Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 (2)


menyatakan bahwa “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.1 tubuh merupakan
keseluruhan struktuk fisik organisme manusia, yang terdiri atas bentuk tubuh yang
kasak mata dan tidak. Karena dalam tubuh manusia ada serangkaian antar jiwa
dan raga; bukan hanya ada tangan, hidung, kepala, kaki, mata, rambut, rahim,
pagina, venis, jantung, dan lain-lain tapi mencangkup seisi jiwa baik itu pikiran,
perasaan, hati dan atas apa yang tak terlihat oleh mata namun bisa dirasakan
dalam satu naluri manusia. Semua itu ada dalam satu rangkaian yang terbentuk
menjadi satu yaitu tubuh.2 Integritas tubuh adalah merupakan gambaran mengenai
tubuh yang ideal yang terkait dengan kelengkapan tubuh seseorang yang melekat
pada orang tersebut. Integritas tubuh seorang perempuan adalah keseluruhan atau
kelengkapan tubuh seorang perempuan. Perempuan akan merasa kehilangan
integritas tubuh bila kehilangan salah satu komponen tubuh dari perempuan salah
satunya organ kewanitaan (kesucian atau vagina seorang perempuan). Dengan
integritas tubuh-tubuhnya perempuan akan lebih memahami kondisi yang di derita
dan di alaminya berdasarkan pengalaman yang di alaminya. Secara umum baik
pria maupun wanita akan merasa kehilangan integritas tubuh bila kehilangan salah
satu anggota badan (kaki,tangan,jari) atau bagian khusus pada wanita pada
dasarnya dapat menimbulkan rasa kehilangan yang sangat besar. Begitu yang di
rasakan korban pelecehan seksual. Terhadap hal tersebut dengan memperlihatkan
fenomena tubuh perempuan yang kehilangan konsep diri yang ideal baik yang ada

1
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2
Lusiana Margareth Tijow, Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Janji Kawin, Inteligensia
Media, Malang,2017, hlm. 1-3

1
dalam dirinya juga apa yang diinginkan orang tentang dirinya, sehingga
menempatkan perempuan pada suasana yang tidak konduksif terhadap apa yang
dialaminya dan di deritanya. Pada tahun 1948 Deklarasi Hak Asasi Manusia
diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa. Hal ini menunjukan
komitmen bangsa-bangsa didunia untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak
kemanusiaan setiap orang tanpa perkecualian apapun,seperti jenis kelamin,
bahasa, ras, warna kulit, politik, agama, asal usul kebangsaan, pandangan lain,
atau sosial,hak milik kelahiran atau kedudukan lain. Diantara perjanjian HAM
Internasional, Konvensi Perempuan merupakan konvensi tentang perlindungan
dan penegakan hak-hak perempuan yang paling konprehensif yang sangat penting
karena menjadikan segi kemanusiaan perempuan, yang merupakan lebih dari
sebagian jumlah penduduk dunia, sebagai fokus dari keprihatinan HAM. Jiwa dari
Konvensi Perempuan berakar dalam tujuan dari piagam PBB, yaitu penegasan
kembali kepercayaan pada HAM, harkat dan martabat setiap diri manusia dan
persamaan hak laki-laki dan perempuan. Konvensi perempuan secara
konprehensif memberikan rincian mengenai arti persamaan hak perempuan dan
laki-laki dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya. 3 Indonesia
meratifikasi Konvensi Perempuan tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1984. Ratifikasi oleh Pemerintah dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) menjadikan prinsip-prinsip dan ketentuan-
ketentuan konvensi sebagai hukum formal dan bagian dari hukum nasional. Pasal
7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1990 tentang Hak Asasi Manusia
menentukan bahwa : “ketentuan hukum internasional yang telah diterima Negara
Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum
nasional”. Konsekuensi daei ratifikasi Konvensi Internasional adalah setiap
Negara peratifikasi konvensi harus memberikan komitmen, menjamin untuk
meningkatkan diri dengan peraturan perundang-undangan, mewujudkan

3
Ibid.,hlm. 7

2
kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan, serta terhapusnya
diskriminasi terhadap perempuan.4

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian makalah ini, masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut : “Bagaimana perlindungan HAM dalam kasus pelecehan seksual terhadap
perempuan?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dalam penelitian makalah ini yaitu :”Untuk mengetahui


bagaimana perlindungan HAM dalam kasus pelecehan seksual terhadap
perempuan “.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memperluas serta menambah pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah pelecehan seksual terhadap
perempuan, sekaligus memberikan sumbangan pemikiran bagi para
penegak hukum sehingga dapat di jadikan referensi dalam perkembangan
ilmu hukum.
2. Manfaat praktis
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis maupun
pihak-pihak yang terkait dalam memahami masalah pelecehan seksual
terhadap perempuan serta memahami hak asasi perempuan.

