Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN “A” DENGAN


MASALAH KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR DI RUANG
TULIP RSUD SALEWANGANG MAROS

Danty F Hallauw
NS0619005

CI LAHAN CI INSTITUSI

Hj. Sunniati, S.Kep., Ns Liza Fauzia, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
”DEMAM TYPOID”

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut
yang disebabkan oleh salmonella thypi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air
yang terkontaminasi (Nurarif & Kusuma, 2015).
Demam typoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan
pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Marendra, 2010).
Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali
diselaput lendir usus dan jika tidak diobati secara progresif menyerbu
jaringan diseluruh tubuh (Marendra, 2010).

2. Penyebab
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri
gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
ologoskarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida kompleks yang membentuk lapis
luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga
dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015).
3. Patofisiologi
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus
melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai
diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan
berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan
membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan, kemudian basil masuk
kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh tubuh
terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan
tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus (Susilaningrum, Nursalam, & Utami,
2013)
4. Tanda dan Gejala
a. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
b. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor, dan koma
d. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
e. Nyeri kepala, nyeri perut
f. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
g. Pusing, bradikardi, nyeri otot
h. Batuk
i. Epiktaksis
j. Lidah yang berselaput
k. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
l. Gangguan mental berupa somnolen
m. Delirium atau psikosis
n. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda :

Minggu Keluhan Gejala Patologi

Minggu Panas berlangsung Gangguan saluran Bakteremia


1 insidious, tipe panas cerna
stepladder yang
mencapai 39-40º c,
menggigil, nyeri
kepala

Minggu Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,


2 abdomen, diare atau splenomegali, hiperplasi pada
konstipasi, delirium hepatomegali peyer’s patches,
nodul typhoid
pada limpa dan
hati

Minggu Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada


3 perdarahan saluran ketegangan payer’s patches,
cerna, perforasi dan abdomen, koma nodul tifoid pada
syok limpa dan hati

Minggu Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis,


4 relaps, penurunan berat, kakeksia carrier kronik
berat badan

(Nurarif & Kusuma, 2015)


5. Komplikasi
a. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka
terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat,
dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis, yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-
lain (Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus.
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh salmonella typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
d. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4
terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
7. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
1) Bed rest
2) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa
makanan rendah serat
b. Farmakologis
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan
dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan
dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV
selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari
3) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Biasanya berisikan nama , umur , jenis kelamin , agama,
suku bangsa /ras , pendidikan , bahasa yang dipakai , pekerjaan
,penghasilan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya demam typoid langsung membuat pasien
demam, mual, muntah, anoreksia.
2) Riwayat kesehatan utama
Biasanya pasien demam tinggi, sesak nafas, biasanya
pasien nampak gelisah, tidak mau makan, mual, rasa capek,
intoleransi terhadap dingin, pasien sering mengeluh dingin
walaupun dalam keadaan panas
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien menderita penyakit tersebut dan apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital:
Nadi : Biasanya cepat
Suhu: Panas (Hipertermi)
Pernafasaan: Biasa meningkat
2) Sering ditemukan pada anak berumur di atas 1 tahun
3) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang
4) Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat
febris remiten, dan suhu tidak tinggi sekali.
5) Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis atau somnolen.
6) Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola.
Kadang ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak
besar
7) Terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-
pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor
8) Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi dapat juga diare atau normal
9) Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan
10) Data psikologis
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan
lingkungannya, mengurung diri. Keluarga mengeluh klien sangat
malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah
bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep
diri.
11) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relative, dan aneosinofilia pada permukaan sakit
b) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
c) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya
lebih sering ditemukan dalam urine dan feses
d) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang
bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang
progresif.
2. Diagnosa
a. Hipertermia b/d proses proses penyakit (infeksi, kanker) d/d suhu tubuh
meningkat
b. Nyeri akut b/d agen cedera fisilogis (inflamasi, iskemia, noplasma) d/d
tampak meringis
c. Konstipasi b/d ketidakadekuatan toileting d/d feses keras
d. Diare b.d proses infeksi d.d nyeri/kram abdomen
e. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d/d sulit tidur
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA KEPERAWATAN

I Hipertermia b/d proses infeksi Hipertemi Menejemen Hipertermi


d/d suhu tubuh meningkat Indikator : 1) Identifikasi penyebab hipertermi, (mis. Dehidrasi,
- Hipertermia terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
- Melapor kenyamanan suhu 2) Monitor suhu tubuh
Skala : 3) Monitor elektrolit
- Berat 4) Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Cukup berat 5) Anjurkan tirah baring
- Sedang 6) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
- Ringan intravena
- Tidak ada
II Nyeri akut b/d agen cedera Kontrol Nyeri Manajemen nyeri
fisilogis (inflamasi, iskemia, Indikator : 1) Identifikasi lokasi nyeri, karakteristik, durasi,
noplasma) d/d wajah meringis - Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Menggunakan tindakan pengurangan 2) Identifikasi respo nyeri non verbal
nyeri tanpa analgesik 3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
- Menggunkan analgesik yang rasa nyeri
direkomendasikan 4) Fasilitasi istirahat dan tidur
- Melapor nyeri yang terkontrol 5) Kolaborasi pemberian analgetik
Skala :
- Tidak pernah menunjukan
- Jarang menunjukan
- Kadang-kadang menunjukan
- Sering menunjukan
- secara konsisten menunjukan
III Konstipasi b/d penurunan Eliminasi Usus Manajemen konstipasi
motilitas traktus gastrointestinal 1) Periksa tanda dan gejala konstipasi
(Penurunan motilitas usus). Indikator : 2) Periksa pergerakan usus
- Pola eliminasi 3) Anjurkan diet tinggi serat
- Suara bising usus 4) Kolaborasi penggunaan obat pencahar
- Kemudahan BAB

Skala :

- Sangat terganggu
- Banyak terganggu
- Cukup terganggu
- Sedikit terganggu
- Tidak terganggu
IV Diare b.d proses infeksi d.d Eliminasi usus Manajemen diare :
nyeri/kram abdomen
Indikator : 1) Identifikasi penyebab diare
2) Observasi turgor kulit
- Pola Eliminasi 3) Berikan asupan cairan oral
- Warna feses 4) Ajarkan menggunakan obat diare
- Suara bising usus 5) Evaluasi intake dan output makanan yang
Skala masuk

- Sangat terganggu
- Banyak terganggu
- Cukup terganggu
- Sedikit terganggu
- Tidak terganggu

V Gangguan pola tidur b.d kurang Tidur 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kontrol tidur d/d sulit tidur 2) Identifikasi faktor peganggu tidur
Indikator :
- Pola tidur 3) Modifikasi lingkungan
- Jam tidur 4) Ajarkan relaksasi cara nonfarmakologi lainya
- Kualitas tidur
Skala :
- Sangat terganggu
- Banyak terganggu
- Cukup terganggu
- Sedikit terganggu
- Tidak terganggu
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA NIC- NOC. Jogjakarta: Media Action.

Marendra, A. B. (2010). Smart Parents (Pandai Mengatur Menu dan Tanggap Saat
Anak Sakit. Jakarta: GagasMedia.

SDKI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: PPNI: Jakarta: Edisi 1

SIKI (2018) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: PPNI: Jakarta: Edisi 1

Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak
Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Tambayong, J. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai