Anda di halaman 1dari 20

Cara Membaca Tulangan Lapangan dan


Tumpuan Pada Gambar Kerja Struktur
blogarga January 14, 2016Gambar Kerja, Gambar Kerja Khusus, Struktur

Banyak didapati di lapangan tukang atau mandor melakukan kesalahan ketika membaca gambar
kerja struktur khususnya pada detail balok dan kolom yaitu pada saat membaca tulangan
sengkang/begel . Kesalahan yang dilakukan adalah jarak tulangan begel pada tumpuan yang
dipasang sama seperti tulangan lapangan. Padahal jika melihat gambar kerja detail struktur balok
dan kolom, tulangan sengkang pada tumpuan dipasang lebih rapat dibanding jarak tulangan
sengkang di tengah bentang.

Tulangan tumpuan umumnya berjarak 1/4 dari jarak bentang (L) yang terletak di tepi-tepi
bentang, sedangkan tulangan lapangan 1/2 sisanya yang letakanya ditengah bentang. pada contoh
gambar kerja di bawah ini tulanga tumpuan dipasang dengan jarak 100 mm dengan tulangan
berdiameter 10mm, sedangkan untuk tulangan lapangan menggunakan jarak 200 mm dengan
tulangan berdiameter 10 mm. Untuk memudahkan Anda memahami lihat gambar berikut ini. klik
pada gambar untuk memperbesar.
Gambar Detail Tulangan Balok Kolom
gambar kerja struktur tulangan lapangan dan tumpuan
Haruskah Pemutusan Tulangan Selalu Pada
Kode Keramat “1/4L+20d”?
Posted on July 17, 2011 by budisuanda

¼ L + Ld adalah kode atau angka yang bisa jadi sangat sering dijumpai
pada gambar penulangan atau struktur beton. Mungkin karena saking seringnya digunakan,
hampir semua orang akhirnya menganggap kode tersebut adalah hal yang benar sehingga mutlak
diikuti tanpa pernah menyelidiki atau mempelajari asal muasal kode tersebut.

Pada hampir setiap gambar perencanaan struktur yang saya dapatkan, umumnya perencana
struktur membagi potongan elemen struktur dalam dua posisi jarak bentang yaitu pada 0 – ¼ L
sisi kanan dan kiri elemen struktur dan posisi tengah bentang pada ¼ L hingga ¾ L. Kebiasaan
perencana struktur ini lambat laun menjadikan suatu kesimpulan bagi kebanyakan orang bahwa
pemutusan tulangan tersebut sudah menjadi standar. Bahkan pernah terjadi bahwa pengawas
menuntut tambahan 20D lagi sehingga menjadi ¼ L + 20D karena menurutnya ¼ L adalah letak
titik momen nol yang harus ditambahkan panjang penyaluran lagi (20D) agar struktur menjadi
aman. Segitunya?

Menarik untuk dihubungkan bahwa pada suatu struktur sederhana yang terjepit pada kedua
ujungnya akan memiliki momen nol pada jarak 0,205 L atau mendekati 1/5 L dari ujung tepi
tumpuan. Apakah ¼ L tadi ada hubungannya dengan letak momen nol? Apakah selisih antara 1/5
L dan ¼ L dapat diartikan sebagai penyaluran tulangan setelah titik dimana momen = 0?
Sehingga banyak perencana menentukan pemutusan tulangan pada ¼ L dan bahkan ¼ L + 20D?
Contoh gambar dimana pemutusan
tulangan pada 1/4L + 15D

Suatu referensi buku yang kebetulan masih saya simpan karya Bapak Istimawan Dipohusodo
yang berjudul Struktur Beton Bertulang, menyebutkan bahwa pada dasarnya pemutusan tulangan
dapat diakhiri dimana saja asal jumlah tulangan atau struktur tersebut masih mampu untuk
menahan momen yang terjadi (disebut pula titik pemutusan teoritis) dan tulangan yang diputus
harus disalurkan sedemikian mampu menahan gaya-gaya terutama gaya tarik yang terjadi pada
besi tulangan. Saya pikir kita harus mulai dari sana dulu. Tapi ini bukan suatu hal yang bersifat
final.

Walaupun pada dasarnya tulangan dapat diputus jika sudah tidak diperlukan lagi secara
kekuatan, namun ada hal-hal lain yang harus dipertimbangkan. Sehingga tulangan tidak boleh
diputus semuanya. Tulangan harus dipasang menerus sepanjang struktur (terutama untuk balok).
Salah satunya adalah aspek gempa yang mensyaratkan tulangan yang tersedia dalam jumlah
tertentu walaupun tidak diperlukan dalam perhitungan lentur. Saya melihat ini sebagai aspek
praktis karena akan lebih mudah dalam pelaksanaan apabila jumlah tulangan tertentu tidak
diputus dan dipasang secara menerus. Dalam peraturan, jumlah luasan tulangan yang harus
dipasang menerus adalah sebesar 1/3 luas tulangan yang diperlukan dalam perhitungan.
Disebutkan pula bahwa tulangan harus diperpanjang sebesar 12 db atau sebesar tinggi bersih
balok dan diambil yang terbesar.

Lalu bagaimana memutus tulangan yang sejumlah 2/3 luas tulangan yang lain? Ini merupakan
pertanyaan kunci atas penjelasan di atas. Sebagai contoh, kita tinjau elemen struktur balok.
Beberapa praktik pemutusan tulangan atas yang dibuat oleh beberapa pelaku proyek adalah:

 1/3 L
 ¼ L + 20D
 ¼L
 1/5 L

Mana yang benar? Saya yakin jika ditanyakan kepada para pelaku konstruksi, maka mereka
mayoritas akan menjawab ¼ L. Yah, ¼ L sebagai pedoman pemutusan tulangan rasanya sudah
mendarah daging. Ada juga yang menambahkannya menjadi 1/4 L + 20D. Mari kita lihat dan
kaji secara teoritis.
Pada dasarnya tulangan dapat diputus dimana saja dengan dua syarat, yaitu luas tulangan yang
diputus sudah tidak diperlukan lagi berdasarkan perhitungan dan tulangan yang diputus harus
ditambahkan panjang penyaluran tertentu. Dengan konsep ini, apakah pada akhirnya akan
bernilai sama dengan 1/3 L, ¼ L + 20D, atau ¼ L atau bahkan 1/5 L Jawabnya akan sangat
bervariatif karena sangat tergantung dengan kondisi yang ada.

Cara pemutusan tulangan oleh perencana di atas ternyata sebenarnya hanyalah suatu pendekatan
saja dengan tujuan sebagai pedoman praktis yang cukup aman berdasarkan pengalaman.
Sehingga angka-angka baik 1/3 L, ¼ L + 20D, ¼ L, dan 1/5 L sebaiknya tidak menjadi pedoman
yang kaku dalam pelaksanaan. Angka-angka tersebut sebenarnya adalah pendekatan praktis agar
memudahkan pelaksanaan di lapangan. Angka-angka tersebut juga sebaiknya tidak dilihat
sebagai suatu kebenaran karena akan menjadikan kita tidak belajar mengenai filosofi struktur
beton bertulang.

Beberapa waktu yang lalu, saya mencoba untuk menghitung jarak pemutusan tulangan tumpuan
balok. Perhitungan jarak pemutusan tulangan dilakukan dengan cara mengukur jarak momen nol
terhadap tepi balok dan kemudian menambahkan jarak tertentu untuk keperluan panjang
penyaluran dan geser balok sebesar tinggi efektif balok (d) atau 12 db. Ini tentu dengan
menggunakan software ETABS atas perhitungan struktur gedung tersebut. Dengan mengambil
sample satu balok saja, ternyata prosesnya memang tidak gampang.

Kita harus melihat grafik momen yang menjadi dasar atau representasi kebutuhan luas tulangan.
Momen balok adalah maksimum di daerah tumpuan dan mengecil ke arah tengah bentang.
Jumlah tulangan rencana ditentukan berdasarkan momen maksimum di tumpuan. Untuk
memudahkan, diberikan suatu contoh dengan data-data sebagai berikut:

 Jumlah tulangan tumpuan balok : 6 tulangan


 Jumlah tulangan tumpuan yang diteruskan : 2 tulangan (1/3 luas tulangan)
 Tulangan yang digunakan : D22
 Tinggi balok : 80 cm (selimut 5 cm)
 Momen maksimum : 60 satuan
 Panjang bersih balok : 7.2 m
 Tipe struktur : Balok terjepit sempurna di kedua sisinya
 Model kurva momen lentur : dianggap linear sebagai suatu pendekatan yang lebih aman.
 Letak titik momen nol : 0.205 L
Dasar-
dasar pemutusan tulangan

