PENDAHULUAN
1
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2
Lusiana Margareth Tijow, Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Janji Kawin, Inteligensia
Media, Malang,2017, hlm. 1-3
1
dalam dirinya juga apa yang diinginkan orang tentang dirinya, sehingga
menempatkan perempuan pada suasana yang tidak konduksif terhadap apa yang
dialaminya dan di deritanya. Pada tahun 1948 Deklarasi Hak Asasi Manusia
diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa. Hal ini menunjukan
komitmen bangsa-bangsa didunia untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak
kemanusiaan setiap orang tanpa perkecualian apapun,seperti jenis kelamin,
bahasa, ras, warna kulit, politik, agama, asal usul kebangsaan, pandangan lain,
atau sosial,hak milik kelahiran atau kedudukan lain. Diantara perjanjian HAM
Internasional, Konvensi Perempuan merupakan konvensi tentang perlindungan
dan penegakan hak-hak perempuan yang paling konprehensif yang sangat penting
karena menjadikan segi kemanusiaan perempuan, yang merupakan lebih dari
sebagian jumlah penduduk dunia, sebagai fokus dari keprihatinan HAM. Jiwa dari
Konvensi Perempuan berakar dalam tujuan dari piagam PBB, yaitu penegasan
kembali kepercayaan pada HAM, harkat dan martabat setiap diri manusia dan
persamaan hak laki-laki dan perempuan. Konvensi perempuan secara
konprehensif memberikan rincian mengenai arti persamaan hak perempuan dan
laki-laki dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapainya. 3 Indonesia
meratifikasi Konvensi Perempuan tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1984. Ratifikasi oleh Pemerintah dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) menjadikan prinsip-prinsip dan ketentuan-
ketentuan konvensi sebagai hukum formal dan bagian dari hukum nasional. Pasal
7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1990 tentang Hak Asasi Manusia
menentukan bahwa : “ketentuan hukum internasional yang telah diterima Negara
Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum
nasional”. Konsekuensi daei ratifikasi Konvensi Internasional adalah setiap
Negara peratifikasi konvensi harus memberikan komitmen, menjamin untuk
meningkatkan diri dengan peraturan perundang-undangan, mewujudkan
3
Ibid.,hlm. 7
2
kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan, serta terhapusnya
diskriminasi terhadap perempuan.4
Dalam penelitian makalah ini, masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut : “Bagaimana perlindungan HAM dalam kasus pelecehan seksual terhadap
perempuan?”
4
Ibid.,hlm. 8
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Ivo Noviana, “kekerasan seksual terhadap anak: dampak dan penangananya”, 2016, hlm. 16
6
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia
4
UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, perbuatan cabul termasuk terhadap anak di bawah
umur diatur dalam Pasal 290 KUHP yang menyatakan:
Pelaku pencabulan termasuk terhadap anak diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun:
Pasal 76D
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
5
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 76E
Pasal 82
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).7
7
Agus Yozami, “Yuk, Pahami Lagi Sanksi Hukum Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Anak”,
https://www.hukumonline.com/index.php/berita/baca/lt5a5479a9ab6d8/i-yuk-i--pahami-lagi-
sanksi-hukum-bagi-pelaku-kekerasan-seksual-anak (diakses 28 oktober, pukul 20.00)
6
hak asasi manusia’8. Dengan demikian karena hak asasi perempuan adalah hak
asasi manusia, maka hak asasi perempuan ini harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
7
kerugian pada perempuan. Kerugian itu berupa subornisasi kedudukan
dalam keluarga dan masyarakat, maupun pembatasan yang ada.
2. Ada posisi antara laki-laki dan perempuan, perbedaan posisi kondisi
yang lebih lemah karena menanggung perlakuan diskriminasi di masa
lalu atau karena lingkungan,keluarga,dan masyarakat tidak mendukung
kemandirian perempuan .
Dengan memperhatikan keadaan kondisi tersebut maka konvensi
perempuan menetapkan prinsip-prinsip serta ketentuan-ketentuan
untuk menghapus kesenjangan, subornisasi, serta tindakan yang
merugikan hak dan kedudukan perempuan dalam,keluarga,dan
lingkungan masyarakat.11
Konvensi perempuan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut;
1. Prinsip persamaan substansif, yaitu persamaan hak, kesempatan, akses dan
penikmatan manfaat
2. Prinsip nondiskriminasi
3. Prinsip kewajiban Negara
Prinsip persamaan substansi yang dianut dalam konvensi ini meliputi
reaalisasi hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi perbedaan, melakukan
perubahan lingkuangan, sehingga perempuan mempunyai akses yang sama
dengan kaum laki-laki. Adanya hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-
laki.
Pasal 27 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah menyebutkan dengan tegas bahwa “Semua warga Negara mempunyai
kedudukan yang sama”. Berarti hak dan kewajiban tidak ada bedanya antara laki-
laki dan perempuan. Jadi segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan
hendaknya ditiadakan. Karena hal ini tertuang dalam Pasal 15 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yaitu:
11
Ibid., Hlm. 8-9
8
1. Negara-negara wajib memberikan kepada perempuan persamaan hak
dengan pria dimuka hukum;
2. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada perempuan dalam
urusan-urusan sipil kecakapan hukum yang sama dengan kaum pria dan
kesempatan yang sama untuk menjalankan kecakapan tersebut, khususnya
agar memberikan kepada perempuan hak-hak yang sama untuk
menandatangani kontrak-kontrak dan untuk mengurus harta benda, serta
wajib memberikan mereka perlakuan yang sama pada semua tingkatan
prosedur dimuka hakim dan pengadilan;
3. Negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua
dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang di tunjukan kepada
pembatasan kecakapan hukum bagi perempuan, wajib dianggap batal dan
tidak berlaku.
4. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada laki-laki dan perempuan
hak-hak yang sama berkenaan dengan hukum yang berhubungan dengan
mobilitas orang-orang dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan
domisili mereka.12
Keberadaan HAM sendiri tidak bisa dilepaskan dari hukum. Bahkan
hampir semua pasal HAM yang terdapat dalam Deklarasi Universal HAM 1948
(sebagai international customary law) merupakan subtansi dari hukum
internasional, walaupun dalam pelaksaannya menggunakan hukum nasional.
Sehingga keberadaan hukum HAM mengikat seluruh negara dan masyarakat
internasional untuk menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM dan
penegakkannya, termasuk di Indonesia sebagai anggota Deklarasi Unversal
HAM.13
12
Ibid., Hlm.10-11
13
Ibid., hlm.32
9
adalah merupakan hak asasi manusia, karena perempuan adalah manusia yang
dilahirkan merdeka, mempunyai martabat, sama halnya dengan pria, sehingga
tidak boleh ada diskrimasi dalam bidang apapun. Berdasarkan sejarahnya
perkembangan hak asasi perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia tidak
bisa dilepaskan dari kegigihan perjuangan perempuan khususnya aliran feminism
termasuk indonesia ikut meratifikasinya. Adapun batasan hak asasi perempuan
adalah sebagai berikut : “ hak asasi perempuan dan anak perempuan adalah bagian
yang menyatu, tak terangsingkan, dan tak terpisahkan dari hak asasi manusia
universal. Partisipasi penuh dan kesetaraan perempuan dalam kehidupan politik,
pribadi, ekonomi, sosial dan kebudayaan ditingkat nasional, regional dan
internasional dan pemberantasan semua bentuk diskriminasi atas dasar jenis
kelamin adalah tujuan utama masyarakat internasional”.
14
Ibid., hlm.33
10
yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik,mental dan seksual,
atau ancaman-ancaman seperti itu,paksaan,dan perempasan kebebasan
lainnya.
b. Kekerasan berbasis gender yang merusak,menghalangi,atau meniadakan
penikmatan oleh perempuan atas hak asasinya dan kebebasan fundamental
berdasarkan hukum internasional atau berdasarkan konvensi hak asasi
manusia, adalah diskriminasi dalam pengertian Pasal 1 Konvensi. 15
15
Ibid., hlm.36
11
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini berfungsi untuk menjelaskan proses dan cara kerja
penelitian kita pada saat di lapangan.
1. Tempat Penelitian
16
Cokroaminoto, “pendekatan studi kasus (case study) dalam penelitian kualitatif”,
http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/pendekatan-studi-kasus-case-study-
dalam.html (diakses 28 oktober 2018, pukul 18.35)
12
Reskrim Polres Bone Bolango yang beralamat di Daerah Gorontalo Resort Bone
Bolango yang menangani kasus pelecehan seksual.
2. Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul Kekerasan Terhadap Perempuan dalam
Perlindungan HAM Korban Pelecehan Seksual ini telah dilaksanakan pada bulan
oktober 2018.
13
mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. 17 Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Dokumen
Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang
berati mengajar.Pengertian dari kata dokumen menurut Louis Gottschalk
(1986: 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian,
yaitu pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai
kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan
terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis. Pengertiankedua, diperuntukan
bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian,
undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut, Gottschalk
menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertianya yang
lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis
sumber apapun, baik itu yang berupa tulisan, lisan, gambaran, atau
arkeologis.18
2. Studi Literatur
Studi literatur sebagai teknik pengumpulan data kualitatif dilakukan
dengan cara menelusuri dokumen penting yang dianggap berkaitan dengan
fokus penelitian. Teknik ini disebut juga studi kepustakaan. Data yang
diperoleh dari studi kepustakaan bisa berupa teks atau gambar. Dokumen
yang menjadi sumber data tak melulu teks-teks akademik seperti buku,
laporan riet, policy brief, atau jurnal, tapi bisa juga, pamflet, spanduk,
kartu nama, dan laporan jurnalistik.19
17
Syinen, “sumber data, jenis data, dan teknik pengumpulan data”,
https://azharnasri.blogspot.com/2015/04/sumber-data-jenis-data-dan-teknik.html (diakses 28
oktober 2018, pukul 18.46)
18
Ahmad Kurnia, “Teknik Pengumpulan Data Kualitatif”,
https://skripsimahasiswa.blogspot.com/2014/03/metode-dan-tehnik-pengumpulan-data.html
(diakses 28 oktober 2018, pukul 18.55)
19
Sosiologis, “Teknik Pengumpulan Data Kualitatif”, http://sosiologis.com/teknik-pengumpulan-
data-kualitatif (diakses 28 oktober 2018, pukul 19.00)
14
Analisis yang di maksud yaitu analisis seluruh data yang telah
dikumpulkan dari lapangan dan diolah dengan cara mengklasifikasikan dalam
kategori yang diinginkan. Untuk menaambah pemahaman dan mengaitkan data
membutuhkan analisis.
20
Andi Prastowo, “Teknik Pengecekan Keabsahan Data dalam Penelitian Kualitatif”,
http://dunia-penelitian.blogspot.com/2011/12/teknik-pengecekan-keabsahan-data-dalam.html
(diakses 28 oktober 2018, pukul 19.15)
15
BAB IV
4.1 Perkara
4.2 Analisis
16
kurang dalam dirinya, kecemasan, depresi, dan trauma berkepanjangan dan
bahkan menimbulkan pemikiran untuk bunuh diri. Luka yang dirasakan korban
mulai dari terjadinya pencabulan sampai dia dewasa bahkan akan dirasakan
sampai dia meninggal.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19