Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Falsafah adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai


sebab-sebab, azas-azas, hukum,dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam
semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu (WJS Poerwadarminta.
Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentang hakikat manusia dan esensi
keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan.
Falsafah Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang
dilakukan.. Keperawatan menganut pandangan holistik terhadap manusia yaitu
kebutuhan manusia bio-psiko-sosial-spiritual. Kegiatan keperawatan dilakukan
dengan pendekatan humanistik, dalam arti menghargai dan menghormati martabat
manusia, memberi perhatian kepada klien serta, menjunjung tinggi keadilan bagi
sesama manusia. Keperawatan bersifat universal dalam arti tidak membedakan atas
ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status sosial
ekonomi. Keperawatan adalaFalsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-
hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang
lebih berdasakan pada alasan logis daripada metoda empiris.
Falsafah keperawatan menurut Roy (Mc Quiston, 1995) :Roy memiliki
delapan falsafah, empat berdasarkan falsafah prinsip humanisme dan empat
berdasarkan prinsip falsafah veritivity. falsafah humanisme/ kemanusiaan “mengenali
manusia dan sisi subyektif manusia dan pengalamannya sebagai pusat rasa ingin tahu
dan rasa menghargai”. Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu
pada falsafah atau paradigma keperawatan secara umum yaitu manusia yang
merupakan titik sentral dari setiap upaya pembangunan kesehatan yang menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan & bertolak dari pandangan ini disusunlah paradigma

1
keperawatan komunitas yang terdiri 4 komponen dasar manusia, kesehatan,
lingkungan, keperawatan.
Teori perspektif banyak perspektif teoritis pada keluarga yang tersedia untuk membimbing
masyarakat praktik keperawatan keluarga dan komunitas. Tidak mengejutkan, model keperawatan
bagi keluarga mencerminkan dua pemikiran dalam komunitas / keperawatan ( kesehatan)
masyarakat hari ini. Beberapa pandangan mendukung bahwa keluarga adalah unit perawatan, dan
masyarakat adalah konteks, sedangkan yang lain fokus pada komunitas sebagai klien dan melihat
keluarga sebagai subunit. Zerwekh (1991) Model Keluarga sebagai pemberi perawatan merupakan
Perawatan Kesehatan yang menguraikan kerangka kerja yang mendukung untuk menyediakan
perawatan keluarga dalam sebuah masyarakat. Sedangkan Model kesehatan masyarakat sebagai
fungsi yaitu memberikan panduan dalam penyediaan perawatan bagi keluarga dan pandangan
keluarga sebagai klien dalam masyarakat dan keluarga sebagai bagian dari masyarakat klien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keperawatan jiwa?
2. Apa paradigm keperawatan jiwa?
3. Apa falsafah keperawatan jiwa?
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk dapat mengetahui apa itu perspektif dan falsafah keperawatan jiwa.
2. Untuk dapat mengetahui apa itu perspektif dan falsafah keperawatan Keluarga
3. Untuk dapat mengetahui apa itu perspektif dan falsafah keperawatan Komunitas

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. FALSAFAH DAN PARADIGMA KEPERAWATAN JIWA

Individu memiliki harkat dan martabat sehingga masing-masing individu


perlu dihargai. Tujuan individu meliputi tumbuh,sehat,otonomi dan aktualisasi
diri. Masing-masing individu tersebut berpotensi untuk berubah, karena kita tahu
bahwa manusia adalah mahkluk holistik yang mempunyai kebutuhan dasar yang
sama. Semua individu perilakunya bermakna, perilaku individu tersebut meliputi :
persepsi,pikiran,perasaan dan tindakan. Unsur dalam falsafah Keperawatan Jiwa
yaitu sebagai berikut.
1. Individu memiliki harkat dan martabat shg masing2 perlu dihargai
2. Tujuan individu meliputi tumbuh, sehat, aktualisasi diri
3. Masing2 individu berpotensi untuk berubah
4. Manusia adalah makhluk holistik yg berinteraksi dan beraksi dg
lingkungan sebagai manusia yg utuh
5. Masing2 orang memiliki kebutuhan yg sama
6. Semua prilaku individu bermakna
7. Prilaku individu meliputi persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan
8. Individu memiliki kapasitas koping yg bervariasi dipengaruhi oleh
genetik, lingkungan, kondisi stres dan sumber yg tersedia
9. Sakit dpt menumbuhkan dan mengembangkan psikologis bagi individu
10. Setiap orang mempunyai hak utk mendapatkan yankes yg sama
11. Kesehatan mental adalah komponen kritikal dan penting dari yankes yg
sama
12. Individu mempunyai hak untuk dalm pembuatan keputusan fisik dan
mentalnya

