Anda di halaman 1dari 31

A.

Skenario 3
Seorang laki-laki 35 tahun di bawa keluarganya ke IGD RSJ karena mencoba menyerang
anggota keluarganya. Dalam 2 minggu terakhir sudah 5 kali pasien mengamuk seperti ini.
Satu tahun yang lalu pasien juga mengamuk dan mengejar orang-orang yang lewat di depan
rumahnya dengan pisau. Menurut pasien istrinya yang menyuruh mengejar orang-orang
itu. Namun kenyataannya istri pasien telah meninggal 2 tahun yang lalu bersama anaknya
dalam kecelakaan lalu lintas. Pasien menyalahkan dirinya semenjak kematian tersebut.
Pasien sering mengurung dan mengunci diri di kamar. Namun pasien masih bisa bersikap
kembali normal. Pasien di pecat dari tempatnya bekerja karena tidak pernah lagi masuk
kantor.

B. Kata / kalimat kunci


• Laki-laki 35 tahun, mencoba menyerang anggota keluarganya
• 2 minggu terakhir 5 kali pasien mengamuk
• 1 tahun lalu pasien mengamuk dan mengejar orang yang lewat depan rumahnya.
• Menurut pasien istrinya yang menyuruh, kenyataannya istri telah meninggal 2
tahun lalu akibat kecelakaan.
• Pasien menyalahkan diri atas kematian istri dan anaknya.
• Sering murung dan mengunci diri dikamar.
• Masih bisa bersikap normal.
C. Pertanyaan
1. Apa definisi dan klasifikasi dari psikotik?
2. Apa saja penyakit-penyakit yang disertai gangguan psikotik?
3. Bagaimana fisiologi SSP yang berhubungan dengan psikotik?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan psikotik?
5. Apa saja tanda dan gejala psikotik ?
6. Jelaskan patomekanisme dari psikotik ?
7. Jelaskan alur diagnosis kasus pada skenario!
8. Apa saja Differential diagnosis kasus pada skenario?
9. Jelaskan psikoterapi dan psikofarmakologi dari WD!
10. Bagaimana rehabilitasi yang diperlukan pada kasus di skenario?
D. Pembahasan
1. Definisi Psikosis
Psikosis adalah sebagai distorsi atau disorganisasi makro dari kapasitas mental seseorang,
yaitu, suatu ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang
menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana
mestinya dalam kehidupan sehari-hari.

Sering berbicara dan berperilaku aneh, seperti merasa mendengar sesuatu yang sebenarnya
tidak ada dan mempertahankan ide-ide yang tidak sesuai dengan fakta. Sering kali disertai
disabilitas kogntif dan emosi sehingga kemampuan adaptasi dan interaksi dengan
lingkungannya terganggu

Klasifikasi Psikosis
 Psiosis Organik
Kelainan pada struktur susunan saraf pusat (otak) yang disebabkan misalnya tumor
di otak, kelainan pembuluh darah otak, infeksi di otak, keracunan NAPZA.

Jenis dari psikosis ini :


• Alcoholic psychosis
• Drug psychose
• Traumatic psychosis
• Dementia paralytica

 Psikosis Fungsional
Terganggunya fungsi sistem penghantar sinyal sel-sel saraf (neurotransmitter)
dalam susunan saraf pusat, tidak terdapat kelainan struktural pada sel-sel saraf otak
tersebut.

Psikosis jenis ini :


• Schizophrenia
• Psikosis mania-depresif
• Psikosis paranoid

Refrensi : Buku Saku Psikiatri, Jakarta : EGC

2. Faktor penyebab psikotik akut


Didalam DSM III faktor psikososial bermakna dianggap menyebabkan psikosis reaktif
singkat, tetapi kriteria tersebut telah dihilangkan dari DSM IV. Perubahan dalam DSM IV
menempatkan diagnosis gangguan psikotik singkat didalam kategori yang sama dengan
banyak diagnosis psikiatrik utama lainnya yang penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis
kemungkinan termasuk gangguan yang heterogen.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar di jumpai pada pasien
dengan gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis
terhadap perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stres berat, seperti peristiwa
traumatis, konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan, sakit parah, kematian orang
yang dicintai, dan status imigrasi tidak pasti, dapat memicu psikosis reaktif singkat.
Beberapa studi mendukung kerentanan genetik untuk gangguan psikotik singkat.

