Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Menkes, hipertensi merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena tidak ada gejala
atau tanda khas sebagai peringatan dini. Kebanyakan orang merasa sehat dan energik. Menurut hasil

Riskesdas Tahun 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi. Keadaan ini
tentunya sangat berbahaya, yang dapat menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat.

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai

tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer,2005).


Menurut WHO, tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai

hipertensi. Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4%

penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini

kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta

berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia. Ini

membalikkan teori sebelumnya bahwa hipertensi banyak menyerang kalangan ”mapan”. Faktanya,di

Negara maju yang sarat kemakmuran justru hipertensi bisa dikendalikan.


Peran perawat disini adalah melakukan asuhan keperawatan yang meliputi promotif, preventif,

kuratif, rehabilitatif, untuk meningkatkan kesehatan, melakukan pencegahan, mengobati, dan pemulihan
kesehatan masyarakat.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui manajemen Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami hipertensi
2. Mengetahui peran perawat dalam menjalankan intervensi pada pasien yang mengalami hipertensi

3. Mengetahui Evidance Based Nursing terkait intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami

hipertensi

C. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan hipertensi.

2. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan pengkajian keperawatan dan


membuat Asuhan Keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

3. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca.

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

1. Anatomi Fisiologi
Jantung merupakan organ muscular berongga, bentuknya menyerupai piramid atau jantung
pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah ke seluruh tubuh, terletak dalam rongga toraks pada

bagian mediastinum. Ujung jantung mengarah kebawah, ke depan bagian kiri: Basis jantung terdapat

aorta batang nadi paru pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh paru. Hubungan jantung
dengan alat sekitarnya:

a. Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis tinggi kosta III-I.

b. Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.

c. Atas setinggi torakal IV dan servikal II, berhubungan dengan aorta pulmonalis, bronkus dekstra,

dan bronkus sinistra.


d. Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendens, vena azigosis, dan

kolumna vertebra torakalis.

e. Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.

Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung

utama adalah paru yang menekan jantung dari samping diafragma menyokong dari bawah,

pembuluh darah besar yang keluar dan masuk jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah.
Factor yang memengaruhi kedudukan jantung:

a. Faktor umur: pada usia lanjut alat-alat dalam rongga torak termasuk jantung agak turun ke

bawah.
b. Bentuk rongga dada: perubahan bentuk torak yang menetap misalnya penderita TBC menahun
batas jantung menurun sedangkan pada asma torak melebar dan membulat.

c. Letak diafragma: menyokong jantung dari bawah, jika terjadi penekanan diafragma keatas akan

mendorong bagian bawah jantung ke atas.

d. Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal ditentukan oleh perubahan posisi tubuh,
misalnya membungkuk, tidur miring ke kiri atau ke kanan.

Lapisan jantung terdiri dari:


a. Perikardium Lapisan yang merupakan kantong pembungkus jantung, terletak di dalam

mediastinum minus, terletak di belakang korpus sterni dan rawan iga II-IV.
2
1) Perikardium fibrosum (visceral): bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung

terikat ke bawah sentrum tendinium diafragma bersatu dengan pembuluh darah besar,
melekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
2) Periakrdium serosum (parietal), dibagi menajdi dua bagian: perikardium parietalis

membatasi perikardium fibrosum, sering disebut epikardium, dan perikardium visceral


(kavitas perikardialis) yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi melumas untuk
mempermudah pergerakan jantung.
Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar

pergesekan antara perikardium tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. Pada

permukaan posterior jantung terdapat perikarium serosum sekitar vena-vena besar

membentuk sinus obliges dan sinus tranfersus.

b. Miokardium Lapisan otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri

bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri koronaria kanan
memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel kanan.

Vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudian bersikulasi langsung ke dalam paru.
Susunan miokardium:

1) Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur, serabut-serabutnya disusun dalam dua

lapisan. Lapisan luar mencakup kedua atria. Serabut luar ini paling nyata di bagian depan

atria. Beberapa serabut masuk ke dalam septum atrioventrikular. Lapisan dalam terdiri dari

serabut-serabut berbentuk lingkaran.

2) Susunan otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin atrioventikuler
sampai ke apeks jantung.

3) Susunan otot atrioventikular merupakan dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium

dan ventrikel).

c. Endokardium (permukaan dalam jantung) Dinding dalam atrium diliputi oleh membran yang
mengilat, terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium, kecuali aurikula dan

bagian depan krista. Ke arah aurikula dari ujung bawah krista terminalis terdapat sebuah lipatan

endokardium yang menonjol dikenal sebagai valvula vena kava inverior, berjalan di depan

muara vena inferior menuju ke tepi disebut fosa ovalis. Antara atrium kanan dan ventrikel kanan
terdapat hubungan melalui orifisium artikular.

Bagian-bagian dari jantung:


a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh darah besar
(aorta asendens, arteri pulmonalis/vena pulomnalis dan vena kava superior dibentuk oleh atrium
sinistra dan sebagian atrium dekstra. Bagian posterior berbatasan dengan aorta desendens,

3
esophagus, vena azigos, duktus torakalis, terdapat seitinggi vertebrae torakalis (vertebra ruas

VIII).
b. Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul. Bagian ini dibentuk oleh
ujung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra. Bagian apek tertutupi oleh paru dan pleura sinistra

dari dinding toraks.

Permukaan jantung (fascies kordis):


a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap ke depan berbatasan dengan dinding depan

toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.

b. Fascies dorsalis: permukaan jantung mengahdap kebelakang, berbentuk segi empat berbatasan

dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebagian atrium dekstra,

dan sebagian kecil dinding ventrikel sinistra.

c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang berbatas dengan sternum
tendinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel

dekstra.

Tepi jantung (margo kordis):

a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari vena kava superior sampai ke

apeks kordis, dibentuk oleh dinding atrium dekstra dan dinding ventrikel dekstra, memisahkan

fascies sternokostalis dengan fascies diafragmatika sebelah kanan.

b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari bagian bawah muara vena
pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis, dibentuk oleh dinding atrium sinistra (diatas)

dan dinding ventrikel sinistra (di bawah) memisahkan fascies sternokostalis dengan fascies

diafragmatika sebelah kiri.

Alur permukaan jantung:

a. Sulkus atrioventrikularis: mengelilingi batas bawah basis kordis, terletak diantara batas kedua

atrium jantung dan kedua ventrikel jantung.

b. Sulkuls longitudinalis anterior: alur ini terdapat pada fascies sternokostalis mulai dari celah di
antara arteri polmonalis dengan aurikula sinistra, berjalan ke bawah menuju apeks kordis. Sulkus
ini merupakan batas antara kedua ventrikel dari depan.

c. Sulkus longitudinalis posterior: alur ini terdapat pada fascies diafragmatika kordis, muai dari
sulkus koronarius sebelah kanan muara vena kava inferior menuju apeks kordis. Sulkus ini
merupakan batas antara kedua ventrikel dari belakang bawah.

4
Ruang-ruang jantung:

a. Atrium dekstra: terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk
suatu rigi atau krista terminalis. Bagian utama atrium yang terletak posterior terhadap rigi
terdapat dinding halus yang secara embriologis berasal dari sinus venosus. Bagian atrium yang

terletak di depan rigi mengalami trabekulasi akibat berkas serabut otot yang berjalan dari krista
terminalis.
1) Muara pada atrium kanan :
a) Vena kava superior: bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan. Muara ini tidak

mempunyai katub, mengembalikan darah dari separoh atas tubuh.

b) Vena kava inferior: lebih besar dari vena kava superior, bermuara ke dalam bagian

bawah atrium kanan, mengembalikan darah kejantung dari separoh badan bagian

bawah.

c) Sinus koronalis: bermuara ke dalam atrium kanan antara vena kava inferior dengan
osteum ventrikulare, dilindungi oleh katub yang tidak berfungsi.

d) Osteum atrioventrikuler dekstra: bagian anterior vena kava inferior dilindungi oleh vulva
bikuspidalis. Di samping itu banyak bermuara vena-vena kecil yang mengalirkan darah

dari dinding jantung ke dalam atrium kanan.