3
13. Tujuan kep adalah meningkatkan kesejahteraan memaksimalkan fungsi
dan meningkatkan aktualisasi diri
14. Hubungan interpersonal dapat menghasilkan perubahan dan pertumbuhan
individu

Paradigma keperawatan jiwa adalah Cara pandang yang mendasar


bagaimana kita melihat, memikirkan, memaknai, menyikapi, serta memilih
tindakan atas fenomena yang ada. Unsur paradigm keperawatan jiwa yaitu :

1. Manusia
2. Sehat-sakit
3. Keperawatan
4. lingkungan

B. PENGERTIAN KEPERAWATAN JIWA

Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk


meningkatkan dan mempertahankan fungsi yang terintegrasi. Keperawatan jiwa
merupakan bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori
perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik
sebagai kiatnya (ANA).
Menurut Dorothy , Cecilia : keperawatan kesehatan jiwa merupakan
“proses dimana perawat membantu individu atau kelompok dalam
mengembangkan konsep diri yang positif , meningkatkan pola hubungan antar
pribadi yang lebih harmonis serta agar lebih berproduktif di masyarakat.”
Menurut Stuart Sundeen : keperawatan mental adalah “ proses
interpersonal dalam meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang
berpengaruh pada fungsi integrasi. Pasien tersebut bisa individu,

4
keluarga,kelompok,organisasi atu masyarakat. Tiga area praktik keperawatan
mental yaitu perawatan langsung , komunikasi , management.”

C. MODEL-MODEL KEPERAWATAN JIWA


a. Model Psikoanalisa
1) Konsep
Merupakan model yang pertama yang dikemukakan oleh Sigmun
Freud yang meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa
berhubungan pada perkembangan pada anak
2) Proses terapi
1. Memakan waktu yang lama
2. Menggunakan tehnik asosiasi bebas dan analisa mimpi”
3) Peran pasien dan terapis
1. Pasien
2. Terapis
b. Model Interpersonal
1) Konsep
Model ini diperkenalkan oleh Hary Stack Sullivan. Sebagai
tambahan Peplau mengembangkan teori interpersonal keperawatan. Dalam
proses interpersonal perawat klien memiliki 4 tahap :
a) Orientasi
b) Identivikasi
c) Eksplorasi
d) Resolusi
2) Proses terapi
a) Mengeksplorasi proses perkembangan
b) mengoreksi pengalaman interpersonal
c) reduksi
d) mengembangkan hubungan saling percaya

5
3) peran pasien dengan terapis
a) pasien : menceritakan ansietas dan perasaan
b) terapis : menjalin hubungan akrab dengan pasien dengan
menggunakan empati

c. Model Eksistensi
1) Konsep
Teori mengemukakan bahwa penyimpangan perilaku terjadi jika
individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungannya.
2) Proses terapi
a) Rational emotive therapy
b) Terapi logo
c) Terapi realitas
3) Peran pasien perawat
1. Pasien : bertanggung jawab terhadap perilakunya dan berperan serta
dalam suatu pengalaman berarti untuk mempelajari tentang dirinya
yang sebenarnya
2. Terapis :
Membantu pasien untuk mengenali diri
Mengklarifikasi realita dari suatu situasi
Mengenali pasien tentangperasaan tulus
Memperluas kesadaran diri pasien

d. Model Komunikasi
1) Konsep
Teori ini menyatakan bahwa gangguan perilaku terjadi apabila pesan
tidak dikomunikasikan dengan jelas.
2) Proses terapi
a) Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah

6
b) Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif
c) Memberi alternatif kolektif untuk komunikasi yang tidak efektif
d) Melakukan analisa proses interaksi
3) Peran pasien terapis
1. Pasien : memperhatikan pola komunikasi , bermain peran,bekerja untuk
mengklarifikasi komunikasinya sendiri , memvalidasi peran dari oarang lain.
2. Terapis : menginterpretasikan pola komunikasi kepada pasien dan
mengajarklan prinsip komunikasi yang baik.

e. Model Keperawatan
1) Konsep
Teori ini mempunyai pandangan bahwa askep berfokus pada respon
individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial denagan model
pendekatan berdasarkan teori sistem , teori perkembangan , teori interaksi ,
pendekatan holistik dan teori keperawatan. Fokus pada :
a) Rentang sehat sakit
b) Teori dasar keperawatan
c) Tindakan keperawatan
d) Hasil tindakan
2) Proses terapi
a) Proses keperawatan
b) Terapi keperawatan : terapi modalitas
3) Peran pasien dan terapis
a) Pasien : mengemukakan masalah
b) Terapis : memfasilitasi dan membantu menyelesaikan

D. KRITERIA SEHAT JIWA


1. Berpikir (+) pada diri sendiri, percaya dan menerima diri

7
2. Tumbuh, berkembang dan beraktualisasi mengembangkan potensi diri
dari hal yang bisa kita lakukan atau kerjakan
3. Memiliki integrasi, mampu bertahan terhadap stress dan mengatasi
kecemasan. mengendalikan emosi
4. Memiliki otonomi, tidak tergantung kepada orang lain, obat-obatan dan
lainnya.
5. Persepsi realitas. dapat membedakan lamunan dan kenyataan > perilaku
dapat di mengerti dan di pahami
6. Kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

E. SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA DI DUNIA

Keperawatan jiwa mulai berkembang di dunia pada tahun 1770. Hal ini
disebabkan seiring dengan kejadian penanganan pada orang dengan penyakit
mental. Penanganan yang di lakukan pada awal perkembangan terhadap orang
dengan penyakit mental dianggap terlalu primitif dan kejam. Adapun persepsi
tentang keperawatan jiwa di mulai dari masa peradaban sampai sekarang.

1. Zaman mesir kuno

Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena


adanya roh jahat yang bersarang di otak. Banyak cara yang dilakukan
untuk mengusir roh tersebut agar penderita sembuh. Salah satunya dengan
membuat lubang pada tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat
yang bersarang di otak tersebut, terbukti dengan ditemukannya lubang di
kepala orang yang pernah mengalami gangguan jiwa, adanya prasasti
mesir kuno yang bertuliskan nama orang yang dimasuki roh jahat dan
telah dilubangi kepalanya. Tahun berikutnya penanganan di lakukan lebih
kejam lagi, seperti dibakar, dipukuli, diceburkan dalam air yang dingin

8
atau pemberian syok terapi dengan harapan agar gangguannya
menghilang.

2. Zaman yunani

Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit.


Para leluhur yunani percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan karna
tidak berfungsinya organ pada otak. Upaya pengobatannya dilakukan oleh
dokter , walaupun sebagian orang masih ada yang berdoa untuk
mengeluarkan roh jahat. Mereka menggunakan pendekatan tindakan
seperti : ketenangan, gizi yang baik, kebersihan badan yang baik, musik
dan aktivitas rekreasi.

