Anda di halaman 1dari 7

KANAL BANJIR BARAT DAN PERMASALAHANNYA

A. KONSEP AWAL PEMBANGUNAN KANAL BANJIR BARAT


Konsep Kanal Banjir muncul akibat seringnya Batavia mengalami banjir. Tahun 1911,
Departemen Burgelijke Openbare Werken (BOW), cikal bakal Departemen Pekerjaan Umum,
menunjuk van Breen sebagai Ketua Tim Penyusun Rencana Pencegahan Banjir. Tugas dari
BOW tersebut adalah menangani pekerjaan yang terkait dengan permasalhan air, seperti
pemeliharaan sungai, situ, melakukan pembuatan, pemeliharaan, dan pengelolaan
pengairan/irigasi, bangunan penahan air, dan terusan untuk pelayaran sungai. Selain itu,
BOW juga melakukan pekerjaan lain yang menyangkut ilmu bangunan air dan membuat
pembuangan air untuk kepentingan umum.
Konsep awal Kanal Banjir tersebut adalah mengalirkan air dari sungai di hulu Batavia melalui
saluran kolektor yang dimulai dari selatan kota (saat itu batas selatan kota berada di
Manggarai) menyusuri tepi barat kota menuju ke laut yang muaranya berada di Muara Angke.
Saluran kolektor yang menyusuri bagian barat Batavia ini dikenal dengan Kanal Banjir Barat.
Sebagai pengatur aliran air, dibangun pula Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet.
Bagian rencana trase yang diusulkan untuk pengendalian banjir kota Batavia tersebut adalah
sebagai berikut:
Trase ke-1 :
Dari utara Cawang ke barat, melalui daerah
Senayan kemudian ke utara melalui Pesing
bergabung dengan Kali Angke. Rencana ini
secara teknis paling sempurna akan tetapi
memerlukan biaya yang mahal. Trase ini bila
ditinjau sekarang kurang-lebih adalah alur jalan
Gatot Subroto.
Trase ke-2 :
Dari Manggarai ke barat di sebelah selatan
Bendung Karet, setelah itu membujur ke utara
ke arah Pesing dan Kali Angke. Rencana ini
secara teknis kurang sempurna dari pada
rencana Trase ke-1, akan tetapi jauh lebih
murah.
Trase ke-3 :
Terusan di Bendungan Karet digabung dengan
Terusan Banjir Krukut ke arah utara yang telah
ada sejak pertengahan abad XIX. Kali Krukut sendiri dialihkan melalui Tanah Abang dan Petojo
langsung ke utara untuk bergabung dengan Kali Cideng (kira-kira di Kampung Krukut).
Dalam realisasinya pembangunan diawali dengan Trase ke-3, akan tetapi amat disayangkan
bahwa pelaksanaan pembangunan tidak dilanjutkan pada Trase ke-2. Dan dalam
perkembangannya pembangunan Trase ke-2 digantikan dengan pembuatan sudetan Grogol-
Sekretaris menuju daerah Pesing dan bergabung dengan Kali Angke, pemompaan air Kali
Cideng di Jalan Pematang Siantar ke Trase ke-3 dan pembuatan Cengkareng Drain.
Mengacu pada prinsip pengendalian banjir DKI Jakarta pada Rencana Induk Pengendalian
Banjir Jakarta 1973 (Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta), yang disusun
dengan bantuan Netherland Engineering Consultant (NEDECO), pengendalian banjir di Jakarta
akan bertumpu pada dua kanal yang melingkari sebagian besar wilayah kota. Kanal itu akan
menampung arus air dari selatan dan dibuang ke laut melalui bagian- bagian hilir kota yang
dikenal dengan nama Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Kanal-kanal tersebut adalah
salah satu upaya pengendalian banjir Jakarta di samping pembuatan waduk dan penempatan
pompa pada daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.

Gambar Master Plan Nedeco 1973 dan Revisi 1981


Pembangunan saluran Kanal Banjir Barat (KBB), yang pada era BOW disebut Kanal Banjir Kali
Malang, ini dimulai tahun 1913. Kanal Banjir Kali Malang pada awalnya dimulai dari
Matraman sampai Karet. Usulan penggalian Kanal Banjir Kali Malang tersebut diajukan oleh
van Breen didasarkan pada hasil penelitian terhadap sungai-sungai di Batavia. Proyek Kanal
Banjir Kali Malang dimulai dari Ciliwung dengan titik awal penggalian di Matraman dan
kemudian dari Karet akan diteruskan ke Kali Angke melalui Kanal Krukut yang telah ada.
Saluran kolektor tersebut akan menampung luapan air dari Ciliwung, Sungai Krukut, dan
Sungai Cideng yang kemudian akan dialirkan ke laut. Tujuan pembuatan kanal ini adalah untuk
melindungi area Batavia, Menteng, Gambir, Senen, Harmoni, Kota, Pasar Ikan, dan Priok.
Proyek penggalian Kanal Banjir Kali Malang sepanjang 4,5 km seluruhnya dikerjakan dengan
tangan. Kedalaman kanal tersebut bervariasi antara 4 meter sampai 12 meter, dengan
kemiringan juga bervariasi antara1 meter sampai 1,5 meter dan lebar dasar kanal antara 13,5
meter sampai 16 meter. Proyek pembangunan kanal banjir dari Matraman sampai Karet ini
selesai pada tahun 1915.
Setelah proyek pembangunan kanal banjir dari Matraman ke Karet selesai, van Breen
mengusulkan untuk meneruskan proyek kanal banjir tersebut dari Karet sampai Muara
Karang. Pada tanggal 1 November 1915, Gubernur Jenderal menyetujui rencana yang
diajukan oleh van Breen untuk menlanjutkan proyek kanal banjir tahap II dari Karet sampai
ke laut di Muara Angke. Proyek Kanal Banjir Tahap II ini selesai pada tahun 1919.