Berdasarkan data-data di atas, kita dapat menentukan jarak pemutusan masing-masing tulangan
sebagai berikut:

 Letak momen nol = 0.205 x 7.2 m = 1.476 m


 Panjang penyaluran 12 db = 0.264 m
 Tinggi bersih balok = 0.75 m
 Panjang 1/5 L = 1.44 m
 Panjang ¼ L = 1.80 m
 Panjang ¼ L + 20D = 2.24 m
 Jarak pemutusan tulangan ke 1 : 0/60 x 1.476 + 0.75 = 0.750 m
 Jarak pemutusan tulangan ke 2 : 10/60 x 1.476 + 0.75 = 1.000 m
 Jarak pemutusan tulangan ke 3 : 20/60 x 1.476 + 0.75 = 1.242 m
 Jarak pemutusan tulangan ke 4 : 30/60 x 1.476 + 0.75 = 1.488 m
 Jarak pemutusan tulangan ke 5 : 40/60 x 1.476 + 0.75 = 1.734 m
 Jarak pemutusan tulangan ke 6 : 60/60 x 1.476 + 0.75 = 2.226 m
Pemutusan tulangan berdasarkan perhitungan vs batasan praktis pemutusan yang ada

Jika ditentukan bahwa 1/3 luas tulangan (diambil tulangan ke 5 dan 6), maka sisa tulangan
lainnya tidak satupun yang melewati batas ¼ L (1.80 m) dan hanya 1 tulangan (tulangan ke 4)
yang jarak pemutusannya (1.488 m) melewati 1/5 L (1.44 m). Dapat disimpulkan bahwa pada
contoh di atas jika 1/3 luas tulangan diteruskan, maka pemutusan tulangan lainnya cukup aman
dilakukan pada ¼ L.
Pemutusan tulangan dengan 1/3 luas tulangan diteruskan vs batasan pemutusan yang ada

Pada kenyataannya, seringkali jumlah tulangan yang diteruskan adalah ½ luas tulangan. Dengan
melihat contoh di atas, maka sisa tulangan (1/2 luas tulangan lainnya) dapat diputus dengan
aman pada 1/5 L (lihat tulangan ke 3 dimana jarak pemutusan (1.242) < 1/5 L (1.44 m).
Pemutusan tulangan dengan 1/2 luas tulangan diteruskan vs batasan pemutusan yang ada

Tentunya diperlukan simulasi yang lebih komprehensif untuk membuktikan mengenai


pemutusan tulangan di atas. Bagaimanapun setidaknya dapat diketahui variabel pengaruh
mengenai jarak pemutusan yang dianggap aman, yakni:

 Semakin banyak luas tulangan yang diteruskan, maka jarak pemutusan tulangan lainnya
akan semakin pendek
 Semakin langsing balok, maka batasan pemutusan berpeluang semakin kecil (dapat lebih
kecil dari ¼ L). Demikian pula sebaliknya.
 Pengaruh diameter tulangan cukup kecil dibandingkan dengan tinggi bersih balok dalam
menentukan panjang tulangan tambahan setelah titik pemutusan teoritis

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam rangka mendapatkan struktur yang kuat dan efisien, dapat
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

 Penentuan letak titik pemutusan teoritis cukup rumit karena harus menggunakan software
yang menampilkan secara grafis hubungan antara momen dan jaraknya. Namun dengan
tujuan praktis dan kehati-hatian, dapat diasumsikan bahwa grafik kurva adalah linear
dengan jarak momen nol adalah sebesar 0.205 L.
 Berdasarkan perhitungan dan simulasi, pemutusan tulangan cukup aman pada ¼ L (agar
selalu melakukan perhitungan terlebih dahulu)
 Jika berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa jumlah luasan tulangan yang
diteruskan > 1/3 luas tulangan, maka pemutusan tulangan dapat dilakukan pada jarak
antara ¼ L – 1/5 L.
 Jika jumlah tulangan cukup banyak, maka batasan pemutusan dapat dibuat
pengelompokan dan tidak perlu hanya satu batasan. Misalnya dianggap 1/3 luas tulangan
diteruskan, maka bisa saja 1/3 tulangan diputus pada 1/5 L dan 1/3 tulangan lainnya pada
¼ L. Hal ini agar tulangan menjadi efisien dan tetap memperhatikan faktor kepraktisan
pelaksanaan.