2) Sisa-sisa fetal pada atrium kanan. Fossa ovalis dan annulus ovalis adalah dua struktur yang

terletak pada septum interartrial yang memisahkan atrium kanan dengan atrium kiri. Fossa

ovalis merupakan lekukan dangkal tempat foramen ovale pada vetus dan annulus ovalis

membentuk tepi, merupakan septum pada jantung embrio.


b. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalu osteum atrioventrikuler dekstrum

dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih

tebal dari atrium kanan pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan.

1) Valvula trikuspidalis: melindungi osteum atrioventikuler, dibentuk oleh lipatan endokardium


disertai sedikit jaringan fibrosa, terdiri dari tiga lipatan endokardium disertai sedikit jaringan

fibrosa, terdiri dari tiga kuspis atau saringan (anterior, septalis, dan inferior). Basis kuspis

melekat pada cincin fibrosa rangka jantung. Bila ventrikel berkontraksi M. papilaris

berkontraksi mencegah agar kuspis tidak terdorong ke atrium dan terbalik waktu tekanan
intraventrikuler meningkat.
2) Valvula pulmunalis: melindungi osteum pulmonalis, terdiri dari semilunaris arteri pulmonalis,

dibentuk oleh lipatan endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa. Mulut muara kuspis
arahnya ke atas, ke dalam trunkus pulmonalis. Selama sistolik ventrikel katup kuspis tertekan
pada dinding trunkus pulmonalis oleh darah yang keluar. Selama diastolik, darah mengalir
kembali ke jantung masuk ke sinus. Katup kuspis terisi dan menutup osteum pulmonalis.

5
c. Atrium sinistra: terdiri dari rongga utama dan aurikula, terletak di belakang atrium kanan,

membentuk sebagian besar basis (fascies posterior), dibelakang atrium sinistra terdapat sinus
oblig perikardium serosum dan perikardium fibrosum. Bagian dalam atrium sinistra halus dan
bagian aurikula mempunyai rigi otot seperti aurikula dekstra. Muara atrium sinistra vena

pulmonalis dari masing-masing paru bermuara pada dinding posterior dan mempunyai valvula
osteum atrioventrikular sinistra, dilindungi oleh valvula mitralis.
d. Ventrikel sinistra: ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding ventrikel sinistra tiga

kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Tekanan darah intraventrikuler kiri enam kali lebih tinggi

disbanding tekanan dari ventrikel dekstra.

1) Valvula mitralis (bikuspidalis): melindungi osteum atrioventrikular terdiri atas dua kuspis

(kuspis anterior dan kuspis posterior). Kuspis anterior lebih besar terletak antara osteum

atrioventrikular dan aorta.


2) Valvula semilunaris aorta: melindungi osteum aorta strukturnya sama dengan valvula

semilunaris arteri pulmonalis. Salah satu kuspisnya terletak pada dinding anterior dan dua
terletak pada dinding posterior di belakang kuspis. Dinding aorta membentuk sinus aorta

anterior merupakan asal arteri koronaria dekstra. Sinus posterior sinistra merupakan asal

arteri koronaria sinistra.

Peredaran darah jantung:

a. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan ke depan antara trunkus
pulmonalis dan aurikula dekstra, memberikan cabang-cabang ke atrium dekstra dan ventrikel

desktra. Pada tepi inferior jantung menuju sulkus atrioventrikularis untuk beranastomosis dengan

arteri koronaria kiri memperdarahi ventrikel dekstra.

b. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra, dari sinus posterior aorta sisintra
berjalan ke depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula kiri masuk ke sulkus atrioventrikularis

menuju ke apeks jantung memberikan darag untuk ventrikel dekstra dan septum

interventrikularis.

c. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus
koronarius yang terletak di bagian belakang sulkus atrioventrikularis merupakan lanjutan dari V.
kardiak magna yang bermuara ke atrium dekstra sebelah kiri vena kava inferior V. Kardiak

minimae dan media merupakan cabang sinus koronarius, sisanya kembali ke atrium dekstra
melalui vena kardiak anterior, melalui vena kecil langsung ke ruang-ruang jantung.

6
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom melalui pleksus

kardiakus. Saraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus bagian servikal dan torakal bagian atas dan
saraf simpatis berasal dari nervus vagus. Serabut eferen post-ganglion berjalan ke nodus sinus atrialis
dan nodus atrioventrikularis tersebar ke bagian jantung yang lain. Serabut aferen berjalan bersama

nervus vagus berperan sebagai refleks kardiovaskuler, berjalan bersama saraf simpatis.

7
B. Konsep Medik Penyakit Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Gambar 1.1 Hipertensi

(sumber: purworejo.sorot.com)

World Health Organzation (WHO) dan The International Society of Hypertension (ISH)

menetapkan bahwa hiperetensi merupakan kondisi ketika tekanan darah (TD) sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil

rata minimal dua kali pengukuran seetelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan petugas

kesehatan. (Yasmara dkk,2017)

2. Klasifikasi Hipertensi

a. Menurut WHO (World Health Organization), klasifikasi tekanan darah tinggi sebagai berikut

(Bangun, 2008):
1) Tekanan darah normal, yakni jika sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan

diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg;


2) Tekanan darah perbatasan, yakni sitolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg;

3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni jika sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.
b. Menurut JNC VII dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Turner, Rick. 2010):

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

Kategori Tekanan Darah TDD (mmHg) TDS (mmHg)

Normal <80 <120


Prehipertensi 80-90 120-139

Hipertensi Stage 1 90-99 140-159


Hipertensi Stage 2 100 atau >100 160 atau >160
Keterangan:
TDD: tekanan darah diastolik

TDS: tekanan darah sistolik

8
c. Rekomendasi dari JNC VIII dalam penanganan hipertensi
1) Pada pasien berusia ≥ 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah
sistolik ≥ 150mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan target terapi untuk sistolik <

150mmHg dan diastolik < 90mmHg . (Rekomendasi Kuat-grade A)


2) Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah
diastolik ≥ 90mmHg dengan target < 90mmHg . ( Untuk usia 30-59 tahun , Rekomendasi
kuat -Grade A; Untuk usia 18-29 tahun , Opini Ahli - kelas E )

3) Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai pengobatan farmakologis pada tekanan darah

sistolik ≥ 140mmHg dengan target terapi < 140mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )

4) Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , mulai pengobatan

farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik ≥ 90mmHg dengan

target terapi sistolik < 140mmHg dan diastolik < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )
5) Pada pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes , mulai pengobatan farmakologis pada

tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau diastolik BP ≥ 90mmHg dengan target terapi
untuk sistolik gol BP < 140mmHg dan diastolik gol BP < 90mmHg . ( Opini Ahli - kelas E )

6) Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang dengandiabetes ,

pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe thiazide, CCB , ACE

inhibitor atauARB ( Rekomendasi sedang-Grade B ) Rekomendasi ini berbeda dengan JNC

7 yang mana panel merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi awal untuk

sebagian besar pasien .


