MAKALAH
Untuk memenuhi sebagian tugas
bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh :
Mya That Mon
09/290661/KU/13584
Kelompok 14204
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi, klasifikasi,
gejala dan tanda serta temuan gambaran radiolog pada kasus tumor tulang jenis
osteochondroma dan penatalaksanaan serta prognosis.
I.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu dan kepustakaan
mengetahui gambaran radiologi dari tumor tulang osteochondroma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang panjang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis. Sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Diantara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh disebut “epiphyseal plate” atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblast dan tulang
tambah memanjang. Pada akhir tahun remaja, tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi
dan tulang bethenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen bersama dengan testosteron merangsang fusi lempeng
epifisis.
II. 3 Osteochondroma
1. Definisi
Osteoma ialah tumor yang seluruh komponennya terdiri dari tulang. Chondroma ialah
tumor yang seluruh komponennya terdiri dari kartilago atau tulang rawan. Sehingga
osteochondroma (osteocartilogenous exostosis) diartikan sebagai pertumbuhan tulang yang
berasal dari permukaan tulang (biasanya di dekat epiphyseal plate) yang dilapisi pembungkus
dari kartilago. Sebagian besar dari penderita tumor ini biasanya tanpa gejala, gangguan sering
muncul biasanya menyebabkan gejala mekanik tergantung lokasi dan ukuran dari tumor
tersebut. Sebagai lesi jinak, osteochondroma tidak memiliki kecenderungan untuk metastasis.
Gambar 2. Perkembangan dari osteochondroma, dimulai dari kartilago epifisial
2. Epidemiologi
Frekuensi aktual osteochondroma tidak diketahui karena banyak yang tidak didiagnosis.
Kebanyakan ditemukan pada pasien lebih muda dari 20 tahun. Insidensi terjadinya
osteochondroma pada laki-laki dan perempuan sama. Osteochondroma dapat terjadi dalam
setiap tulang yang mengalami pembentukan tulang enchondral, namun paling sering terjadi
pada lutut.
Osteochondroma dibagikan menjadi soliter osteochondroma dan multipel
osteochondroma. Mayoritas tumor ini merupakan jenis soliter yang merupakan non herediter.
Osteochondroma soliter menunjukkan predileksi pada metafisis pada tulang-tulang panjang,
terutama femur (30%), humerus (26%), dan tibia (43%). Lesi jarang terjadi pada tulang carpal
dan tarsal, patella, sternum, tulang cranium dan tulang belakang. Sekitar 15% muncul sebagai
osteochodroma yang multipel yang bersifat herediter (diturunkan dari gen autosomal
dominan). Osteochondroma multipel herediter lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Osteochondroma jenis ini 80% terjadi pada dekade awal kehidupan.
Osteochondroma juga dapat mengenai tulang tangan dan kaki (10%) serta tulang pipih
seperti pelvis (5%) dan scapula (4%) walaupun jarang.
3. Etiologi
Penyebab utama dari berbagai kemungkinan proses terbentuknya osteochondroma ini
masih belum diketahui dengan jelas namun salah satu teori yakni herniasi fragmen lempeng
epifisis pertumbuhan diduga merupakan akibat dari trauma atau idiopatik atau defisiensi
cincin perichondrial (Dickey, 2011). Pada 1891, Virchow menyampaikan postulat bahwa
osteochondroma berasal dari fragmen kartilago epifiseal yang lepas dan kemudian rotasi 90
derajat lalu berkembang dengan arah transversal sepanjang axis tulang. Keith menjelaskan
bahwa osteochondroma kemungkinan besar disebabkan oleh herniasi dari fragmen lempeng
epifisis pertumbuhan melalui defek manset tulang periosteal. Sementara itu menurut
Lichtenstein osteochondroma merupakan hasil dari aktivitas tidak lazim periosteum yang
membentuk foci anomali kartilago metaplastik. Foci kartilago ini dengan pertumbuhan dan
osifikasi endochondral dapat bermanifestasi sebagai exostosis (Barnes, 2001). Radiasi juga
disinyalir dapat memberikan efek merusak pada lempeng epifisis sehingga terjadi migrasi
jaringan kartilago ke metafisis yang dengan pertumbuhan selanjutnya dapat menjadi
osteochondroma (Murphey et.al., 2000). Proses normal remodelling tulang panjang dan
kelainan genetik juga dapat menjadi sebab terjadinya osteochondroma (Murpheyet.al., 2000).
4. Patofosiologi
Herniasi fragmen kartilago di epiphyseal plate kemudian menjadi kartilago metaplastik
yang memberi respon pada faktor-faktor yang menstimulasi terjadinya proliferasi sel.
Pertumbuhan abnormal ini awalnya hanya akan menimbulkan gambaran pembesaran tulang
dengan korteks dan spongiosa yang masih utuh. Jika tumor semakin membesar maka akan
tampak sebagai benjolan menyerupai bunga kol dengan komponen osteosit sebagai batangnya
dan komponen kondrosit sebagai bunganya.
Tumor akan tumbuh dari metafisis, tetapi adanya pertumbuhan tulang yang semakin
memanjang maka lama kelamaan tumor akan mengarah ke diafisis tulang. Pertumbuhan ini
membawa ke bentuk klasik “coat hanger” variasi dari osteochondroma yang mengarah
menjauhi sendi terdekat.