4
Ibid.,hlm. 8

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


A. Pelecehan Seksual

Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang menggunakan


anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual. Tidak terbatas pada
hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada aktivitas
seksual terhadap anak-anak, seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si
anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk
penetrasi ke mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau
memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja melakukan aktivitas
seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi dan mencegah anak menyaksikan
aktivitas seksual yang dilakukan orang lain; membuat, mendistribusikan dan
menampilkan gambar atau film yang mengandung adegan anak-anak dalam pose
atau tindakan tidak senonoh; serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto
atau film yang menampilkan aktivitas seksual.5 Dalam UU No. 39 Tahun 1999
Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.6

B. Sanksi Hukum Yang Berkaitan dengan Perlindungan dan Kasus


Pencabulan Anak

5
Ivo Noviana, “kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan penangananya”, 2016, hlm. 16
6
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia

4
UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, perbuatan cabul termasuk terhadap anak di bawah
umur diatur dalam Pasal 290 KUHP yang menyatakan:

Pelaku pencabulan termasuk terhadap anak diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun:

1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal


diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum
lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin;
3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya
harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin,
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

Kemudian, terkait ketentuan mengenai pencabulan terhadap anak, terdapat


dalam Pasal 81 jo. Pasal 76DdanPasal 82 jo. Pasal 76E UU 35/2014 yang
berbunyi:

Pasal 76D

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa


Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

5
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 76E

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa,


melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk
Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 82

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).7

C. Perlindung Perempuan Dalam HAM

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia


(HAM) khususnya Pasal 45 menyebutkan bahwa ”Hak asasi perempuan adalah

7
Agus Yozami, “Yuk, Pahami Lagi Sanksi Hukum Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Anak”,
https://www.hukumonline.com/index.php/berita/baca/lt5a5479a9ab6d8/i-yuk-i--pahami-lagi-
sanksi-hukum-bagi-pelaku-kekerasan-seksual-anak (diakses 28 oktober, pukul 20.00)

6
hak asasi manusia’8. Dengan demikian karena hak asasi perempuan adalah hak
asasi manusia, maka hak asasi perempuan ini harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ( DUHAM ) adalah elemen


pertama dari peraturan perundang-undangan Hak Asasi Manusia (International
bill of rights) yakni sebagai dasar yang mengikat secara hukum dan protocol
tambahan pada kovenan internasional tetntang hak sipil dan politik serta kedua
komite yang memantau penerapan dan setiap kovenan menyediakan mekanisme
bagi penegak hak-hak tersebut.9

Konsep HAM di Indonesia secara intrinsic melekat pada pancasila yang


merupakan Grundnorm, serta adanya hak yang berbarengan dengan kewajiban
terhadap masyarakat dan Negara. Untuk itu dalam berinteraksi harus
menyeimbangkan antara hak dan kewajiban atas dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab (sila ke II dalam pancasila). Dalam sila kedua ini adalah konsekuensi
logis dari sila pertama karena dengan pengakuan terhadap eksistensi TUHAN
berarti mengakui ciptaannya dan ciptaan yang paling mulia adalah manusia karena
manusia adalah citra Allah. Dengan demikian pula mengakui harkat dan
martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Makna
kemanusiaan bisa meliputi segala ikhwal mengenai manusia dan perasaan
terhadap manusia, maka kemanusiaan yang adil dan beradab sangat banyak
sangkut pautnya dengan hak-hak dasar dan kebebasan hak asasi manusia.10

Konvensi perempuan menekankan pada persamaan dan keadilan antara


perempuan dan laki-laki (equality and equity), Yaitu penikmatan manfaat disegala
bidang kehidupan, segala kegiatan, persamaan hak dan kesempatan serta.
Konvensi perempuan mengakui bahwa:

1. Ada perbedaan biologis atau kodrati antara perempuan dan laki-laki;


Ada perbedaan perlakuan yang berbasis gender yang mengakibatkan
8
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia
9
Lusiana Margareth Tijow, Op.Cit., hlm 18
10
Ibid., hlm.23