Tanda dan gejala


Gambaran utama perilaku:
Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :
1. Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
2. Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
3. Kebingungan atau disorientasi
4. Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan
berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta
marah-marah atau memukul tanpa alasan.
Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurang kurangnya satu gejala
psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukkan
keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinisi telah
mengamati bahwa gejala afektif, konfusi dan gangguan pemusatan perhatian mungkin
lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis.
Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian
atau perilaku yang aneh, berteriak teriak atau diam membisu dan gangguan daya ingat
untuk peristiwa yang belum lama terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada
gangguan yang mengarahkan diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan
organik yang lengkap, walaupun hasilnya mungkin negatif.
Pemeriksaan status mental biasanya hadir dengan agitasi psikotik parah yang mungkin
terkait dengan perilaku aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal, tidak teratur
berbicara, berteriak atau kebisuan, suasana hati labil atau depresi, bunuh diri, membunuh
pikiran atau perilaku, kegelisahan , halusinasi, delusi, disorientasi, perhatian terganggu,
konsentrasi terganggu, gangguan memori, dan wawasan miskin.
Seperti pada pasien psikiatrik akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat diagnosis
mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya gejala psikotik
mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu gangguan mood
sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum lama mungkin tidak dapat
diperoleh dari wawancara klinis saja. Disamping itu, klinis mungkin tidak mampu
memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau tidaknya stressor pencetus.
Contoh yang paling jelas dari stresos pencetus adalah peristiwa kehidupan yang besar
yang dapat menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada tiap orang. Peristiwa
tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan kecelakaan kendaraan yang berat.
Beberapa klinis berpendapat bahwa keparahan peristiwa harus dipertimbangkan didalam
hubungan dengan kehidupan pasien. Walaupun pandangan tersebut memiliki alasan, tetapi
mungkin memperluas definisi stressor pencetus dengan memasukkan peristiwa yang tidak
berhubungan dengan episode psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stressor mungkin
merupakan urutan peristiwa yang menimbulkan stress sedang, bukannya peristiwa tunggal
yang menimbulakan stress dengan jelas. Tetapi penjumlahan derajat stress yang
disebabkan oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan klinis yang
hampir tidak mungkin.

3. Patofisiologi Gangguan Psikosis


1. Faktor biokimia :
 Hipotesisi dopamin
 Peningkatan serotonin
 Peningkatan NE
2. Faktor biologic :
 Pelebaran ventrikel III dan lateral
 Atrofi bilateral lobus tempora medial
 Disorientasi spasial sel pyramid hipokampus
 Penurunan volume korteks prefrontal
3. Faktor genetic :
Semakin dekat hubungan kekeluargaan semakin tinggi resiko

4. Alur Diagnosis
1. Identitas Pasien
• Nama
• Tempat & Tanggal Lahir
• Jenis kelamin
• Agama
• Pendidikan
• Pekerjaan
• Status Perkawinan
• Alamat

2. Riwayat Psikiatrik
 Keluhan utama
• Apakah ia membutuhkan bantuan?
• Mengapa ia datang ke poliklinik?
• Keluhan apa yang menyebabkan klien datang?

 Riwayat gangguan sekarang


• Onset
• Faktor pencetus

 Riwayat penyakit/gangguan sebelumnya


• Psikiatrik
• Medis
• Riwayat penggunaan alcohol dan zat lain

 Riwayat kehidupan pribadi


• Pranatal dan perinatal
• Masa anak-anak
• Masa remaja
• Masa dewasa

 Riwayat Pekerjaan
 Riwayat Pendidikan
 Riwayat Hukum
 Riwayat Keluarga
 Kehidupan sosial dan perkawinan

Pemeriksaan status mental


1. Gambaran umum
a. Penampilan
Suatu gambaran tentang penampilan pasien: tampak sehat,sakit, agak sakit,
tampak tua atau muda dan keadaan fisik secara keseluruhan seperti postur,
ketenangan, pakaiannya, dandanannya, apakah terlihat kacau atau cemas:
dilihat dari tangan yang lembab, keringat di dahi, postur tegang, mata yang
melebar.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Hiperaktivitas, agitasi, melawan. Kegelisahan seperti meremas-remas
tangan dll.
c. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif atau tidak, penuh perhatian, tertarik, datar, menggoda,
merendahkan, kebingungan, menyenangkan. Marah-marah.

2. Mood dan afek


a. Mood
Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan atau emosi yang meresap dan
terus-menerus. Kata yang sering menggambarkan mood adalah depresi,
kecewa, mudah marah, cemas, marah, meluap-luap, kosong, bersalah, sia-sia,
merendahkan diri, ketakutan dan membingungkan. Mood mungkin labil, berarti
bahwa mood berfluktuasi atau berubah dengan cepat. (contohnya : tertawa
terbahak-bahak dan meluap-luap pada satu waktu, menangis dan kecewa pada
waktu selanjutnya)
b. Afek
Afek dapat didefinisikan sebagai respon emosional pasien yang tampak.
Afek adalah apa yang disimpulkan oleh pemeriksa dari ekspresi wajah
pasien. Afek digambarkan dalam rentang normal, terbatas, tumpul, atau
datar.
c. Kesesuaian
Kesesuaian respon emosional pasien dalam konteks masalah subjektif yang
didiskusikan pasien. Misalnya pasien dengan waham yang menggambarkan
penyiksaan mungkin akan menjadi marah atau ketakutan tentang
pengalaman yang mereka percaya terjadi pada mereka.
3. Bicara
Menggambarkan karakteristik dari berbicara. Bicaranya mungkin cepat atau
lambat, tertekan, ragu-ragu, tergagap-gagap, emosional, dramatic, monoton, keras,
berbisik, terputus-putus, atau mengomel.

4. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi mungkin dialami berkenaan dengan
diri sendiri atau lingkungan. Sistem sensoris yang terlibat contohnya: auditorius,
visual, olfaktorius, atau taktil. Contoh pertanyaan yang diajukan adalah : apakah
anda pernah mendengar suara atau bunyi lain yang tidak dapat didengar oleh orang
lain disekitar anda?

5. Pikiran
a. Bentuk pikiran : cara dimana seseorang menyatukan gagasan dan asosiasi,
yaitu bentuk dimana seseorang berpikir. Proses atau bentuk pikiran ini
mungkin logis, atau tidak logis dan bahkan tidak dapat dimengerti.
b. Isi pikiran
Gangguan isi pikiran termasuk waham yaitu sesuatu yang dianggap dan
diyakini benar oleh pasien. Antara lain : waham kejar (misalnya merasa
sedang diikuti, rumahnya dipasang alat perekam, diamati oleh pemerintah),
waham cemburu (misalnya, pasangannya memiliki hubungan gelap),
waham dosa dan bersalah ( merasa bertanggung jawab atas tindakan yang
tidak termaafkan), waham kebesaran (misalnya, merasa memiliki kekuatan,
kemampuan), waham somatic (menyakini tubuhnya menderita penyakit). ,
fobia, gagasan bunuh diri dan membunuh.

6. Sensorium dan kognitif : Kesadaran, Orientasi, Memori, Konsentrasi dan Perhatian,


Kemampuan membaca dan menulis, Kemampuan visuospasial, Pikiran abstrak,
sumber informasi dan kecerdasan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi organ organic dan intelegensia
pasien, kapasitas untuk berfikir, dan tingkat tilikan dan pertimbangan. Biasanya
dilakukan dengan melakukan Mini-Mental State Examination (MMSE). Dan
pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut.
Normal = 26-30
Mild cognitive impairement = 20-25
Moderate cognitive impairement= 10-19
Severe cognitive impairement = 0-9

7. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls dapat diperkirakan dari informasi dalam riwayat pasien
sekarang dan dari perilaku yang diobservasi selama wawancara. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk menilai apakah pasien mampu mengendalikan impuls seksual,
agresif dan impuls lainnya. Hal ini penting untuk memastikan kesadaran pasien
tentang perilaku yang sesuai secara social dan suatu pengukuran tentang
kemungkinan bahaya pasien bagi dirinya sendiri atau orang lain.

8. Pertimbangan dan Tilikan


Pertimbangan
Apakah pasien mengerti kemungkinan akibat perilakunya, dan apakah pasien
dipengaruhi oleh pengertian tersebut.
Tilikan
Adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka sakit.
1. penyangkalan penyakit sama sekali
2. sedikit menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan
namun dalam waktu bersamaan menyangkal penyakitnya.
3. Sadar bahwa mereka sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang
lain.
4. Tilikan intelektual: menerima bahwa pasien sakit dan bahwa gejala
atau kegagalan dalam penyesuaian diri pasien.
5. Tilikan emosional: kesadaran emosional tentang motif dan perasaan
didalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya,
yang dapat menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku.
9. Reliabilitas
Kesimpulan kesan dokter psikiatri terhadap reabililtas pasien dan kemampuan
untuk melaporkan situasinya dengan akurat.

Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang


dilakukan bila ditemukan kecurigaan adanya gangguan medis atau neurologis pada
pasien.
 Pemeriksaan Fisik
a) Status internus : kesadaran umum, tensi, nadi, suhu badan, frekuensi
pernapasan, bentuk tubuh, dan sistem lain
b) Status neurologic : saraf kranial (I-XII), gejala rangsang meningeal, mata,
pupil, oftalmoskopi, motoric, sensibilitas, dll
 Pemeriksaan Penunjang :
a) Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, hati,
tiroid, dan gula darah,Tes Supresi-Dexamethasone, Tes Urin Katekolamin,
dan tes yang berhubungan dengan obat psikotropik,

5. DD 1 PSIKOTIK AKUT
A. Definisi

Psikosis adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai
kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh.
Psikotis akut adalah sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung kurang dari satu bulan
dan tidak disertai gangguan mood, gangguan berhubungan dengan zat, atau suatu gangguan
psikotik karena kondisi medis umum. Gangguan psikosis akut dan sementara adalah
sekelompok gangguan jiwa yang :
1. Onsetnya akut (≤2 minggu)