7. Diagnosis
A. Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik dapat teraba massa yang multiple atau soliter, dengan atau
tanpa disertai dengan tanda-tanda peradangan (color, rubor, dolor, fungsiolesa). Biasanya
pasien tidak merasakan gejala tersebut, terkadang pasien hanya mengeluhkan adanya benjolan
tanpa disertasi nyeri.
B. Pemeriksaan Radiologis
Ada 2 tipe osteochondroma yaitu pedunculated / narrow base dan tidak bertangkai
sesile / broad base. Pada tipe pedunculated, pada foto polos tampak penonjolan tulang yang
menjauhi sendi dengan korteks dan spongiosa masih normal. Penonjolan ini berbentuk seperti
bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit sebagai tangkai dan komponen kondrosit
sebagai bunganya. Densitas penonjolan tulang inhomogen (opaqu pada tangkai dan lusen
pada bunga). Terkadang tampak adanya kalsifikasi berupa bercak opaq akibat komponen
kondral yang mengalami kalsifikasi. Tumor dapat bersifat tunggal atau multiple tergantung
dari jenisnya. Untuk pemeriksaan radiologis dapat menggunakan :
FOTO POLOS
Radiografi polos adalah pemeriksaan penunjang dalam pencitraan untuk oseokondroma.
Radiograf dengan kualitas baik harus diperoleh dalam 2 proyeksi tegak lurus dengan ciri lesi
sepenuhnya.
Gambar 5. Foto lateral dari osteochondroma pedunkulata femur distal. Orientasi yang jauh
dari lempeng pertumbuhan dan kontinuitas meduler jelas.
Gambar 6. anteroposterior radiograf dari osteochondroma sessile humerus
CT SCAN
Pada tulang tertentu, seperti panggul dan tulang belikat, CT scan merupakan tambahan
yang berguna untuk melokalisasi lesi. Lokalisasi CT dapat berguna ketika merencanakan
reseksi.
Gambar 6. Foto polos menunjukkan kecurigaan osteochondroma soliter di pelvis (gambar kiri
dengan tanda panah hitam). Gambar kanan yang merupakan hasil CT-scan lebih jelas melihat
gambaran tmor dengan kontinuitas tulang dan kapsul kartilago.
Gambar 7. CT scan dari ostechondroma sessile humerus
Gambar 8. MRI sessile osteochondroma femur menunjukkan ketebalan tutup tulang rawan.
Scan tulang, sebagai salah satu peraturan. Tidak berguna dalam pemeriksaan dari
ostechondromas atau untuk perencanaan pra operatif untuk reseksi.
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
- Gambaran makroskopis
Tumor dengan kartilago penutup di atasnya, besar, berkilau dan berwarna kebiru-biruan
-Gambaran mikroskopis
Kartilago penutup mengandung jaringan fibrous yang padat dan chondrosit dan matrix
ekstraseluler dan temukan periosteum. Ada osifikasi pada daerah batang tulang.
10. Prognosis
Untuk osteochondroma soliter, hasil dan prognosis setelah operasi sangat baik dengan kontrol
lokal yang sangat baik dan tingkat kekambuhan lokal kurang dari 2%. Demikian, prognosis biasanya
salah satu dari pemulihan lengkap. Hasil yang lebih buruk biasanya berkaitan dangan morbiditas yang
terkait dengan eksposur yang dibutuhkan untuk menghapus lesi atau berhubungan dengan deformitas
tulang sekunder, tetapi yang terakhir biasanya diamati dalam bentuk turun – temurun beberapa
penyakit.
BAB III
KESIMPULAN
Singkatnya, osteochondroma merupakan tumor tulang yang paling umum, dan penampilan
radiografi dari lesi terdiri dari tulang kortikal dan menunjukkan kontinuitas meduler dan adanya kapsul
kartilago. Foto polos pada daerah predileksi seperti femur dan tibia baik tipe pedunculated maupun
sessile, soliter maupun multipel, biasanya dapat memberikan gambaran diagnostik. Osteochondroma
yang melibatkan daerah kompleks anatomi (tulang belakang atau panggul) sering lebih baik dinilai
dengan CT atau MRI untuk mendeteksi karakteristik kapsul kartilago dan kontinuitas kortikal. Banyak
komplikasi yang berhubungan dengan osteochondroma termasuk fraktur, kompresi vaskuler,
neurologis sequelae, pembentukan bursa atasnya, dan transformasi ganas.
DAFTAR PUSTAKA
2. Appley, A.G & L. Solomon. 2002. Appley System of Orthopaedics and Fractures. Oxford :
ELBS.
3. Barnes, L. 2001. Surgical Pathology of the Head and Neck Second Edition Volume 2, Marcel
Dekkel Inc.
4. Dickey, L.D. 2011. Solitary Osteochondroma. Eastern maine medical centre.
www.Medscape.com Accesss date 11 Oktober 2014.
7. Schmall, G.A. et al. 2008. Hereditery Multiple Osteochondroma. Seattle : NCBI Book Shelf.
8. Weiner, D.S. 2004. Paediatric Orthopaedic for Primary Care Physician 2nd ed. New York :
Cambridge University Press.
10. Kumar, V et.al., 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease 7th ed. Elsevier
Saunders.
11. World Health Organization Classification of Tumours “Pathology and Genetics of Tumours of
Soft Tissue and Bone”, IARCPress, Lyon, 2002.