Anda di halaman 1dari 3

 Sebab-sebab sosial

Masyarakat pemakai bahasa mempengaruhi pergeseran serta perubahan makna. Pergeseran


makna tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat, yaitu
generalisasi serta spesifikasi.

 Generalisasi terhadap makna bahasa muncul berdasarkan pengalaman masyarakat


ketika mereka hendak mengidentifikasi bahasa yang berlaku di mana saja dan kapan
saja. Contoh : kata virus yang berhubungan dengan penyakit, sekarang diartikan
sebagai hal yang menganggu serta menghambat kelancaran suatu pekerjaan,
misalnya virus computer dan virus masyarakat.
 Spesifikasi terhadap makna bahasa dilakukukan masyarakat berdasarkan
pengalaman awal pemakai bahasa. Contoh : kata nyora yang diartikan sebagai istri
guru oleh masyarakat Flores sedangkan kata nyora dalam bahasa Portugis berarti
nyonya (yang terhormat), misalnya nyonya gubernur serta nyonya menteri.
 Sebab-sebab Psikologis

Pergeseran makna dan perubahan makna dapat terjadi melalui keadaan mental pemakai
bahasa. Beberapa faktor mental yang dicatat dan berhubungan dengan sebab-sebab psikologis
antara lain :

 Faktor Emotif :

Perasaan dan kondisi metal banyak mempengaruhi pergeseran dan perbuhan makna. Jika
seseorang tertarik pada satu subjek dan objek, maka ia akan selalu berbicara tentang subjek dan
objek tersebut kapan saja, dimana saja dan tentang apa saja serta menghubungkan apa saja yang
dengan subjek dan objek yang menarik perhatiannya. Contoh : Para petani menggunakan istilah
“betisnya seperti padi bunting” untuk menggambarkan “betis yang indah”.

 Faktor Tabu :

Tabu diartikan sebagai “sesuatu yang suci dan perlu dihormati” akan tetapi tabu juga dapat
diartikan sebagai “larangan, pembatasan, berbahaya, tidak bersih, aneh, gaib dan luar biasa”
demikian interpretasi yang diberikan Sigmund Freud. Tabu memang penting dalam analisis makna
karena dalam tabu terdapat pergeseran dan perubahan makna. Tabu dapat dibagi menjadi 3 bagian,
antara lain:
Tabu bersumber ketakutan. Faktor ini berhubungan dengan subjek dan objek yang bersifat
supernatural yang menyebabkan larangan untuk menyebutkan nama secara langsung. Makhluk atau
benda yang memiliki ciri supernatural dapat menjadi sumber ketakutan dan tabu, maka nama-
namanya sering diganti dengan bentuk bahasa lain sebagai pelembut.

Tabu untuk persoalan yang genting dan tidak mengenakkan. Tabu dalam bentuk persoalan
yang genting tersebut pada umunya terdapat kecendurungan untuk menghindari rujukan langsung
dengan peristiwa-peristiwa yang kurang menyenangkan dan genting.

Tabu yang berhubungan dengan masalah kesusilaan. Terdapat tiga bidang yang
berhubungan norma kesusilaan, yakni tabu yang langsung berhubungan dengan seks, beberapa
fungsi dari organ tubuh, dan sumpah serapah.

 METAFORA

Metafora menjadi dan merupakan fenomena terpenring dalam terbentuknya pergeseran


dan perubahan makna. Salah satu unsure metafora adalah kemiripan dan kesamaan tanggapan
pancaindra. Struktur utama yang dibicarakan adalah topic pembicaraan, citra serta kemiripan atau
kesamaan. Hubungan antar topic dapat bersifak objektif dan emotif. Terdapat beberapa citra dalam
metafora antara lain metafora bercitra antropomorfik, metafora bercitra hewan, metafora bercitra
abstrak atau konkret, serta metafora bercitra sinestesia atau pertukaran tanggapan/persepsi indra.

 Metafora bercitra antropomorfik


Metafora antropomorfik merupakan suatu gejala alam semesta. Para pemakai ingin
membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat dalam diri
mereka sendiri. Contoh : Jantung kota.
 Metafora bercitra hewan.
Metafora ini menggambarkan satu kondisi alam. Metafora dengan unsur binatang
biasanya dikenakan pada manusia dengan citra humor, peyoratif, atau citra
konotatif yang luar biasa. Metafora dengan unsure binatang cenderung dikenakan
pula pada tanaman. Contoh : Kumis kucing, buaya darat.
 Metafora bercitra abstrak atau konkret
Metafora ini biasanya digunakan untuk mengalikan ungkapan-ungkapan yang
abstrak ke dalam ungkapan-ungkapan yang lebih konkret. Contoh : Cepat seperti
kilat.
 Metafora bercitra sinestesia
Metafora ini biasanya digunakan untuk pengalih indra, pengalih indra yang satu ke
indra yang lain. Contoh : Sedap dipandang mata, enak didengar.

Anda mungkin juga menyukai