7) Pada populasi umum kulit hitam , termasuk orang-orang dengan diabetes , pengobatan

antihipertensi awal harus mencakup diuretic tipe thiazide atau CCB . ( Untuk penduduk

kulit hitam umum : Rekomendasi Sedang - Grade B , untuk pasien hitam

dengan diabetes : Rekomendasi lemah-Grade C)


8) Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis , pengobatan awal atau

tambahan antihipertensi harus mencakup ACE inhibitor atau ARB untuk meningkatkan

outcome ginjal . (Rekomendasi sedang -Grade B )

9) Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, tiingkatkan
dosis obat awal atau menambahkan obat kedua dari salah satu kelas dalam Rekomendasi
6 . Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dua obat , tambahkan dan titrasi

obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada
pasien yang sama . Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya dengan
menggunakan obat-obatan dalam Rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan
untuk menggunakan lebih dari 3 obat untuk mencapai target tekanan darah, maka obat

antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan . (Opini Ahli - kelas E )

9
3. Etiologi dan Faktor Risiko

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, menurut Ardiansyah


(2012), yaitu:
a. Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90% tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya
hipertensi esensial diantaranya dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Faktor Hipertensi Esensial

Faktor Penyebab Penjelasan

Genetik Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan


penyakit ini ketimbang mereka yang tidak
Jenis kelamin dan usia Laki-laki berusia 35 sampai 50 tahun dan wanita

pasca menopause berisiko tinggi mengalami


hipertensi
Diet Konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak,

secara langsung berkaitan dengan berkembangnya

penyakit hipertensi

Berat badan atau obesitas (25% diatas berat badan ideal) juga sering dikaitkan

dengan berkembangnya hipertensi


Gaya hidup Gaya hidup dapat meningkatkan tekanan darah (bila

gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap

diterapkan)
Stres Stres fisik dan emosional menyebabkan kenaikana
sementara tekanan darah, tetapi peran setres pada
hipertensi primer belum jelas. Tekanan darah
normalnya berflukatuasi selama siang hari, yang naik
pada aktifitas, ketidaknyamanan, atau respon
emosional seperti marah. Setres yang sering dan
terus menerus dapat menyebabkan hipertropi otot
polos vaskular atau mempengaruhi jalur intrati
sentral otak.

b. Hipertensi Sekunder (5-10%)

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya diketahui. Beberapa


gejala atau penyakit yang merupakan penyebab hipertensi jenis ini akan dijelaskan dalam

tabel berikut ini.

10
Tabel 3. Jenis Hipertensi Sekunder

Jenis-jenis Penjelasan

Glomerulonefritis akut Hipertensi terjadi secara tiba-tiba dan memburuk


dengan cepat. Jika tidak segera ditangani maka
dapat menyebabkan gagal jantung

Sindrom nefrotik Penyakit ini berlangsung lambat dan


menimbulkan gejala klinis sindrom nefrotik seperti

proteinuria berat, hipoproteinemia, dan edema

yang berat. Meskipun pada tahap awal fungsi

ginjal masih baik, namun lama kelamaan daya


filtrasi glomerulus semakin menurun, faal ginjal
memburuk, dan terjadi kenaikan tekanan darah

Pielonefritis Terdapat kaitan antara pielonefritis dan adanya


hipertensi. Peradangan pada ginjal ini sering
disertai dengan kelainan struktur bawaan ginjal

atau juga pada batu ginjal. Diagnosis klinis sering

sukar ditegakkan. Namun demikian terdapat

keluhan yang biasanya muncul yaitu nyeri

pinggang, mudah lelah, dan rasa lemas pada


badan. Hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukkan adanya proteinuria, piuria, dan

kadang-kadang disertai dengan hematuria

Kimmelt Stiel-Wilson Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi


dari penyakit diabetes melitus yang berlangsung

lama. Gejala yang timbul menyerupai


glomerulonefritis kronis dapat disertai dengan

tekanan darah tinggi. Penyakit ini memiliki

prognosis yang buruk, penderita dapat meninggal

akibat gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung


Hipertensi renovaskular Hipertensi ini disebabkan oleh adanya lesi pada
arteri renalis. Stenosis yang terjadi pada arteri

renalis ini memicu pengeluaran renin yang

berlebihan. Meskipun kemudian mengalami


penurunan, namun kadarnya tidak akan mencapai

tingkat terendah. Selain itu terdapat pula

11
penambahan volume cairan tubuh serta

peningkatan curah jantung

(Yasmara dkk, 2017)

4. Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung (cardiac out put) dan

derajat dilatasi atau konstriksi arteriola (resestensi vaskular sistemik). Tekanan darah arteri di
kontrol dalam aktu singkat oleh baro resptor arteri yang mendeteksi perubahan tekanan pada

ateri utama, dan kemudian melalui mekanisme umpan balik hormonal menimbulkan berbagai

variasi respons tubuh seperti frekuensi denyut jantung, kontraksi otot jantung, kontraksi otot

polos pada pembuluh darah dengan tujuan mempertahankan tekanan darah dalam batas
normal. Baro sereptor dalam komponen kardiovaskuler tekanan rendah, seperti vena, atrium
dan sirkulasi plimonar, memainkan peranan penting dalam pengaturan hormonal volume

vaskular. Penderita hipertensi di pastikan mengalami peningkatan salah satu atau kedua
komponen ini, yakni curah jantung dan atau resetensi vaskular sistemik.
Hemodinamik yang khas dari hipertensi yang menetap bergantung pada tingginya

tekanan arteri, derajat kontriksi pembuluh darah dan adanya pembesaran jantung. Hipertensi

sedang yang tidak di sertai dengan pembesaran jantung memiliki curah jantung normal.

Namun demikian, terjadi resistensi vaskuler perifer dan penurunan kecepatan ejeksi ventrikel

kiri.
Saat hipertensi bertambah berat dan jantung mulai mengalami pembesaran, curah

jantung mengalami penurunan secara progesif meskipun belum terdapat tanda – tanda gagal

jantung. Hal ini disebabkan sesistensi perifer sistemik semakin tinggi dan kecepatan ejeksi

vertikel kiri semakin turun.


Penurunan curah jantung ini akan menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai organ

tubuh, terutama ginjal. Kondisi ini berdampak pada penurunan volume ekstra sel dan perfusi
ginjal yang berujung dengan iskemik ginjal. Penurunan perfusi ginjal ini akan mengaktifasi

sistem renin angiotensin.

Renin yang dikeluarkan oleh ginjal ini akan merangsang angiotensinogen untuk

mengeluarkan angiotensinogen I (AI) yang bersifat fasokontriktor lemah. Adanya angiotensin I


pada angiotensin II (AII) peredaran darah akan mengicu pengeluaran angiotensi converting
enzym (ADE) di endotelium pembuluh paru. ACE ini kemudian akan mengubah angiotensin I
menjadi angiotensin II (AII) yang merupakan vasokontriktor kuat sehingga berpengaruh pada

sirkulasi tubuh secara keseluruhan.


Selain sebagai vasokontrikor kuat, AII memiliki efek lain yang pada akhirnya

meningkatkan tekanan darah. Dampak yang ditimbulkan AII antara lain hipertrofi jantung dan

12
pembuluh darah, stimulasi rasa haus, memicu produksi aldosteron dan anti-diuretic hormone

(ADH).
Renin di eksresikan sebagai respon tubuh terhadap beberapa kondisi di antaranya
stimulasi sistem saraf simpatik, hipotensi, dan penurunan asupan natrium. Kemudian renin

akan mengiduksi angiotensinogen untuk berubah menjadi angiotensin I (AI). Angiotensin


onverting enzyme (ACE) yang din hasilkan oleh endotelium pembuluh darah peru mengubah
AI menjadi angiotensin II (AII).
Peningkatan tekanan darah sebagai dampak dari adanya AII ini terjadi melalui dua cara

utama yaitu efek vasokontriktor kuat dan rangsangan kelenjar ardenal.

1. Vasokontriktor: AII menyebabkan vasokontiriksi baik pada arteriol maupun vena.

Kontriksi atriol akan meningkatan tekanan perifer sehingga membutuhkan usaha

jantung lebih besar dalam melakukan pemompaan. Sedangkan pada vena dampak

kontriksinya lemah, tetapi sudah mampu menimbulkan peningkatan aliran balik darah
vena ke jantung. Peningkatan aliran balik ini akan menyebabkan peningkatan preload

yang membantu jantung untuk melawan resentensi perifer.


