Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang, terutama Indonesia, merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun. 1,2. Perkiraan
konservatif menempatkan angka kematian global penyakit diare sekitar 2 juta
kematian pertahun (1,7 juta-2,5 juta kematian), merupakan peringkat ketiga
diantara semua penyebab kematian penyakit menular di seluruh dunia.2
Menurut hasil Riskesdas 2007 di Indonesia diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare
25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab kunjungan
Puskesmas/ Balai pengobatan, diare termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama
ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara
1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar
(70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (+ 40 juta
kematian).3
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi
untuk mencegah diare.1
Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi
serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya
intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi
gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Pemakaian cairan rehidrasi oral
secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena

1
diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah
yang tak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi.
Penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit telah banyak
digunakan untuk mengobati penyakit.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : An. MAP
Umur / Tanggal Lahir : 1 tahun 2 bulan / 23 April 2015
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 7,4 kg
Tinggi Badan : 74 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemang Lr. Masuji No 5 Kertapati Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
MRS : 14 Juli 2016

B. ANAMNESA
(alloanamnesis dengan Ibu penderita, 14 Juli 2016, pukul 07.00 WIB)
Keluhan Utama : BAB cair
Keluhan Tambahan : Muntah dan demam
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari SMRS penderita BAB cair (+), frekuensi > 10 kali/hari,
banyaknya ¼ gelas belimbing, air >> ampas, lendir (+), bau (+), darah (-),
muntah (+) frekuensi 5 kali/hari, banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang
dimakan dan diminum, muntah menyemprot (-), demam (+) tidak tinggi, suhu
tidak diketahui, nyeri kepala (-), nyeri di belakang bola mata (-), batuk (-),
pilek (-), nyeri menelan (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAK normal 
anak dibawa berobat ke dokter umum dan diberi oralit dan vitamin, anak
masih mau minum.
Sejak 1 hari SMRS penderita masih buang air besar (BAB) cair, warna
kuning kehijauan, frekuensi > 10 kali/hari, banyaknya ¼ gelas belimbing, air
= ampas, lendir (+), bau (+), darah (-), muntah (+) frekuensi 10 kali/hari,
banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang dimakan dan diminum, muntah

3
menyemprot (-), demam (+) tidak tinggi, batuk (-), pilek (-), nyeri menelan (-),
sesak nafas (-), kejang (-), mimisan (-), BAK normal seperti biasa, penderita
masih mau minum, penderita tampak rewel dan semakin lemas kemudian
penderita dibawa ke IRD RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat menderita penyakit hirscprung sejak lahir telah dilakukan
operasi kolostomi sejak 7 bulan SMRS
 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Pedigree

Keterangan:
Ayah sehat Ibu sehat

Anak laki-laki sakit

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Masa kehamilan : Cukup bulan, ANC 1x/bulan di bidan dan dokter
Partus : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 23 April 2016
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : 48 cm

4
Keadaan saat lahir : Langsung menangis

Riwayat Makan
ASI : 0 – sekarang
Susu Formula : -
Bubur susu : 6 – 9 bulan. Frekuensi 1x/hari
Nasi tim saring: 6 – 9 bulan. Frekuensi 2x/hari
Nasi tim : 9 bulan – 1 tahun. Frekuensi 2x/hari
Nasi : 1 tahun – sekarang. Frekuensi 3x/hari
Daging/ikan : 1 tahun – sekarang. Frekuensi 2x/seminggu
Tempe/tahu : 1 tahun – sekarang. Frekuensi 2x/hari
Sayuran : 9 bulan – sekarang. Frekuensi 2x/hari
Buah : 9 bulan – sekarang. Frekuensi 1x/hari
Kesan : kurang baik
Kualitas : kurang

Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Membuka telapak tangan : 3 bulan
Menggapai benda, membawa ke mulut : 4 bulan
Memindahkan benda : 6 bulan
Memegang dengan 3 jari : 7 bulan
Memegang dengan 2 jari : 9 bulan
Bereaksi terhadap suara : BBL
Tertawa dan bersuara : 2 bulan
Menoleh ke arah suara : 4 bulan
Mengoceh tidak spesifik : 6 bulan