Usulan pemutusan tulangan yang efisien dan tetap kuat

Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan orang-orang yang telah terlanjur terdokrin pada kode-
kode tertentu seperti 1/4 L atau 1/4 L+20D atau bahkan 1/3 L. Tapi lebih pada penekanan bahwa
kita harus tahu latar belakangnya. Dengan demikian, pelaku konstruksi akan lebih paham akan
struktur beton bertulang dengan lebih baik.
1. Pemasangan tulangan longitudinal / memanjang

Fungsi utama baja tulangan pada struktur beton bertulang yaitu untuk menahan gaya tarik. Oleh
karena itu pada struktur balok, pelat, fondasi, ataupun struktur lainnya dari bahan beton
bertulang, selalu diupayakan agar tulangan longitudinal (memanjang) dipasang pada serat-serat
beton yang mengalami tegangan tarik. Keadaan ini terjadi terutama pada daerah yang menahan
momen lentur besar (umumnya di daerah lapangan/tengah bentang, atau di atas tumpuan),
sehingga sering mengakibatkan terjadinya retakan beton akibat tegangan lentur tersebut.

Tulangan longitudinal ini dipasang searah sumbu batang .Berikut ini diberikan beberapa contoh
pemasangan tulangan memanjang pada balok maupun pelat.

2.
Pemasangan tulangan geser

Retakan beton pada balok juga dapat terjadi di daerah ujung balok yang dekat dengan tumpuan.
Retakan ini disebabkan oleh bekerjanya gaya geser atau gaya lintang balok yang cukup besar,
sehingga tidak mampu ditahan oleh material beton dari balok yang bersangkutan. Retakan balok
akibat gaya geser dan cara mengatasi retakan geser ini akan dijelaskan lebih lanjut . . .

Agar balok dapat menahan gaya geser tersebut, maka diperlukan tulangan geser yang dapat
berupa tulangan miring/tulangan-serong atau berupa sengkang/begel. Jika sebagai penahan
gaya geser hanya digunakan begel saja, maka pada daerah yang gaya gesernya besar (mislnya
pada ujung balok yang dekat tumpuan) dipasang begel dengan jarak yang kecil/rapat, sedangkan
pada daerah dengan gaya geser kecil (daerah lapangan/tengah bentang) dapat dipasang begel
dengan jarak yang lebih besar/renggang.

3. Jarak tulangan pada balok

Tulangan longitudinal maupun begel balok diatur pemasangannya dengan jarak tertentu, seperti
terlihat pada gambar berikut :
Keterangan gambar :

 Sb = tebal penutup beton minimal (9.7-1 SNI 03-2847-2002).Jika berhubungan dengan


tanah/cuaca : Untuk D >atau =16 mm, tebal Sb = 50 mm. ; Untuk D< 16 mm, tebal Sb =
40 mm ; Jika tak berhubungan tanah dan cuaca tebal Sb = 40 mm.
 b = Jarak maksimum (as-as) tulangan samping (3.3.6-7 SK SNI T-15-1991-03), diambil <
atau = 300 mm dan < atau = balok (1/6) kali tinggi efektif balok.Tinggi efektif = tinggi
balok – ds atau d = h – ds
 S av = Jarak bersih tulangan pada arah vertikal (9.6-2 SNI 03-2847-2002) diambil > atau
= 25 mm, dan > atau = D.
 Sn = Jarak bersih tulangan pada arah mendatar (9.6-1 SNI 03-2847-2002) diambil > atau
= 25 mm, dan > atau = D. Disarankan d > atau = 40 mm, untuk tulangan balok.
 D = diameter tulangan longitudinal (mm)
 ds = Jarak titik berat tulangan tarik sampai serat tepi beton bagian tarik, sebaiknya
diambil > atau = 60 mm.

4. Jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris

Dimensi struktur biasanya diberi notasi b dan h, dengan b adalah ukuran lebar dan h adalah
ukuran tinggi total dari penampang struktur.Sebagai contoh dimensi balok ditulis dengan b/h
atau 300/500, berarti penampang dari balok tersebut berukuran lebar balok, b = 300 mm dan
tinggi balok h = 500 mm.