2. Perangsangan kelenjar endokrin: AII merangsang kelenjar adrenal untuk mengeluarkan
hormon aldosteron. Hormon ini berkerja pada tubula distal nefron. Dampak dari

keadaan hormon aldosteron ini adalah peningkatan penyerapan kembali air dan NaCl

oleh tubulus distal nefron. Hal ini akan mengurangi pengeluaran garam dan air melalui

ginjal. Kondisi ini membuat volume darah meningkat yang diikuti pula dengan

peningkatan tekanan darah.

Dampak Hipertensi di jantung adalah semakin meningkatnya beban jantung sehingga

dapat menimbulkan Hipertofi ini menyebabkan penyempitan peluang jantung sehingga

menurunnya Preolad dan curah jantung. Jika jantung tidak dapat mengompensasi lagi, maka
terjadi gagal jantung. Sedangkan tekanan intraokular akan memengaruhi fungsi penglihatan.

Bahkan jika penanganan tidak segera dilakukan, penderita akan mengalami kebutaan.

Penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari resistensi sistemik ini, dapat menyebabkan

kerusakan pada parenkin ginjal. Jika tidak segera ditanganin, akan berakhir dengan gagal
ginjal.
Sebagai kondisi patologik yang dapat memengaruhi seluruh organ tubuh. Penanganan

hipertensi yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Beberapa komplikasi
yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi ini antara lain retinopati hipertensif, penyakit jantung
dan pembuluh darah, hipertensi serebrovaskuler, dan ensefalopati hirpetensi.

13
5. Manifestasi Klinis

Sebagian manifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi selama


bertahun-tahun, gejalanya berupa:
1. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan

tekanan darah interaknium;


2. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari hipertensi;
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan saraf pusat;
4. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus; dan

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.


6. Bingung

Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit kepala (rasa berat

di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, muntah-muntah, kegugupan, keringat berlebihan,


tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, tinntus (telinga

mendenging), serta kesulitan tidur (Ardiansyah, 2012)

6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a. Urinalisis: Dapat ditemukan protein, sel darah merah, atau sel darah putih

menandakan penyakit ginjal, atau glukosa yang menunjukkan diabetes mellitus

b. Kadar kalium serum <3,5 mEq/L (normal: 3,5-5,0 mEq/L)² menunjukkan disfungsi
adrenal (hiperaldosteronisme primer)

c. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)² atau meningkat >20

mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)² atau >1,5

mg/dL menunjukkan penyakit ginjal


2. Pencitraan

a. Foto toraks menunjukkan kardiomegali

b. Arteriografi ginjal menunjukkan stenosis arteri ginjal

3. Prosedur diagnostik
a. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan hipertrofi atau iskemia ventrikel kiri
b. Oftalmoskopi menunjukkan luka pada arteriovena, ensefalopati hipertensif, dan

edema
c. Pemeriksaan menggunakan kaptropil oral dapat dilakukan untuk menguji hipertensi
renovaskuler

14
7. Penatalaksanaan Hipertensi

1. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan

kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,
tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko

kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines dapat dilihat

pada Tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4. Terapi Non-farmakologi Pola Hidup Sehat untuk penderita Hipertensi

Hal yang perlu diperhatikan Penjelasan

Penurunan berat badan Mengganti makanan tidak sehat dengan


memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang lebih

selain penurunan tekanan darah, seperti

menghindari diabetes dan dislipidemia

Mengurangi asupan garam Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak

merupakan makanan tradisional pada


kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien

tidak menyadari kandungan garam pada

makanan cepat saji, makanan kaleng, daging

olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah


garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi

dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi


derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam

tidak melebihi 2 gr/ hari

Olah raga Olah raga yang dilakukan secara teratur

sebanyak 30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/


minggu, dapat menolong penurunan tekanan
darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki

waktu untuk berolahraga secara khusus,

sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan


kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga

dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya

15
Mengurangi konsumsi alkohol Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola

hidup yang umum di negara kita, namun


konsumsi alcohol semakin hari semakin

meningkat seiring dengan perkembangan


pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota

besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per


hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita,

dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan


demikian membatasi atau menghentikan

konsumsi alcohol sangat membantu dalam

penurunan tekanan darah

Berhenti merokok Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti

berefek langsung dapat menurunkan tekanan


darah, tetapi merokok merupakan salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan

pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti


merokok

(Santoso dkk, 2015)

2. Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi

derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani

pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Terapi obat pada

penderita hipertensi dimulai dengan obat akan dibahas pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Terapi Obat pada Penderita Hipertensi

Jenis Obat Penjelasan

Hidroklorotizid (HCT) 12,5-25 mg/hari dengan dosis tunggal pada pagi

hari (pada hipertensi dalam kehamilan, hanya

digunakan bila di sertai hemokonsentrasi/udem


paru)

Reserpin 0,1-0,25 mg/hari sebagai dosis tunggal


Propanolol mulai dari 10 mg dua kali sehari yang dapat

dinaikan 20 mg dua kali sehari (kontaindikasi


untuk penderita asma

Captopril 12,5-25 mg sebanyak dua sampai tiga kali sehari

16
(kontraindikasi pada kehamilan selama janin

hidup dan penderita asma


Nifedipin mulai dari 5mg dua kali sehari, bisa di naikan

10mg dua kali sehari

(Santoso dkk, 2015)

Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu:

a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal

b. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya

c. Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti pada usia 55–80
tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
d. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan

angiotensin II receptor blockers (ARBs)


e. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
f. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur (Santoso dkk, 2015).

8. Pencegahan Hipertensi

1. Pencegahan primer

Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya riwayat
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardia, obesitas dan konsumsi

garam yang berlebihan dianjurkan untuk:

1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi

hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan sebagainya.


2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.


4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita

hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bias di lakukan bias berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.

b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan

stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung iskemik yang lain harus dikontrol.

d. Batasi aktivitas.

17
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTENSI

A. Pengkajian

1. Riwayat
a. Riwayat hipertensi keluarga, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, atau
penyakit renal; merokok; stres; obesitas; atau gaya hidup yang kurang gerak.
b. Dokumentasi tekanan darah tinggi sebelumnya, termasuk usia, onset, tingkat elevasi, dan

resep terapi medis saat ini.

c. Riwayat seluruh obat yang diresepkan dan obat bebeas serta kepatuhan klien yang sebenarnya

dalam meminum obat. Catat: obat-obatan yang mungkin meningkatkan tekanan darah atau

mengganggu keefektifan obat antihipertensi termasuk kontrasepsi oral, steroid, obat

antiinflamasi nonstreroid, antidepresi trisiklik, penghambat monoamina oksidase, dan


eritropoetin.

d. Riwayat semua penyakit atau trauma pada organ sasaran


e. Hasil dan efek samping dari terapi antihipertensi sebelumnya.

f. Manifestasi klinis dari gangguan kardiovaskular, seperti angina, dispnea, atau klaudikasi.

g. Riwayat atau kenaikan berat badan terkini, kegiatan olahraga, asupan natirum, penggunaan

alkohol, dan merokok.

h. Faktor-faktor psikososial dan lingkungan (seperti stres emosional, praktik budaya makan,

status ekonomi) yang mungkin memengaruhi kontrol tekanan darah.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup penentuan akurat tekanan darah serta evaluasi organ

sasaran.
a. Tanda-tanda vital dan berat badan.

b. Tekanan darah, karena tekanan darah berubah-ubah dan dapat dipengaruhi oleh banyak

faktor, ia harus diukur sehingga pembacaan mewakili level klien.

c. Pemeriksaan funduskopi untuk penyempitan arteri retinal, hemoragi, eksudat, dan papiledema.
d. Pemeriksaan leher untuk distensi vena, bruit karotis, dan pembesaran tiroid.
e. Auskultasi jantung untuk meningkatnya denyut jantung, disritmia, pembesaran, impuls

prekordial, murmur, dan suara jantung S₃ dan S₄.


f. Pemeriksaan perut untuk bruit, dilatasi aorta, dan pembesaran ginjal.
g. Pemeriksaan ekstremitas untuk menghilangnya atau tidak adanya denyut perifer, edema, dan
ketidaksamaan denyut bilateral.

h. Evaluasi neurologi untuk tanda-tanda trombosis serebral atau hemoragi.