2. Sindrom polimorfik

3. Ada stresor yang jelas

4. Tidak memenuhi kriteria episode manik atau depresif

5. Tidak ada penyebab organic


B. Epidemiologi

Menurut studi epidemiologi internasional, insidensi dari gangguan psikotik akut dua kali
lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Gangguan ini lebih sering terjadi
pada pasien dengan usia antara dekade ke tiga hingga awal dekade ke empat. Beberapa
klinisi menyakini bahwa pasien dengan gangguan kepribadian (seperti narcissistic,
paranoid, borderline, schzotypal) lebih rentan berkembang menjadi gangguan psikosis
pada situasi yang penuh tekanan.
C. Etiologi

Di dalam DSM III-R faktor psikososial bermakna dianggap menyebabkan psikosis reaktif
singkat, tetapi kriteria tersebut dihilangkan dari DSM IV. Perubahan DSM IV
menempatkan diagnosis gangguan psikotik akut di dalam kategori yang sama dengan
diagnosis psikiatrik lainnya yang penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan
termasuk kelompok gangguan yang heterogen.
Pasien dengan gangguan psikotik akut yang pernah memiliki gangguan kepribadian
mungkin memiliki kerentanan biologi atau psikologis ke arah perkembangan gejala
psikotik. Teori psikodinamika menyatakan bahwa gejala psikotik adalah suatu pertahanan
terhadap fantasi yang dilarang, penurunan harapan yang tidak tercapai atau suatu pelapasan
dari situasi psikososial tertentu.
D. Gambaran klinis

Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurangnya satu gejala psikotik,
biasana dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukkan keseluruhan pola
gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinis telah mengamati bahwa gejala
afektif, konfusi, dan gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada
gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala karakteristik untuk
gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau perilaku yang aneh,
berteriak-teriak atau diam membisu, dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum
lama terjadi. Beberapa gejala tersebut ditemukan pada gangguan yang mengarahkan
diagnosis delirium dan jelas memerlukan pemeriksaan organik yang lengkap, walaupun
hasilnya mungkin negatif.
E. Diagnosis

1. PPDGJ III

Pedoman diagnostik
1) Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang
diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas
yang digunakan adalah

a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang sama dengan
jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan menganggu
sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari,
tidak termasuk periode prodormal yang gejalanya sering tidak jelas)
sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok

b. Adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik = beraneka ragam


dan berubah cepat, atau schizophernia-like = gejala skizofrenik yang
khas)

c. Adanya stress akut yang berkaitan

d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

2) Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode
manic atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-
gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu

3) Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium atau demensia.
Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat-obatan

Gejala psikotik berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan.
Diagnosis dapat dibuat sebelum periode waktu satu bulan, tetapi harus diterima
sebagai diagnosis sementara. Jika gejala menetap lebih dari satu bulan,
diagnosis berubah menjadi gangguan psikotik lainnya, seperti gangguan
skizofreniform.
2. Bentuk-bentuk psikosis akut (PPDGJ III)
1) F 23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia

a. Onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai keadaan


psikotik yang jelas dalam kurun waktu dua minggu atau kurang)

b. Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah


dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang
sama

c. Harus ada keadaan emosional yang sama beranekaragamnya.

d. Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari


gejala itu ada secara cukup konsisten dapat memnuhi kriteria
skizofrenia atau episode manik atau episode depresif

2) F 23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia

a. Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) yang khas untuk gangguan
psikotik polimorfik akut

b. Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis


skizofrenia yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak
munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas.

c. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan


maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia

3) F 23.2 Gangguan psikotik lir-skizofrenia (Schizophernia-like akut)

a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari


nonpsikosis psikosis)

b. Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang dari 1 bulan

c. Tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut

4) F 23.3 Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham


a. Onset gejala harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis
psikosis)

b. Waham dan halusinasi

c. Baik kriteria skizofrenia maupun gangguan psikotik polimorfik akut


tidak terpenuhi

5) F 23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya

Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam


kategori manapun
6) F 23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT

3. DSM IV

DSM IV memiliki rangkaian diagnosis untuk gangguan psikotik, didasarkan


terutama atas lama gejala. Gangguan psikosis akut dan sementara adalah
sekelompok gangguan jiwa yang berlangsung kurang dari satu hari tetapi kurang
dari satu bulan dan tidak disertai gangguan mood, gangguan berhubungan dengan
zat, atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum.
Untuk gejala psikotik yang berlangsung lebih dari satu hari, diagnosis sesuai yang
harus dipertimbangkan adalah gangguan delusional (jika waham merupakan gejala
psikotik utama), gangguan skizofreniform (jila gejala berlangsung kurang dari
enam bulan) dan skizofrenia jika gejala telah berlangsung lebih dari enam bulan.
Gangguan psikotik singkat diklasifikasikan di dalam DSM IV sebagai suatu
gangguan psikotik dengan durasi singkat. Kriteria diagnostik ditentukan dengan
sekurangnya ada satu gejala psikotik yang jelas yang berlangsung selama satu hari
sampai satu bulan.
Kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akut :
a. Adanya satu (atau lebih) gejala berikut :

a) Waham

b) Halusinasi
c) Bicara disorganisasi (menyimpang atau inkoheren)

d) Perilaku terdisorganisasi jelas atau katatonik

b. Lama suatu episode gangguan adalah sekurangnya satu hari sampai kurang
dari satu bulan

c. Gangguan yang muncul bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu
zat (misalnya obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau kondisi medis
umum.