5
Memanggil mama papa : 9 bulan
Meniru beberapa kata : 12 bulan
Memperhatikan wajah : BBL
Senyum sosial spontan : 1-2 bulan
Melihat ke pembicara : 3 bulan
Bereaksi (+) bila diajak bicara: 5 bulan
Sulit dipisah dari orang tua : 7 bulan
Menunjuk dan memegang benda yang diulurkan: 9 bulan
Kesan : Perkembangan motorik kasar, motorik halus, perkembangan
bicara, perkembangan sosial dan emosi dalam batas normal

Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
Umur Umur Umur Umur
BCG √
DPT 1 √ DPT 2 - DPT 3 -
HEPATITIS - HEPATITIS - HEPATITIS -
B1 B2 B3
Hib 1 - Hib 2 - Hib 3 -
POLIO 1 - POLIO 2 - POLIO 3 -
CAMPAK - POLIO 4 -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur. Imunisasi ulangan belum
dilakukan

C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 14 Juli 2016 Pukul 07.00 WIB
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 116 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 37 °c
Berat Badan : 6 kg
Tinggi Badan : 75 cm

6
Status Gizi: BB/U : < -3 SD
TB/U : 0 s/d -2 SD
BB/TB : < -3 SD
Kesan : Gizi buruk

Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, dismorfik (-), wajah seperti orang
tua (+), ubun – ubun besar cekung
Rambut : Hitam, lurus, halus, pendek, tidak mudah dicabut, lebat,
distribusi merata, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata : Cekung (+/+), air mata (+/+), pupil bulat isokor ø 3mm,
reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-).
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), deviasi septum (-),
sekret (-/-), hipertrofi konka (-/-), mukosa hiperemis (-/-),
epistaksis (-/-).
Telinga : Deformitas (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), serumen (+/+)
minimal.
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (+), sianosis sirkumoral
(-), keilitis (-), rhagaden (-).
Lidah : Atrofi papil lidah (-), coated tongue (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 normal.
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP tidak
meningkat.
 Thorak
Paru-paru
 Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi -/-
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

7
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Auskultasi : HR: 116 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
 Abdomen
 Inspeksi : Cembung
 Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, 8 x/menit
 Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit perut
kembali lambat < 3 detik, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
 Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-),
prolaps ani (-), baggy pants (+)
 Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-)

Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Lengan Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -
 Fungsi sensorik : Dalam batas normal
 Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal
 GRM : Kaku kuduk tidak ada
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi ( IGD 14-07-2016 Pukul 00:43)
Hb : 8,5 g/dl (11,3-14,1 g/dl )
Eritrosit : 3,40 x10 mm3/jam (4,40-4,48 x106 mm3)

8
Leukosit : 15.600/mm3 (6.000-17.500 /mm3)
Ht : 27 vol% (37-41 vol%)
Trombosit : 453.000/mm3 (217.000-497.000 /mm3)
Hitung jenis : 0/1/58/33/8 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8 mm3)

E. DIAGNOSIS BANDING
 Diare akut ec susp. infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan-sedang +
marasmus kondisi III
 Diare akut ec susp. infeksi parasit dengan dehidrasi ringan-sedang +
marasmus kondisi III
 Diare akut ec susp. infeksi virus dengan dehidrasi ringan-sedang +
marasmus kondisi III

D. DIAGNOSIS KERJA
Diare akut ec susp. infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan-sedang +
marasmus kondisi III

E. PENATALAKSANAAN
 IVFD KAEN 3A 60 cc/kgBb/4 jam  360 cc dalam 4 jam  kec. 90
cc/jam  gtt 25 x/ menit makro
 Selanjutnya IVFD KAEN 3A 190 cc/kgBb/20 jam  1140 cc dalam 20
jam  kec. 57 cc/jam  gtt 15 x/ menit makro
 Kloramfenikol 100 mg/kgBB/ hari  4 x 150 mg sehari po
 Oralit 100 cc  tiap kali muntah atau BAB cair
 Zinc 1 x 20 mg sehari po

 D10% 50 ml IV atau larutan gula pasir 10% oral


 Resomal 4 x 30 cc/oral tiap 30 menit selama 2 jam, observasi tiap 30
menit.