7
kerugian pada perempuan. Kerugian itu berupa subornisasi kedudukan
dalam keluarga dan masyarakat, maupun pembatasan yang ada.
2. Ada posisi antara laki-laki dan perempuan, perbedaan posisi kondisi
yang lebih lemah karena menanggung perlakuan diskriminasi di masa
lalu atau karena lingkungan,keluarga,dan masyarakat tidak mendukung
kemandirian perempuan .
Dengan memperhatikan keadaan kondisi tersebut maka konvensi
perempuan menetapkan prinsip-prinsip serta ketentuan-ketentuan
untuk menghapus kesenjangan, subornisasi, serta tindakan yang
merugikan hak dan kedudukan perempuan dalam,keluarga,dan
lingkungan masyarakat.11
Konvensi perempuan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut;
1. Prinsip persamaan substansif, yaitu persamaan hak, kesempatan, akses dan
penikmatan manfaat
2. Prinsip nondiskriminasi
3. Prinsip kewajiban Negara
Prinsip persamaan substansi yang dianut dalam konvensi ini meliputi
reaalisasi hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi perbedaan, melakukan
perubahan lingkuangan, sehingga perempuan mempunyai akses yang sama
dengan kaum laki-laki. Adanya hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-
laki.
Pasal 27 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah menyebutkan dengan tegas bahwa “Semua warga Negara mempunyai
kedudukan yang sama”. Berarti hak dan kewajiban tidak ada bedanya antara laki-
laki dan perempuan. Jadi segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan
hendaknya ditiadakan. Karena hal ini tertuang dalam Pasal 15 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yaitu:

11
Ibid., Hlm. 8-9

8
1. Negara-negara wajib memberikan kepada perempuan persamaan hak
dengan pria dimuka hukum;
2. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada perempuan dalam
urusan-urusan sipil kecakapan hukum yang sama dengan kaum pria dan
kesempatan yang sama untuk menjalankan kecakapan tersebut, khususnya
agar memberikan kepada perempuan hak-hak yang sama untuk
menandatangani kontrak-kontrak dan untuk mengurus harta benda, serta
wajib memberikan mereka perlakuan yang sama pada semua tingkatan
prosedur dimuka hakim dan pengadilan;
3. Negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua
dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang di tunjukan kepada
pembatasan kecakapan hukum bagi perempuan, wajib dianggap batal dan
tidak berlaku.
4. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada laki-laki dan perempuan
hak-hak yang sama berkenaan dengan hukum yang berhubungan dengan
mobilitas orang-orang dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan
domisili mereka.12
Keberadaan HAM sendiri tidak bisa dilepaskan dari hukum. Bahkan
hampir semua pasal HAM yang terdapat dalam Deklarasi Universal HAM 1948
(sebagai international customary law) merupakan subtansi dari hukum
internasional, walaupun dalam pelaksaannya menggunakan hukum nasional.
Sehingga keberadaan hukum HAM mengikat seluruh negara dan masyarakat
internasional untuk menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM dan
penegakkannya, termasuk di Indonesia sebagai anggota Deklarasi Unversal
HAM.13

Kehadiran konsep HAM adalah untuk membangun kesadaran umat


manusia akan pentingnya mengakui, menghormati, dan mewujudkan manusia
yang berdaulat dan utuh. Hak Asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Hal ini
memberikan penegasan bahwa hak-hak yang mengikat pada diri perempuan

12
Ibid., Hlm.10-11
13
Ibid., hlm.32

9
adalah merupakan hak asasi manusia, karena perempuan adalah manusia yang
dilahirkan merdeka, mempunyai martabat, sama halnya dengan pria, sehingga
tidak boleh ada diskrimasi dalam bidang apapun. Berdasarkan sejarahnya
perkembangan hak asasi perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia tidak
bisa dilepaskan dari kegigihan perjuangan perempuan khususnya aliran feminism
termasuk indonesia ikut meratifikasinya. Adapun batasan hak asasi perempuan
adalah sebagai berikut : “ hak asasi perempuan dan anak perempuan adalah bagian
yang menyatu, tak terangsingkan, dan tak terpisahkan dari hak asasi manusia
universal. Partisipasi penuh dan kesetaraan perempuan dalam kehidupan politik,
pribadi, ekonomi, sosial dan kebudayaan ditingkat nasional, regional dan
internasional dan pemberantasan semua bentuk diskriminasi atas dasar jenis
kelamin adalah tujuan utama masyarakat internasional”.