Sebutkan jika :
Dengan stressor nyata (psikosis reaktif singkat) : jika gejala terjadi segara
setelah dan tampak sebagai respons dari suatu kejadian yang sendirian atau
bersama-sama akan menimbulkan stress yang cukup besar bagi hampir
setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut.
Tanpa stressor nyata : jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah atau
tampaknya bukan sebagai respons terhadap kejadian yang sendirian atau
bersama-sama, akan menimbulkan stress yang cukup besar bagi hampir
setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut
Dengan onset pascapersalinan : jika onset dalam waktu 4 minggu setelah
persalinan.
F. Prognosis

Pada umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki prognosis yang baik
dan penelitian di Eropa telah menyatakan bahwa 50 sampai 80 persen dari semua pasien
tidak memiliki masalah psikiatrik berat lebih lanjut. Lamanya gejala akut dan residual
seringkali hanya beberapa hari. Kadang-kadang gejala depresif mengikuti resolusi gejala
psiikotik. Bunuh diri adalah keprihatinan pada fase psikotik maupun fase depresif
pancapsikotik.
Ciri prognosis yang baik untuk gangguan psikotik akut :
a. Riwayat premorbid yang baik

b. Stressor pencetus yang berat


c. Onset gejala mendadak

d. Gejala afektif

e. Sedikit penumpulan afektif

f. Tidak ada saudara yang skizofrenik

Referensi :
Kaplan, HI dan Sadock, BJ. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psiikiatri Klinis.
Jilid satu. Binapura Aksara Publisher. Jakarta:2010
Muslim R.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika-Atmajaya;2003

6. DD 2 SKIZOFRENIA
I. Definisi
Gangguan yang ditandai dengan kekacauan proses berpikir, Afek, dan
perilaku.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-
III) skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan
penyakit yang luas, tak selalu bersifat kronis, dan tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.

II. Epidemiologi
 1 : 1000 orang di AS
 Terjadi pada 15-20 / 100.000 individu per tahun.
 Risiko selama hidup 0,85 %
  Ras Karibia-Afrika dan Afrika-hitam

III. Etiologi
a. Genetik
Dapat dipastikan bahwa terdapat kontribusi genetik pada beberapa,
atau seluruh bentuk skizofrenia. Sebagai contoh, pada individu yang
memiliki saudara dengan kelainan skizofrenia akan memiliki kemungkinan
yang lebih tinggi untuk terpapar skizofrenia juga daripada individu yang
tidak memiliki saudara dengan skizofrenia.
Pada seseorang dengan saudara kandung yang mengidap
Skizofrenia memiliki resiko 7-15% terkena Skizofrenia, begitu juga dengan
seseorang dengan salah satu orang tua nya yang terkena skizofrenia (7-16%)
maupun yang kedua orang tua nya terkena skizofrenia ( 40-68%), dan juga
jika seseorang memiliki saudara kembar heterozigot yang terkena
skizofrenia (2-15%) maupun yang memiliki saudara kembar monozigot
(61-86%).
Beberapa penemuan juga menunjukkan usia ayah memiliki
hubungan dalam kemungkinan terjadinya skizofrenia. Pada penelitian
pasien skizofrenia tanpa riwayat sakit baik dalam garis keturunan ayah
ataupun ibu, ditemukan fakta bahwa mereka yang lahir dari ayah dengan
usia lebih tua dari 60 tahun memiliki kemungkinan menderita skizofrenia
juga. Mungkin, spermatogenesis yang buruk ditemukan pada pria yang
lebih tua daripada pria yang lebih muda.