9
 Selanjutnya Resomal 30 cc/kali – F-75 60 cc/kali setiap 1 jam selama 10
jam, observasi tiap 1 jam.
 Seanjutnya,
- Bila diare / muntah berkurang, dapat menghabiskan F-75, stop
resomal, ubah pemberian F-75 menjadi setiap 3 jam  F-75 100
cc/kali.
- Bila tidak ada diare dan anak dapat menghabiskan F-75, stop
resomal, ubah pemberian F-75 menjadi setiap 4 jam  F-75 130
cc/kali.
 Resomal 30 cc/ diare atau muntah.
 ASI antara pemberian F-75

F. RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan darah rutin, elektrolit
Pemeriksaan feses rutin
Rontgen foto abdomen

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

10
H. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
15-7-2016 S : Keluhan : BAB cair (+) 1x, cair > ampas, lendir (+), darah (-),
muntah (+) tiap habis makan, isi apa yang dimakan
banyaknya ¼ gelas belimbing, demam (-).
O : Sense : CM N : 108x/menit RR : 24x/menit T: 36,8oC
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+, kering (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR = 108x/menit, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+) meningkat, hepar/lien tidak teraba,
cubitan kulit perut kembali cepat
Ekstremitas : akral dingin tidak ada, CRT <3’’
Hasil pemeriksaan feses rutin: (14 Juli 2016 pukul 17.22)
- Warna: hijau
- Konsistensi: cair
- Amoeba: negatif
- Eritrosit: 2-4 /lp
- Leukosit: 0-1/lp
- Bakteri: positif
- Jamur: Negatif
- Telur cacing: negatif
- Sisa makanan (karbohidrat, protein, lemak): negatif
- Darah samar: positif
Hasil pemeriksaan darah rutin: (14 Juli 2016 pukul 17.22)
- Hb: 6,8 g/dl - Eritrosit: 2,70 x10 mm3/jam
- Leukosit: 12.000/mm3 - Ht: 22 vol%
- Trombosit: 321.000/mm3 - Hitung jenis: 0/0/51/37/12
- Retikulosit 3,5 (0,5 – 1,5)
- MCV: 80,7 fl (81-95) - MCH: 25 pg (25-29)
- MCHC: 31 g/Dl (29-31) - LED: 14 (<15)

11
- Besi: 63 µg/L (61-157) - TIBC 64 µg/L (112-346)
- Calsium: 7,2 mg/dl (8,4 – 10,4)
- Natrium: 134 mEq/L (135-155)
- Kalium: 1,9 mEq/L (3,5-5,5)
- Feritin: 651.90 ng/ml (13-400 ng/ml)
Gambaran Pemeriksaan Darah Tepi:
- Eritrosit: makrositik, hipokrom
- Leukosit: jumlah meningkat, bentuk normal
- Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, bentuk normal
- Kesan: gambaran anemia mikrositik hipokrom disertai
leukosistosis
A : Diare akut e.c susp. infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan-
sedang (terehidrasi) + marasmus kondisi III + anemia + hipokalemia
+ hipokalsemia
P : - IVFD D 12,5 +KCL 20 mg gtt 25 x/m mikro
- Tranfusi PRC 1 x 120 cc
- ca glukonas: 3 cc D5% 20 cc habis dalam 30 menit/ 8 jam
- zinc syrup 1 x 20 mg
- oralit 100cc tiap BAB cair atau muntah
- F-75 4 x 50 cc
- Resomal 30 cc/ BAB cair atau muntah
Keterangan :
D 12,5 600 cc /24 jam  75 kkal dan F-75 4 x 50 cc  150 kkal
(target 9,6 x 100 kkal  960 kkal/hari).
16-7-2016 S : Keluhan : BAB cair (+) 1x, cair > ampas, lendir (+), darah (-),
muntah (+) tiap habis makan, isi apa yang dimakan
banyaknya ¼ gelas belimbing, demam (-).
O : Sense : CM N : 104x/menit RR : 22x/menit T: 36,6oC
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+, kering (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