3. Zaman vesalius

Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan


saja, sehingga ia ingin mempelajari otak dan sistem tubuh manusia.
Namun, membelah kepala manusia untuk dipelajari merupakan hal yang
mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia. Akhirnya, ia
berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya kegiatannya
tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili, dan diancam
hukuman mati (pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa
kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan, maka akhirnya ia
dibebaskan. Versailus bahkan mendapat penghargaan karena bisa
menunjukkan adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak saat
itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun
kenyatannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang
yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena petugasnya khawatir
dengan keadaan pasien.

4. Masa pertengahan dan zaman revolusi prancis I

9
Setelah gangguan jiwa dinyatakan sebagai penyakit pada zaman
vesalius. Pada era ini disebut juga era alienation, social exclusion,
confinement. Para dokter menjelaskan gejala yang sering terjadi seperti
: Depression, Paranoid, Delusions, Hysteris, Nightmares. Pembentukan
rumah sakit jiwa pertama terjadi pada masa ini yaitu di england dengan
nama Bethlehem Royal Hospital. Kemudian diikuti oleh Philipe Pinel,
seorang dokter Perancis yang membuka sebuah rumah sakit untuk seorang
penderita jiwa / mental di pilih kota La Bicetre, Paris. Dia memulai
dengan tindakan kemanusiaan dan advokasi, melalui observasi perilaku,
riwayat perkembangan dan menggunakan komunikasi dengan penderita.

Phillipe Pinel, saat itu menjabat sebagai direktur di RS Bicetri


Prancis, berusaha memanfaatkan Revolusi Prancis untuk membebaskan
belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini dikenal dengan
revolusi humanisme dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality,
Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk
pasien gangguan jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel
menggunakan alasan revolusi, yaitu “Jika tidak, kita harus siap diterkam
binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini diteruskan oleh
murid-murid Pinel sampai Revolusi II. Tidak sampai disitu, muncul juga
Wayer sebagai dokter jiwa pertama di jerman yang bisa menjelaskan
gangguan jiwa melalui kategori diagnostiknya.

5. Revolusi kesehatan jiwa II

Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka


terjadilah perubahan orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius
menuntut agar gangguan jiwa masuk dalam bidang kedokteran. Oleh
karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma natural sciences,
yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada

10
tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat
penggolongan dari tanda-tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan
jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan spesfikasinya masing-
masing.

6. Revolusi kesehatan jiwa III

Pada masa abad 20, perubahan mengenai kesehatan mental sangat


besar dipengaruhi oleh Clifford Beers dengan diterbitkannya buku yang
berjudul A Mind That Found Itself (1908). Dia menulis bukunya
berdasarkan pengalaman dan observasi selama 3 tahun sebagai pasien di
rumah sakit jiwa. Beers menggunakan pengaruhnya untuk membentuk
National Society for Mental Hygiene tahun 1909, sekarang dikenal dengan
National Association for Mental Health. Sebagai hasilnya, banyak
dibangun rumah sakit jiwa di daerah pedesaan, dimana pasien akan
mendapatkan udara segar, sinar matahari dan lingkungan alami.

Pada tahun 1915, Linda Richards, lulusan Perawat pertama di AS


dan sering disebut sebagai perawat psikiatrik pertama di AS,
menganjurkan pelayanan yang sama terhadap pasien penyakit jiwa dengan
pasien penyakit fisik. Dia menempatkan asuhan pada pasien penyakit jiwa
memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi dan siswa tidak terpengaruh.
Pengalaman klinik di rumah sakit jiwa memberikan kesempatan kepada
siswa perawat untuk mempunyai kemampuan tersebut. Banyak kemajuan
terlihat di National Commettee on Mental Hygiene and the American
Nurses Association yang mempromosikan pendidikan kepada pasien
penyakit jiwa dengan menerbitkan journal. Buku – buku tentang
keperawatan jiwa ditulis dan dewan National League for Nursing
mendiskusikan pendidikan Diploma keperawatan psikiatrik (1915-1935).