b. Teori Biokimia
 Hipotesis Dopamin
Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat
aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Peran signifikan dopamin
dalam patofisiologi skizofrenia sejalan dengan studi yang
mengukur konsentrasi plasma metabolit utama dopamin, asam
homovalinat. Studi melaporkan adanya korelasi positif antara
konsentrasi asam homovanilat dan tingkat keparahan gejala yang
timbul pada pasien. Penurunan asam homovalinat berkorelasi
dengan perbaikan gejala pada setidaknya beberapa pasien
Overaktivitas reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbic
bisa menyebabkan timbulnya Gejala Positif Skizofrenia,
sedangkan penurunan aktivitas dopamine neuron pada jalur
mesokorteks didalam korteks prefrontalis bisa menyebabkan
Gejala Negatif Skizofrenia.
 Glutamat
Gluamat telah terlibat karena konsumsi phencyclidine,
antagonis glutamat, memproduksi sindrom akut yang serupa
dengan skizofrenia. Hipotesis tentang glutamat termasuk
hoperkatifitas, hipoaktifitas, dan glutamate0induced neurotoxicity.
 Hipotesis Norepinefrin
Meningkatnya level norepinefrin pada penderita skizofrenia
menunjukkan meningkatnya kepekaan untuk masukan sensorik
 Hipotesis GABA
Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-
aminobutiryc acid (GABA) dikaitkan dengan patofisiologi
skizofrenia didasarkan pada penemuan bahwa beberapa pasien
skizofrenia mempunyai kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di
hipokampus. GABA memiliki efek regulatory pada aktivitas
dopamin dan kehilangan neuron inhibitory GABA-ergic dapat
menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron dopaminergic
c. Teori Psikogenik
Teori ini menganggap Skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan
fungsional dan penyebab utamanya adalah konflik, stress psikologik dan
hubungan antar manusia yang mengecewakan.

IV. Klasifikasi
1. Skizofrenia Hebefrenik
Disebut juga disorganized type atau “kacau balau” yang di tandai
dengan gejala:
 Inkoherensi
 Alam Perasaan
 Perilaku dan Tertawa kekanak kanakan
 Waham
 Halusinasi
 Perilaku Aneh
2. Skizofrenia Katatonik
Memiliki gejala sebagai berikut:
 Stupor Katatonik
 Negativisme Katatonik
 Kekakuan
 Kegaduhan Katatonik
 Sikap Tubuh Katatonik
3. Skizofrenia Paranoid
Menunjukkan Gejala gejala:
 Waham
 Halusinasi
 Gangguan alam perasaan
4. Skizofrenia Residual
Tipe ini merupakan sisa sisa dari gejala Skizofrenia yang tidak
begitu menonjol. Misalnya, Alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta
tidak serasi, Penarikan diri dari pergaulan social, tingkah laku eksentrik,
pikiran tidak logis dan tidak rasional.
5. Skizofrenia Simpleks
Suatu bentuk psikosis yang perkembangannya lambat dan perlahan
lahan dari perilaku yang aneh, ketidakmampuan memenuhi tuntutan
masyarakat dan penurunan kemampuan total.tidak terdapat waham atau
halusinasi.
V. Manifestasi Klinis
1. Gejala Positif:
 Delusi/Waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak
masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa
keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini
kebenarannya
 Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan.
Misalnya penderita mendengar suara suara atau bisikan bisikan di
telinganya.
 Kekacauan alam piker, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur
pikirannya.
 Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif
 Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan aka nada ancaman
terhadap dirinya
 Menyimpan rasa permusuhan.
2. Gejala Negatif
 Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar, gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi
 Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain, suka melamun
 Kontak emosional amat ‘miskin’, sukar diajak bicara, pendiam
 Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan social
 Sulit dalam berpikir abstrak
 Pola piker stereotip
 Tidak ada/kehilangan dorongan atau tidak ada inisiatif

VI. Prognosis
Untuk waktu pendek (1 tahun), prognosis skizofrenia berhubungan erat
dengan bagaimana penderita menjalani pengobatan. Tanpa pengobatan 70-80%
penderita akan mengalami kekambuhan setelah 2 bulan. Untuk jangka panjang,
Prognosis penderita bervariasi. Penderita dapat mengalami kesembuhan yang
berarti dan tetap, dapat mengalami sedikit perbaikan yang diselingi dengan
kekambuhan, dapat menjadi buruk dan permanen.

7. TATALAKSANA
1. Fase Akut
a. Farmakoterapi
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain,
mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala
terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Langkah Pertama:
• Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
Langkah Kedua:
• Keputusan untuk memulai pemberian obat. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan bila
pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta usaha restriksi lainnya tidak
berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara yaitu sekitar 2-4 jam dan
digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi
untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera
perlu dipertimbangkan.
Obat injeksi:
a) Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis
maksimum 30mg/hari.
b) Aripriprazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25 mg/hari), intramuskulus.
c) Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis
maksimum 20mg/hari.
d) Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.

Obat Rentang Dosis Bentuk Sediaan Efek samping


Antipsikotika Anjuran
(mg/hari)
Antipsikotika
Generasi I (APG-I)

Klorpromazin 300 - 1000 tablet (25 mg,100 Ikterus, dermatitis,


mg) leukopenia

Perfenazin 16 – 64 tablet (4 mg)