Dari batasan tersebut, unsur-unsur pengertian hak asasi perempuan sebagai


hak asasi manusia mengisyaratkan kekhususan tujuan dan kepentingan moral
perempuan pemilik sah hak asasi perempuan tersebut, yakni adalah partisipasi
penuh, kesetaraan dan diskriminasi akibat seksime. Pengertian lain dari hak asasi
perempuan dirumuskan sebagai berikut : “ hak-hak yang melekat pada diri
perempuan yang dikodratkan sebagai manusia sama halnya dengan pria,
diutamakan dalam hal ini adalah hak umtuk mendapatkan kesempatan dan
tanggung jawab yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan”.14

Pada tahun 1992 Komite CEDAW menerbitkan Rekomendasi umum No.


19, tahun 1992, tentang kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam Rekomendasi
Umum ini antara lain ditentukan bahwa :

a. Definisi ‘ diskriminasi terhadap perempuan’ seperti ditentukann dalam


pasal 1 Konvensi CEDAW, termasuk juga kekerasan gender, yaitu
kekerasan yang langsung ditujukan terhadap perempuan, karena ia adalah
perempuan, atau tindakan-tindakan yang memberi akibat pada perempuan
secara tidak propesional. Tindakan-tindakan tersebut termasuk tindakan

14
Ibid., hlm.33

10
yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik,mental dan seksual,
atau ancaman-ancaman seperti itu,paksaan,dan perempasan kebebasan
lainnya.
b. Kekerasan berbasis gender yang merusak,menghalangi,atau meniadakan
penikmatan oleh perempuan atas hak asasinya dan kebebasan fundamental
berdasarkan hukum internasional atau berdasarkan konvensi hak asasi
manusia, adalah diskriminasi dalam pengertian Pasal 1 Konvensi. 15

15
Ibid., hlm.36

11
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini berfungsi untuk menjelaskan proses dan cara kerja
penelitian kita pada saat di lapangan.

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan studi kasus. jenis penelitian
kualitatif deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi
kasus (Case Study). Penelitian ini, seperti ditulis IslamKuno, memusatkan diri
secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus.
Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan
kata lain data dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Nawawi, 2003).
Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai
sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Lebih
lanjut Arikunto (1986) mengemukakan bahwa metode studi kasus sebagai salah
satu jenis pendekatan deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan secara intensif,
terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau
gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit.16

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian yang berjudul Kekerasan Terhadap Perempuan dalam


Perlindungan HAM Anak Korban Pelecehan Seksual telah dilaksanakan di

16
Cokroaminoto, “pendekatan studi kasus (case study) dalam penelitian kualitatif”,
http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/pendekatan-studi-kasus-case-study-
dalam.html (diakses 28 oktober 2018, pukul 18.35)

12
Reskrim Polres Bone Bolango yang beralamat di Daerah Gorontalo Resort Bone
Bolango yang menangani kasus pelecehan seksual.

2. Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul Kekerasan Terhadap Perempuan dalam
Perlindungan HAM Korban Pelecehan Seksual ini telah dilaksanakan pada bulan
oktober 2018.

3.3 Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti sebagai instrumen penelitian sekaligus sebagai


pengumpulan data atau pengamat dalam proses penelitian, penulis sebagai peneliti
secara penuh dari kegiatan yang di laksanakan di Reskrim Polres Bone Bolango.
Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan data yang diperlukan sebagai
sumber data dalam menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas. Oleh karena itu
perlu adanya kerja sama dari semua pihak terutama informan sebagai pemberi
data yang erat kaitannya dengan data yang peneliti butuhkan.

3.4 Sumber Data


Sumber data terbagi menjadi dua yaitu:
1. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari
tangan pertama), contoh data primer adalah data yang diperoleh dari
responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data
hasil wawancara peneliti dengan nara sumber.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah
ada, contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan
berupa absensi, gaji, laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan
pemerintah, data yang diperoleh dari majalah, dan lain sebagainya.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting
demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara

13
mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. 17 Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Dokumen
Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang
berati mengajar.Pengertian dari kata dokumen menurut Louis Gottschalk
(1986: 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian,
yaitu pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai
kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan
terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis. Pengertiankedua, diperuntukan
bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian,
undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut, Gottschalk
menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertianya yang
lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis
sumber apapun, baik itu yang berupa tulisan, lisan, gambaran, atau
arkeologis.18
2. Studi Literatur
Studi literatur sebagai teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan
dengan cara menelusuri dokumen penting yang dianggap berkaitan dengan
fokus penelitian. Teknik ini disebut juga studi kepustakaan. Data yang
diperoleh dari studi kepustakaan bisa berupa teks atau gambar. Dokumen
yang menjadi sumber data tak melulu teks-teks akademik seperti buku,
laporan riet, policy brief, atau jurnal, tapi bisa juga, pamflet, spanduk,
kartu nama, dan laporan jurnalistik.19