12
Cor : HR = 108x/menit, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+) meningkat, hepar/lien tidak teraba,
cubitan kulit perut kembali cepat
Ekstremitas : akral dingin tidak ada, CRT <3’’
Hasil pemeriksaan darah dan elektrolit: (16 Juli 2016 pukul 14.26)
- Hb: 9,8 g/dl - Eritrosit: 3,10 x10 mm3/jam
- Leukosit: 12.000/mm3 - Ht: 24 vol%
- Trombosit: 321.000/mm3 - Hitung jenis: 0/0/51/37/12
- Calsium: 7,6 mg/dl (8,4 – 10,4)
- Natrium: 135 mEq/L (135-155)
- Kalium: 2,4 mEq/L (3,5-5,5)
- Klorida: 103 mmol/L (96-106)
A : Diare akut e.c susp. infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan-
sedang (terehidrasi) + marasmus kondisi III + anemia + hipokalemia
+ hipokalsemia
P : - IVFD D 12,5 +Kcl 20 mg gtt 25 x/m mikro
- Tranfusi PRC 1 x 120 cc
- ca glukonas: 3 cc D5% 20 cc habis dalam 30 menit/ 8 jam
- zinc syrup 1 x 20 mg
- oralit 100cc tiap BAB cair atau muntah
- F-75 4 x 50 cc
- Resomal 30 cc/ BAB cair atau muntah
17-7-2016 S : Keluhan : BAB cair (+) 1x, cair > ampas, lendir (+), darah (-),
muntah (+) tiap habis makan, isi apa yang dimakan
banyaknya ¼ gelas belimbing, demam (-).
O : Sense : CM N : 104x/menit RR : 22x/menit T: 36,6oC
Kepala: UUB cekung (-), mata cekung (-), air mata +/+, kering (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : HR = 108x/menit, BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+) meningkat, hepar/lien tidak teraba,

13
cubitan kulit perut kembali cepat
Ekstremitas : akral dingin tidak ada, CRT <3’’
Hasil pemeriksaan elektrolit: (17 Juli 2016 pukul 14.26)
- Hb: 11,1 g/dl - Eritrosit: 3,10 x10 mm3/jam
- Leukosit: 12.000/mm3 - Ht: 23 vol%
- Trombosit: 311.000/mm3 - Hitung jenis: 0/0/51/37/12
- Calsium: 8,5 mg/dl (8,4 – 10,4)
- Natrium: 135 mEq/L (135-155)
- Kalium: 3,8 mEq/L (3,5-5,5)
- Klorida: 103 mmol/L (96-106)
A : Diare akut e.c susp. infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan-
sedang (terehidrasi) + marasmus kondisi III
P : - IVFD D 12,5 gtt 25 x/m mikro
- zinc syrup 1 x 20 mg
- oralit 100cc tiap BAB cair atau muntah
- F-75 4 x 50 cc
- Resomal 30 cc/ BAB cair atau muntah

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan feses cair atau lembek
dengan/tanpa lender atau darah, dengan frekuensi 3 kali atauebih sehari,
berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan. 5 Menurut WHO,
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan
darah maupun tidak.2 Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih
dari 3 kali per hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan
atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.2

3.2 Epidemiologi
Berdasarkan survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, proporsi terbesar
penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar
21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29
bulan sebesar 12,37%. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu
diperhatikan terutama diare yang umumnya diderita oleh bayi dan balita dapat
menjadi penyumbang kematianterbesar. Faktor hygiene dan sanitasi lingkungan,
kesadaran orang tua untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI
menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada bayi.6
Menurut hasil Riskesdas 2007 di Indonesia diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare
25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab kunjungan
Puskesmas/ Balai pengobatan, diare termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama
ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara
1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar

15
(70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (+ 40 juta
kematian).3

3.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang – barang yang telah tercemar tinja penderita.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
keberihan ( MCK ), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan
dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak
baik. Selain hal- hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk terjangkit diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.1
1. Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.


Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.1
2. Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau

16
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang
infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.1
3. Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah
tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
didaerah tropic (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.1
4. Epidemi dan pendemi

Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic dan
pandemic dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v.
cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di afrika, amerika
latin, asia, timur tengah, dan beberapa daerah di amerika utara dan eropa.
dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah
yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika tengah dan asia selatan.
Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan
epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1

3.4 Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non-
inflammatory dan inflammatory.1 Enteropatogen menimbulkan diare non-
inflammatory melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan
vili oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya diare inflammatory biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,7

17
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN
PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidium coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis
homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium
parvum
Clostridium perfringens Coronavirus Entamoeba
histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Escherichia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simpleks virus Strongyloides
stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 1. Penyebab diare akut pada manusia

Tabel 2. Enteropatogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur7

18
Tabel 3. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Di samping itu penyebab diare noninfeksi yang dapat menimbulkan diare


pada anak antara lain alergi makanan, neoplasma, defek anatomis (seperti atrofi
mikrovilli, malrotasi, dan penyakit Hirschsprung), malabsorbsi, keracunan
makanan, dan penyebab lain seperti infeksi non-gastrointestinal, alergi susu sapi,
keracunan makanan, dan defisiensi imun.

3.5 Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan
osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
3.5.1. Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.

19
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose
di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama.1

3.5.2. Diare Sekretorik


Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan
pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.9
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit

tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah

kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan

osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160

mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknya kurang dari 20 mOsm/L.
6
Karakteristik Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Tabel 4. Perbedaan Diare Osmotik dan Sekretorik
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini
terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP,
atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein
kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi

20
peningkatan aktivitas pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.1
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas
jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas
mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan
motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
laina seprti diare osmotik dan sekretorik.1
Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan
anatomis dan funsi absorbs yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral
pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu
komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti
natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan
cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi

21
proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.1,10
3.6 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi
berat.1
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen
antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala
neurologik dari infeksi usus bias berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan diare inflammatory.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta
rectum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah gejala yang
nonspesifik, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme
yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti virus, bakteri yang
memproduksi enteroroksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah juga sering
terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya
subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, diare cair menunjukan bahwa

22
saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromised
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau
penyakit.

Gejala klinis Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Kramp
kramp kramp
Nyeri kepala - + + - - -
lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari

Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi -
sistemik+

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


3.7 Diagnosis
3.7.1. Anamnesis
Frekuensi BAB 3 kali ata lebih, konsistensi feses cair atau lembek
(konsistensi feses cair tanpa ampas walaupun hanya sekali dapat disebut diare),
jumlah fses, ada tidaknya muntah. Gejala-gejala kliik lain seperti batuk-
pilek,demam, kejang, dl, riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap atau
malas minum.5

3.7.2. Pemeriksaan Fisik

23
Pada pemeriksaan fisik perlu dicari tanda-tanda dehidrasi, komplikasi,
penyakit penyulit seperti bronkopneumoni, bronkiolitis, malntrisi, penyakit
jantung, dekompensasi kordis. Pemeriksaan keadaan umum (gelisah, cengeng,
rewel, letargi, tampak sakit berat), frekuensi nadi, suhu, frekuensi nafas (tanda
asidosis atau adanya penyakit penyulit), Penting untuk mengukur berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan,
gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dsb.5
. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare,
atau subjektif dengan menggunakan kriteria WHO.1

Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering
haus banyak *malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO

Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3


 dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
 dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
 dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

24
3.7.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut adalah
sebagai berikut.1
 Darah: darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Urine: urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
 Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus,
prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yanga mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau
tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu
banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan
dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh
bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat
adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah
dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat.
Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja kaibat fermentasi
bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya
lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon ,
khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan
adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja

25
menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam
dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga
masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH
tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim
lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa, yangs elanjutnya diserap di mukosa usus
halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan
clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest
dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara
tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar
(sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair
dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet
clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang terjadi dicocokan
dengan warna standart. Biru berarti negatif, kuning tua berarti positif kuat (++
++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan
(+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja
lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.8
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan
leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi
dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:11
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan Sudan
III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai
secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali, dicari butiran lemak dengan
warna kuning atau jingga.8

26
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan
memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan
delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan
Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak
mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara.
Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCl fisiologis), karena telur cacing
dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista
lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objektif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya.