11
F. SEJARAH KEPERAWATAN JIWA DI INDONESIA

Di Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiea, misalnya


dalam cerita Mahabrata dan Ramayana dikenal adanya “Srikandi Edan”, Gatot
Gaca Gandrung”. Bagaimana para penderita gangguan jiwa diperalakukan pada
zaman dahulu kala di Indonesia tidak diketahui dengan jelas. Bila beberapa
tindakan terhadap penderita gangguan jiwa sekarang dianggap sebagai warisan
dari nenek moyang kita, maka kita dapat membayangkan sedikit bagaimanakah
kiranya paling sedikit sebagian dari jumlah penderita gangguan jiwa itu ditangani
pada jaman dulu. Adapun tindakan yang dimaksud adalah dipasung, dirantai atau
diikat lalu ditempatkan tersendiri di rumah atau di hutan (bila sifat gangguan
jiwanya berat dan membahayakan). Bila tidak berbahaya, dibiarkan berkeliaran di
desa, sambil mencari makanan dan menjadi tontonan masyarakat malahan ada
kalanya diperlakukan sebagai orang sakti, Mbah Wali atau medium (perantara
antara roh dan manusia).

1. Zaman kolonial

Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, para ganggguan jiwa


ditampung di RS sipil atau RS militer di Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat. Ternyata
tempat RS yang disediakan tidak cukup. Tahun 1862 pemerintah Hindia
Belanda mengadakan sensus terhadap penderita gangguan jiwa di Pulau Jawa
dan Madura, hasilnya ada kira-kira 600 orang penderita gangguan jiwa di
Pulau Jawa dan Madura, 200 orang lagi di daerah-daerah lain. Keadaan
demikian untuk penguasa pada waktu itu sudah cukup alasan untuk
membangun RS Jiwa. Maka pada tanggal 1 Juli 1882, dibangun Rumah Sakit
Jiwa pertama di Bogor, kemudian berturut-turut RSJ Lawang pada 23 Juni

12
1902), RSJ Magelang pada tahun 1923 dan RSJ Sabang pada tahun 1927. RSJ
ini tergolong RS besar dan menampung penderita gangguan jiwa menahun
yang memerlukan perawatan lama.

Pemerintah Hindia Belanda mengenal 4 macam tempat perawatan


penderita psikistrik, yaitu:

a) RS Jiwa (Kranzinnigengestichten)

Di Bogor, Magelang, Lawang, dan Sabang, RSJ terus penuh, sehingga


terjadi penumpukan pasien sementara, tempat tahanan sementara kepolisian
dan penjara-penjara. Maka dibangunlah “annexinrichtingen” pada RS ysng
sudah ada seperti di Semplak (Bogor) tahun 1931 dan Pasuruan (dekat
Lawang) tahun 1932.

b) RS Sementara (Doorgangshuizen)

Tempat penampungan sementara bagi pasien psikotik yang


dipulangkan setelah sembuh, yang perlu perawatan lebih lama dikirim ke RS
Jiwa yang didirikan di Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang,
Palemnbang, Bali Banjarmasin,Manado dan Medan.

c) Rumah Perawatan (Veerplegtehuiizen)

Berfungsi sebagai RS Jiwa tetap dikepalai seorang perawat berijazah


dan dibawah pengawasan dokter umum.

d) Koloni

Tempat penampungan pasien psikiatrik yang sudah tenang, pasien


dapt bekerja dalam bidang pertanian serta tinggal dirumah penduduk, tuan
rumah diberi uang kos, dan masih berada dibawah pengawasan.

13
2. Zaman setelah kemerdekaan

Membawa babak baru bagi perkembangan usaha kesehatan jiwa, Oktober 1947
Pemerintah RI membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa, karena masih terjadi
revolusi fisik maka belum dapat bekerja dengan baik. Pada tahun 1950 pemerintah RI
menugaskan untuk melaksanakan hal-hal yang dianggap penting bagi
penyelenggaraan dan pembinaan kesehatan jiwa di Indonesia. Jawatan ini bernaung
di bawah Departemen Kesehatan; tahun 1985 diubah menjadi Urusan Penyakit Jiwa;
1960 menjadi Bagian Kesehatan Jiwa; dan tahun 1966 menjadi Direktorat Kesehatan
Jiwa yang sampai sekarang dipimpin oleh Direktur Kesehtan Jiwa atau Kepala
Direktorat Kesehatan Jiwa.