3.6 Teknik Analisis Data

17
Syinen, “sumber data, jenis data, dan teknik pengumpulan data”,
https://azharnasri.blogspot.com/2015/04/sumber-data-jenis-data-dan-teknik.html (diakses 28
oktober 2018, pukul 18.46)
18
Ahmad Kurnia, “Teknik Pengumpulan Data Kualitatif”,
https://skripsimahasiswa.blogspot.com/2014/03/metode-dan-tehnik-pengumpulan-data.html
(diakses 28 oktober 2018, pukul 18.55)
19
Sosiologis, “Teknik Pengumpulan Data Kualitatif”, http://sosiologis.com/teknik-pengumpulan-
data-kualitatif (diakses 28 oktober 2018, pukul 19.00)

14
Analisis yang di maksud yaitu analisis seluruh data yang telah
dikumpulkan dari lapangan dan diolah dengan cara mengklasifikasikan dalam
kategori yang diinginkan. Untuk menaambah pemahaman dan mengaitkan data
membutuhkan analisis.

3.7 Keabsahan Data


1. Triangulasi
Merupakan proses penyokongan bukti terhadap temuan, analisis dan
interpretasi data yang telah dilakukan peneliti yang berasal dari: 1)
individu (informan) yang berbeda (guru dan murid), 2) tipe atau sumber
data (wawancara, pengamatan dan dokumen), serta 3) metode
pengumpulan data (wawancara, pengamatan dan dokumen).
2. Perpanjangan keikutsertaan
Hal ini berarti bahwa peneliti berada pada latar penelitian pada kurun
waktu yang dianggap cukup hingga mencapai titik jenuh atas
pengumpulan data di lapangan. Waktu akan berpengaruh pada temuan
penelitian baik pada kualitas maupun kuantitasnya. Terdapat beberapa
alasan dilakukannya teknik ini, yaitu untuk membangun kepercayaan
informan/subjek dan kepercayaan peneliti sendiri, menghindari distorsi
(kesalahan) dan bias, serta mempelajari lebih dalam tentang latar dan
subjek penelitian.
3. Pengecekan sejawat
Mengekspos hasil penelitian kepada sejawat dalam bentuk diskusi untuk
menghasilkan pemahaman yang lebih luas, komprehensif, dan
menyeluruh. Hal ini perlu dilakukan agar peneliti tetap mempertahankan
sikap terbuka dan jujur atas temuan, dapat menguji hipotesis kerja yang
telah dirumuskan, menggunakannya sebagai alat pemgembangan langkah
penelitian selanjutnya serta sebagai pembanding.20

20
Andi Prastowo, “Teknik Pengecekan Keabsahan Data dalam Penelitian Kualitatif”,
http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/12/teknik-pengecekan-keabsahan-data-dalam.html
(diakses 28 oktober 2018, pukul 19.15)

15
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

4.1 Perkara

Tindak pidana Kejahatan Terhadap Kesusilaan / melakukan perbuatan


cabul terhadap anak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 Ayat (1) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Taun 2016 Tentang Penetapan peraturan
pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak,yang terjadi pada hari Minggu tanggal 27 Mei 2018 bahwa
benar telah terjadi tindak pidana Pencabulan yang dilakukan oleh saudara OPA
SUAterhadap saudari JANI sebanyak tiga kali dengan cara pertama dimana
saudara OPA SUA dengan Sengaja memegang Kemaluan saudari JANI
kemudian dengan cara kedua dimana saudara OPA SUA memasukkan jarinya
kedalam Kemaluan saudari JANI dan dengan cara ketiga dimana saudari JANI di
ajak oleh saudara OPA SUA masuk kedalam rumah dengan cara menarik tangan
saudari JANI dan langsung menuju masuk ke dalam ruangan kosong yang berada
di bahagian belakang rumah dari saudara OPA SUA,setelah itu saudara OPA SUA
membaringkan saudari JANI diatas kasur yang memang sudah tersedia di dalam
ruangan kosong tersebut,kemudian saudara melepaskan celana dari saudari JANI
setelah itu saudara OPA SUA pula melepas celana yang di kenakannya dan
saudara OPA SUA langsung memasukkan Kemaluannya kedalam kemaluan
saudari JANI namun tidak pernah berhasil sehingga saudara OPA SUA hanya
Menggesek gesekkan kemaluannya pada Bibir Kemaluan saudari JANI dan
sehingga pada saat itu Kemaluan saudara OPA SUA Mengeluarkan Cairan
Sperma yang di tumpahkan di luar kemaluan dari saudari JANI.