18
3. Uji Laboratorium
Uji yang digunakan dalam evaluasi hipertensi rutin termasuk jumlah sel darah lengkap,
urinealisis, penentuan serum kalium dan kadar natrium, kadar glukosa darah saat puasa, kadar
serum kolesterol, nitrogen ureum darah, dan kadar serum kreatin, elektrokardiogram, dan

radiografi dada. Tes-tes ini menyediakan informasi yang berguna dalam menentukan
keparahan penyakit vaskular, luasnya kerusakan organ sasaran, dan kemungkinan penyebab
hipertensi. Klien dengan potensi hipertensi sekunder mungkin memerlukan uji yang lebih luas.

B. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang kami angkat adalah sebagai berikut:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas

Definisi: Ketidakadekuatan darah yang di pompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh
Domain 4. Aktivitas/istirahat

Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal


Batasan Karakteristik:

a. Palpitasi jantung

b. Edema

c. Keletihan

d. Gelisah

e. Ansietas
Faktor yang berhubungan:

a. Perubahan kontraktilitas

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen

Definisi: Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau

menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan

Domain 4. Aktivitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal
Batasan karakteristik:
a. Keletihan
b. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas

c. Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas

Faktor yang berhubungan:

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

19
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium

Definisi: Peningkatan retensi cairan isotonik


Domain 2. Nutrisi
Kelas 5. Hidrasi

Batasan karakteristik:
a. Ansietas
b. Edema
c. Gelisah

d. Perubahan berat jenis urine

Faktor yang berhubungan:

a. Kelebihan asupan natrium

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (misalnya, iskemia)


Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan

jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International
Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.

Domain 12. Kenyamanan

Kelas 1. Kenyamanan fisik

Batasan karakteristik:

a. Diaphoresis
b. Meringis

c. Gelisah

Faktor yang berhubungan:

a. Agen cedera biologis (misalnya, iskemia)

5. Risiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan hipertensi

Definisi: rentan terhadap penurunan sirkulasi darah ke ginjal, yang dapat mengganggu kesehatan

Domain 4. Aktivitas/istirahat
Kelas 4. Respons kardiovaskular/pulmonal
Faktor Risiko:

1. Hipertensi

20
C. Nursing Care Plane
Perencanaan
Diagnosis Keperawatan
NOC NIC
1. Penurunan curah 1. Status Sirkulasi 1. Pengaturan Hemodinamik
jantung b.d perubahan Definisi: Ketidakadekuatan darah Definisi: Optimalisasi denyut jantung
kontraktilitas, yang di pompa oleh jantung untuk preload dan afterload serta
dibuktikan dengan memenuhi kebutuhan metabolik kontraktilitas (jantung)
batasan karakteristik: tubuh. Aktivitas-aktivitas:
a. Palpitasi jantung a. Lakukan penilaian komprehensif
b. Edema Setelah dilakukan intervensi terhadap status hemodinamik
c. Keletihan keperawatan, diharapkan pasien: (yaitu, memeriksa tekanan darah,
a. Tekanan darah sistol [4] denyut jantung, denyut nadi,
b. Tekanan darah diastol [4] tekanan vena jugularis, tekanan
c. Tekanan nadi [4] vena sentral, atrium kiri dan kanan,
d. Tekanan darah rata-rata [4] tekanan ventrikel dan tekanan
e. Tekanan vena sentral [4] arteri pulmonalis) dengan tepat
b. Berikan pemeriksaan fisik berkala
Keterangan skala indikator: pada populasi berisiko (misalnya,
1= deviasi berat dari kisaran normal pasien gagal jantung)
2= deviasi yang cukup besar dari c. Jelaskan tujuan perawatan dan
kisaran normal bagaimana kemajuan akan diukur
3= deviasi sedang dari kisaran d. Identifikasi adanya tanda dan
normal gejala peringatan dini sistem
4= deviasi ringan dari kisaran normal hemodinamik yang
5= tidak ada deviasi dari kisaran dikompromikan (misalnya, dispnea,
normal penurunan kemampuan untuk
olahraga, ortopnea, sangat
2. Keefektifan Pompa Jantung kelelahan, pusing, melamun,
Definisi: kecukupan volume darah edema, palpitasi, dispnea
yang dipompa dari ventriel kiri untuk paroksismal nokturnal, perubahan
mendukung tekanan perfusi sistemik BB tiba-tiba)
e. Monitor adanyan tanda dan gejala
Setelah dilakukan intervensi masalah status volume (misalnya,
keperawatan, diharapkan pasien: distensi vena, eningkatan tekanan
a. Tekanan darah sistol [4] divena jugularis interna kanan,
b. Tekanan darah diastol [4] reflex vena jugularis positif pada
c. Urin output [4] abdomen, edema, asietas, crackles,
d. Edema [4] dyspnea, ortonea, dyspnea,
e. Diaforesis [4] paroxysmal nocturnal)
f. Mual [4] f. Monitor dan catat tekanan darah,
g. Kelelahan [4] denyut jantung, irama, dan denyut
nadi
Keterangan skala indikator:
1= deviasi berat dari kisaran normal 2. Perawatan Jantung
2= deviasi yang cukup besar dari Definisi: keterbatasan dari komplikasi
kisaran normal sebagai hasil dari ketidakseimbangan
3= deviasi sedang dari kisaran antara suplai oksigen pada otot
normal jantung dan kebutuhan seorang
4= deviasi ringan dari kisaran normal pasien yang memiliki gejala gangguan
5= tidak ada deviasi dari kisaran fungsi jantung
normal Aktivitas-aktivitas:

21
a. Secara rutin mengecek pasien baik
fisik dan psikologis sesuai dengan
kebijakan tiap agen/penyedia
layanan
b. Dorong adanya peningkatan
aktivitas bertahap ketika kondisi
pasien sudah distabilkan
(misalnya., dorong aktivitas yang
lebih ringan atau waktu yang lebih
singkat dengan waktu istirahat
yang sering dalam melakukan
aktivitas)
c. Instruksikan pasien tentang
pentingnya untuk segera
melaporkan bila merasakan nyeri
dada
d. Evaluasi episode nyeri dada
(intensitas, lokasi, radiasi, durasi
dan faktor yang memicu serta
meringankan nyeri dada)
e. Monitor tanda-tanda vital secara
rutin
f. Catat tanda dan gejala penurunan
curah jantung
g. Evaluasi perubahan tekanan darah
h. Susun waktu latihan dan istirahat
untuk mencegah kelelahan
i. Monitor sesak napas, kelelahan,
takipnea, orthopnea
j. Lakukan terapi relaksasi,
sebagaimana mestinya
k. Bangun hubungan saling
mendukung antara pasien dan
keluarga

3. Monitor Hemodinamik Invasif


Definisi: pengukuran dan interpretasi
dari parameter hemodinamik invasif
untuk menentukan fungsi
kardiovaskular dan mengatur terapi
dengan tepat
Aktivitas-aktivitas:
a. Monitor denyut jantung dan ritme
b. Monitor tekanan darah (sistolik,
diastolik dan rata-rata), tekanan
vena sentra/atrium kanan, tekanan
arteri pulmonal (sistol, diastol,
rata-rata), dan pulmonary
capillary/artery wedge pressure
c. Monitor gelombang hemodinamik
untuk perubahan fungsi
kardiovaskular

