliwung Hulu dan 53% dan 39% untuk Ciliwung Tengah.

KESIMPULAN

1. Kharakteristik Hidrologi DAS Ciliwung dicirikan tidak hanya ditentukan oleh


sifat curah hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis
penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabotabek
dan Bopunjur dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah mengakibatkan
berubahnya fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan
frekuensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta.
2. Untuk wilayah Ciliwung Hulu didapatkan bahwa hujan harian lebih dari 50
mm dan hujan 3-harian melebihi 100 mm dapat dikelaskan sebagai hujan
deras yang dapat menghasilkan banjir di daerah hilirnya.
3. Kajian dampak perubahan penggunaan lahan antara tahun 1981 dan 1999
menggunakan model hidrologi HEC-1 menunjukkan meningkatnya debit
banjir Ciliwung Hulu (Katulampa) sebesar 68 persen dan untuk Ciliwung
Tengah sebesar 24 persen, sedang peningkatan volume banjir untuk Ciliwung
Hulu sebesar 59 persen dan Ciliwung Tengah sebesar 15 %. Perubahan ini
juga telah diikuti oleh terjadinya peningkatan andil daerah hulu terhadap debit
dan volume banjir di daerah hilir DAS.
4. Dengan model HEC- 1 juga ditunjukkan bahwa pengelolaan lahan DAS hulu
yang tepat sebagai tindakan koreksi dapat mengendalikan debit dan volume
banjir di daerah hilir sampai tingkat yang diinginkan.

KEPUSTAKAAN

Fogel, M.M. and L. Duckstein, 1969. Point rainfall frequencies in convective


storms. Water Resour. Res., Vol. 5(6): 1229-1236.
French, M.N., W.F. Krajewski and R.R. Cuykendall, 1992. Rainfall forecasting in
space and time using a neural network. J. Hydrol., 137: 1-31.
McCuen, R.H., 1989. Hydrologic Analysis and Design. Prentice Hall, N.J.
Nedeco - PBJR (1973). Masterplan for Drainage and Flood Control of Jakarta.
Pawitan, Hidayat, 1989. Kharakteristik Hidrologi dan Daur Limpasan Daerah
Aliran Sungai Ciliwung. Laporan Akhir penelitian – Lembaga
Penelitian IPB, Bogor.
______________, (1989a) Present status of the water management and
conservation in the Jakarta urban drainage system. IHP – Unesco
Conference on Urban Drainage and Water Conservation, Nagoya,
1989.
______________, Hendro dan Fakhrudin (2000) Kharakteristik curah hujan deras
wilayah Ciliwung Hulu. Makalah Hasil Penelitian Limnologi – LIPI,
Cibinong - Bogor.
Srikanthan, R. and T.A. McMahon, 1985. Stochastic generation of rainfall and
evaporation data. AGPS, Canberra.

Anda mungkin juga menyukai