Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.trauma
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi
motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter.
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000
Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia
muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma. Data dari bagian rekam medik
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung
dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah
berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma
medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan
ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).klien yang mengalami
Trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian
lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi
Trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic.Maka dari itu sebagai perawat merasa
perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan Trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya

1
malkalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong.
Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

B. ETIOLOGI.
Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.

C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis,
darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal

3
spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur.

Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma
medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi L1 : Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.
- Lesi L2 : Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

D. MANIFESTASI KLINIS.
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. penurunan fungsi pernafasan
h. gagal nafas

E. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural

4
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla
spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

F. KOMPLIKASI.
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi

G. PENATALAKSANAAN.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada kepala

5
dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis
sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal( punggung)
,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik
lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.Jika
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas
matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis
lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.

6
H. FARMAKOTERAPY
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla.

I. PENCEGAHAN.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.

7
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban
kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan
korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN TRAUMA MEDULLA SPINALIS

A. Pengkajian
a.1. Pengkajian Primer
1). Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
2). Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan

8
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3). Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4). Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar
(GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiology
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit

a.2. Pengkajian Skunder.


1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.

9
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak
setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks
/refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis,
hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
9). Nyeri /kenyamanan.
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10). Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
11). Keamanan.
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12). Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

B. Diagnosa Keperawatan yang muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (1996).


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler (1973, 1998).
3. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik
(1973).
4. Inkontinensia usus berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah
(1975,1998).
5. Resiko kerusakan integritas kulit, faktor resiko perubahan sensasi
(1975,1998).

10
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen NOC label: Mengelola analgetik
cede-ra : fisik Kontrol nyeri (1605) 1. Tentukan lokasi, karakteristik,
Batasan Tujuan: kualitas nyeri sebelum pemberian obat
karakteristik: Setelah dilakukan pada pasien
tindakan keperawatan
2. Cek jenis obat, dosis, dan frekuensi
selama … x 24 jam pemberian
pasien dapat
3. Cek adanya riwayat alergi pada
melakukan kontrol pasien
nyeri , dengan criteria
4. Evaluasi kemampuan pasien untuk
: menggunakan rute analgesic (oral, IM,
IV, suppositoria)
Kontrol Nyeri 5. Monitor vital sign sebelum dan
- Klien mengetahui sesudah pemberian analgetik jenis
pe-nyebab nyeri narkotik
- Klien mengetahui
6. Evaluasi efektifitas dan efek
wak-tu timbulnya samping yang ditimbulkan akibat
nyeri pemakaian analgetik.
- Klien mengenal
7. Kolaborasi dengan dokter jika ada
gejala timbulnya nyeri perubahan advis dalam pemakaian
- Klien analgetik
menggunakan
analgetik jika diper- Distraksi
lukan 1. Tentukan jenis distraksi yang sesuai
dengan pasien (musik, televisi,
membaca, dll)
2. Ajarkan teknik buka-tutup mata
dengan focus pada satu obyek, jika
memungkinkan

11
3. Ajarkan teknik irama (ketukan jari,
bernafas teratur) jika memungkinkan
4. Evaluasi dan catat teknik yang
efektif untuk menurunkan nyeri pasien

Terapi Oksigen
1 Bersihkan jalan nafas dari secret
2 Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3 Berikan oksigen sesuai instruksi
4 Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5 Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6 Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7 Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8 Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidurr

Mengatur Posisi
1. Atur posisi yang nyaman untuk pasien

2 Kerusakan mobilitas NOC label: Tindakan Keperawatan:


fisik b.d kerusakan Perawatan diri
1. Makan-minum
muskuloskelettal (Activity Dailya. Bantu pasien makan dan minum
dan neuromuskuler Living) (0300) (menyuapi, mendekatkan alat-alat dan
Batasan Tujuan: makanan/minuman)
karakteristik : Setelah dilakukanb. Pertahankan kesehatan dan kebersihan
tindakan keperawatan mulut pasien
selama … x 24 jam 2. Berpakaian
perawatan diri kliena. Bantu pasien mamakai pakaiannya
(ADL) terpenuhi b. Libatkan keluarga dan ajarkan cara
Indikator: memakaikan pakaian pada pasien
1. Makan dan minum 3. Kebersihan diri

12
adekuat dengan a. Memandikan pasien
bantuan/mandiri b. Libatkan keluarga untuk membantu
2. Berpakaian dg memandikan pasien
dibantu/mandiri c. Lakukan perawatan mata, rambut,
3. Kebersihan diri kaki, mulut, kuku dan perineum
terpenuhi dg 4. Bak/bab
bantuan/mandiri a. Bantu pasien bak/bab
4. Buang air b. Lakukan perawatan inkontinensia
kecil/besar dg usus
bantuan/mandiri c. Manajemen nutrisi
d. Libatkan keluarga dalam perawatan

3. Kerusakan eliminasi NOC label: Lakukan manajemen eliminasi urin


urin b.d dengan Eliminasi urine 1. Monitor eliminasi urine (frekuensi,
kerusakan sensori Tujuan: konsistensi, bau, volume, warna)
motorik Setelah dilakukan
2. Monitor tanda dan gejala retensi
Batasan tindakan keperawatan urine
karakteristik : selama … x 24 jam
3. Ajarkan pada pasien tanda dan
kebutuhan eliminasi gejala ISK
urine pasien terpenuhi4. Catat waktu urinal terakhir jika
Indikator: diperlukan
1. Pengosongan
5. Libatkan pasien/keluarga untuk
kandung kemih mencatat urine output jika diperlukan
komplit 6. Masukkan suppositoria uretral jika
2. Mampu diperlukan
menahan/mengontrol 7. Siapkan specimen urine midstream
urine untuk analisa jika perlu
3. Terbebas dari ISK 8. Laporkan ke dokter jika ditemukan
tanda dan gejala ISK
9. Anjurkan pasien minum 8 gelas
sehari saat makan, anatara makan dan
saat pagi hari