22
d. Bandingkan parameter
hemodinamik dengan tanda dan
gejala klinik lain
e. Dokumentasikan arteri pulmonary
dan gelombang sistemik arterial
f. Monitor untuk dispnea, kelelahan,
takipnea dan orthopnea
2. Intoleransi Aktivitas b.d 1. Energi Psikomotor 1. Manajemen Energi
Ketidakseimbangan Definisi: Dorongan dan energi Definisi: Pengaturan energi yang
antara suplai dan personal untuk mempertahankan digunakan untuk menangani atau
kebutuhan oksigen, nutrisi, keamanan dan aktivitas hidup mencegah kelelahan dan
dibuktikan dengan sehari-hari. mengoptimalkan fungsi.
batasan karakteristik: Aktivitas-aktivitas:
a. Keletihan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji status pasien yang
b. Ketidaknyamanan keperawatan, diharapkan pasien: menyebabkan kelelahan sesuai
setelah beraktivitas a. Menunjukkan afek yang sesuai dengan konteks usia dan
c. Respons frekuensi dengan situasi [4] perkembangan
jantung abnormal b. Menunjukkan konsentrasi [4] b. Anjurkan pasien mengungkapkan
terhadap aktivitas c. Menjaga kebersihan dan perasaan secara verbal mengenai
tampilan personal [4] keterbatasan yang dialami
d. Menunjukkan nafsu makan yang c. Tentukan jenis dan baanyaknya
normal [4] aktivitas yang dibutuhkan untuk
e. Menunjukkan tingkat energi menjaga ketahanan
yang stabil [4] d. Monitor intake/asupan nutrisi
f. Menunjukkan kemampuan untuk mengetahui sumber energy
untuk menyelesaikan tugas yang adekuat
sehari-hari [4] e. Bantu pasien untuk memahami
prinsip konservasi energi
Keterangan skala indikator: (misalnya, kebutuhan untuk
1= tidak pernah menunjukkan membatasi aktivitas dan tirah
2= jarang menunjukkan baring)
3= kadang-kadang menunjukkan f. Bantu pasien memprioritaskan
4= sering menunjukkan kegiatan untuk mengakomodasi
5= secara konsisten menunjukkan energi yang diperlukan
g. Anjurkan aktivitas fisik (misalnya,
2. Toleransi terhadap aktivitas ambulasi, ADL) sesuai dengan
Definisi: respon fisiologis terhadap kemampuan (energi) pasien
pergerakan yang memerlukan energi h. Evaluasi secara bertahap kenaikan
dalam aktivitas sehari-hari level aktivitas pasien
i. Instruksikan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan mengenali tanda dan gejala
keperawatan, diharapkan pasien: kelelahan yang memerlukan
a. Frekuensi nadi ketika pengurangan aktivitas
beraktivitas [4] j. Anjurkan pasien untuk
b. Tekanan darah sistol ketika menghubungi tenaga kesehatan
beraktivitas [4] jika tanda dan gejala kelelahan
c. Tekanan darah diastol ketika tidak berkurang
beraktivitas [4]
d. Temuan/hasil EKG 2. Terapi Aktivitas
(elektrokardiogram) [4] Definisi: Peresepan terkait dengan
e. Toleransi dalam menaiki tangga menggunakan bantuan aktivitas
[4] ffisik, kognisi, sosial dan spiritual

23
f. Kemudahan dalam melakukan untuk meningkatkan frekuensi dan
aktivitas hidup harian [4] durasi dari aktivitas kelompok
Aktivitas-aktivitas:
Keterangan skala indikator: a. Pertimbangkan kemampuan
1= sangat terganggu klien dalam berpartisipasi
2= banyak terganggu melalui aktivitas spesifik
3= cukup terganggu b. Bantu klien untuk
4= sedikit terganggu mengeksplorasi tujuan personal
5= tidak terganggu dari aktivitas-aktivitas yang biasa
dilakukan (misalnya., bekerja)
dan aktivitas-aktivitas yang
disukai
c. Bantu klien untuk memilih
aktivitas dan pencapaian tujuan
melalui aktivitas yang konsisten
dengan kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
d. Bantu klien untuk tetap fokus
pada kekuatan [yang dimilikinya]
dibandingkan dengan
kelemahan [yang dimilikinya]
e. Bantu klien untuk menjadwalkan
waktu-waktu spesifik terkait
dengan aktivitas harian
f. Instruksikan pasien dan keluarga
untuk melaksanakan aktivitas
yang diinginkan maupun yang
[telah] diresepkan
g. Fasilitasi aktivitas pengganti
pada saat klien memiliki
keterbatasan waktu, energi,
maupun pergerakan dengan
cara berkonsultasi pada terapis
fisik, okupasi, dan terapis
rekreasi

3. Perawatan Jantung: Rehabilitas


Definisi: peningkatan tingkat ffungsi
aktivitas yang paling maksimum
pada pasien yang telah mengalami
episode gangguan fungsi jantung
yang terjadi karena
ketidakseimbangan suplai oksigen ke
otot jantung dan kebutuhannya
Aktivtas-aktivitas:
a. Monitor toleransi pasien
terhadap aktivitas [4]
b. Pertahankan jadwal ambulasi,
sesuai toleransi pasien
c. Instruksikan kepada pasien dan
keluarga mengenai modifikasi
faktor risiko jantung (misalnya.,

24
menghentikan kebiasaan meroko,
diet da olahraga) sebagaimana
mestinya
d. Instruksikan pasien dan keluarga
untuk membatasi
mengangkat/mendorong barang
benda berat dengan cara yang
tepat
e. Skrining akan adanya kecemasan
dan depresi pada pasien,
sebagaimana mestinya

3. Kelebihan volume 1. Keseimbangan cairan 1. Manajemen Cairan


cairan b.d kelebbihan Definisi: keseimbangan cairan Definisi: meningkatkan keseimbangan
asupan natrium, didalam ruangan intraselular dan cairan dan pencegahan komplikasi
dibuktikan dengan ekstraselular tubuh yang dihasilkan dari tingkat cairan tdak
batasan karakteristik: normal atau tidak diinginkan.
a. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas:
b. Edema keperawatan diharapkan pasien: a. Timbang berat badan setiap hari
c. Gangguan tekanan a. Tekanan darah [4] dan monitor status pasien
b. Denyut nadi radial [4] b. Jaga intake/asupan yang akurat
c. Keseimbangan intake dan dan catat output (pasien)
output dalam 24 jam [4] c. Monitor status hidrasi (misalnya,
d. Berat badan stabil [4] membran mukosa lembab, denyut
e. Meninkatkan kelembaban nadi adekuat, dan tekanan darah
membran mukosa [4] ortostatik)
f. Hematokrit [4] d. Monitor hasil laboratorium yang
relavan dengan retensi cairan
Keterangan skala indikator: (misalnya, peningkatan berat jenis,
1= sangat terganggu peningkatan BUN, penurunan
2= banyak terganggu hematokrit, dan peningkatan kadar
3= cukup terganggu osmolalitas urin)
4= sedikit terganggu e. Distribusikan asuan cairan selama
5= tidak terganggu 24 jam.
f. Dukung pasien dan keluarga untuk
2. Keparahan Hipertensi membantu dalam pemberian
Definisi: keparahan tanda dan gejala makan dengan baik
karena karena peningkatan tekanan
darah yang kronis 2. Manajemen Nutrisi
Definisi: menyediakan dan
Setelah dilakukan tindakan meningkatkan intake nutrisi seimbang
keperawatan diharapkan pasien: Aktivitas-aktivitas:
1. Kelelahan [4] a. Tentukan status gizi pasien dan
2. Pandangan kabur [4] kemampuan pasien untuk
3. Sakit kepala [4] memenuhi kebutuhan gizi
4. Pusing [4] b. Instruksikan pasien mengenai
5. Berkeringan banyak [4] kebutuhan nutrisi (yaitu membahas
6. Nokturia [4] pedoman diet dan piramida
7. Tinnitus [4] makanan)
8. Mual [4] c. Tentukan jumlah kalori dan jenis
9. Peningkatan tekanan darah sistol nutrisi yang dibutuhkan untuk
[4] memenuhi persyaratan gizi