4.2 Analisis

Pada kasus diatas, dampak psikologis dari korban pencabulan tersebut


dapat berupa rasa takut, malu, kehilangan rasa percaya diri, merasa ada yang

16
kurang dalam dirinya, kecemasan, depresi, dan trauma berkepanjangan dan
bahkan menimbulkan pemikiran untuk bunuh diri. Luka yang dirasakan korban
mulai dari terjadinya pencabulan sampai dia dewasa bahkan akan dirasakan
sampai dia meninggal.

Dan dampak sosial yang dilami korban pelecehan seksual yaitu


menurunnya prestasi sekolah, lebih sering absen, nilai menurun, dikucilkan,
menjadi objek pembicaraan oleh teman bahkan masyarakat, dan bahkan
kehilangan karir (masa depan). Secara sosial kasus pencabulan itu lebih berat dari
pembunuhan. Korban pencabulan menderita sangat panjang. Sekali lagi seumur
hidup dia menderita. Dia memang tidak dihukum, tetapi masyarakat secara sosial
menghukumnya dengan memandangnya rendah.

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, pelecehan seksual merupakan perilaku yang


tidak baik karena merendahkan diri orang lain dan merenggut masa depan anak.
Pelecehan seksual bukanlah hal baru pelecehan seksual sudah ada sejak lama dan
bahkan bisa saja terjadi di sekitar kita. Sudah mejadi tugas dari generasi penerus
untuk menjaga negeri bahkan dunia ini dari oknum tidak bermoral dan Pemerintah
diharapkan dapat menjalankan kebijakan baik untuk tindakan pencegahan maupun
tindakan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindakan
pelecehan seksual.

5.2 Saran

Dari berbagai informasi yang telah kita dapatkan bahwa pelecehan


seksual sangat bertentangan dengan Hak asasi Manusia karena akan menimbulkan
efek yang mulai dari hilangnya kesucian beban mental dan sosial yang akan
diderita oleh korban. Dan juga pelecehan seksual harus mendapat perhatian lebih
dari berbagai pihak seperti orang tua, mansyarakat dan pemerintah dalam
mengawasi dan mempertegas tentang hukum yang berlaku.

18
DAFTAR PUSTAKA

Tijow Margareth, Lusiana. 2017. Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban


Janji Nikah. Malang: Inteligensia Media.
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Noviani, Ivo. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: dampak dan
penangananya.2016. diambil dari :
https://media.neliti.com/media/publications/52819-ID-kekerasan-seksual-
terhadap-anak-dampak-d.pdf (27 Okotober 2018).
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak
Asasi Manusia.
Yozami ,Agus. 2018. Yuk, Pahami Lagi Sanksi Hukum Bagi Pelaku Kekerasan
Seksual Anak. Diambil dari:
https://www.hukumonline.com/index.php/berita/baca/lt5a5479a9ab6d8/i-yuk-i--
pahami-lagi-sanksi-hukum-bagi-pelaku-kekerasan-seksual-anak (28 oktober
2018).
Cokroaminoto. 2011. Pendekatan studi kasus (case study) dalam penelitian
kualitatif. Dimbil dari:
http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/pendekatan-studi-kasus-case-
study-dalam.html (28 Oktober 2018).
Syinen. Sumber data, jenis data, dan teknik pengumpulan data. Diambil dari:
https://azharnasri.blogspot.com/2015/04/sumber-data-jenis-data-dan-teknik.html
Kurnia, Ahmad. 2014. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif. Diambil dari:
https://skripsimahasiswa.blogspot.com/2014/03/metode-dan-tehnik-pengumpulan-
data.html (28 Oktober 2018)
Sosiologis. 2018. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif. Diambil dari:
http://sosiologis.com/teknik-pengumpulan-data-kualitatif (28 oktober 2018)
Prastowo, Andi. 2011. Teknik Pengecekan Keabsahan Data dalam Penelitian
Kualitatif. Diambil dari: http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/12/teknik-
pengecekan-keabsahan-data-dalam.html (28 oktober 2018)

19

Anda mungkin juga menyukai