3.8 Tatalaksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang
telah ada, antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan
makanan selama dan setelah diare, mengurangi lama dan beratnya diare serta
berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc, dan edukasi.8
Tujuan pengobatan dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai.10

3.8.1. Rehidrasi
Koreksi cairan dan elektrolit dibedakan 2 macam :
1. Diare akut murni (diare cair akut)
Diare akut dehidrasi ringan sedang menggunakan oralit dengan dosis 75
mg/kgBB/4 jam. Jika gagal upaya rehidrasi oral (URO) menggunakan IVFD
dengan cairan Ringer Laktat dosis 75ml/kgBB/4jam. Diare akut dehidrasi
berat dapat menggunakan salah satu cara :
- Cairan Ringer Laktat dengan dosis 30ml/jam/kgBB sampai tanda-tanda
dehidrasi hilang (target 4 jam atau 120 ml/kgBB)
- Umur 1-11 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, selanjutnya 70
ml/kgBB dalam 5 jam. Setelah bayi bisa mnum tambahkan oralit
5ml/kgBB/jam.

27
- Umur 1 tahun keatas: 30ml/kgBB dalam 30 menit pertama, selanjutnya
70ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah anak bisa minum tambahkan oralit
5ml/kgBB/jam.
2. Diare akut dengan penyulit/ komplikasi
Mengunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung Na: 63,3
mEq/L, K: 104mEq/L, Cl: 61,4 mEq/L, HCO3: 12,6 mEq/L (mirip cairan
KAEN 3A).
Koreksi diberikan secara intravena dengan kecepatan:
Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang:
4 jam I : 50 cc/kgBB
20 jam II : 150 cc/kgBB
Atau dapat diberikan dengan kecepatan yang sama 200 cc/kgBB/hari
Diare akut dengan penyulit dehidrasi berat:
4 jam I : 60 cc/kgBB
20 jam II : 190 cc/kgBB
Rehidrasi yang diberika perhari tetap dimonitoring. Rehidrasi dihentikan jika
status rehidrasi telah tercapai (tidak ada tanda-tanda dehidrasi). Diare akut dengan
penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang memerlukan cairan rehidrasi antara 150-
200 ml/kgBB/hari, sedangkan dehidrasi berat 250 ml/kgBB/hari.

3.8.2. Terapi Medikamentosa


Diberikan preparat zink elemental, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1x10 mg
dan usia ≥ 6 bulan sebanyak 1x20 mg selama 10-14 hari. Obat-obatan antimikroba
termasuk antibiotik tidak dipakai secara rutin pada penyakit diare akut. Patokan
pemberian antimikroba/antibiotika adalah sebagai berikut:

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline 12,5 Erythromycin 12,5
mg/kgBB mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 Pivmecillinam 20 mg/kg
mg/kgBB BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5

28
hari
Amoebiasis Metronidazole 10
mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Tabel 7. Pilihan Antibiotika Sesuai Etiologi Diare

29
3.9 Komplikasi
3.9.1. Gangguan Elektrolit
a. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-
5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-
5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.1,3
b. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.1

30
c. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.1
d. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi
3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh
bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.1

3.9.2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada
umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul
akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat
hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.
Pengobatan yang diberikan berupa kompres dan/atau antipiretika dan antibiotika
jika ada infeksi.3

3.9.3. Edema/Overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala
yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3
3.9.4. Asidosis Metabolik

31
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul). Pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.

3.9.5. Ileus Paralitik


Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan
cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.3

3.9.6. Kejang
Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu
lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut
disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran
akan cepat pulih kembali.

3.10 Pencegahan

Patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.


Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian
ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, menggunakan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan
jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, serta membuang
tinja bayi yang benar. Selain itu, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki daya
tahan tubuh pejamu. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain memberi
ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, Meningkatkan nilai gizi makanan
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak.

32
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare
yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi
kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak
yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus
campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3
Selain imunisasi campak, dapat juga diberikan vaksin rotavirus apabila
tersedia. Di dunia telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum
usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 12,13,14

3.11 Prognosis
Bila kita menatalaksana diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan menjadi diare persisten.

BAB IV
ANALISIS KASUS

33
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 2 bulan datang dengan keluhan utama
BAB cair serta keluhan tambahan muntah dan demam. Dari anamnesis,
didapatkan Sejak 2 hari SMRS penderita BAB cair (+), frekuensi > 10 kali/hari,
banyaknya ¼ gelas belimbing, air >> ampas, lendir (+), darah (-), muntah (+)
frekuensi 5 kali/hari, banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang dimakan dan
diminum, muntah menyemprot (-), demam (+) tidak tinggi, suhu tidak diketahui,
nyeri kepala (-), nyeri di belakang bola mata (-), batuk (-), pilek (-), nyeri menelan
(-), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAK normal  anak dibawa berobat ke dokter
umum dan diberi oralit dan vitamin, anak masih mau minum. Sejak 1 hari SMRS
penderita masih buang air besar (BAB) cair, warna kuning kehijauan, frekuensi >
10 kali/hari, banyaknya ¼ gelas belimbing, air = ampas, lendir (+), darah (-),
muntah (+) frekuensi 10 kali/hari, banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang
dimakan dan diminum, muntah menyemprot (-), demam (+) tidak tinggi, batuk (-),
pilek (-), nyeri menelan (-), sesak nafas (-), kejang (-), mimisan (-), BAK normal
seperti biasa, penderita masih mau minum, penderita tampak rewel dan semakin
lemas kemudian penderita dibawa ke IRD RSMH.
Dari alloanamnesis yang diperoleh dari ibu pasien ditemukan pengeluaran
tinja dengan konsistensi cair dan frekuensi >10x/hari tanpa darah/lendir dalam
tinja dan berlangsung 2 hari SMRS yang menandakan diare akut. Diare yang
terjadi pada pasien disertai gejala klinis berupa demam dan mual-muntah. Sifat
tinja pada diare berwarna kehijauan, air = ampas, banyaknya ¼ gelas belimbing,
frekuensi sering disertai adanya lendir dalam tinja mengarahkan bahwa diare
kemungkinan disebabkan oleh bakteri.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tanda-tanda dehidrasi yaitu keadaan
penderita yang rewel, lemas, mata cekung, dan mukosa bibir kering, namun masih
ada air mata, turgor kulit kembali lambat < 2 detik dan anak masih mau minum.
Namun tanda-tanda gangguan sirkulasi seperti nadi dan nafas yang cepat, akral
ekstremitas yang dingin dan letargi tidak dijumpai. Berdasarkan gejala-gejala
tersebut maka derajat dehidrasi pada pasien ini dikategorikan derajat ringan-
sedang. Pada pemeriksaan fisik abdomen juga didapatkan tanda bising usus yang