Trifluoperazin 15 – 50 tablet (1 mg, 5
mg)
Haloperidol 5 – 20 tablet (0.5, 1 mg, Gangguan fungsi
1.5 mg, 2 mg, 5 hepar, leukopenia
mg) injeksi short
acting (5 mg/mL),
tetes (2 mg/5 mL),
long acting (50
mg/mL)
Anti Psikotik
Generasi II (APG-
II)
Aripriprazol 10 – 30 tablet (5 mg, 10 Konstipasi, akatisia,
mg, 15 mg), tetes tremor, sedasi
(1 mg/mL),
discmelt (10 mg,
15 mg), injeksi
(9.75 mg/mL)
Klozapin 150 - 600 tablet (25 mg, 100 Agranulositosis,
mg) hipertermia,
takikardia, sedasi,
pusing kepala,
hipersaliva
Olanzapin 10 – 30 tablet (5 mg, 10 BB meningkat,
mg), zydis (5 mg, intoleransi glukosa,
10 mg), injeksi (10 hiperglikemia,
mg/mL) hiperlipidemia

Quetiapin 300 - 800 tablet IR (25 mg, Sakit kepala,


100 mg, 200 mg, somnolen, hipotensi,
300 mg), tablet dizziness, BB
XR (50 mg, 300 meningkat,
mg, 400 mg) hiperprolaktinemia

Risperidon 2–8 tablet ( 1 mg, 2 Insomnia, agitasi,


mg, 3 mg), tetes ( ansietas, somnolen,
1 mg/mL), injeksi mual muntah, BB
Long Acting (25 meningkat,
mg, 37.5 mg, 50 hiperprolaktinemia
mg)
Paliperidon 3–9 tablet (3 mg, 6 mg, Drowsiness,
9 mg) takikardia, sakit
kepala, konstipasi,
BB meningkat

Zotepin 75-150 tablet (25 mg, 50


mg)

Klorprozamin
 Farmakodinamik.

Efek farmakologik klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada susunan saraf
pusat, sistem otonom. dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis
manghambat berbagai reseptot diantaranya dopamin, reseptor a-adrenergik, muskarinik,
histamin H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin
misalnya selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine juga memiliki afinitas yang
tinggi terhadap reseptor a-adronergik. sedangkan risperidon memiliki afinitas yang tinggi
terhadap reseptor serotonin 5HT2.
 Farmakokinetik.

Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna, sebagian diantaranya mangalami


metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitasklorprozamin dan tioridazin berkisar antara
25-35%. sedangkan.haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis bersifat Iarut
dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92-99%), sert memiliki volume
distdbusi besar (Iebih dari 7L/kg).

Haloperidol
 Farmakodinamik

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon memperlihatkan banyak


sifat fenotiazin. Pada orang normal, efok haloperidol mirip fenotiazin piperazin.
Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit
manik depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara
kuantitatif karena butirofen selain menghambat efek dopamin, juga meningkatkan tum
over ratenya.
 Farmakokinetik.

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai
dalam waktu 2-6 jam sejak maneIan obat menetap sampai 72 jam dan masih dapat
ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan
kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Ekskresi haloperidol
lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian
dosis tunggal.
Aripiprazol
 Farmakodinamik.

Obat ini bersifat agonis parsial terhadap reseptor D2 dan 5-HT1A serta bersifat antagonis
terhadap reseptor 5-HT2A. Sifat parsial agonis terhadap reseptor 5-HT1A dihubungkan
dengan efektivitas obat ini dalam menurunkan gejala positif maupun negatif skizofrenia
serta meningkatan kognitif. penderita. Sedangkan sifat antagonis terhadap reseptor
serotonin (5HT2A) diperkirakan berhubungan dengan insiden efek samping
ekstrapiramidal yang rendah.
 Farmakokinetik

Obat ini diabsorbsi dengan baik di saluran cerna, dengan biovailabilitas oral berkisar 87%.
lkatan protein sekitar 83%. Metabolismenya lewat hati oleh enzim CYP 3A4 den CYP2D6.
Ekskresi sebagian besar lewat feses dan sebagian kecil lewat urin.
Klozapin
 Famakokinetlk.

Klozapin diabsorpsi secara cepat dan sempuma pada pemberian per oral. kadar puncak
plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Klozapin secara ekstensif
diikat protein plasma (> 95%) obat ini dimetabolisme hampir sempuma sebelum diekskresi
lewat urin dan tinja dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam.
Olanzapin
 Farmakodinamik

Olanzapin merupakan derivat tianobenzodiazepin, struktur kimianya mirip dengan


klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3, D4 dan D5),
reseptor serotonin (5HT2), muskarinik, histamin (H1) dan reseptor alfa 1.
 Fannakokinetik.

Olanzapin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar plasma tercapai
setelah 4-6 jam pemberian, metabolisme dihepar oleh enzim CYP 2D6, dan diekskresi
Iewat urin.
Quetiapin
 Farmakodinamik

Obat ini bersifat antagonis terhadap reseptor D2, serotonin 5HT2, serotonin 5HT1, H1, dan
reseptor a1 dan a2 adrenergik.
 Farmakokinetik.
Absorpsinya cepat setelah pernberian oral, kadar plasma maksimal tercapai setelah 1-2 jam
pemberian. Ikatan protein sekitar 83%. Metabolismenya lewat hati oleh enzim CYP 3A4.
Ekskresi sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feses.