Dengan ditetapkannya UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 oleh pemerintah,


maka lebih terbuka untuk menghimpun semua potensi guna secara bertahap
melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di
Indonesia. Direktorat kesehatan jiwa mengadakan kerjasama dengan berbagai instansi
pemerintah dan dengan fakultas kedokteran, badan internasional, seminar nasional
dan regional Asia serta rapat kerja nasional serta daerah. Adanya pembinaan sistem
pelaporan, tersusun PPDGJ I tahun 1973 dan diterbitkan tahun 1975 serta integrasi
dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Pihak swasta pun lebih memikirkan masalah kesehatan jiwa, terutama di kota-
kota besar. Di Jakarta, kemudian di Yogyakartadan Surabaya serta beberapa kota
lainnya didirikan sanatorium kesehatan jiwa. RSU pemerintah dan RS ABRI
menyediakan tempat tidur untuk pasien gangguan jiwa dan mendirikan bagian
psikiatri, demikia pula RS swasta seperti RS St. Carolus di Jakarta, RS Maria
(Minahasa). Di Jakarta dan Surabaya telah didirikan Pusat Kesehatan Jiwa
Masyarakat.

14
Dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa berkembang pesat pada Perang Dunia II
karena menggunakan pendekatan metode pelayanan public health service.
Konsekuensinya, peran perawat jiwa juga berubah dari peran pembantu menjadi
peran aktif dalam tim kesehatan, untuk mengobati penderita gangguan jiwa. Pada
masa kini, perawatan penderita gangguan jiwa lebih difokuskan pada basis
komunitas. Ini sesuai dengan hasil Konferensi Nasional I keperawatan Jiwa (Oktober,
2004), bahwa pengobatan akan lebih difokuskan dalam hal tindakan preventif

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori perspektif banyak perspektif teoritis pada keluarga yang tersedia untuk membimbing
masyarakat praktik keperawatan keluarga dan komunitas. Tidak mengejutkan, model keperawatan
bagi keluarga mencerminkan dua pemikiran dalam komunitas / keperawatan ( kesehatan)
masyarakat hari ini. Beberapa pandangan mendukung bahwa keluarga adalah unit perawatan, dan
masyarakat adalah konteks.
Falsafah Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang
dilakukan.. Keperawatan menganut pandangan holistik terhadap manusia yaitu
kebutuhan manusia bio-psiko-sosial-spiritual. Kegiatan keperawatan dilakukan
dengan pendekatan humanistik, dalam arti menghargai dan menghormati martabat
manusia, memberi perhatian kepada klien serta, menjunjung tinggi keadilan bagi
sesama manusia. Keperawatan bersifat universal dalam arti tidak membedakan atas
ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status sosial
ekonomi. Keperawatan adalaFalsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-
hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang
lebih berdasakan pada alasan logis daripada metoda empiris.

B. Saran

Perlunya pemahaman mendalam bagi perawat dalam mengetahui tentang


konsep dasar keperawatan komunitas. Maka dari itu, kelompok berharap kepada
pembaca agar memberikan saran dari penulisan makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1992, Jakarta, Pedoman Kerja Perkesmas Jilid I


Departemen Kesehatan RI, 1993, Jakarta, Petunjuk Pengelolaan Perawatan Kesehatan
Masyarakat.

Depkes RI, 1985, Jakarta, Tata Laksana Perawatan Kesehatan Masyarakat

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. “Visi Pembangunan Kesehatan:


Indonesia Sehat 2010.” http://www.depkes.go.id/indonesiasehat.html

Sugeng Riyadi, S.Kep, Ns “KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT”


http://www.125.160.76.194/data/data-lenovo/data

17

Anda mungkin juga menyukai