B. REVIEW PENAMPANG KANAL BANJIR BARAT


Konsep awal Kanal Banjir Barat yang konstruksinya dari tanggul tanah dengan desain double
channel, pada tahun 2003 diadakan review oleh BBWS CC, denga penampang sesuai
kebutuhan saat ini. Sehingga untuk dapat menampung debit banjir yang ada dilakukan
normalisasi dengan penurapan (sheet pile beton) pada tanggul Kanal Banjir Barat.
Pelaksanaan penurapan mulai dilakukan pada tahun 2003, mulai dari ruas depan waduk
Setiabudi dan Hotel Sangrila. Pada tahun 2005 penurapan kanal dilanjutkan oleh DKI Jakarta
pada ruas sekitar Pondok Bandung. Dan pada akhirnya penurapan secara keseluruhan
dilakukan pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2010. Dalam pelaksanaan penurapan
ini, sekaligus dilakukan pembetonan jalan inspeksi dengan tujuan sekaligus membongkar
bangunan-bangunan liar yang ada di bantaran kali.
Dalam review yang dilakukan oleh BBWSCC, untuk dapat menampung kapasitas yang ada juga
dilakukan penambahan pintu air di Manggarai dan Karet.
Adapun dimensi yang disarankan pada review studi normalisasi KBB adalah, masing-masing
mempunyai lebar sebagai berikut:
 Ruas PA Manggarai – K Cideng : Lebar kanal = 37,50 m
 Ruas K Cideng – PA Karet : Lebar kanal = 40,00 m
 Ruas PA Karet – Roxy : Lebar kanal = 50,00 m
 Ruas Roxy – Pertemuan K Angke : Lebar kanal = 70,00 m
 Ruas K Angke – Jemb Mandara P : Lebar kanal = 90,00 m
 Ruas Jemb Mandara Permai – Muara : Lebar kanal = 120,00 m
Dalam pelaksanaannya, kebutuhan
ruas penampang tersebut di atas
dapat terpenuhi, akan tetapi
adanya permasalahan di hilir
karena adanya hutan lindung
(hutan bakau) yang merupakan
cagar alam dan tempat
persinggahan migrasi burung,
maka normalisasi tidak bisa
dilakukan.

Gambar Kondisi KBB Hilir/Muara Saat Ini


C. PERMASALAH YANG ADA PADA KANAL BANJIR BARAT
Permasalahan yang ada saat ini adalah, pertama penanggulan yang dilakukan pada hutan
bakau malah dilakukan pada sisi sungai dan yang kedua permukiman liar yang ada di sisi kanan
kali.

Gambar Tanggul Pelindung di Area Hutan Lindung (Bakau)

Gambar Permukiman Liar di Sisi Kanan Kanal


Dampak dari penyempitan di area hilir Kanal Banjir Barat, yang seharusnya mempunyai lebar
120 m dan saat ini hanya ada 30-40 m seolah-olah terjadi pembendungan, pada saat banjir
terjadi back water hingga ke pintu air Karet.
Dampak yang paling terasa adalah aliran dari kali angke yang terbendung oleh aliran Kanal
Banjir Barat akan terjadi back water hingga ke Mookervard (Daan Mogot).

D. PEMECAHAN MASALAH
Hutan bakau yang ditumbuhi oleh tanaman bakau (mangrove) adalah mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1) Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
2) Memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung
dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yangmencuat vertikal seperti
pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-apiAvicennia spp.;
3) Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambahdi pohonnya,
khususnya pada Rhizophora;
4) Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri
khusus,diantaranya adalah :
1) Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang
pada saat pasang pertama;
2) Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya
terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
3) Airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.

Manfaat hutan Bakau berdasarkan sifatnya :


1) Secara Fisik
a. Penahan abrasi pantai.
b. Penahan intrusi (peresapan) air laut.
c. Penahan angin.
d. Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan- bahan
pencemar di perairan rawa pantai
2) Secara Biologi
a. Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan)
biotalautseperti ikan dan udang)
b. Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakancacing,
kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadisumber makanan
bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanandalam suatu ekosistem.
c. Tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan
burung.
3) Secara Sosial Ekonomi
a. Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian).
b. Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan bakukertas,
serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah.
c. Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan
penyamakan kulit.
d. Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), danobat-
obatan (daun Bruguiera sexangulauntuk obat penghambat tumor,Ceriops tagal
dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).
Melihat sifat-sifat dari hutan bakau (mangrove) seperti tersebut di atas, maka adalah sangat
memunginkan bahwa hutan bakau dikondisikan akan tergenang pada saat-saat tertentu. Oleh
karena itu, pembangunan tanggul pada level ketinggian aman terhadap banjir bukannya
ditempatkan pada sisi sungai, akan tetapi di letakkan pada sisi dekat dengan perumahan.
Sehingga satu sisi lahan bakau tidak akan tergenang secara terus menerus, akan tetapi pada
saat musim banjir akan menambah tampungan/kapasitas pengaliran dari Kanal Banjir Barat.

Gambar Rekomendasi Tanggul Kanal Banjir Barat

Anda mungkin juga menyukai