13
10. Bantu pasien mengatur toileting rutin
kalau perlu
11. Anjurkan pasien untuk memeonitor
tanda dan gejala ISK

Perawatan Retensi Urin


1. Berikan prifasi untuk eliminasi urin
2. Gunakan kekuatan sugesti dengan
aliran air untuk memancing eliminasi
3. Stimulasi reflek kandung kencing
dengan pemberian kompres dingan
pada abdomen atau dengan
mengalirkan air
4. Berikan waktu yang cukup untuk
me-ngosongkan kandung kencing (10
menit)
5. Gunakan manuver Crede jika
diperlukan
6. Masukkan kateter urin jika
diperlukan
7. Monitor intake dan output cairan
8. Monitor adanya distensi kandung
kencing dengan palpasi atau perkusi
9. Bantu toileting dengan jarak teratur
jika memungkinkan
10. Lakukan kateterisasi untuk residu,
jika perlu
11. Lakukan kateterisasi secara
intermiten jika perlu
12. Rujuk ke ahli urinary Continance
jika perlu

14
Bladder Training

4. Inkontinensia usus Setelah dilakukan Manajemen Usus


b.d dengan tindakan keperawatan
1. Catat tanggal terakhir pasien b.a.b
kerusakan saraf selama .. x 24 jam
2. Monitor b.a.b pasien (frekuensi,
motorik bawah saluran konsistensi, volume, warna)
Batasan gantrointestinal pasien
3. Monitor suara usus
Karakteristik mampu membentuk
4. Catat adanya peningkatan frekuensi
massa feses dan bising usus
mengevakuasi secara
5. Monitor terhadap tanda dan gejala
efektif , dengan diare
criteria : 6. Evaluasi terhadap incontinensia
7. Ajarkan pasien tentang makanan
Eliminasi usus yang dianjurkan
- Mampu
8. Evaluasi jenis obat yang
mengontrol b.a.b. menimbulkan efek samping pada fungsi
- Tidak terjadi diare gastrointestinal

Bowel Training
1. Rencanakan program latihan dengan
pasien
2. Konsul dengan dokter dalam
pemakaian suppositoria/laksatif
3. Ajarkan pasien dan keluarga
prinsip-prinsip bowel training
4. Anjurkan pasien tentang jemis
makanan yang harus diperbanyak
5. Berikan diit yang cukup sesuai jenis
yang diperlukan
6. Pertahankan intake cairan yang
adekuat
7. Pertahankan latihan fisik yang

15
cukup
8. Jaga posisi pasien
9. Evaluasi status bowel secara teratur
10. Modifikasi program usus jika
diperlukan
5. Resiko kerusakan Setelah dilakukan Circulatory Care
integri-tas kulit tindakan keperawatan
1. Kaji secara komprehensif sirkulasi
,Faktor resiko : selama … x 24 jam perifer (cek pulsasi perifer, adanya
- Perubahan perfusi jaringan perifer udema, pengisian kapiler, warna kulit
sensasi pasien adekuat , dan suhu ekstrimitas)
dengan criteria : 2. Amati kulit dari munculnya
perlukaan atau memar akibat tekanan
Perfusi jaringan 3.: Kaji adanya ketidaknyamanan datau
perifer nyeri local
- Pengisian kapiler
4. Rendahkan ekstrimitas untuk
perifer adekuat meningkatkan sirkulasi arteri, jika tidak
- Pulsasi perifer ada kontra indikasi
distal kuat 5. Pasang stocking anti emboli,
- Pulsasi proximal dilakukan perubahan 15-20 menit
perifer kuat setiap 8 jam
- Tingkat sensasi
6. Naikkan anggota badan 20 derajat di
normal atas level jantung untuk meningkatkan
- Warna kulit normal aliran balik vena jika tidak ada kontra
- Fungsi otot-otot indikasi
intack 7. Rubah posisi pasien minimal tiap 2
- Kulit intack jam jika tidak ada kontra indikasi
- Suhu ekstrimitas
8. Gunakan matras/bed terapetik jika
hangat tersedia
- Udema perifer
9. Lakukan aktif/pasif ROM selama
tidak terjadi bedrest
- Nyeri local
10. Lakukan latihan pada pasien sesuai
ekstrimitas tidak dengan kemampuan

16
terjadi 11. Anjurkan pasien untuk pencegahan
vena stasis (tidak menyilangkan lengan,
meninggikan kaki tanpa menyangga
lutut, dan latihan
12. Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk membuat naiknya viskositas
darah
13. Monitor status cairan tubuh (intake-
output)

Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidurr

Mengatur Posisi
1. Atur posisi yang nyaman untuk
pasien
Perawatan Kaki
Perawatan Kulit
Pressure Management

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :kecelakaan otomobil, industri
terjatuh, olah-raga, menyelam ,luka tusuk, tembak dan tumor.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang
menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis
berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena
kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma
semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.

B. SARAN.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula
spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi , mahasiswa dapat melakukan
perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

18
Daftar Pustaka

https://mikimikiku.wordpress.com/2014/03/22/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-cedera-medula-spinalis-sistem-neurobehaviour/

http://askepdoumbojo.blogspot.co.id/2011/09/laporan-pendahuluan-cedera-
medulla.html

Nurafif, Amin Huda.2015.NANDA NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

19

Anda mungkin juga menyukai