Keterangan gambar :

 As = luas turangan tarik (mm2)


 As’ = luas tulangan tekan (mm2)
 b = lebar penampang balok (mm)
 c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tertekan (mm)
 d = tinggi efektif penampang balok (mm)
 ds1= Jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton tarik (mm)
 ds2= jarak antara titik berat tulangan tarik baris kedua dengan tulangan tarik baris
pertama (mm)
 ds’ = jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan (mm)
 h = tinggi penampang balok (mm)

Karena lebar balok terbatas pada nilai b, maka jumlah tulangan yang dapat dipasang pada 1 baris
(m) juga terbatas. Jika dari hasil hitungan tulangan balok diperoleh jumlah total (n) yang ternyata
lebih besar daripada nilai m, maka terpaksa tulangan tersebut harus dipasang pada baris
berikutnya. Jumlah tulangan maksimal pada baris (m) tersebut ditentukan dengan persamaan
berikut :

keterangan :

 m = jumlah tulangan maksimal yang dapat dipasang pada 1 baris. Nilai m dibulatkan ke
bawah, tetapi jika angka desimal lebih besar daripada 0,86 maka dapat dibulatkan ke atas.
 b = lebar penampang balok (mm)
 ds1 = jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton tarik (mm)
 D = diameter tulangan longitudinal balok (mm)
 Sn = jarak bersih antar tulangan pada arah mendatar, dengan syarat lebih besar dari D dan
lebih besar dari 40 mm (dipilih nilai yang besar)

Pada persamaan di atas, jika ternyata jumlah tulangan balok (n) > jumlah tulangan per baris (m),
maka kelebihan tulangan (n-m) tersebut harus dipasang di baris berikutnya.
GAMBAR STRUKTUR BETON
STRUKTUR BETON KONVENSIONAL

Terdiri dari :
- balok
- kolom
- pelat
Angka-angka dimensi dapat dinyatakan :
Dalam meter : panjang balok, jarak antar balok, tinggi kolom, panjang
dan lebar pelat
Dalam sentimeter : lebar dan tinggi balok, lebar dan tebal kolom, tebal
pelat.
Dalam milimeter : diameter tulangan

TULANGAN BETON

 Tulangan dapat berupa besi polos atau besi ulir.


 Notasi untuk menyatakan ukuran yaitu besarnya diameter pada besi polos
diberi notasi Ф dan pada besi ulir (deformed) dengan notasi D (huruf D besar).
 Contoh penulisan :
 2Ф12 berarti 2 batang besi polos dengan diameter 12 mm
 Ф14 – 200, berarti batang besi polos diameter 14 mm berjarak 200 mm
 5D20, berarti 5 batang besi berulir dengan diameter 20 mm
 D20 – 150 berarti batang besi berulir diameter 20 berjarak 150 mm

BALOK BETON

 Perletakan balok dapat bebas atau terjepit.


 Penggambarannya dengan penampang memanjang dan beberapa penampang
melintang sesuai dengan keperluan sehingga dapat menjelaskan penulangan
yang diberikan.
 Balok yang menahan balok anak atau pelat, maka balok anak atau pelat tidak
digambarkan penulangannya tetapi daerahnya diberikan bayang-bayang
(silhuet).

BALOK DI ATAS TUMPUAN BEBAS

BALOK DENGAN PELAT DI ATAS


TUMPUAN JEPIT

KOLOM BETON

 Kolom umumnya berbentuk persegipanjang, bujursangkar atau bulat.


 Penulangannya dapat secara simetri atau mengelilingi sisinya.
 Penyambungan penulangan dilaksanakan secara praktis pada permukaan suatu
lantai atau di tengah kolom.
 Tulangan di bagian bawah dibengkokkan ke dalam dulu dan menjadi stek
dengan panjang kurang lebih 40 kali diameternya.

KOLOM DENGAN TULANGAN SIMETRI

PELAT BETON

 Gambar pelat ditunjukkan dengan denah, potongan memanjang dan melintang


 Pada denah pelat, tulangan digambarkan dengan bentuk setelah dibengkokkan
tergeletak, tidak tampak atasnya, baik ke arah panjang maupun ke arah lebar.
 Peletakan dapat bebas atau jepitan, baik pada 4 sisi maupun 2 sisi.
 Tulangan di lapangan bentangan dibengkokkan ke atas pada tempat 1/5
bentangan, dan penambahan tulangan di tumpuan sepanjang ¼ bentangan.

PELAT DI ATAS 4 TUMPUAN BEBAS

Anda mungkin juga menyukai