34
meningkat. Pada pemeriksaan fisik umum juga ditemukan adanya keadaan gizi
buruk berdasarkan kurva WHO. Hal ini didukung oleh hasil yang didapatkan dari
pemeriksaan fisik khusus berupa adanya wajah yang mirip seperti orang tua dan
otot paha yang mengendor (baggy pant). Gejala tersebut tanpa disertai adanya
edema. Selain itu, pada pasien juga tidak ditemukan adanya letargis (tidak sadar)
dan shock sehingga dapat ditegakkan diagnosis marasmus kondisi III pada pasien
ini. Riwayat makan yang tidak baik juga mendukung diagnosis. Pasien juga tidak
mendapatkan imunisasi dasar lengkap sejak lahir. Kondisi gizi buruk dan riwayat
imunisasi dasar yang tidak lengkap menjadi salah satu faktor predisposisi
terjadinya diare.
Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
berupa Diare akut e.c susp. infeksi bakteri dengan dehidrasi ringan-sedang +
marasmus kondisi III. Diagnosis banding pada kasus ini adalah diare akut e.c
susp. infeksi parasit dengan dehidrasi ringan-sedang + marasmus kondisi III.
Untuk dapat menegakkan diagnosis secara pasti dan menyingkirkan diagnosis
banding maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan feses rutin.
Pemeriksan lainnya untuk mengevaluasi kondisi pasien juga seperti darah rutin
dan pemeriksaan elektrolit perlu dilakuan. Rontgen foto abdomen juga bisa
dilakukan sebagai evaluasi tahap lanjut.
Penatalaksanaan pada pasien ini (diare dengan penyulit) dengan terapi cairan
untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dan mempertahankan jumlah
cairan dan elektrolit tubuh dengan penggantian cairan melalui intravena
menggunakan modifikasi Sutejo. Pada pasien dengan penyulit marasmus
membutuhkan cairan lebih banyak yaitu sebesar 250 cc/kgBB. Sehingga pada
pasien ini diberikan yaitu KAEN 3A 60 cc/kgBb/4 jam selanjutnya KAEN 3A 190
cc/kgBb/20 jam. Antimikroba/antibiotik diberikan pada pasien ini karena k1inis
diduga ke arah diare ec susp. infeksi bakteri. Kloramfenikol 100 mg/kgBB/ hari
dipilih sebagai antibiotik karena klinis diduga ke arah salmonella. Untuk
memastikan jenis bakteri dibutuhkan pemeriksaan spesifik lain berupa kultur
darah dan fases guna memastikan kuman penyebab. Namun untuk diibutuhkan
waktu sedikit lama untuk melakukan hal tersebut sehingga pemberian antibiotik

35
tetap harus dilakukan. Suplementasi zinc dilakukan guna mengurangi lama dan
beratnya diare, serta mencegah berulangnya diare pada 2-3 bulan berikutnya.
Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan beberapa elektrolit yang hilang
setelah muntah dan diare terjadi.
Sedangkan untuk kasus marasmus kondisi III, dilakukan tatalaksanA
berdasarkan pedoman tatalaksana gizi buruk kondis III yaitu D10% 50 ml IV atau
larutan gula pasir 10% oral. Lalu diberikan resomal 5 cc/kgBB/kali oral tiap 30
menit selama 2 jam dan dilakukan observasi tanda shock berupa denyut nadi,
pernafasan, produksi urin, frekuensi BAB dan muntah tiap 30 menit. Jika
membaik, selanjutnya diberikan resomal 5-10 cc/kgBB/kali oral diselingi dengan
F-75 setiap 1 jam dan dilakukan observasi tiap 1 jam selama 10 jam. Seanjutnya,
bila diare / muntah berkurang, dapat menghabiskan F-75, ubah pemberian F-75
menjadi setiap 3 jam  F-75 100 cc/kali. Bila tidak ada diare dan anak dapat
menghabiskan F-75 ubah pemberian F-75 menjadi setiap 4 jam  F-75 130
cc/kali. Dosis F-75 menurut BB dapat dilihat pada tabel di bawah. Tetap berikan
resomal 30 cc setiap pasien diare atau muntah, dan berikan ASI antara pemberian
F-75.
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Pada kasus diare
prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat. Apabila diare ditatalaksana sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari.
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara
kematiankarena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari
stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Kasus gizi buruk dengan tatalaksana
cepat dan tepat memberikan hasil baik.

36
Gambar 1. Alur Tatalaksana Marasmus Kondisi III.15

37
Gambar 2. Dosis Pemberian F-75.15

DAFTAR PUSTAKA

38
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
4. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998.
hal 283-293.
5. Panduan Praktek Klinin (PPK) Divisi Gastrohepatologi.Departemen
Kesehatan Anak. RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang. 2016.
6. Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Diare Edisi 2011 Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
7. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
10. Berkes et al. 2011. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens:
effect on the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.
11. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
12. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated
Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
13. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large
Urban population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
14. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31.

39
15. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Cetakan Kelima 2009.

40

Anda mungkin juga menyukai