25
10. peningkatan darah diastol [4] d. Berikan obat-obatan sebelum
makan (misalnya., penghilang rasa
Keterangan skala indikator: sakit, antiemetik)
1= berat e. Anjurkan pasien terkait dengan
2= besar kebutuhan diet untuk kondisi sakit
3= sedang (yaitu: untuk pasien dengan
4= ringan penyakit ginjal, pembatasan
5= tidak ada natrium, kalium, protein, dan
cairan)
f. Monitor kalori dan asupan
makanan
g. Berikan arahan bila diperlukan
4. Nyeri akut b.d Agen 1. Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri
cedera biologis Definisi: tindakan pribadi untuk Definisi: pengurangan atau reduksi
(misalnya iskemia), mongontrol nyeri. nyeri sampai pada tingkat kenyamanan
dibuktikan dengan yang dapat diterima oleh pasien
batasan karakteristik: Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas:
a. Diaphoresis keperawatan, diharapkan pasien: a. Lakukan pengkajian nyeri
b. Meringis a. Mengenali kapan nyeri terjadi [4] komprehensif yang meliputi lokasi,
c. Gelisah b. Menggambarkan faktor penyebab karakteristik,onset/durasi, frekuensi,
[4] kualitas, intesitas atau beratnya
c. Menggunakan jurnal harian untuk nyeri dan faktor pencetus
memonitor gejala dari waktu ke b. Gunakan strategi komunikasi
waktu[4] terapeutik untuk mengetahui
d. Menggunakan tindakan pengalaman nyeri dan sampaikan
pengurangan nyeri tana analgesic penerimaan pasien terhadap nyeri
[4] c. Pertimbangkan pengaruh budaya
e. Mengontrolkan nyeri yang terhadap respon nyeri
terkontrol[4] d. Gali bersama pasien faktor-faktor
yang dapat menurunkan atau
Keterangan skala indikator: memperberat nyeri
1= deviasi berat dari kisaran normal e. Berikan informasi mengenai nyeri,
2= deviasi yang cukup besar dari seperti penyebab nyeri, berapa
kisaran normal lama nyeri akan dirasakan, dan
3= deviasi sedang dari kisaran normal antisipasi dari ketidaknyamanan
4= deviasi ringan dari kisaran normal akibat prosedur
5= tidak ada deviasi dari kisaran f. Evaluasi keefektifan dari tindakan
normal pengontrol nyeri yang pakai
selama pengkajian nyeri dilakukan
1. Keparahan Gejala g. Berikan informasi yang akuraat
Definisi: keparahan respon fisik, untuk meningkatkan pengetahuan
emosi dan sosial yang tidak dan respon keluarga terhdap
diharapkan pengalaman nyeri
h. Monitor kepuasaan pasien
Setelah dilakukan tindakan terhadap manajemen nyeri dalam
keperawatan, diharapkan pasien: interval yang spesifik.
a. Intensitas gejala [4]
b. Fekuensi gejala [4] 2. Pengurangan Kecemasan
c. Menetapnya gejala [4] Definisi: mengurangi tekanan,
d. Terkait kecemasan [4] ketakutan, firasat, maupun
e. Gangguan mobilitas fisik [4] ketidaknyamanan terkait dengan
f. Tidur yang tidak cukup [4] sumber-sumber bahaya yang tidak

26
g. Kekurangan tidur [4] teridentifikasi
Aktivitas-aktivitas:
Keterangan skala indikator: a. Gunakan pendekatan yang tenang
1= berat dan meyakinkan
2= cukup berat b. Berikan informasi faktual terkait
3= sedang diagnosa, perawatan dan prognosis
4= ringan c. Berada disisi klien untuk
5= tidak ada meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
d. Dorong keluarga untuk
mendampingi pasien dengan cara
yang tepat
e. Berikan objek yang menunjukkan
perasaan aman
f. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk
meningkatkan kepercayaan
g. Bantu klien mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
h. Isntruksikan klien untuk
menggunakan teknik relaksasi
i. Dukung penggunaan mekanisme
koping yang sesuai
5. Risiko ketidakefektifan 1. Perfusi jaringan: organ abdominal 1. Identifikai Risiko
perfusi ginjal dibuktikan Definisi: kecukupan aliran darah Definisi:
dengan faktor risiko: melalui pembuluh kecil dari viscera Analisis faktor risiko potensial,
a. Hipertensi abdomen untuk mempertahankan pertimbangan risiko-risiko kesehatan
fungsi organ dan memprioritaskan strategi
pengurangan risiko bagi individu
Setelah dilakukan tindakan maupun kelompok
keperawatan, diharapkan pasien: Aktivitas-aktivitas:
a. Tekanan darah daistolik [4] a. Kaji ulang riwayat kesehatan masa
b. Tekanan darah sistolik [4] lalu dan dokumentasikan bukti
c. Nilai rata-rata tekanan darah [4] yang menunjukkan adanya
d. Output urin [4] penyakit medis, diagnosa
e. Mual [4] keparawatan serta perawatannya
f. Muntah [4] b. Kaji ulang data yang didapatkan
g. Kehilangan selera makan [4] dari pengkajian risiko secara rutin
c. Identifikasi risiko biologis,
Keterangan skala indikator: lingkungan dan perilaku serta
1= deviasi berat dari kisaran normal hubungan timbal balik
2= deviasi yang cukup besar dari d. Pertimbangkan status pemenuhan
kisaran normal kebutuhan sehari-hari
3= deviasi sedang dari kisaran e. Instruksikan faktor risiko dan
normal rencana untuk mengurangi faktor
4= deviasi ringan dari kisaran normal risiko
5= tidak ada deviasi dari kisaran f. Implementasikan aktivitas-aktivitas
normal pengurangan risiko
g. Rencanakan tindak lanjut strategi
Keterangan skala indikator: dan aktivitas pengurangan risiko
1= berat jangka panjang
2= cukup berat
3= sedang 2. Manajemen cairan

27
4= ringan Definisi: meningkatkan keseimbangan
5= tidak ada cairan dan pencegahan komplikasi
yang dihasilkan dari tingkat cairan
2. Fungsi ginjal tidak normal atau tidak diinginkan
Definisi: kemampuan ginjal untuk Aktivitas-aktivitas:
mengatur cairan tubuh, menyaring a. Tibang berat badan setiap hari
darah, dan membersihkan hasil dan monitor status pasien
pembuangan melalui pembentukan b. Jaga intake/asupan yang akurat
urin dan catat outpput pasien
c. Monitor status hidrasi (misalnya.,
Setelah dilakukan tindakan membran mukosa lembab,
keperawatan, diharapkan pasien: denyut nadi adekuat, dan tekanan
a. Urine output selama 8 jam [4] darah osmolalitas urin)
b. Warna urin [4] d. Monitor tanda-tanda vital pasien
c. Hipertensi [4] e. Kaji lokasi dan luasnya edema jika
d. Kelelahan [4] ada
e. Mual [4] f. Dukung pasien dan keluarga
f. Edema [4] untuk membantu dalam
pemberian makanan dengan baik
Keterangan skala indikator: g. Monitor indikasi kelebihan
1= sangat terganggu cairan/retensi
2= banyak terganggu
3= cukup terganggu
4= sedikit terganggu
5= tidak terganggu

Keterangan skala indikator:


1= berat
2= cukup berat
3= sedang
4= ringan
5= tidak ada

28
Essai

Hubungan tentang EBN Hipertensi Diet Energi Rendah dan Tekanan Intrakranial pada Wanita dengan
Hipertensi Intrakranial Idiopatik: Studi Kohort Prospektif

Dalam makalah yang kami tulis terdapat tanda dan gejala pada pasien Hipertensi yang telah
dibuktikan didalam EBN ini yaitu nyeri kepala akibat tekanan intrakranial, nokturia, edema, ansietas, palpitasi,
munta, keringat berlebih, dan nyeri dada. Yang telah dibuktikan dalam jurnal ini oleh Alexandra J Sinclair.
Yaitu tekanan intrakranial pada pasien Hipertensi khususnya wanitayang berhubungan dengan diet energi.