Risperidon
 Farmakodinamik

Risperidon yang merupakan derivat dari benzisoksazol mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap reseptor 5-HT2 dan aktivitas menengah terhadap reseptor D2, a1 dan a2
adrenergik dan reseptor histamin. Aktivitas terhadap antipsikosis dihubungkan dengan
hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin.
 Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume disrtibusi 1-2 L/kg. Di plasma risperidon terikat
dengan albumi dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein plasma sekitar 90 %. Risperidon
secara ekstensif di metabolisme di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi metabolitnya 9
hidroksirisperidon.
Paliperidon
 Farmakodinamik

Obat ini merupakan antipsikotik atipikal yang dikembangkan dari obat sebelumnya yakni
risperidon. Secara kimiawi, paliperidon (9 hidroksi risperidon) adalah salah satu metabolit
aktif dari risperidon.
Obat oral:
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien sebelumnya dengan
antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping,
kenyamanan terhadap obat tertentu terkait cara pemberiannya.
Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai
dari dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1 – 3 minggu,
sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala.
b. Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor lingkungan dan
peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau mengurangi
keterjagaan melalui komunikasi yang baik., memberikan dukungan atau harapan,
menyediakan lingkunganyang nyaman, toleran perlu dilakukan.
c. Terapi lainnya
ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada Skizofrenia katatonik dan Skizofrenia
refrakter.

8. Electro Compulsive Therapy (ECT)


Definisi
Suatu tindakan terapi untuk episode depresi berat, mania, dan beberapa jenis skizofrenia
yang parah dengan menggunakan aliran listrik singkat dalam jumlah yang terkendali untuk
menghasilkan kejang.
Mekanisme kerja
Terjadi perubahan biokimia tertentu termasuk pelepasan neurotransmitter, peningkatan
sementara pada permeabilitas sawar darah otak, sekresi hormone hypothalamus dan
hipofisis yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan gejala
Indikasi
Berdasarkan pedoman American Psychiatric association (APA), terdapat 3 kriteria
indikasi:
• Diagnosis
Gangguan bipolar, depresi mayor atau menia persisten dengan atau tanpa gejala psikotik,
skizofrenia
• Keparahan gejala dan derajat gangguan fungsional
Berat atau ada agitasi ekstrim yang berkelanjutan, pasien berada pada situasi yang
mengancam kehidupan (Kelemahan akibat menolak makan dan minum, resiko bunuh diri
atau membunuh)
• Kurangnya respon pengobatan
Bila pasien tidak mampu mentolerir pengobatan psikofarmaka atau tidak dapat
mmenunggu respon pengobatan psikofarmaka karna mengancam kehidupan
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut terhadap ECT, tetapi ada beberapa kontraindikasi relative
yang penting:
• Peningkatan tekanan intracranial
• Stroke atau infark miokard yang baru terjadi
Prosedur terapi
 ECT diberikan 2-3x/minggu, ± 4-12x total keseluruhan terapi
 Sebelum setiap sesi terapi, pasien dipuasakan ± 4 jam
 Diberikan anestesi kerja pendek, obat relaksasi otot beberapa saat sebelum arus
listrik ect diberikan
 Arus listrik yang cukup diberikan melalui elektoda yang ditempatkan pada kedua
temporal untuk merangsang timbulnya kejang epileptic
 Pemantauan pasien:
 Inspeksi respon motor iktal
 Aktivitas iktal dengan EEG

Efek samping
• Kejang berkepanjangan
• Reaksi negatif terhadap obat anastesi dan relaksasi otot
• Nyeri kepala post iktal
• Amnesia retrograde atau anterograde

2. Fase Stabilisasi

a. Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol,
meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan
proses kesembuhan (recovery).
Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8 – 10
minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti
psikotika jangka panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.
b. Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan
keluarga dalam mengelola gejala.
Mengajak pasien untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat
diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku
bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.

3. Fase Rumatan

a. Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih
mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan sampai
dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan
sampai lima tahun bahkan seumur hidup.
b. Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan
masyarakat.Modalitas rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif, pelatihan
keterampilan sosial dan terapi vokasional, cocok diterapkan pada fase ini.Pada fase ini
pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan mengelola gejala prodromal, sehingga
mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.

Kesimpulan
Menurut hasil diskusi kelompok kami, dengan gejala pasien pada skenario di simpulkan
bahwa pasien menderita psikosis akut dikarenkan dengan gejala psikosis yang kurang dari
2 minggu. Tetapi untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan lagi pemeriksaan penunjang.
Daftar Pustaka

Buku Saku Psikiatri, Jakarta : EGC


Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika-Atmajaya;2003
Kemkes.go.id
Kaplan, HI dan Sadock, BJ. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psiikiatri Klinis.
Jilid satu. Binapura Aksara Publisher. Jakarta:2010
Muslim R.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : Bagian

Anda mungkin juga menyukai