Hipertensi intrakranial idiopatik, yang juga dikenal sebagai hipertensi intrakranial jinak atau

pseudotumour cerebri, adalah kondisi penyebab yang tidak diketahui yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan intrakranial dan papilloedema. Biasanya mempengaruhi wanita gemuk muda, menyebabkan sakit

kepala sehari-hari dan kehilangan penglihatan, yang parah. dan permanen sampai seperempatnya. Epidemi

hipertensi intrakranial idiopatik di kalangan wanita obesitas adalah 20 per 100.000, dan prevalensi
diperkirakan meningkat bersamaan dengan epidemi global obesitas.

Tidak cukup bukti untuk memandu strategi terapeutik, seperti yang disorot dalam tinjauan Cochrane
tahun 2005. Kondisi ini memiliki hubungan yang mencolok dengan obesitas (lebih besar dari 93%), dan

akibatnya penurunan berat badan sering disarankan sebagai perawatan. Namun demikian, hanya ada satu

studi modifikasi bobot prospektif sebelumnya, yang dilakukan 35 tahun yang lalu, yang mengamati

perbaikan subyektif pada papilloedema pada sembilan pasien pada diet beras rendah kalori; ini Temuan

didukung oleh tinjauan ulang catatan kasus secara retrospektif.

Dua puluh lima wanita secara prospektif direkrut menjadi studi tiga tahap. Tahap 1 adalah periode tiga
bulan tidak ada intervensi baru (fase kontrol); Tahap 2 terdiri dari diet intensif tiga bulan; dan stadium 3

merupakan tindak lanjut tiga bulan setelah selesainya diet. Penurunan berat badan diraih dengan diet nutrisi

pengganti makanan berganda yang telah divalidasi sebelumnya, yang memberi wanita total 1777 kJ/hari (425

kkal/hari). Pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan tambahan, dan minum minimal 2 liter
cairan sehari. Selama tahap 2, semua peserta berpartisipasi menjalani review mingguan yang dilakukan di

Well-Come Trust Clinical Research Facility di University Hospitals Birmingham NHS Foundation Trust.

Berkomunikasi dengan diet dipantau melalui evaluasi berat badan yang hilang dan adanya keton keton (ciri

abstain dari asupan makanan). Peserta juga dianjurkan secara teratur, melalui pemberian konseling gizi
mingguan.
Evaluasi papilloedema pada penelitian terapeutik hipertensi intrakranial idiopatik sebelumnya

bergantung pada pengamatan subjektif; penggunaan tindakan pencitraan objektif yang telah dijelaskan
sebelumnya27 28 menandai kemajuan penting dalam mengukur pembengkakan cakram optik yang akan
meningkatkan penelitian dan berkontribusi pada rancangan percobaan klinis di masa depan. Peneliti
mengetahui bahwa tusukan lumbal, yang hanya mencatat penilaian snapshot tekanan intra-tengkorak, tidak

seakurat 24 jam pemantauan terus-menerus, yang mencerminkan fluktuasi diurnal pada tekanan intrakranial.

29
Perubahan minimal pada tekanan intra-tengkorak dilaporkan pada tahap 1 (-1,8 (SD 5.5) cm H2O

tanpa intervensi), bagaimanapun, menunjukkan bahwa variabilitas tekanan intrakranial tidak mempengaruhi
data peneliti secara signifikan. Peneliti menyadari bahwa sifat desain acak yang tidak teracak harus
dipertimbangkan saat mengevaluasi data ini. Tanggung jawab pasien dan pertimbangan etis mencegah

perekrutan ke kohort kontrol (yang memerlukan pungsi lumbal serial-prosedur dengan morbiditas terkait).
Meskipun penelitian peneliti, seperti rangkaian kasus observasional lainnya, mungkin cenderung rentan
terhadap bias, faktor pembaur, atau yang berpotensi, terlalu banyak perkiraan besaran terapeutik, rancangan
studi yang ketat seperti kita dapat meminimalkan keterbatasan potensial ini. Kekuatan utama penelitian ini

adalah bahwa semua pasien memiliki hipertensi intra kranial stabil idiopatik kronis (durasi penyakit rata-rata

39,0 (SD 49,2) bulan). Hal ini mengurangi risiko bias dari kemungkinan resolusi spontan yang cepat, yang

merupakan fenomena yang diketahui pada beberapa pasien dengan hipertensi intrakranial idiopatik akut.

Konsekuensi memilih kelompok kronis adalah bahwa gangguan penglihatan sangat minim dan papilloedema

ringan (nilai Frisen semua ≤2) pada kebanyakan wanita saat pendaftaran. Peneliti tidak memasukkan pasien
dengan riwayat penglihatan yang menurun dengan cepat yang memerlukan operasi pengalihan cairan

serebrospinal atau perawatan agresif lainnya. Fungsi visual (skor Log-MAR dan bidang visual Humphrey)
dipelihara pada awal penelitian di peserta, dan perbaikan penting secara klinis tidak dicatat dan tidak

diharapkan. Meskipun mempelajari kohort dengan hipertensi intrakranial idiopatik kronis, peneliti mengamati

perbaikan gejala klinis dan statistik papellaedema secara klinis dan statistik

Setelah diet rendah energi, wanita dengan hipertensi intra-kranial idiopatik secara signifikan

mengurangi tekanan intra-tengkorak, sakit kepala, dan papilloedema. Temuan peneliti menunjukkan bahwa

menasihati dan mendorong pasien tersebut untuk memulai dan mempertahankan diet pengurangan berat
badan dapat bermanfaat secara terapeutik. Klinik penurunan berat badan dapat berperan dalam pengelolaan

hipertensi intrakranial idiopatik, walaupun efisiensi jangka panjang dan ekonomi kesehatan dari pendekatan

ini memerlukan evaluasi kritis dalam studi lebih lanjut yang membandingkan pengurangan berat badan

dengan menggunakan ahli gizi NHS dengan klinik penurunan berat badan yang ditujukan khusus untuk
pasien dengan hipertensi intrakranial idiopatik.

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi adalah suatu penekanan darah sistolik dan diasolik yang tidak normal, batas yang tepat
dari kelainan ini tidak pasti. Nilai yang dapat di terima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin,

namun pada umumnya sistolik yang bekisar antara 140-190 mmHg dan diastolik antara 90-95 mmHg
dianggap merupakan garis batasan hipertensi.

Patofisiologi kerja jantung terutama di tentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer. Curah
jantung pada penderita hipertensi umumnya normal adanya kelainan terutama pada peninggian

tahanan perifer. Pentalaksana hipertensi non farmakologis yaitu menjalani pola hidup sehat telah banyak
terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam

menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular.

Terapi farmakologi secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien

hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola

hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa keperawatan maupun pembaca sebaiknya mengetahui manajemen

asuhan keperawatan pada gangguan hipertensi. Mahasiswa keperawatan juga diharapkan mampu
mengimplementasikan bagaimana cara melakukan pendidikan kesehatan terkait masalah tersebut,

memahami asuhan keperawatannya, dan melakukan penanganan terhadap serangan hipertensi pada

pasien-pasien terkait.

31
DAFTAR PUSTAKA

Black J.M., & Hawkson J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untik Hasil Yang Diharapkan
(2-vol set). Edisi Indonesia 8. Singapore: Elsevier.
Buluchek GM dkk. 2015. Nursing Interventions Clarification. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. 2016. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH:
DIAGNOSA NANDA-I 2015-2017 INTERVENSI NIC HASIL NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Herdman TH & Kamitsuru Shigemi. 2017. Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Moorhead Sue dkk. 2015. Nursing Outcomes Clarification. Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. HIPERTENSI PADAPENYAKITKARDIOVASKULAR EDISI

PERTAMA. Jakarta. 2015


Priscilla LeMone, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

32

Anda mungkin juga menyukai